Hyuna pergi ke kafe Deon untuk menyampaikan pesan Azlan. Setelah beberapa hari terkurung, akhirnya dia bisa keluar dan menghirup udara bebas.“Deon ada?” tanya Hyuna langsung ke Shirly.“Mas Deon sekarang membantu Bu Ayana. Jadi tidak di kafe lagi, kamu belum tahu, ya?” Shirly keheranan mendengar pertanyaan Hyuna.“Membantu Ayana? Kerja di perusahaan?” tanya Hyuna memastikan.Shirly mengangguk, lantas memberi isyarat agar Hyuna sedikit mendekat ke arahnya untuk diajak bicara.“Kudengar, Bu Ayana mendapat teror. Mas Deon mencemaskan Bu Ayana, jadi dia memilih untuk menemani dan senantiasa di sisi Bu Ayana,” ujar Shirly bicara hati-hati agar tidak ada yang dengar.Hyuna terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Shirly.“Siapa yang menerornya?” tanya Hyuna penasaran.“Tidak tahu. Sejak kemarin Mas Deon tidak di kafe, mungkin seterusnya sampai pelakunya ditangkap,” jawab Shirly.Hyuna terdiam sesaat, mendadak merasa semua masalah begitu rumit.“Ya sudah kalau begitu. Aku akan cari Deon d
“Bagaimana keadaan Azlan?” tanya Ayana saat Hyuna sudah berada di ruangannya. Ayana akhirnya membiarkan Kyle pergi sendiri, setelah Deon terus melarang dirinya ikut. “Azlan baik. Aku ke sini karena permintaannya,” jawab Hyuna. Ayana bernapas lega mendengar jawaban Hyuna. “Aku sangat mencemaskannya karena dia tidak bisa dihubungi,” ujar Ayana kemudian. “Hm … Azlan bilang ponselnya disita papanya. Lalu dia diberi ponsel lain dengan nomor lain, sudah jelas itu untuk menjauhkan kalian,” ujar Hyuna menjelaskan. Ayana dan Deon saling pandang, tebakannya ternyata benar. “Dia ingin mengirimimu pesan, tapi Azlan bilang kalau ada kemungkinan ponsel yang dibawa disadap dan dipantau papanya. Jadi untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan, dia memilih tak menghubungimu untuk sementara waktu.” Hyuna menceritakan apa yang dikatakan oleh Azlan. Ayana sangat terkejut mendengar hal itu, hingga kemudian bertanya, “Azlan yang menceritakan itu kepadamu?” “Iya,” jawab Hyuna sambil mengangguk.
“Jawab dengan jujur apa yang akan aku tanyakan, maka aku akan membuat semuanya mudah,” ucap Kyle menjawab pertanyaan pria bertubuh gempal itu. Pria itu sedikit panik melihat tatapan Kyle. Dia sampai menelan ludah susah payah, sambil memandang Kyle dan pria satunya. “Ki-kita bicara sambil duduk saja.” Pria itu mendadak menyesal sudah bersikap ketus. Kyle mengangguk kemudian berjalan mengikuti pria itu menuju ke rumah yang memiliki kursi di depannya. “Sebenarnya ada apa ini? Kenapa kalian membawa data mobil milikku?” tanya pria itu panik. “Jadi benar mobil ini milikmu?” tanya Kyle memastikan. “Ya, benar. Itu mobilku tapi hilang tiga hari yang lalu,” jawab pria itu mau bekerjasama karena takut. Kyle dan pria yang bersamanya terkejut mendengar jawaban pria bertubuh gempal itu. “Hilang?” Seolah merasa salah pendengaran, Kyle mengulang kalimat itu. “Iya, aku sudah melaporkannya ke pihak yang berwajib, tapi sampai sekarang belum ada kabar,” jawab pria itu. “Sejak kapan mobil itu hi
“Hyuna.”Hyuna terkejut saat Firman menyapa. Dia datang ke perusahaan Firman untuk bertemu dengan Azlan, tentu saja tujuannya ingin menyampaikan apa yang dikatakan Ayana tadi.“Paman.” Hyuna mengangguk sopan sambil sedikit membungkukan badan membalas sapaan Firman.“Mau ketemu Azlan?” tanya Firman sambil memandang ke paper bag yang dibawa Hyuna.Hyuna tersenyum ke Firman. Dia harus bersikap semanis mungkin agar Firman tak curiga dengan maksud kedatangannya.“Iya, Paman. Sebelum Azlan bekerja di perusahaan, dia biasanya makan siang denganku. Beberapa hari ini kami tidak bertemu, jadi aku ke sini karena rindu kebersamaan kami,” ucap Hyuna bersikap sangat manja dan manis, kedok agar Firman memercayai dirinya.Firman mengangguk-angguk sambil tersenyum, hingga kemudian berkata, “Ya sudah. Ini juga sudah jam makan siang. Paman pergi dulu karena ada urusan di luar sekalian makan siang.”“Baik, Paman. Hati-hati di jalan.” Hyuna mengangguk memberi salam sebelum Firman pergi.Firman pun pergi b
