Mulut Ayana sampai menganga tak percaya melihat apa yang di hadapannya, begitu juga dengan Deon yang sampai geleng-geleng kepala. Keduanya lantas menoleh ke sofa, melihat televisi menyala dan kaki Azlan menggantung di sandaran sofa. Apartemen Ayana seperti kapal pecah. Semua berantakan, bahkan kaleng minuman, bungkus makanan, mangkok, piring, gelas berserakan di meja. Ayana emosi lantas menghampiri Azlan yang tidur di sofa. “Azlan!” bentak Ayana sambil memukul kaki adiknya itu. Azlan terkejut hingga spontan bangun dan duduk masih sambil memejamkan mata. Dia lantas membuka kelopak mata perlahan, hingga melihat Ayana sudah berkacak pinggang sambil memandangnya. “Kamu sudah pulang, malam sekali pulangnya.” Azlan menguap setelah mengatakan itu. “Apa yang kamu lakukan? Kenapa apartemenku jadi berantakan!” amuk Ayana. Azlan menengok ke kanan dan kiri, bahkan menggaruk kepala tidak gatal. “Oh … tadi aku sangat lapar, jadi aku makan saja apa yang ada di dapur. Belum sempat membersihka
“Kamu mau ke mana?” tanya Azlan ketika melihat Deon berpakaian rapi.Deon baru saja menutup pintu kamar, lantas menoleh dan melihat Azlan yang berdiri memandangnya sambil membawa bungkus camilan.“Kerja di kafe,” jawab Deon.“Kamu masih kerja? Di kafe? Padahal kakakku tidak kekurangan uang, kenapa kamu kerja? Bukankah kamu juga masih kuliah?” Azlan langsung memberondong Deon dengan pertanyaan. Dia menatap kakak iparnya itu lantas memasukkan camilan ke mulut.Deon menghela napas pelan, benar kata Ayana jika sifat Azlan memang seperti anak kecil.“Ya, karena pria yang sudah menikah memang harus bekerja untuk memberi nafkah istrinya. Meski Ayana memiliki banyak uang, bahkan mungkin yang aku beri tidak sebanyak yang dimilikinya, tetap saja aku wajib memberinya. Soal kuliah, aku sudah mengajukan skripsiku dan tinggal menunggu sidang,” ujar Deon menjawab semua pertanyaan Azlan.Azlan hanya membentuk huruf O dengan bibir, kemudian memasukkan makanan lagi ke mulut.“Aku pergi dulu. Ingat, jan
“Azlan di sini.” Deon menghubungi Ayana untuk memberitahukan keberadaan adiknya itu.“Apa dia merepotkanmu?” tanya Ayana dari seberang panggilan dan terdengar cemas.Deon menoleh ke Azlan dan melihat sang adik ipar sedang memandang keluar. Dia pun kembali memunggungi posisi Azlan duduk.“Tidak, kuharap tidak merepotkan juga,” jawab Deon, “apa dia memang selalu bertingkah seperti itu? Seperti anak kecil?” tanya Deon kemudian.“Hm … begitulah kalau dia bersama orang yang disukai atau disayanginya. Jika dia bersikap seperti itu kepadamu, berarti dia menyukaimu. Kamu belum lihat kalau dia sedang serius, kan?” tanya Ayana setelah selesai menjelaskan.Deon malah tersenyum mencibir mendengar ucapan Ayana.“Memangnya dia bisa serius? Tampangnya saja tidak ada serius-seriusnya,” ujar Deon membalas ucapan Ayana.“Hm … kamu tidak tahu saja. Dia bisa lebih mengerikan dariku,” balas Ayana dari seberang panggilan.Deon cukup terkejut mendengar ucapan Ayana, tapi tentu saja itu tak membuatnya takut.
