“Ada apa, hm?” Deon menatap Ayana yang terlihat lelah. Dia menarik kursi dan ikut duduk berhadapan dengan Ayana.Siang itu Ayana datang ke kafe untuk makan siang seperti biasa. Dia duduk di salah satu meja dengan makanan yang baru saja disajikan oleh sang suami.“Tidak ada, aku hanya lapar,” jawab Ayana sambil melebarkan senyum.Ayana mengambil sendok, bersiap menikmati makan siang yang disajikan suaminya.“Apa pekerjaan di kantor sangat banyak?” tanya Deon sambil memperhatikan Ayana yang sedang makan.Ayana memandang Deon sekilas sembil menganggukkan kepala, sebelum kemudian kembali menatap hidangan yang tersaji dan menyantapnya dengan lahap.“Makan pelan-pelan,” ucap Deon memperhatikan Ayana yang makan sedikit terburu.Ayana hanya mengangguk mendengar ucapan suaminya. Dia fokus ke makanan, seolah makanan itu alat pelampiasan kekesalan yang sejak tadi dipendam.“Ada pelanggan, aku ke dapur dulu. Kalau butuh apa-apa, bilang saja,” ucap Deon di akhiri mengusap pucuk kepala Ayana lembut
Ayana datang ke tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu Suci. Dia masuk ke sebuah kafe, mengedarkan pandangan hingga melihat Suci mengulas senyum ke arahnya.Ayana pun berjalan ke arah Suci. Terkadang dia berpikir, sekejam apa pun sang mama bersikap, tapi tetap saja wanita itu ibunya.“Akhirnya kamu datang. Mama memesan jus untukmu,” ucap Suci terlihat senang bisa melihat putrinya.“Terima kasih,” ucap Ayana lirih sesaat setelah duduk berhadapan dengan sang mama.Suci mengangguk senang, terus menatap Ayana yang terlihat biasa saja.“Bagaimana kondisi kesehatanmu dan janinmu?” tanya Suci berbasa-basi.“Sangat baik,” jawab Ayana singkat.“Baguslah.” Suci mengangguk-anggukan kepala.Ayana menatap sang mama, merasa aneh karena Suci tiba-tiba ingin menemuinya.“Kenapa Mama tiba-tiba ingin bertemu denganku?” tanya Ayana to the point.Suci terkejut mendengar pertanyaan Ayana, tapi dia pun tidak heran jika Ayana bersikap dingin kepadanya.“Tidak kenapa-kenapa. Mama hanya ingin melihatmu,”
Ayana berjalan mendekat dengan ekspresi wajah datar. Lantas berhenti tepat di dekat orang yang hendak menemuinya.“Kenapa Anda ingin menemuiku?” tanya Ayana sambil memandang wanita yang duduk di sofa.Wanita itu berdiri, dia adalah ibu Rey. Wanita itu tersenyum dan buru-buru menghampiri Ayana.“Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, Ay.” Wanita itu bicara sambil menatap penuh harap.Ayana menaikkan satu sudut alis mendengar ucapan wanita itu. Hingga dia akhirnya mengajak ibu Rey ke ruang kerjanya.“Apa yang ingin Anda bicarakan?” tanya Ayana sambil menatap tajam ke mantan calon mertuanya itu.“Ini soal Rey. Apa kamu tidak bisa mencabut berkas laporan tentangnya? Aku tahu kamu kesal ke Rey, tapi setidaknya tolong pandang aku, Ay. Dulu kita berhubungan baik, ya meski semua harus berakhir karena kelakuan Rey. Aku hanya tidak bisa melihatnya dipenjara.”Ibu Rey pun mengemukakan alasannya menemui Ayana.“Tidak bisa atau malu melihatnya dipenjara?” Sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Aya
“Jika Papa tidak bisa cerita, tidak masalah. Aku hanya tanya saja,” ujar Ayana yang merasa tak enak ketika melihat ekspresi Jonathan yang terlihat bingung.Jonathan tersenyum mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian menghela napas kasar.“Seharusnya Papa cerita agar kamu tidak salah paham atau bertanya-tanya. Hanya saja awalnya berniat akan membicarakan ini nanti, tapi melihatmu yang siap tahu soal keluarga Papa, jadi tidak ada salahnya bercerita sekarang,” ujar Jonathan mengulas senyum.Ayana mengangguk-angguk, lantas menunggu sang papa bercerita.“Papa menikah dengan wanita Inggris. Dia baik dan ramah, sikap yang membuat papa benar-benar yakin menikahinya, setelah merasa dicampakkan mamamu,” ujar Jonathan menceritakan wanita yang bisa membuatnya move on dan menjalani hari dengan penuh rasa bahagia.“Apa dia tahu kalau Papa ke sini untuk mencariku? Dia tidak marah?” tanya Ayana yang penasaran.“Seharusnya dia tahu,” jawab Jonathan.“Seharusnya? Kenapa seharusnya? Papa tidak cerita ke
