Ayana datang ke tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu Suci. Dia masuk ke sebuah kafe, mengedarkan pandangan hingga melihat Suci mengulas senyum ke arahnya.Ayana pun berjalan ke arah Suci. Terkadang dia berpikir, sekejam apa pun sang mama bersikap, tapi tetap saja wanita itu ibunya.“Akhirnya kamu datang. Mama memesan jus untukmu,” ucap Suci terlihat senang bisa melihat putrinya.“Terima kasih,” ucap Ayana lirih sesaat setelah duduk berhadapan dengan sang mama.Suci mengangguk senang, terus menatap Ayana yang terlihat biasa saja.“Bagaimana kondisi kesehatanmu dan janinmu?” tanya Suci berbasa-basi.“Sangat baik,” jawab Ayana singkat.“Baguslah.” Suci mengangguk-anggukan kepala.Ayana menatap sang mama, merasa aneh karena Suci tiba-tiba ingin menemuinya.“Kenapa Mama tiba-tiba ingin bertemu denganku?” tanya Ayana to the point.Suci terkejut mendengar pertanyaan Ayana, tapi dia pun tidak heran jika Ayana bersikap dingin kepadanya.“Tidak kenapa-kenapa. Mama hanya ingin melihatmu,”
Ayana berjalan mendekat dengan ekspresi wajah datar. Lantas berhenti tepat di dekat orang yang hendak menemuinya.“Kenapa Anda ingin menemuiku?” tanya Ayana sambil memandang wanita yang duduk di sofa.Wanita itu berdiri, dia adalah ibu Rey. Wanita itu tersenyum dan buru-buru menghampiri Ayana.“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Ay.” Wanita itu bicara sambil menatap penuh harap.Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan wanita itu. Hingga dia akhirnya mengajak ibu Rey ke ruang kerjanya.“Apa yang ingin Anda bicarakan?” tanya Ayana sambil menatap tajam ke mantan calon mertuanya itu.“Ini soal Rey. Apa kamu tidak bisa mencabut berkas laporan tentangnya? Aku tahu kamu kesal ke Rey, tapi setidaknya tolong pandang aku, Ay. Dulu kita berhubungan baik, ya meski semua harus berakhir karena kelakuan Rey. Aku hanya tidak bisa melihatnya dipenjara.”Ibu Rey pun mengemukakan alasannya menemui Ayana.“Tidak bisa atau malu melihatnya dipenjara?” Sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Aya
“Jika Papa tidak bisa cerita, tidak masalah. Aku hanya tanya saja,” ujar Ayana yang merasa tak enak ketika melihat ekspresi Jonathan yang terlihat bingung.Jonathan tersenyum mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian menghela napas kasar.“Seharusnya Papa cerita agar kamu tidak salah paham atau bertanya-tanya. Hanya saja awalnya berniat akan membicarakan ini nanti, tapi melihatmu yang siap tahu soal keluarga Papa, jadi tidak ada salahnya bercerita sekarang,” ujar Jonathan mengulas senyum.Ayana mengangguk-angguk, lantas menunggu sang papa bercerita.“Papa menikah dengan wanita Inggris. Dia baik dan ramah, sikap yang membuat papa benar-benar yakin menikahinya, setelah merasa dicampakkan mamamu,” ujar Jonathan menceritakan wanita yang bisa membuatnya move on dan menjalani hari dengan penuh rasa bahagia.“Apa dia tahu kalau Papa ke sini untuk mencariku? Dia tidak marah?” tanya Ayana yang penasaran.“Seharusnya dia tahu,” jawab Jonathan.“Seharusnya? Kenapa seharusnya? Papa tidak cerita ke
Ayana terkejut dengan apa yang dilihatnya. Hingga dia menoleh ke Kyle seolah meminta penjelasannya.Kyle hanya melebarkan senyum, lantas mengangguk sebagai isyarat agar Ayana tenang dan yakin.Firman terlihat geram dan kesal. Merasa dikhianati karena semua staff kini memihak ke Ayana. Dia sekarang ini sedang membaca hasil petisi yang dibuat oleh para staff, di mana di sana tertera jika 98 persen staff perusahaan meminta Ayana tetap memimpin perusahaan.“Petisi ini juga ditandatangani oleh beberapa klien besar. Semalam bahkan ada yang menghubungi saya, lantas mengatakan jika akan mengakhiri kerjasama jika bukan Bu Ayana yang memimpin perusahaan ini. Apakah Anda yakin ingin mengganti beliau?” tanya pemegang saham yang pertama kali memberikan data petisi itu.“Jika sudah seperti ini, kita lebih baik ambil aman saja. Jika kita memaksa untuk mengganti Bu Ayana, takutnya akan terjadi kesinambungan tak berujung,” ujar salah satu pemegang saham lain.Firman mengepalkan telapak tangan erat. Ti
Ayana bergeming dengan rasa tak percaya, memandang lurus ke depan sambil menggelengkan kepala pelan. Jonathan mendekat lantas menepuk pundak Ayana. Dia tersenyum kecil ke putrinya itu. “Mereka membela dan mendukungmu. Kamu layak dapat sambutan,” ucap Jonathan. Amel dan yang lain bertepuk tangan, mereka begitu senang karena mendapat kabar Ayana tidak jadi dilengserkan. Mereka berdiri di depan ruang kerja Ayana, menunggu atasannya datang untuk memberi selamat. “Petisi itu yang membuat Amel, kamu harus memberinya bonus tambahan karena usahanya menyebar petisi sampai klien dan rekan bisnis kita berhasil,” bisik Kyle kemudian. Ayana sangat terharu, benar-benar tidak menyangka jika semua begitu antusias mendukung dan melindungi dirinya. Dia pun berjalan mendekat, lantas memeluk Amel. “Terima kasih,” ucap Ayana sambil mengusap punggung Amel. “Mendapat ucapan terima kasih dari Bu Ayana, seperti sebuah kebanggaan buat saya.” Tak hanya Amel, Ayana pun berterima kasih ke semua staffnya. J
“Kemarilah.” Ayana meminta Deon untuk mendekat dan duduk bersamanya.Deon yang baru saja membuat susu dan mengupas buah pun tersenyum sambil berjalan mendekat ke Ayana. Dia meletakkan segelas susu dan piring berisi potongan buah di meja, lantas duduk berdampingan dengan Ayana.“Makan buahnya,” ucap Deon sambil menusuk potongan buah dengan garpu. Dia lantas menyodorkan potongan buah ke mulut Ayana.Ayana membuka lebar mulut, menerima suapan Deon lantas bergelayut manja di lengan pemuda itu.Deon melirik Ayana yang manja, sangat bertolak belakang dengan saat Ayana bekerja.“Buku mulutmu.” Deon kembali menyuapi.Ayana menerima suapan dari suaminya, masih bergelayut manja sambil menyandarkan kepala di pundak.“Kenapa? Apa ada masalah?” tanya Deon yang aneh karena Ayana sangat manja.“Tidak ada. Aku hanya ingin dekat denganmu,” jawab Ayana lantas membuka mulut lagi ingin meminta suapan.Deon penuh kesabaran menyuapi Ayana, menyenangkan hati sang istri yang sedang dalam mood bagus.“Entah k
“Ada apa?” tanya Azlan karena Hyuna terlihat lemas.“Tidak ada. Mama tumben minta aku pulang cepet, sudah gitu sambil marah-marah,” jawab Hyuna, kemudian memasukkan ponsel ke tas.“Kalau gitu kita pulang saja, takutnya nanti mamamu semakin marah,” ujar Azlan sambil mengajak berdiri Hyuna.Hyuna terlihat belum rela pulang karena masih ingin menghabiskan waktu bersama Azlan. Jarang-jarang mereka punya waktu berdua sebanyak ini karena Azlan terus bekerja.“Ayo.” Azlan sudah berdiri sambil mengulurkan tangan ke Hyuna.Hyuna menggapai tanga Azlan, lantas berdiri untuk meninggalkan tempat itu.“Aku akan mengantarmu ke apartemen dulu,” kata Hyuna saat keduanya sampai di parkiran mobil.“Tidak usah, aku bisa naik bus atau taksi. Kamu pulang saja tidak usah mengantarku,” ujar Azlan sambil membuka pintu untuk Hyuna.“Kamu yakin? Aku bisa mengantarmu sebentar,” balas Hyuna meyakinkan.“Iya yakin,” ucap Azlan, “rumahmu dan apartemen Ayana berlawanan arah, nanti akan makan waktu lama dan mamamu bi
“Sarapan, Lan. Jangan lihat ponsel terus.”Ayana memperhatikan sang adik yang terus memandangi ponsel ketika sedang sarapan.Deon yang duduk di sebelah Ayana pun memandang Azlan yang terlihat gusar.Azlan meletakkan ponsel di meja, kemudian menghela napas kasar.“Ini aneh,” ujar Azlan.“Aneh apanya?” tanya Deon kemudian memasukkan suapan ke mulut.“Sejak dari semalam, pesanku tidak dibaca Hyuna,” jawab Azlan kemudian memandang Deon dan Ayana bergantian.Ayana dan Deon langsung mengerutkan alis mendengar jawaban Azlan.“Apanya yang aneh? Mungkin dia sudah tidur atau memang sedang tidak buka ponsel,” ujar Ayana merasa adiknya yang aneh karena galau pesan chat tidak dibalas sang kekasih.“Ga mungkin, Ay. Hyuna itu tidak pernah sekalipun melewatkan chatku, bahkan dia tidak pernah membuatku menunggu. Dia selalu balas pesanku jika memang belum tidur, kalau sudah tidur, biasanya pagi-pagi sudah balas. Ini aku chat pun tidak dibaca,” balas Azlan menyanggah pendapat sang kakak.Azlan mendadak