Part 07 - Awkward
Setibanya di kamar, Axel beranjak dari kursi roda. Dia mendengkus kesal, lantaran tingkah Luna di hari pertama bekerja membuatnya geram. Mengganti celana bukan hal sulit bagi Axel yang sebenarnya sudah bisa berjalan, tetapi waktunya jadi terbuang untuk memulai pekerjaannya. Sudah dikatakan bahwa Axel adalah pria perfectionis dalam segala hal termasuk berpenampilan.
"Dasar wanita gila! Bagaimana bisa aksi heroiknya semalam berbanding terbalik dengan tingkahnya pagi ini!" Axel merutuk lagi. Ia kembali mengingat wajah panik Luna dari jarak sedekat tadi.
"Oh, ya ampun! Maafkan aku, Tuan."
"Tuan, kau baik-baik saja?!"
Sontak jantung Axel berdetak kuat dalam satu detik. Seketika itu juga ia memejamkan matanya saat suara dan bayangan wajah wanita itu terlintas. Entah bagaimana bayangan kecelakaan waktu itu teringat begitu saja, saat Axel tengah membayangkan Luna yang tampak panik tadi.
"Kenapa aku mengingat kejadian itu?" gumam Axel. Sungguh rasanya ia pernah melihat wanita penolongnya, tetapi ia juga tak dapat memastikan kebenarannya. Terlebih jika harus menyimpulkan dengan cepat tentang Luna yang mungkin adalah wanita yang sama, yang sempat menolongnya itu.
Kejadian semalam saat ia tergelincir pada jalan yang menurun terjadi ketika ia baru keluar dari hotel secara tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang hingga menyerempet Axel yang hendak memasuki mobilnya, saat itu entah bagaimana Luna tiba-tiba datang menolongnya menahan laju kursi rodanya hingga Axel cukup terpukau akan aksi Luna. Hal tersebut juga mengingatkannya akan wanita penolongnya saat kecelakaan terjadi, maka dari itu pada akhirnya Axel menerima Luna menjadi pengawalnya.
"Tidak! Mereka jelas berbeda!" tegas Axel menggelengkan kepala dan melanjutkan langkahnya. "Heh! Apalagi jika mengingat kecerobohan Luna hari ini, dia jauh berbeda dari penolongku yang terlihat cekatan." Axel kembali meyakinkan pikirannya.
Pria itu melihat celana basahnya yang tak nyaman. Ia berdecak kesal dan bergegas menuju walk in closet. Kembali memilih setelannya hari itu. Warna abu kesukaan dari setelannya membuat buruk perasaannya. Kini dia memilih menggantinya menjadi warna navy, walau kedua warna itu tetap tak merubah karisma yang dimilikinya sedari lahir.
"Sungguh sial. Apa kali ini aku salah menerima pekerja?!" gerutu lagi Axel di depan cermin. Setelah mengenakan rompi dan merapikan kancing kerahnya.
Axel kembali menyesuaikan atasan dan segala jenis perlengkapan yang melekat di tubuhnya. Sudah dikatakan bahwa pria angkuh ini, begitu perfectionis dalam segala hal di hidupnya. Kini pria itu kembali mengaitkan dasi dan kancing lengan, serta jasnya. Lalu bergegas menuju pintu sampai melupakan kursinya.
"Oh shit! Almost!" umpatnya.
Axel kembali masuk ke kamar dan bergegas menaiki kursi sialannya itu. Ia menekan tombol jalan pada kursi tersebut meninggalkan kamar mewahnya.
Sedangkan di ruang tengah, Luna dan Roberto telah menunggu tuannya tiba. Wanita itu sempat takut jika dirinya harus mengalami pemecatan di hari pertamanya, tetapi Roberto menenangkan dan meminta Luna untuk mengisi perutnya dulu daripada mengulangi kesalahan karena kehilangan fokus. Alhasil wanita itu terpaksa menyuapkan makanan ke mulutnya walau pikirannya masih tak tenang.
Setelah selesai mengisi perut sekedarnya, ia memikirkan ucapan apa yang harus dikatakan pada tuannya. Luna merangkai dalam hati ucapan maaf yang tidak berlebihan, tetapi juga cukup dianggap tulus oleh tuannya yang menyeramkan —setidaknya itu yang terjadi dalam beberapa menit lalu. Dia merasakan aura seram dari sorot tajam Axel saat memintanya berhenti. Walau Luna juga sempat mengingat kilasan wajah itu di suatu tempat yang ia lupakan, dan tentunya bukan saat kecelakaan Axel terjadi. Terlalu banyak menemui orang, membuat Luna sedikit lama mengingat di mana ia bertemu dengan seseorang.
Sementara itu, Roberto yang sedang sibuk merapikan data di tablet pintarnya, mulai teralihkan pada sosok wanita di hadapannya yang seperti sedang mengucapkan rapalan doa. Terlihat pada bibir tipis wanita itu, seolah sedang berlatih untuk mengatakan hal yang tepat pada tuan arrogant-nya.
"Rileks, Luna. Kau tak akan dipecat," ujar Roberto.
Luna tersentak, ia menatap Roberto dengan kening berkerut dalam. "Benarkah?" tanyanya.
"Ya. Axel tipe yang akan memecat seseorang secara langsung saat dipikirnya kesalahan itu cukup fatal. Kurasa dia tak akan melakukan pemecatan karena barusan dia hanya memintaku memundurkan jadwalnya, artinya dia memaafkanmu, dia hanya sedikit kesal."
"Begitukah?" tanya lagi Luna untuk meyakinkan dirinya, susah payah baginya bisa berada di posisi sekarang membuatnya takut diberhentikan sebelum ia mendapatkan hasil dari misinya.
Anggukan kepala Roberto membuat Luna menghela napas lega. Walau setelah itu ia tetap kembali menimbang perkataan apa yang hendak ia ucapkan nanti. Roberto menggelengkan kepalanya, terkekeh melihat Luna kembali asik dengan kegiatan absurdnya.
Sampai bunyi ting pada lift di hadapan mereka membuat Luna terkesiap dalam rapalannya, ia dan Robert berdiri lalu menghampiri Axel yang keluar dari sana.
"Tuan, maafkan aku atas tindakanku yang berlebihan." Dengan sadar diri, Luna menuturkan maafnya tanpa berbasa basi dan tanpa memberikan alasan lain yang dikiranya malah akan membuat Axel enggan menerima permintaan maafnya.
Axel hanya mengangguk dan melewati keduanya menuju pintu. "Sebutkan tempat tujuan pertama kita, Robert," ujar Axel.
"Kita bisa langsung ke hotel, mengingat jadwal kita mundur setengah jam, aku sudah meminta Pedro menyiapkan data pengunjung selama sepekan ini," papar Robert menyebutkan nama manager hotel yang bekerja sebagai pengelola Dante's Hotel.
Axel kembali mengangguk, ia terus melajukan kursinya menuju limosin baru yang sudah dimodifikasi untuknya langsung bisa membawa kursi ajaibnya itu masuk sekaligus tanpa perlu menyusahkannya berpindah duduk. Limosin yang sudah terparkir di depan pintu utama itu terbuka untuknya dan ia langsung masuk.
Robert menyebutkan tujuannya pada supir baru yang menggantikan Philipe semenjak sebulan yang lalu. Sementara itu, Luna membantu menutup pintu limosin saat tuannya sudah berada nyaman di tempatnya dengan mengunci roda kursi yang sudah diatur untuk tidak bergerak di dalam limosin saat kendaraan itu melaju.
Setelah itu, Luna beranjak ke kursinya di samping supir. Ia mengangguk pada sang supir untuk segera menjalankan kendaraan panjang tersebut.
"Robert, bisa kau buka tirai di belakangmu?" pinta Axel pada Roberto yang duduk di seberangnya memunggungi pembatas supir dan tempat di mana Luna juga duduk di sana.
Robert melakukan perintah tersebut tanpa memikirkan apa yang hendak dilihat Axel. Dirinya masih terlihat sibuk mengurus beberapa pekerjaannya untuk dibahas saat tiba di hotel nanti. Mengabaikan Axel yang secara diam-diam, menelisik melalui pandangannya pada Luna di depan sana. Pria itu terlihat memicingkan mata lalu memutar kembali ingatannya saat kecelakaan terjadi.
Garis wajah Luna terlihat memang mirip dengan yang ada dalam ingatan samar Axel, ia menelisik lekukan rahang kecil Luna, siluet hidung dan bibir serta rambut panjang gelombang yang terikat rapi menjadi satu.
Bayangan itu, apakah sama? batin Axel. Kembali menguatkan ingatannya yang kacau saat itu, tetapi sayang ..., semua itu seakan buyar tanpa bisa ia bandingkan.
Sial! Keadaan saat itu sangat kacau. Aku tak yakin sosok itu Luna. Axel kembali merutuk dalam hati. Tanpa dia sadari ternyata diam - diam sekretarisnya itu menangkap pandangan Axel kepada Luna yang cukup lekat dalam beberapa menit yang lalu.
Hal tersebut sengaja dibiarkan Roberto sampai ekspresi kesal terlihat di wajah Axel.
"Apa kau ingin mengganti pengawalmu, Ax?" tanya Robert memecah lamunan Axel.
Tuannya menoleh dan kembali menunjukkan tatapan tajam pada lawan bicaranya.
"Kenapa kau bertanya demikian?" tanya balik Axel.
"Kau tak memecatnya saat dia melakukan kesalahan pagi ini, sekarang kau tampak memerhatikannya dari tempat dudukmu. Apa kau masih merasa tak yakin dengan keputusanmu semalam?" tanya Robert lagi yang juga masih terkejut karena aksi penyelamatan Luna semalam.
Axel mengalihkan tatapannya ke jendela, ia merasa malu ketika Robert mengetahui perhatiannya beberapa menit lalu.
"Apa sekarang kau memiliki kekuatan sebagai pembaca pikiran? Apa yang kau bicarakan, aku sungguh tak mengerti. Jika aku tak meminta, jangan menanyakannya. Lakukan saja tugasmu seperti biasa, Robert." Axel menjawab sinis terkaan Robert.
Kini sekretarisnya itu hanya tersenyum, lalu melirik ke belakang, di mana Luna berada, dan tepat saat itu Luna juga menoleh lalu tersenyum pada Robert. Pria itu membalasnya sambil mengangguk. Meyakinkan semuanya aman terkendali. Tentu saja hal itu tak luput dari penglihatan Axel yang melirik tajam pada Robert, seolah tak menyukai tindakan Robert pada Luna.
Hei ... apa-apaan mereka?! Saling menukar senyum? Apa dia tertarik pada Robert? Atau sebaliknya? gerutu Axel dalam hati. Heh, aku tak menyangka selera Robert hanya sebatas pengawal! ejeknya lagi.
"Bisa kau tutup kembali tirainya, Robert?!" pinta Axel kesal melihat kedua pekerjanya saling menukar senyum di hadapannya.
Akan tetapi, Robert yang tengah bertukar tatapan dengan Luna. Tak menyadari perintah dari tuannya. Hal tersebut membuat wajah Axel memerah padam, lantas pria arogan itu memilih berdeham sambil menyenggol kuat kaki Robert tepat di bagian tulang keringnya untuk mendapat perhatian sekretarisnya, tentu saja kelakuannya itu membuat Robert tersentak dan sontak menutup tirai demi tetap merahasiakan kondisi tuannya.
"Ada apa denganmu, Ax?!" bentak Robert kelepasan.
"Harusnya aku yang bertanya demikian! Ada apa denganmu, Robert? Tersenyum pada wanita itu! Lalu barusan kau membentakku!" hardik Axel.
Sementara Robert meringis mengusap tulang keringnya yang terasa ngilu. "Dia hanya memintaku memastikan mood-mu baik-baik saja, setelah dia berbuat kesalahan."
"Dengan bermain mata dan menebar senyummu?!" desis Axel geram.
Roberto mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan aneh terlontar dari mulut Axel yang biasa tak acuh. Sang sekretaris terus memicingkan matanya menyorot pada Axel. Membuat Axel memasang wajah bertanya pada Roberto.
"Apa yang kau lihat?!" tanya Axel ketus. Masih merasa kesal lantaran pria di hadapannya itu berani membentaknya.
Roberto menyeringai, lalu terkekeh sejenak melisik raut wajah Axel. Sepertinya ucapan tuannya benar, bahwa Robert kini bisa membaca pikiran.
"Apa kau cemburu?" tanya Roberto begitu cepat menyimpulkan.
"Apa kau bilang?!" balas Axel sengit. "Kau ingin mati?" tambahnya balik bertanya dengan sedikit ancaman.
Roberto semakin tergelak sambil menggelengkan kepalanya, menertawakan keributan kecil tuannya. Mereka memang lebih mirip seperti saudara dibandingkan bos dan sekretaris. Kebersamaannya sejak kecil saat ayah Robert yang menjabat sebagai sekretaris tuan Dante membuat mereka cukup akrab, maka dari itu Robert berani mengejek Axel saat hanya berdua. Rasanya hanya itu kesenangannya ketika bekerja dengan tuan arogannya itu.
"Aku hanya bertanya, apa kau cemburu? Mengingat Luna memang cantik dan kurasa dia memang terlalu seksi hanya untuk sekedar menjadi pengawal." Robert sengaja berkomentar sembarangan, demi menggoda Axel.
"Kau sungguh banyak bicara Robert! Kau ingin aku mematahkan kakimu?!" sarkas Axel lagi dan selalu begitu.
"Kalau itu terjadi, artinya aku harus meminjam kursimu," jawab Robert sekenanya.
Keduanya terkekeh mengingat kursi sialan yang diduduki Axel memang tak seharusnya dibutuhkan pria itu. Namun, sedetik kemudian Axel kembali memasang wajah dingin menyeramkan.
"Dasar berengsek. Kau lebih baik diam, sebelum aku sungguh menendangmu ke luar!" ancam Axel mengakhiri perdebatan kecil itu.
Walau Roberto tetap dengan wajah menyebalkannya terkekeh menertawakan sikap tuannya kali ini.
**
Part 08 - You're welcome Setelah satu harian mengawal Axel tanpa kendala lain, Luna akhirnya bisa pulang kembali ke apartemennya. Tubuhnya cukup lelah harus berdiri selama beberapa jam, demi tetap siaga menjaga sekitar tempat pertemuan Axel dengan beberapa kliennya. Dengan malas Luna mengenakan helmnya dan hendak menaiki motornya, tetapi seketika penutup helm Luna diturunkan oleh seseorang dari belakang. Lantas dengan cekatan, wanita tangguh itu meraih tangan itu dan hendak melakukan gerakan perlindungan. Sayangnya orang tersebut lebih dulu menghindar sebelum Luna sempat memelintir pergelangan tangan itu. “Wow! Tenang Luna. Ini aku." Roberto membuka penutup helmnya. Begitu juga dengan Luna yang membuka penutup helmnya, ia terkejut mendapati Roberto yang juga sudah mengenakan helm dan jake
Part 09 - Sadden Beberapa hari kemudian… Keseharian Axel berjalan normal seperti saat dia bisa berjalan sendiri. Memimpin perusahaan seperti biasa, melakukan meeting dengan beberapa klien dan berkumpul bersama rekan bisnis. Setelah memenangkan proyek dengan membuka satu lounge di Dante's hotel untuk merayakan keberhasilannya hari itu. Bukan tanpa sebab juga Axel mau melakukan semua ini, tetapi dirinya juga ingin menjalankan misinya—walau ia harus bertahan dengan semua omongan yang terdengar di belakangnya. Bukan Axel tak tahu, ia selalu tahu dan memiliki banyak telinga serta mulut yang mengadu kepadanya. Tentunya semua orang yang mengadu adalah orang-orang yang ha
Part 10 - Valerio Justino Keesokan harinya, Axel dan Roberto sudah bersiap ke luar dari mansion. Saat ini Luna sudah menunggu di samping limosin yang terparkir di depan pintu utama. Saat melihat kemunculan Axel dari balik pintu putih itu, hijau emerald dari mata Luna menatap sorot dingin abu dari iris Axel. Luna membungkuk dan menyapanya, “Selamat pagi, Tuan.” Sambutan Luna terlontar halus. Dikarenakan hari ini Axel tak melakukan sarapan di mansion, oleh sebab itu Luna dan Axel baru bersinggungan. Namun, nyatanya Axel hanya mengangguk pelan nyaris tak terlihat. Bahkan tatapan Axel tak menoleh sedikitpun kepada Luna. Hal tersebut bukan hanya dirasakan Luna, melainkan Roberto juga merasakan aura yang sama. Pria itu paling mengenal aura layaknya gunung es di Everest itu dikeluarkan jika tuannya sedang dalam suasana sangat tidak menyenang
Part 11- Angelica de Luca Suara ketukan terdengar menyingkirkan pemikiran Axel yang mulai terganggu akan setiap gerak gerik Luna, dan kini wanita yang mulai merasuki pikiran Axel itu. Sedang berjalan menghampirinya. “Kau memanggilku, Tuan?” tanya Luna saat dirinya tiba di hadapan Axel. Pria itu mengerutkan keningnya sejenak, lalu Roberto masuk dan menunjuk Luna menggunakan isyarat matanya. Roberto sialan! Kukira dia yang akan bicara pada Luna. Axel menggerutu dalam hati. Sedikit berdeham demi menormalkan kondisinya. “Ah, ya. Malam ini kau harus lembur. Aku hendak makan malam dengan nona de Luca. Kau ….” Axel menjeda sejenak ucapannya. Melirik Roberto yang malah duduk santai di sofa single tanpa membantunya bicara sama sekali. Pria itu malah memasang wajah lugu menunggu Axel mengutarakan maksudnya. “Begini, Luna. Kau bisa duduk dulu,” pinta Axel, kembali beralih pada Luna. Luna menuruti walau ia masih belum men
Part 12 - Dinner Luna terdiam memandangi gaun hitam beludru yang kini tengah ia angkat tinggi sejajar menggunakan kedua tangannya. Gaun di atas lutut itu tampak tak nyaman untuknya gunakan. Ia menggeleng dan kembali memasukan gaun tersebut ke kotak yang ia terima dari Roberto sepulangnya tadi untuk menyiapkan diri. “Tidak! Aku tak bisa menggunakan ini.” Luna berujar pada dirinya sendiri. Lantas ia memilih membongkar pakaiannya, mengingat ada satu dua gaun sederhana yang tidak terlalu ketat dan masih bisa digunakan untuk bergerak leluasa. Dalam beberapa menit membongkar isi lemari, akhirnya ia menemukan sebuah terusan sederhana berwarna hitam. Ia tersenyum dan teringat ia memiliki boots berwarna senada untuknya melengkapi pakaian itu.
Part 13 - You're very unexpected! Luna melepaskan tangannya dari pegangan Valerio, saat tatapannya mendarat pada netra abu Axel yang tampak menyorot tajam pada tangannya. Aura menyeramkan yang ditujukan Axel, semakin terasa mencekam saat tatapan itu beralih padanya. “Valerio, apa kau sudah memanggil Antonio untuk menyiapkan mobil?” Pertanyaan dari Angelica memutus semua tatapan Luna dan Axel serta Valerio. “Ya, aku sudah menghubunginya. Silakan, Nona,” ujar Valerio. “Baiklah, Ax. Sesuai percakapan kita, nanti kita bahas lagi pada pertemuan berikutnya,” ujar Angelica mengecup pipi kiri dan kanan Axel. Pria dingin itu mengangguk dan tersenyum. Lalu membiarkan Angelica beranjak dari sana bersama Valerio. Meninggalkan Axel bersama Luna dalam suasana canggung. “Ma-maaf, Tuan yang tadi itu terjadi begitu saja. Aku juga tak menyangka dia akan—” “Aku tak meminta penjelasan apa pun untuk apa kau menjelaskannya,” sela Ax
Part 14 - She's [Cute] Sexy Satu minggu kemudian. Kedekatan Axel dengan Angelica semakin terlihat erat, bukan karena adanya percintaan yang terjalin antara mereka berdua, melainkan karena adanya kerja sama yang terjalin dengan keuntungan yang akan mereka dapatkan jika keduanya terlihat dekat oleh media, sebagai pasangan dari perusahaan properti terbesar di Italia. Angelica ternyata bukanlah nona manja seperti yang dipikirkan Axel selama ini. Dirinya juga diterpa dengan didikan keras dan harus bisa menjalankan tampuk kejayaan de Luca dengan benar. Dia memiliki tujuan untuk mendapatkan kepercayaan sang ayah agar membiarkannya memimpin perusahaan tanpa harus mendapatkan suami yang hanya akan mengekangnya bertindak kelak. Setidaknya itulah yang dapat Axel ceritakan pada Luna dan Roberto saat
Part 15 - "Don't Touch My Bodyguard!" Malam kencan kedua setelah kesepakatan bisnis yang dilakukan Axel bersama Angelica berhasil mengelabui ayah Angelica, kini keduanya tampak lebih santai karena tak ada lagi kepalsuan yang mereka tunjukan. Mereka adalah penggila bisnis dan sama-sama memiliki jiwa pekerja keras. Kali ini makan malam mereka hanyalah membicarakan rencana dalam beberapa bulan ke depan setelah menjalin kerja sama berkedok hubungan cinta keduanya. Salah satu perjanjiannya adalah melakukan kegiatan makan malam rutin seperti saat ini. Axel menikmatinya karena dirinya tak harus berpura-pura menjadi menggelikan, terlebih jika itu harus dilakukannya di depan Luna dan Roberto. Axel sangat yakin di belakangnya, kedua orang itu pasti sering membicarakan hal-hal memuakkan yang dilakukannya pada Angelica.
Extra Part 2 Keesokan harinya. Axel mendapat kabar bahwa keadaan perusahaan Dante yang terlalu lama ditinggalkan Axel, kini sedang membutuhkannya kembali memimpin. Hal tersebut memaksanya untuk segera pulang hari itu juga. Terlebih ada hal penting lainnya yang hendak ia persiapkan. Oleh sebab itu, pagi-pagi sekali Axel berkemas setelah beberapa hari ia menginap di kediaman Salvatore dan mendapatkan jamuan terbaik dari Nathaniel yang begitu ramah juga terbuka dengannya, berbeda dengan Damian yang selalu mencecarnya menggunakan berbagai pertanyaan untuk menyudutkannya seolah mengibarkan bendera perang pada Axel yang gencar untuk menguasai Luna. Namun, bukan karena Axel mau berlama-lama di sana. Semua itu karena ia berjuang keras meyakinkan Luna untuk kembali ke mansionnya. Akan tetapi, wanita itu sungguh keras kepala dan menahannya lebih lama di kebun anggur. Axel bahkan sempat turun tangan ikut berkebun karena dikerjai Damian y
Extra part 1 Malam pun tiba setelah Axel dan Luna menyelesaikan ronde kedua percintaan mereka yang mengakibatkan keduanya terlambat berkumpul dan tentunya tanpa membantu Sheina menyiapkan anggur. Namun, tampaknya semua tak masalah seolah mereka memahami juga memaklumi kedua sejoli yang sedang romantis itu memadu kasih hingga lupa waktu. “Luna, ajaklah Axel melihat gudang anggur dan biarkan dia memilih beberapa botol anggur buatan kita untuk dibawa pulang. Anggaplah sebagai hadiah dariku,” ujar Nathaniel. “Sungguh kau tak perlu repot-repot, Tuan.” “Tidak sama sekali, aku memaksa jadi ambillah. Hadiah itu tak seberapa dengan terungkapnya kasus kematian anak angkatku,” ungkap Nathaniel. “Ayolah, Ax. Kakek jarang sekali memberikan tamu hadiah anggur. Kau beruntung hari ini,” goda Luna hendak beranjak dari duduknya. Namun, Damian menahannya. “Biar aku saja, Luna. Sekalian aku ingin bicara dengannya,” ujar Damian. “Ayo, kawa
Kedatangan Axel ke kebun anggur milik Salvatore menjadi kehebohan tersendiri bagi Luna. Bukan hanya karena dirinya seorang yang berada di sana. Damian dan Nathaniel yakni sang kakek juga sudah menantikan pria yang berhasil membuat cucu angkatnya memuji pria angkuh itu. Setelah bercengkrama membicarakan segala hal tentang dirinya juga bisnis yang mungkin akan terjalin, Axel dipersilakan beristirahat sejenak di kamar yang sudah di siapkan untuknya sebelum makan malam tiba. Diantarkan Luna sampai di depan pintu kamar untuknya, Axel merasa tak puas dan menarik Luna masuk lalu menciumnya tak sabaran. “Axel, aku harus membantu Sheina menyiapkan anggur untuk makan malam!” peringat Luna berbisik. “Aku tak peduli. Sejak kedatanganku kakekmu dan Damian menyerangku dengan berba
Ditemukannya Lanzo dan tertangkapnya Fausto menjadikan suasana sidang tampak begitu tegang. Terlebih saat ini Lanzo tengah bersaksi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada pembunuhan lampau yang dilakukannya. “Saat itu aku memang hendak menyerahkan diri, tetapi Fausto menyuruhku pergi agar aku tidak membocorkan identitasnya yang menyuruhku melakukan perampokan.” Tatapan Lanzo tertuju pada Axel. Pria itu memalingkan tatapannya. Walau Axel tahu cerita Lanzo benar karena bukti dari rekaman sang ayah yang mengatakan Lanzo hanya pion catur dan sang ayah terseret dalam masalah yang tak diinginkan terjadi. “Semua itu terjadi karena hasutan Fausto. Dia yang menyuruhku untuk melarikan diri dan bersembunyi selama belasan tahun. Bahkan aku kehilangan momen penting dalam hidup, kelahiran putriku dan tak dapat mendidiknya de
Roberto dan Damian tengah bersiap melakukan penyergapan tanpa menunggu malam tiba. Prediksi mereka ternyata benar bahwa Fausto merencanakan pelarian sebelum gelap. Dengan anggota tim bodyguard profesional mereka membentuk dua tim. Tim satu bersama Damian memimpin penyergapan dari pintu depan. Tim dua Roberto bersama sisa anak buah Damian menunggu dari pintu belakang. Para pasukan berbaris di belakang Damian. Lalu Damian memberikan instruksi untuk bersiap di sisi pintu masuk sambil menoleh pada semua anak buahnya yang mengangguk siap. “Rob, kau sudah siaga?” tanya Damian melalui alat komunikasi yang tertempel di telinganya. “Kami sudah siap, Dam. Kapanpun kau menyergap.” “Baiklah, dalam hitungan ketiga,” balas Da
Part 69 - Discovery another secret life (Bag. I)Setelah bermalam di tempat kakek Damian, pagi-pagi sekali keduanya berangkat ke tempat yang sudah dipastikan oleh anak buah Damian bahwa terdapat tanda kehidupan pada sebuah rumah yang diyakini seorang wanita paruh baya tengah keluar dari rumah tersebut.Roberto meyakini foto yang dikirimkan anak buah Damian adalah bibinya yang selama ini tak terlihat di mana pun. Sementara itu di dalam perjalanan mereka, Roberto mendapatkan telepon dari rumah sakit, tentang kepulangan Axel dan Luna. Hal tersebut menambahkan beban pikiran Roberto yang masih harus menyusuri perjalanan jauh. Dia sengaja tak mau mengatakan apa pun tentang pencariannya itu kepada Axel karena ia yakin, pria arogan itu akan menyusulnya dan berpotensi menggagalkan penyusupan mereka.“Aku yakin ada ruang rahasia tempat Fausto bersembunyi, ia tak mungkin bisa mengurus diri tanpa istrinya.” Roberto menatap lurus jalanan di depannya.
