“Kamu sudah memberitahu Papa soal yang terjadi?” tanya Deon saat mereka sudah di apartemen.Ayana baru saja selesai mandi. Dia mengusap rambut dengan handuk kecil sambil berjalan menghampiri suaminya yang duduk di sofa.“Aku tidak memberitahunya. Papa sedang di luar kota untuk urusan bisnis, jadi aku tidak mau mengganggunya, takut mengganggu kerjaannya,” jawab Ayana lantas duduk di samping suaminya.Deon mengambil handuk dari tangan Ayana, lantas membantu sang istri mengeringkan rambut.“Selama pelaku itu belum ditemukan, aku benar-benar tidak bisa tenang mengawalmu keluar dari apartemen. Aku merasa kamu lebih aman di sini saja,” ujar Deon yang sangat mencemaskan keselamatan Ayana.Jika tadi Kyle tidak memiliki ide menukar mobil mereka, mungkin tadi mereka yang dalam bahaya. Deon bisa melindungi diri, tapi bagaimana dengan Ayana. Meski sanggup melindungi bersama, tapi tak yakin bisa melindungi sepenuhnya.“Tapi aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku hanya karena masalah ini, De. Jika
Gery berlari secepatnya setelah mendengar sesuatu pecah dari seberang panggilan. Saat sampai di kafe, dia melihat kaca di pintu kafe sudah pecah bagian dekat handel. Gery menerobos masuk untuk mencari Shirly, belum lagi tempat itu seluruhnya gelap sebab listrik belum dinyalakan kembali. “Shirly!” teriak Gery sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. “Ge … akh!” Suara Shirly terdengar menyahut, tapi diiringi suara rintihan begitu keras. Gery menerobos masuk menuju arah sumber suara yang berasal dari dapur. Hingga melihat bayangan berjalan, membuatnya langsung mengejar. Benar saja, seorang pria menarik rambut Shirly, memaksa wanita itu berjalan mengikutinya lewat pintu belakang. Tentu saja Gery takkan membiarkan begitu saja. Dia berlari mengejar untuk menyelamatkan Shirly. “Lepaskan dia!” teriak Gery sambil berusaha menggapai pria itu untuk dihajar. Pria itu terkejut karena Gery berhasil menggapai lengannya. Dia mendorong Shirly sampai terjatuh di lantai sebelum pintu kel
“Kalian mengenalnya?” tanya polisi saat melihat wajah Deon dan Ayana sama-sama terkejut. Deon dan Ayana memandnag ke polisi bersamaan. Hingga Deon berjongkok untuk melihat dengan seksama apakah dia salah lihat. “Pak, dia pelaku yang meneror istri saya di perusahaan, juga pelaku pencurian mobil box yang meninggalkan barang bukti di gang sempit,” ujar Deon menjelaskan. Meski wajah pelaku sudah babak-belur, tapi Deon dan Ayana masih mengenali pelaku yang dilihat mereka dari video rekaman Cctv. “Bagus kalau dia pelakunya, jadi kami bisa langsung memproses kejahatan pelaku sekaligus,” ujar polisi kemudian memaksa pria itu untuk bangun, setelah memotong tali yang terikat di kaki meja pantry, juga melepas tali yang mengikat kaki agar bisa berjalan. Pria itu menatap tajam ke Ayana, sebelum akhirnya digiring polisi keluar dari kafe. Ayana menghela napas lega, setelah kesusahan mencari pelaku teror kini malah datang sendiri ke kafe. “Semoga pria itu mau jujur dan tahu siapa yang menyuruh
“Gara-gara kamu. Aku kehilangan pekerjaan sampai harus mengganti rugi kerugian perusahaan! Lalu kamu enak-enak di sini, bersembunyi dariku yang hampir mendekam di penjara. Sekarang kamu harus merasakan akibatnya, lalu setelah ini kupastikan bosmu itu juga mendapatkan ganjaran sudah membuatku menderita! Takkan kubiarkan kalian hidup nyaman dan tenang.”Shirly menangis sesenggukan setelah menceritakan yang terjadi sebelum Gery datang. Bahkan mengatakan jika mantan kekasihnya itu juga sudah memukul lalu menjambak rambut sebelum menyeretnya ke belakang.“Dia melakukan ini karena ingin balas dendam, Bu. Dia mengatakan itu semua ketika menarikku. Aku benar-benar ketakutan, juga merasa bersalah karena ternyata dia yang meneror Ibu sebab dendam.” Shirly bicara sambil menangis.Ayana dan yang lain sangat syok. Selain tega meneror Ayana, pria itu juga tega meneror Shirly yang sudah jelas sedang hamil besar.“Jadi benar jika dia yang meneror Ayana karena ingin balas dendam?” Deon pun masih berta