“Tukar mobil kalian dengan milikku.” Deon dan Ayana terkejut mendegar ucapan Kyle, saat mereka baru saja keluar dari ruang kerja. “Kenapa?” tanya Ayana keheranan. “Entah, aku punya firasat buruk saja. Kalian pakailah mobilku, biar mobil kalian aku yang bawa,” ujar Kyle menjawab pertanyaan Ayana. Ayana mengerutkan alis mendengar ucapan Kyle, kenapa asistennya itu ingin menukar mobil. “Kita belum menemukan pelakunya, besar kemungkinan pelaku akan kembali meneror atau melakukan hal tak terduga, apalagi pelaku tahu betul mobil yang kalian gunakan. Hanya untuk berjaga-jaga, jika ada apa-apa di jalan, kalian tetap selamat,” ujar Kyle menjelaskan maksud meminta Deon dan Ayana menukar mobil. “Jika kami menukar mobil dengan milikmu, bukankah itu artinya kami malah membahayakan nyawamu, jika memang firasatmu benar?” Deon malah merasa aneh karena Kyle seolah ingin menjadikan diri sendiri sebagai umpan. Kyle menatap Ayana dan Deon bergantian, hingga kemudian tersenyum setelah sebelumnya men
Kyle pergi menggunakan mobil Ayana membelah jalanan kota. Dia sengaja tak langsung pulang untuk melihat apakah dugaannya benar jika pelaku teror sebelumnya akan menyerang lagi.“Apa kamu yakin jika pelakunya akan menyerang lagi? Bagaimana jika dia memang sudah antisipasi untuk memberi jarak teror?” tanya teman Kyle.“Kita hanya antisipasi juga. Kita tidak bisa menebak, kapan pria itu akan kembali meneror. Jika memang hari ini tidak, maka kita akan melakukannya terus setiap hari, sampai pelaku itu muncul,” jawab Kyle penuh keyakinan.Jika polisi belum juga bisa menangkap, sedangkan bukti pun semuanya nihil untuk mengungkap, maka cara yang paling mungkin dilakukan adalah memancing kemunculan pelaku.“Semoga saja pelakunya benar-benar keluar sehingga kita bisa menangkapnya,” ujar teman Kyle yang sudah geram karena pelaku melakukan semuanya dengan rapi.“Kuharap,” balas Kyle sambil terus menyetir.Hingga saat mobil yang dikendarai Kyle melaju di jalanan sedikit sepi, sebuah motor terlihat
Ayana dan yang lain pergi dari kantor polisi setelah Kyle menerima panggilan dari seseorang.Mereka naik mobil Kyle, sebab mobil Ayana yang tadi dikemudikan Kyle rusak bagian samping serta masih dijadikan barang bukti oleh pihak yang berwajib.“Maaf soal mobilmu,” ucap Kyle saat berada di mobil. Dia menoleh Ayana yang duduk di belakang.“Itu hanya mobil, rusak masih bisa kuperbaiki atau beli yang baru. Tidak usah dipikirkan,” balas Ayana dengan santai.Kyle mengangguk-angguk, semua yang dilakukan demi keselamatan Ayana, membuat Kyle yakin jika wanita itu takkan mempermasalahkan soal kerusakan mobil.Teman Kyle yang mengemudikan mobil, mereka pergi menuju rumah pemilik mobil box yang digunakan pelaku untuk datang ke perusahaan Ayana.Sesampainya di rumah pria berbadan gempal itu. Kyle mengajak Ayana dan Deon untuk turun serta sebab pria itu memiliki informasi terbaru soal perkembangan kasus pencurian mobil box.“Polisi siang tadi menghubungiku, mereka menemukan mobil milikku terbengkal
“Kamu sudah memberitahu Papa soal yang terjadi?” tanya Deon saat mereka sudah di apartemen.Ayana baru saja selesai mandi. Dia mengusap rambut dengan handuk kecil sambil berjalan menghampiri suaminya yang duduk di sofa.“Aku tidak memberitahunya. Papa sedang di luar kota untuk urusan bisnis, jadi aku tidak mau mengganggunya, takut mengganggu kerjaannya,” jawab Ayana lantas duduk di samping suaminya.Deon mengambil handuk dari tangan Ayana, lantas membantu sang istri mengeringkan rambut.“Selama pelaku itu belum ditemukan, aku benar-benar tidak bisa tenang mengawalmu keluar dari apartemen. Aku merasa kamu lebih aman di sini saja,” ujar Deon yang sangat mencemaskan keselamatan Ayana.Jika tadi Kyle tidak memiliki ide menukar mobil mereka, mungkin tadi mereka yang dalam bahaya. Deon bisa melindungi diri, tapi bagaimana dengan Ayana. Meski sanggup melindungi bersama, tapi tak yakin bisa melindungi sepenuhnya.“Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku hanya karena masalah ini, De. Jika
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida