"Bastard!" geram Matteo saat mendapati tubuhnya terjerembab di atas lantai tanpa menyadari siapa pelaku yang mendorongnya.
Pria 32 tahun itu berjalan gontai menuju ke sebuah ranjang, karena dalam keadaan mabuk berat pun dia tau bahwa berbaring di ranjang jauh lebih nyaman dari pada di atas lantai yang dingin.Dibawah pengaruh psikedelik yang Adrian masukkan ke dalam minumannya, menjadikan Matteo berhalusinasi dan mulai bereuforia saat melihat gadis yang dia sukai terlelap di atas ranjang hanya menggunakan pakaian dalam, sementara gaun indah yang melekat pada tubuhnya tergeletak di atas lantai."Ah, Luna, aku nyaris berpikir bahwa harapanku akan pupus malam ini." gumam Matteo sembari menyentuh pipi Luna yang sehalus porseline cina. "Ternyata aku salah, kau datang dan menyerahkan tubuhmu sepenuhnya padaku! Sekarang aku sadar, cintaku tidak bertepuk sebelah tangan!"Dalam halusinasinya, Matteo melihat Luna seolah sangat berhasrat padanya, sehingga ia pun tertawa renyah karenannya."Baiklah, Look at this, Baby," gumamnya sembari melepaskan pakaian yang melekat pada tubuh, sebelum ahirnya mencumbu tubuh terlelap Luna yang dalam halusinasinya gadis itu melenguh kenikmatan dengan segala sentuhan yang Matteo beri."Aku harap ini bukan mimpi." gumam Matteo lagi dengan suara seraknya.Pria itu melepas celana dalam renda yang menutupi bagian tubuh paling sensitif Luna."I will do my best, love, ku harap kau masih perawan." ucap Matteo sebelum akhirnya menghujamkan kejantanannya yang telah menegang pada bagian tubuh sensitif Luna yang semula tertutup oleh celana dalam renda....................................Semua tamu undangan dibuat bertanya-tanya atas ketidakadiran Luna di panggung pertunangannya. Hal tersebut tentunya memancing kepanikan Alexander yang mulai mengkhawatirkan keadaan putri kesayangannya.Luna pernah berkata padanya bahwa dia sangat menantikan hari pertunangan itu, mustahil jika Luna dengan sengaja menghilang di malam pertunangannya.Tidak jauh dari tempat Alexander berdiri, Adrian berpura-pura bergerak gelisah sebagaimana yang Alexander lakukan."Paman, dimana Luna? Bukankah seharusnya dia sudah ada di sini? Waktu dimulainya acara bahkan telah lewat 20 menit, tetapi Luna belum juga muncul." ucap Adrian sembari menarik siku untuk melihat jam yang melingkar di tangan dan memainkan mimik wajahnya agar terlihat segelisah mungkin untuk menutupi perbuatan busuknya.Alex yang bisa memahami kegelisahan Adrian hanya bisa menarik nafas dalam sebelum menghembuskannya perlahan."Kita tunggu dulu sebentar, aku yakin Luna pasti segera datang dan acara dapat segera dimulai." ucap Alexander berusaha menenangkan diri Adrian.Sederet pertanyaan memenuhi benak pria paruh baya itu. Apa yang sedang menimpa Luna, sehingga putri kesayangannya itu tidak hunjung turun ke hall? Bukankah dia sangat menanti acara malam ini?Kemunculan seorang pelayan bernama Greta di tengah kegelisahan yang Alex alami seketika mencuri perhatian Alex dan beberapa orang yang ada di sana, termasuk kedua orang tua Adrian."Maaf, Tuan, sepertinya Nona Luna berada di koridor kamar pembantu. Tadi saya melihat Nona berjalan di sana." ucap pelayan itu dengan kesaksian palsu, sesuai dengan arahan Emily."Benarkah?" tanya Alex tak percaya.Untuk apa Luna berada di koridor kamar pembantu? Setahunya putri kesayangannya tersebut tidak akrab