Part 68 - OffendedSetelah melakukan kegiatan panas di pagi hari, kini Axel mengajak Luna ke ruang kerjanya. Di mana dirinya mendapatkan penglihatan bahwa ada sebuah rekaman rahasia yang disimpan sang ayah sebagai bukti peninggalannya sebelum semua rahasia pembunuhan orang tua Luna ditutupi oleh kakeknya.“Argh, sial!” ringis Axel sambil mengumpat kesal dengan kondisinya yang begitu menyiksa.“Pelan-pelan, Ax. Sejak tadi kau sudah banyak tersiksa.”“Tadi aku tersiksa untuk kenikmatan,” kekehnya masih tak percaya melakukan percintaan di tengah rasa sakit. “Namun, kali ini aku harus menahannya lagi untuk memulihkan nama orang tuaku. Aku rasa semua ini setimpal demi menuntaskan semua hal yang terjadi dan untuk kita melanjutkan kehidupan dengan tenang. Kau setuju, bukan?” tutur Axel.Setelah itu ia tersenyum melirik Luna yang menunjukkan kekhawatirannya.“Kau terlalu baik untuk mendapatkan semua kesulitan ini, Ax.” Luna bersand
Part 67 - "You wanna f*ck with me?!"Pagi harinya di rumah sakit. Axel memaksa meminta pulang, begitu juga dengan Luna yang tampak sudah sangat rapi dan siap untuk kembali. Tak ada yang berani menahan pemilik saham terbesar di rumah sakit itu jika ia ingin pulang, sekalipun dokter yang menanganinya.Awalnya Luna yang berkeras untuk kembali demi mencari bukti penglihatan mereka di alam bawah sadar itu benar adanya. Namun, seperti yang semua orang ketahui bahwa Axel adalah bos pemaksa, maka kini keduanya bertekad mencari bersama demi menuntaskan apa yang terjadi di masa lalu.“Kau yakin tak apa dengan dadamu, Ax?” tanya Luna kesekian kalinya.“Aku yakin, Luna. Lagi pula kau bersamaku. Aku tak ingin kau bertindak gegabah dan malah membawamu dalam bahaya. Sudah kubilang itu tak akan terjadi lagi, kita akan melakukannya bersama,” tutur Axel membuat Luna tersenyum mencurigakan.“Apa ada yang lucu dari ucapanku, Luna?”“Tida
“Maaf menambahkan luka di tubuhmu,” bisik Luna. Semarah apapun dia, dirinya tetaplah luluh saat Axel memelas kesakitan sekalipun hanya pura-pura, tetapi Luna tak tega jika Axel meringis. Kini dirinya menuruti pria itu yang ingin merapatkan ranjang keduanya agar bisa lebih dekat. Luna duduk menghadap Axel yang belum bisa bergerak leluasa, wanita itu memerhatikan keadaan prianya lebih lekat dan merasa sedih akan kondisi Axel yang terjadi karena kehadirannya. “Ini tak sebanding denganmu. Jangan merasa begitu saat aku memiliki kesempatan untuk berkorban.” Luna menggeleng tak menyetujui ucapan Axel. “Tak harus sampai meregang nyawa untuk menunjukkan pengorbananmu, Ax. Aku tahu seberapa besar perasaanmu.” Axel tersenyum tipis.