Ayana pergi bersama Kyle menuju ke tempat proyek pembangunan yang sedang digarap perusahaan Ayana. Dia masih bertanya-tanya, apa masalah yang terjadi, hingga membuat kliennya komplain.“Akhirnya kamu datang juga,” ucap klien Ayana yang langsung menyambut.Ayana menjabat tangan pria itu, kemudian memandang bangunan yang sudah 50 persen dibangun.“Ada apa sebenarnya, Pak?” tanya Ayana penasaran.“Mari, aku perlihatkan.” Pria itu mempersilakan Ayana berjalan lebih dulu.Ayana pun mengangguk. Dia, Kyle, dan rekan bisnis, juga asisten pria itu berjalan bersama.“Aku bisa saja langsung melaporkan masalah ini ke penanggung jawab perusahaanmu, tapi aku merasa itu akan menyia-nyiakan waktuku karena aku yakin jika pasti akan saja alasan yang diberikan. Jujur, aku tidak pernah percaya dengan bawahanmu,” ucap pria itu sambil berjalan.“Aku paham,” balas Ayana, “aku juga senang kamu mau langsung memberitahu kendala yang terjadi,” imbuh Ayana.Pria itu mengangguk, lantas mengajak Ayana memakai helm
Deon memandang Ayana dengan ekspresi bingung. Dia sampai menoleh ke Azlan yang duduk di sampingnya. Sang adik ipar itu pun menatap Ayana sama dengan Deon.Deon memiringkan kepala ke arah Azlan, hingga kemudian berbisik, “Apa dia pernah seperti ini?”Azlan ikut memiringkan kepala ke Deon, kemudian membalas, “Tidak. Dia aneh sekali, kenapa makan seperti orang kelaparan?”Deon dan Azlan bingung, kenapa Ayana makan begitu lahap sampai mengabaikan mereka.Deon memang pulang lebih awal dari kafe. Dia kemudian menyiapkan makanan untuk Ayana, sebab sang istri bilang kalau siang tadi masakan yang dibuatnya enak.Namun, Deon pun keheranan, kenapa cara makan Ayana berbeda dari biasanya.Ayana melirik suami dan adiknya yang hanya diam. Dia mengunyah makanan yang ada di mulut, sambil menatap kedua pria di hadapannya itu.“Kalian tidak makan?” tanya Ayana saat melihat suami dan adiknya malah terus memandang dirinya.“Makan,” jawab Azlan yang langsung memasukkan makanan ke mulut.Deon sendiri memili
Suara ketukan pintu terdengar. Ayana langsung mengalihkan pandangan dari berkas ke pintu. Dia pun mempersilakan masuk.Pintu terbuka, terlihat seorang pria berpakain rapi tersenyum kemudian berjalan masuk ke meja Ayana.Ayana menyandarkan punggung dengan kasar melihat siapa yang datang. Dia menatap pria yang sudah berani-berani korupsi dan merugikan perusahaan.“Bu Ayana mencari saya?” tanya pria itu.“Duduklah!” Ayana mempersilakan pria itu duduk.Pria itu pun duduk di depan meja Ayana, menunggu wanita itu membicarakan maksud memanggilnya ke ruangan itu.“Tolong jelaskan soal ini.” Ayana melempar stopmap berisi data barang-barang yang diselewengkan oleh karyawannya itu.Pria itu terkejut melihat Ayana membanting stopmap, hingga membuka dan terkejut melihat isinya.Ayana memperhatikan ekspresi wajah pria itu yang berubah jadi panik.“Ma-maksudnya apa ya, Bu?” tanya pria itu berpura tidak tahu.“Kamu sedang berusaha main-main dengan perusahaan? Kamu pikir aku tidak tahu itu? Akui sekar
“Semua sudah diurus. Tim penyidik kini sedang mencari kemungkinan keterlibatan staff lain atas kasus yang dilakukan Hendri,” ujar Kyle yang menemui Ayana di ruangannya.Ayana menyugar rambut ke belakang, suara helaan napas kasar terdengar begitu jelas dari bibir. Dia menyandarkan punggung dengan kasar, lantas menatap Kyle yang berdiri di depan mejanya.“Perintahkan ke tim investigasi untuk menindak semua staff entah itu dia terlibat hal kecil atau besar dalam kasus korupsi. Aku tidak bisa mentolelir perbuatan itu begitu saja. Jika mereka dibiarkan, meski hanya sepele maka itu akan berujung fatal nantinya,” ujar Ayana memberi instruksi.“Aku mengerti,” ucap Kyle sambil menatap Ayana.Kyle melihat Ayana yang terlihat begitu lelah, mungkin karena banyaknya pekerjaan masih ditambah masalah korupsi yang terjadi.“Mau kubuatkan sesuatu agar kamu lebih segar? Kulihat wajahmu sedikit pucat,” ujar Kyle yang cemas jika Ayana kurang istirahat.Ayana menangkup kedua sisi pipi denganm telapak tang
Hyuna terkejut mendengar suara teriakan Azlan. Dia menoleh ke kanan dan baru menyadari jika ada bus melaju ke arahnya.Azlan yang sudah dekat dengan Hyuna, lantas mengulurkan tangan, meraih Hyuna dan menarik gadis itu ke arahnya.Keduanya terjatuh di trotoar, tepat saat bus lewat. Bus itu sudah memperlambat laju ketika melihat Hyuna, tapi tetap akan menabrak jika Hyuna tak ditarik Azlan lebih dulu.“Kamu kalau jalan lihat-lihat! Mau mati!” geram Azlan karena panik dan terkejut.Hyuna masih begitu syok, bahkan napasnya tersengal karena begitu terkejut.Azlan menatap Hyuna yang ada di hadapannya. Dia kemudian melepas tangan gadis itu dan membantunya berdiri.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Azlan yang sadar jika tadi membentak karena terkejut.Tubuh Hyuna gemetar. Dia sampai menunduk karena masih terkejut.“Ada apa? Kalian baik-baik saja?” Gery langsung menghampiri karena melihat kejadian itu.“Ajak dia masuk dulu,” kata Azlan.Gery mengajak Hyuna ke kafe. Orang-orang yang melihat kejadian i