Ayana terkejut dengan apa yang dilihatnya. Hingga dia menoleh ke Kyle seolah meminta penjelasannya.Kyle hanya melebarkan senyum, lantas mengangguk sebagai isyarat agar Ayana tenang dan yakin.Firman terlihat geram dan kesal. Merasa dikhianati karena semua staff kini memihak ke Ayana. Dia sekarang ini sedang membaca hasil petisi yang dibuat oleh para staff, di mana di sana tertera jika 98 persen staff perusahaan meminta Ayana tetap memimpin perusahaan.“Petisi ini juga ditandatangani oleh beberapa klien besar. Semalam bahkan ada yang menghubungi saya, lantas mengatakan jika akan mengakhiri kerjasama jika bukan Bu Ayana yang memimpin perusahaan ini. Apakah Anda yakin ingin mengganti beliau?” tanya pemegang saham yang pertama kali memberikan data petisi itu.“Jika sudah seperti ini, kita lebih baik ambil aman saja. Jika kita memaksa untuk mengganti Bu Ayana, takutnya akan terjadi kesinambungan tak berujung,” ujar salah satu pemegang saham lain.Firman mengepalkan telapak tangan erat. Ti
Ayana bergeming dengan rasa tak percaya, memandang lurus ke depan sambil menggelengkan kepala pelan. Jonathan mendekat lantas menepuk pundak Ayana. Dia tersenyum kecil ke putrinya itu. “Mereka membela dan mendukungmu. Kamu layak dapat sambutan,” ucap Jonathan. Amel dan yang lain bertepuk tangan, mereka begitu senang karena mendapat kabar Ayana tidak jadi dilengserkan. Mereka berdiri di depan ruang kerja Ayana, menunggu atasannya datang untuk memberi selamat. “Petisi itu yang membuat Amel, kamu harus memberinya bonus tambahan karena usahanya menyebar petisi sampai klien dan rekan bisnis kita berhasil,” bisik Kyle kemudian. Ayana sangat terharu, benar-benar tidak menyangka jika semua begitu antusias mendukung dan melindungi dirinya. Dia pun berjalan mendekat, lantas memeluk Amel. “Terima kasih,” ucap Ayana sambil mengusap punggung Amel. “Mendapat ucapan terima kasih dari Bu Ayana, seperti sebuah kebanggaan buat saya.” Tak hanya Amel, Ayana pun berterima kasih ke semua staffnya. J
“Kemarilah.” Ayana meminta Deon untuk mendekat dan duduk bersamanya.Deon yang baru saja membuat susu dan mengupas buah pun tersenyum sambil berjalan mendekat ke Ayana. Dia meletakkan segelas susu dan piring berisi potongan buah di meja, lantas duduk berdampingan dengan Ayana.“Makan buahnya,” ucap Deon sambil menusuk potongan buah dengan garpu. Dia lantas menyodorkan potongan buah ke mulut Ayana.Ayana membuka lebar mulut, menerima suapan Deon lantas bergelayut manja di lengan pemuda itu.Deon melirik Ayana yang manja, sangat bertolak belakang dengan saat Ayana bekerja.“Buku mulutmu.” Deon kembali menyuapi.Ayana menerima suapan dari suaminya, masih bergelayut manja sambil menyandarkan kepala di pundak.“Kenapa? Apa ada masalah?” tanya Deon yang aneh karena Ayana sangat manja.“Tidak ada. Aku hanya ingin dekat denganmu,” jawab Ayana lantas membuka mulut lagi ingin meminta suapan.Deon penuh kesabaran menyuapi Ayana, menyenangkan hati sang istri yang sedang dalam mood bagus.“Entah k
“Ada apa?” tanya Azlan karena Hyuna terlihat lemas.“Tidak ada. Mama tumben minta aku pulang cepet, sudah gitu sambil marah-marah,” jawab Hyuna, kemudian memasukkan ponsel ke tas.“Kalau gitu kita pulang saja, takutnya nanti mamamu semakin marah,” ujar Azlan sambil mengajak berdiri Hyuna.Hyuna terlihat belum rela pulang karena masih ingin menghabiskan waktu bersama Azlan. Jarang-jarang mereka punya waktu berdua sebanyak ini karena Azlan terus bekerja.“Ayo.” Azlan sudah berdiri sambil mengulurkan tangan ke Hyuna.Hyuna menggapai tanga Azlan, lantas berdiri untuk meninggalkan tempat itu.“Aku akan mengantarmu ke apartemen dulu,” kata Hyuna saat keduanya sampai di parkiran mobil.“Tidak usah, aku bisa naik bus atau taksi. Kamu pulang saja tidak usah mengantarku,” ujar Azlan sambil membuka pintu untuk Hyuna.“Kamu yakin? Aku bisa mengantarmu sebentar,” balas Hyuna meyakinkan.“Iya yakin,” ucap Azlan, “rumahmu dan apartemen Ayana berlawanan arah, nanti akan makan waktu lama dan mamamu bi
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida