Share

4. Diusir dari kediaman keluarga Winterbourne

Diliputi perasaan gelisah, Luna ahirnya memenuhi panggilan ayahnya ke ruang tamu diikuti oleh Matteo yang juga memenuhi panggilan Alex.

Ternyata tidak hanya Alex yang ada di sana, ada Adrian dan juga kedua orang tuanya, Robert Carter dan Sarah Carter. Semua orang yang ada di sana menatap Matteo dan Luna dengan tatapan benci. Seketika atmosfer di ruangan tersebut terasa berat bagi Luna.

"Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Luna yang sama sekali tidak tahu apa tujuan Alex memanggilnya.

Raut wajah polos Luna seketika menambah kemarahan Alex.

"Jangan berpura-pura bodoh di hadapanku!" gram Alex dengan kedua tangan mengepal di atas pangkuan.

"Apa maksudmu, Ayah?" dahi Luna mengernyit dalam, dia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan oleh ayahnya.

"Kau masih saja bertanya apa maksudku?" Alex bertanya dengan seringai tajam yang membuat bulu kuduk Luna meremang. Itu adalah kali pertama dia melihat raut menyeramkan sang ayah. "Ayah melihatmu melakukan hal yang tak pantas bersama Matteo tadi malam."

Seketika mata Luna terbuka lebar, ternyata ayahnya sudah mengetahui peristiwa memalukan yang dia sendiri tidak tahu Apa yang menyebabkan dia bisa berakhir dalam satu ranjang bersama Matteo.

"Tapi, aku sama sekali tidak melakukan apa-apa, Ayah!" sanggah Luna yang seketika membuat Alex semakin naik pitam. Pria paruh baya itu bangkit berdiri dan melayangkan satu tamparan di wajah putri kesayangannya. "Kau masih berani mengelak rupanya. Bagaimana mungkin kau tidak tahu apa-apa, sedangkan jelas sekali salah satu pelayan melihatmu berjalan di koridor kamar pembantu malam itu."

Sembari memegangi pipinya yang terasa perih akibat tamparan Alex, Luna berusaha mencerna kembali kalimat yang baru saja diucapkan oleh ayahnya, tetapi sekeras apapun dia mengingat, di dalam ingatannya tidak terlintas sedikit pun kejadian tadi malam. Dia bahkan tidak merasa berjalan di koridor kamar pelayan malam itu.

"Tapi ayah aku sama sekali tidak berada di sana malam itu," sanggahan Luna membuat Alex bertambah geram, laki-laki paruh baya itu mendaratkan tamparan keras pada salah satu pipi Luna yang belum terkena tamparan, kali ini lebih keras, sehingga gadis itu tersungkur di atas lantai.

"Hentikan tuan!" teriak Matteo yang tidak tega melihat Luna diperlakukan kasar oleh ayahnya.

Teriakan Matteo seketika mengundang semua mata memandang ke arahnya, yang menggiring opini mereka bahwa antara Luna dan Matteo memang ada hubungan spesial.

"Kenapa Matteo, kau tidak terima kasihmu yang licik ini mendapatkan tamparan dari ayahnya? Aku semakin yakin bahwa kalian berdua memiliki hubungan istimewa." ucap Alex dengan mata menyipit tajam ke arah Matteo, bodyguard yang selama ini dia banggakan. "Pantas saja kau begitu posesif, bahkan melarang Adrian menyentuh putriku, rupanya kau sendiri yang menginginkan tubuh Luna dengan mahkotanya yang utuh."

"Tuan, sebaiknya anda dengarkan dulu penjelasan dariku." ucap Matteo yang langsung mendapatkan respon gelengan kepala dari Alex.

Seorang pelayan yang ditugasi untuk mengambil seprei yang terdapat bekas percintaan Matteo dan Luna turut diundang di ruang tamu tersebut. Ada bukti berupa bercak noda darah dan cairan yang masih basah, menandakan malam tadi di kamar tersebut telah terjadi aktifitas ranjang antara Matteo dan Luna.

"Temuan apa yang kau dapat pada seprei yang kau pegang, Donna?" Alex menunjuk Donna, yang seketika gadis pelayan itu maju beberapa langkah dan membuka lipatan seprei di tangan.

Semua orang di ruang tamu dapat melihat ada darah di kain seprei berwarna putih tersebut. Seketika mata Luna bergetar sementara kedua tangannya menutupi bibir yang ternganga. Kini baru dia sadari, rasa nyeri di bagian kewanitaannya terjadi karena robeknya selaput dara yang dia miliki.