“Akhirnya masalah ini selesai.”Deon begitu lega karena pelaku teror Ayana sudah tertangkap. Dia kini menatap sang istri yang sudah bisa sedikit tersenyum dengan kelegaan di wajah.Ayana mengangguk-anggukan kepala mendengar ucapan Deon, lantas merapat ke suaminya itu untuk memeluk.Deon menyambut rengkuhan istrinya. Dia pun mendekap erat sambil sesekali mengecup kening Ayana.“Akhirnya aku bisa tidur nyenyak,” gumam Ayana sambil memejamkan mata.Sejak teror terjadi, Ayana jarang bisa tidur nyenyak, bahkan sering terbangun ketika malam hari.“Tidurlah,” ucap Deon sambil mengusap punggung Ayana dengan konstan.“Sekarang aku hanya tinggal memikirkan bagaimana cara bertemu Azlan tanpa diketahui Papa. Jika Papa tahu aku berusaha menemuinya, dia pasti takkan tinggal diam,” ujar Ayana lagi.Deon diam mendengar ucapan Ayana. Satu tangan mengusap lembut punggung istrinya itu.“Kita pikirkan itu pelan-pelan, Ay. Untuk saat ini, biarkan pikiranmu tenang dulu. Kamu sudah memikirkan banyak hal sam
“Bagaimana kondisimu sekarang?” tanya Ayana saat menemui Shirly di rumah sakit.Gery benar-benar masih di rumah sakit menemani Shirly. Dia kini pergi ke kantin bersama Deon untuk membeli sarapan.“Sudah lebih baik. Kramnya pun sudah tak muncul lagi,” ujar Shirly menjelaskan.Shirly sudah bisa duduk bersandar di headboard saat bicara dengan Ayana.“Baguslah kalau memang sudah membaik.” Ayana ikut senang.Shirly mengangguk mendengar ucapan Ayana, lantas menatap wanita itu.“Apa Heri akan dihukum berat?” tanya Shirly mencoba bertanya informasi mantannya itu.Ayana langsung memandang Shirly ketika mendengar pertanyaan mantan staff-nya itu.“Aku bukan kasihan atau apa. Aku malah takut kalau dia bebas. Ada kemungkinan dia akan balas dendam lagi, apalagi Heri memang memiliki temperamen buruk,” ujar Shirly langsung menjelaskan maksudnya ketika melihat tatapan Ayana.Shirly takut jika sampai Ayana salah paham akan pertanyaan yang dilontarkan.Ayana tersenyum mendengar penjelasan Shirly.“Iya a
“Aku baru dapat informasi dari Deon, pelaku yang meneror Ayana sudah ditangkap dan kini sudah masuk penjara,” ujar Hyuna yang siang itu menemui Azlan seperti biasa.“Benarkah? Syukurlah.” Azlan begitu lega mengetahui Ayana sudah terbebas dari peneror.Hyuna mengangguk-angguk, mereka bicara di samping gedung seperti biasa untuk menghindari pantauan kamera Cctv maupun kecurigaan Firman.“Bagaimana kabarmu bekerja di sini?” tanya Hyuna yang sampai lupa menanyakan kondisi kekasihnya itu.Azlan mengaduk makanannya sambil mengedikkan bahu.“Ya, beginilah. Memangnya mau bagaimana lagi? Meski aku tidak suka, tapi aku harus bertahan,” ujar Azlan tak bersemangat saat membahas tentang pekerjaan.Hyuna menatap Azlan yang sedih, sejujurnya dia pun kasihan karena pria itu tampak tertekan di perusahaan.“Sudah jangan bahas itu lagi. Sekarang makan yang banyak.” Hyuna menambah lauk ke tempat makan Azlan.Azlan menatap Hyuna yang begitu perhatian dan sabar menemaninya. Andai dia memiliki kekuasaan dan
“Kamu lihat siapa tadi?” tanya Deon yang melihat Ayana melamun.Ayana terkejut hingga langsung menoleh suaminya yang sedang menyetir.“Tidak penting, aku hanya melihat Abigail di rumah sakit saja,” jawab Ayana yang tadi memang melihat Abigail pergi ke tempat poliklinik.“Hm … sekretaris Rey?” tanya Deon memastikan.“Ya. Mungkin dia frustasi karena Rey tak lagi mengurus perusahaan, kutebak jika dia pasti dicampakkkan juga,” ujar Ayana sambil tersenyum miring.Terkadang ada perasaan bahagia melihat orang yang pernah menjahati kini mengalami hal buruk melebihi apa yang pernah dialami.Deon hanya tersenyum mendengar ucapan Ayana, hingga ponselnya bergetar.“Siapa?” tanya Ayana saat melihat ponsel Deon terlihat berkedip.“Hyun, coba baca dia kirim pesan apa, siapa tahu soal Azlan,” jawab Deon.Ayana mengambil ponsel Deon, kemudian membuka pesan dari Hyuna. Dia melebarkan senyum membaca pesan dari kekasih adiknya itu.“Besok Hyuna akan mencari pakaian untuk wisuda. Dia akan mengajak Azlan,
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida