“Totalnya tujuh puluh ribu.” Azlan sedang melayani pelanggan yang datang ke kafe. Gadis yang sedang membeli minuman dan makanan itu pun mengulurkan kartu debit untuk pembayaran. “Mohon tunggu sebentar,” kata Azlan sambil menerima kartu itu. “Lama ga papa,” balas gadis yang berdiri di depan Azlan sambil tersenyum. Azlan hanya mengulas senyum mendengar ucapan gadis itu. Sepertinya dia sudah lincah menghadapi para pelanggan setelah belajar dari Gery dan Deon sebelumnya. Bersamaan dengan Azlan yang sedang membalas senyum pelanggan, Hyuna datang untuk mengunjungi kekasihnya itu. Namun, ekspresi wajahnya langsung berubah ketika melihat Azlan tersenyum ke gadis lain. Hyuna buru-buru mendekat dan berdiri di samping pembeli. Dia melirik tajam melihat gadis itu senyum-senyum ke Azlan. “Sayang, kamu sudah makan siang?” Tanpa berpikir panjang, Hyuna langsung menyebut sayang ke Azlan. Gadis di sebelah Hyuna terkejut sampai menoleh, melihat Hyuna yang tersenyum ke Azlan. Azlan sendiri menol
“Sembunyikan aku.”Azlan panik dan bingung harus bagaimana atau bersembunyi di mana.Gery pun kebingungan, kenapa Azlan ingin bersembunyi. Dia sampai menurunkan pandangan ketika melihat Azlan berjongkok.“Kamu ini kenapa?” tanya Gery kebingung, melihat Azlan yang mengisyaratkan agar dirinya diam menggunkana telunjuk.“Tidak usah bersembunyi. Keluar!” titah Firman yang akhirnya mengetahui jika Azlan bekerja di kafe itu.Gery menatap Azlan yang ketahuan, meminta agar Azlan bangun dan menemui Firman.Azlan mencebik kesal, kenapa sang papa tidak bisa membiarkannya saja. Dia pun akhirnya berdiri, melihat sang ayah yang sudah memasang wajah garang.Keduanya akhirnya duduk di salah satu meja yang ada di kafe. Azlan melihat dua bodyguard yang biasa menjaganya berdiri di depan pintu, bahkan membalikkan tulisan open ke close yang membuat pelanggan tak ada yang bisa masuk.“Apa Papa harus melakukan ini? Papa akan membuat rugi kalau menutup kafe di jam buka,” ujar Azlan memprotes tindakan sang ay
Firman benar-benar tidak menyangka Deon akan ikut campur urusan keluarganya.“Siapa kamu sampai berani ikut campur masalah keluargaku. Ingat, kamu tidak akan pernah ada di sini jika bukan karena aku yang menikahkan kalian. Jadi ingat siapa dan apa posisimu!” Firman mencoba menggertak Deon agar tidak ikut campur.Ayana terkejut mendengar Firman membahas itu. Dia menatap suaminya dari belakang, takut jika Deon berkecil hati.Deon menatap Firman dengan ekspresi wajah datar, tapi meski demikian dia pun terlihat tenang saat mendengar ucapan Firman yang menyakitkan.“Sepertinya bicara formal pun akan terasa aneh ketika meluapkan amarah. Jadi biarkan aku bicara sebagai siapa aku di sini.” Deon membuang sikap formalnya sebab sang mertua memancing emosinya.Firman terhenyak melihat tatapan Deon yang begitu tajam.“Ayana adalah istriku. Dia sudah menjadi hakku, milikku yang tidak bisa kamu sentuh tanpa persetujuanku. Ingat, kamu yang memberikan tangannya kepadaku, jadi kamu masih ingin menyakit
“Ay.” Deon sangat cemas karena mendengar Ayana muntah. Dia ingin masuk kamar mandi, tapi takut Ayana melarang. “Ay, kamu baik-baik saja? Aku masuk, ya.” Deon mencoba meminta izin untuk masuk kamar mandi. Tidak ada jawaban dari Ayana, membuat Deon akhirnya masuk kamar mandi begitu saja. Dia melihat Ayana yang berjongkok di depan kloset. “Ay.” Deon segera menghampiri, bahkan membantu menekan tengkuk agar Ayana bisa muntah. Ayana sampai terbatuk karena terus muntah. Bahkan makanan yang tadi masuk ke lambung pun keluar tak bersisa. Deon menyalakan air untuk menyiram muntahan yang ada di kloset, lantas membantu Ayana berdiri. “Akan kubuatkan minuman hangat dulu,” kata Deon setelah membantu Ayana sampai di ranjang. Ayana memilih merebahkan tubuhnya, lambungnya terkuras habis membuatnya terasa lemas. Deon sendiri buru-buru keluar kamar untuk membuat teh hangat, hingga bertemu dengan Azlan yang juga sedang keluar kamar. “Ada apa?” tanya Azlan yang melihat sang kakak ipar cemas. “Aya
“Kamu yakin mau ke perusahaan?” tanya Deon cemas sambil menatap Ayana yang sedang bersiap-siap.Pagi itu Ayana kembali muntah, tapi dia bersikeras ingin pergi ke kantor.“Hari ini aku ada rapat penting, De. Mana mungkin aku tidak ke kantor. Lagi pula tadi hanya mual biasa, nanti aku minum obat setelah rapat dan istirahat sebentar di kantor. Aku janji.” Ayana membujuk suaminya agar tidak mencegahnya pergi.Deon menghela napas kasar, lantas mendekat ke Ayana dan merapikan helaian rambut istrinya itu.“Nanti siang akan kukirim makanan seperti biasa. Jika memang tidak banyak pekerjaan, istirahatlah meski sebentar,” ucap Deon penuh perhatian.Ayana mengangguk-angguk mendengar ucapan suaminya. Dia bahkan memulas senyum manis agar Deon tidak cemas.“Aku nanti akan ke kafe sebentar karena papan namanya jadi dan akan dikirim siang ini. Sekalian melihat kondisi Shirly. Kasihan sekali dia harus sembunyi agar tidak diincar pacarnya yang gila,” ujar Deon benar-benar tidak habis pikir ada pria yang
Deon pergi ke kafe barunya yang belum buka untuk mengurus papan nama yang akan dipasang siang itu. Dia juga sudah membawa makan siang yang akan dibawanya ke kantor Ayana.“Apa kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Deon saat menemui Shirly.Shirly tinggal sementara di kafe milik Deon. Dia diberi kesempatan Ayana untuk nantinya membantu di kafe bagian dapur, sekalian bersembunyi dari pacarnya.“Tidak, semua masih ada. Aku berterima kasih karena kalian mau membantuku,” kata Shirly yang sebenarnya malu karena Ayana sangat baik kepadanya.“Baiklah.” Deon mengangguk-angguk paham. “Kamu tidak keluar-keluar, kan?” tanya Deon kemudian untuk memastikan jika Shirly aman di sana.“Tidak, aku hanya keluar di belakang kafe saja untuk mencari sinar matahari atau udara,” jawab Shirly yang sangat patuh dengan perintah Ayana dan Deon.Deon mengangguk lagi, hingga kemudian berkata, “Aku akan pergi lagi. Tetap di sini dan jika memang membutuhkan sesuatu yang mendesak, hubungi aku. Tidak perlu sungkan karena m
Deon berlarian di koridor perusahaan menuju ke klinik setelah mendapat kabar dari Amel jika Ayana pingsan. Dia kini sudah sampai di klinik dan langsung masuk begitu saja. Deon melihat Kyle, Jonathan, dan Amel di sana.“Di mana Ayana?” tanya Deon sambil mengarah ke tirai yang menjadi penyekat ruangan.Jonathan menatap Deon yang baru saja datang. Kyle sendiri terkejut karena Deon muncul mendadak.Tepat sebelum Kyle menjawab, tirai dibuka dan terlihat dokter yang baru saja memeriksa Ayana.“Bagaimana kondisinya?” tanya Deon langsung.“Tekanan darah Bu Ayana sangat rendah. Saya menyarankan agar Anda membawa Bu Ayana ke rumah sakit untuk check up menyeluruh,” jawab dokter menjelaskan.Deon memandang dokter dengan perasaan cemas dan was-was.Kyle dan Jonathan pun menunggu penjelasan dokter soal kondisi Ayana.“Apa ada hal buruk yang terjadi di tubuhnya?” tanya Deon hati-hati dengan perasaan yang bercampur aduk.Dokter itu hanya tersenyum tipis, hingga kemudian menjawab, “Untuk memastikan ba
“Apa? Tunggu!” Deon benar-benar tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh dokter.Kyle keheranan sampai melotot mendengar Deon bertanya penjelasan dokter.“Heh! Dokter sudah menjelaskan sekencang itu, bagaimana bisa kamu masih bertanya apa terus?” Kyle komplain karena merasa aneh. Dia saja bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan dokter, lantas kenapa Deon bertanya berulang.Dokter menahan tawa melihat Deon dan Kyle.“Ya, aku tidak dengar. Wajar kalau tanya,” Deon benar-benar tidak mendengar yang dikatakan dokter.“Apa telingamu perlu diperiksa sekalian, mumpung di rumah sakit?” Kyle gemas sendiri mendengar tingkah Deon. Dia mengira pemuda itu hanya bercanda.“Aku serius tidak dengar. Merasa lebih seperti ….” Deon menjeda ucapannya, lantas memandang sang dokter.Deon mendengar apa yang dikatakan dokter, tapi otaknya seperti tidak mau percaya jika itu benar sehingga dia menolak mendengar.“Apa yang Anda katakan tadi?” Deon kembali bertanya ketiga kalinya.Kyle menepuk jidat. D