Mengapa Matteo tega melakukannya? batin Luna bertanya.

"Ada bercak darah di seprei, Tuan." Jawab Donna, menunjuk ke arah bercak darah pada kain tersebut.

"Bagaimana, Matteo? Kau sudah merasakan bagaimana sensasi merobek selaput dara putriku yang selama ini kau jaga, bukan? Kalian benar-benar licik, penghianat!" sebuah kepalan mendarat di wajah Matteo yang seketika membuat mata pria itu berkilat marah.

Secepatnya Matteo memejamkan mata dan menarik nafas dalam, berusaha memadamkan keinginan untuk membalas pukulan Alex di wajah rupawannya.

"Sudah cukup sandiwara kalian!" Adrian turut menimpali.

Pria berambut blonde itu mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan kepada Matteo sebuah foto, yang mana dalam foto tersebut Matteo memeluk Luna dengan keadaan tubuh keduanya telanjang di atas ranjang.

Matteo menyipit melihat layar ponsel Adrian. Sulit untuk dipercaya, tapi pagi itu dia memang terbangun dan mendapati dirinya dan Luna dalam keadaan tanpa busana.

"Aku tahu pagi ini aku memang terbangun dalam keadaan telanjang dan berada dalam satu ranjang bersama Nona Luna, tetapi kami tidak melakukan perbuatan seperti yang kalian tuduhkan. Dan aku sama sekali tidak ingat jika kakiku melangkah memasukki kamar pelayan." sanggah Matteo sembari mengingat bayangan kejadian yang berkelibat di dalam kepala, rupanya kejadian tadi malam bukanlah mimpi.

Sekeras apapun Matteo mengelak, tetap saja sanggahan dari semua orang yang ada di sana jauh lebih keras.

"Jangan bodoh Matteo, tidak mungkin kau dan Luna tiba-tiba berada di sana!" geram Adrian dengan wajah merah padam.

Untuk sesaat Matteo menyadari, seingatnya malam itu dia ada bersama Adrian di sebuah gazebo taman.

"Tetapi, bukankah tadi malam kau ada bersamaku, Adrian?" tanya Matteo dengan suara dingin menghunus. Entah mengapa dia merasakan sebuah hal tidak beres pada diri Adrian.

Tatapan mata elangnya membuat Adrian sedikit ketakutan, namun sebisa mungkin pria licik itu menutupi ketakutannya, siapapun tidak boleh tahu bahwa dia sedang berakting saat ini!

"Ya kau benar, Brother, kita memang sempat bersama tadi malam. Tetapi tiba-tiba saja kau pergi meninggalkanku. Dan Seandainya aku tahu jika kau pergi untuk menemui calon tunanganku dan melakukan perbuatan tak senonoh dengannya, aku bisa saja menghabisimu saat itu juga!" sungut Adrian dengan gesture seakan ingin memukuli Matteo, tetapi Robert dan Sarah mencegahnya.

"Cukup, jangan lakukan itu di sini Adrian!" ucap Robert sembari membawa putranya kembali ke posisi duduk.

Setelah memastikan Adrian dapat duduk dengan tenang, Sarah yang sedari tadi menahan lidahnya untuk tidak mencaci Luna akhirnya buka suara.

"Kedatangan kami di sini bermaksud untuk membatalkan pertunangan antara Adrian dengan putri kalian yang kotor ini." ucap Sarah sembari menatap Luna dengan tatapan sengit.

Luna menatap nanar pada Adrian dan kedua orang tuanya secara bergantian. Bibirnya berulang kali terbuka dan mengatup. Dia ingin mengatakan bahwa dia ingin pertunangan antara dirinya dan Adrian tetap berlangsung.

Gadis itu lantas bangkit berdiri dan berlutut di depan kaki Sarah.

"Aku mohon, Bibi, jangan batalkan pertunangan antara aku dan Adrian. Aku begitu mencintai putra kalian!" pekik Luna sembari menangis pilu.

"Apa kau pikir kami akan mengizinkan putra kami menjalin hubungan dengan wanita murahan sepertimu?!" pekik Sarah sembari melepas dengan kasar tangan Luna yang memeluk kakinya. Perempuan paruh baya itu lantas menyapu bagian kaki yang tersentuh oleh tangan Luna seolah baru saja tersentuh benda kotor. "Banyak perempuan yang jauh lebih baik di luar sana. Tentu saja aku tidak akan membiarkan anakku mendapatkan sisa dari laki-laki lain!"

Perbuatan Sarah tentu saja tidak terlepas dari perhatian Matteo. Ulu hati pria itu terasa dicubit melihat Luna diperlakukan serendah itu. Tetapi tidak banyak yang dapat dia lakukan untuk saat ini.

"Bibi, aku mohon, berikan aku kesempatan satu kali lagi. Aku berjanji aku tidak akan mengecewakan kalian," lirih Luna yang saat itu masih terduduk di atas lantai.

Sontak ucapan Luna mengundang delikan tajam Sarah. Wanita paruh baya itu bersidekap lalu membuang wajah dari Luna.

"Jangan harap kami bisa memaafkanmu dan memberikan kamu kesempatan kedua kali. Perselingkuhan adalah penyakit, dan kau tentu tahu bahwa penyakit bisa saja kambuh!"

"Tidak, Bibi aku berjanji," bahkan kali ini gadis itu mencium permukaan sepatu Sarah.

"Berhenti melakukan semua perbuatan bodohmu! Aku tidak akan luluh dengan sandiwaramu, dasar rubah!" jawab Sarah sinis sembari mengayunkan kakinya sehingga sepatu yang perempuan itu kenakan mengenai wajah Luna.

"Ayo Sayang, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan." ucap Sarah sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruang tamu kediaman keluarga Alexander Winterbourne.

Hati Luna terasa dicabik, perih sehingga sulit baginya untuk berhenti menangis.

"Ayah aku mohon lakukan sesuatu," lirih Luna di sela isak tangisnya.

Sulit bagi Alex untuk membiarkan anak kesayangannya menangis tersedu seperti saat ini, tetapi amarahnya jauh lebih besar, dia begitu malu dengan perbuatan putri kesayangannya tersebut.

Pembatalan pertunangan Luna akan menjadi topik pembicaraan satu kota, mengingat reputasi keluarga Winterbourne yang cukup terkenal sebagai keluarga terkaya dan terpandang ke tiga setelah keluarga Vicenzo dan Astro di kota Los Angels.

"Kau benar, Luna, ayah harus melakukan sesuatu." ucap Alex dingin sembari membuang wajah dari Luna.

Sepercik harapan mewarnai wajah sembab Luna. Dia pun mendongak untuk mendengar apa yang akan ayahnya katakan.

"Sekarang juga kau harus pergi dari rumah ini." geram Alex yang tak sanggup menatap wajah putri kesayangannya. "Dan kau, Matteo, mulai hari ini dan seterusnya kau tidak dapat bekerja lagi kepada keluarga kami." Ucap Alex sebelum ahirnya pergi meninggalkan ruang tamu.

"Ayah!" jerit Luna histeris saat mendengar pengusiran atas dirinya yang keluar dari bibir Alex. "Ayah tega padaku, dengarkan dulu penjelasanku!"

Berulang kali Luna memanggil, tetapi Alex sama sekali tidak berkeinginan untuk menoleh ke arah Luna, membuat Matteo merasa iba dengan gadis itu.

Perlahan, Rosaline--ibu tiri Luna yang sudah merasa puas dengan pengusiran Luna dari rumah itu meninggalkan ruang tamu. Hal serupa juga dilakukan beberapa pelayan yang memberi kesaksian, hanya ada Emily di antara Luna dan Matteo.

"Aku turut bersimpati atas musibah yang menimpamu, Luna," lirih Emily sembari memegangi bahu saudara tirinya.

Luna hanya menanggapinya dengan senyuman getir, sebelum ahirnya mengambil koper berisi pakaian miliknya yang dibawakan oleh salah satu pelayan.

"Aku pergi, tolong jaga Ayah." pamit Luna yang sedikit pun tidak menaruh curiga pada Emily.

Dalam hati Emily tertawa renyah, rencananya berjalan mulus tanpa dicurigai siapa pun. Permainan Emily begitu rapi, dia menyuruh seorang pelayan untuk mengantarkan minuman yang sudah dia campur dengan obat tidur dosis tinggi untuk Luna. Dan begitu Luna terlelap, dia dan Greta, pelayan yang membantunya untuk malakukan pekerjaan kotornya, membopong tubuh Luna tanpa sepengetahuan semua orang menuju kamar pembantu yang menjadi tempat kejadian perkara, dan melepas gaun pertunangan Luna seolah Luna sendirilah yang melepas pakaiannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status