dengan salah satu pelayan yang ada di sana. Batin Alex bertanya.Hal itu tentu saja memancing kejanggalan dalam benak Alex.Diikuti oleh Rosaline-istri keduanya, Adrian, Emily dan beberapa pelayan yang ada di sana, Alex berjalan menuju koridor kamar pembantu untuk mencari keberadaan putrinya. Rombongan berpencar membuka satu persatu pintu yang berada di sepanjang koridor kamar pembantu."Tuan, lihat apa yang saya temukan!" teriak salah satu pelayan dengan gesture terkejut, sehingga Alex dengan cepat melangkah ke arah kamar yang memancing keterkejutan pekerjanya.Diam-diam Emily dan Adrian saling menatap dan tersenyum, upaya mereka untuk bersama akan segera terwujud, tanpa mempedulikan nasib Luna dan Matteo setelahnya.Mata Alex terbuka lebar sementara salah satu tangannya memegang dada. Jantungnya terasa berdenyut nyeri di bawah telapak tangan, melihat penemuan memalukan yang juga dilihat oleh beberapa pelayan dan Adrian yang merupakan calon tunangan Luna."Apa yang sudah dia lakukan?" geram Adrian, berpura-pura marah dengan kondisi Luna yang berada di atas satu ranjang dengan Matteo tanpa sehelai kain menutupi tubuh keduanya.Alex hanya dapat menarik nafas dalam untuk menelan segala kekecewaan atas perbuatan Luna yang mencoreng wajahnya. Pria paruh baya itu tidak dapat lagi berkata-kata untuk menyangkal, bukti terpampang jelas di depan mata, putri kesayangannya melakukan hal tak senonoh dengan bodyguard yang sangat dia percaya selama dua tahun terahir.Untuk sesaat mata Alex terpejam dan menarik nafas dalam. Kejadian sehari yang lalu, di mana Luna mengadukan ketidak sukaannya atas keberadaan bodyguard yang dia percaya untuk menjaga putrinya tersebut membuat pelipisnya berdenyut.'Drama apa yang sebenarnya ingin kau tunjukkan kepada ayah, Luna.' batin batin Alex dalam hati sembari meringis. Jantungnya terasa diiris oleh penghiantan yang Luna dan Matteo lakukan.Rosaline yang juga sudah tahu rencana busuk Adrian dan Emily menyentuh punggung suaminya lalu berkata,"Seperti itukah kelakuan putri kesayanganmu, Alex?" lirih Rosaline sembari mengerling jijik ke arah Luna dan Matteo yang berbaring di atas ranjang. "Selama ini kau terlalu memanjakannya dan hanya sedikit menaruh perhatian pada Emily. Dan, ya, sekarang kau lihat dengan mata kepalamu sendiri. Bahwa anak yang paling mengecewakanmu justru anak kesayanganmu."Ucapan Rosaline semakin menyalakan bara amarah Alex terhadap Luna, membuat kedua tangan Alex terkepal di samping tubuh, sementara wajah pria itu mengetat."Keluar kalian semua dari ruangan ini, dan jangan berusaha membangunkan mereka. Aku sendiri yang akan menginterogasi mereka begitu mereka bangun dari tidur." ucap Alex dengan suara datar, namun berhasil membuat semua orang yang ada di sana satu persatu meninggalkan ruangan tersebut.Karena kekecewaan yang mendalam, Alex memilih untuk membiarkan Luna dan Matteo tetap berada di posisi semula. Pria itu hanya berpikir bahwa putrinya dan Matteo hanya tertidur lelap setelah melakukan aktivitas panas mereka, dia tidak tahu bahwa sebenarnya Luna dan Matteo berada di bawah kendali obat-obatan tertentu yang menjadikan keduanya tidak sadar kan diri.Sebelum benar-benar beranjak dari ruangan tersebut, Adrian membidik kamera ponselnya ke arah Matteo dan Luna, sebelum akhirnya seringai tipis terbit dari wajahnya dan memasukkan ponsel tersebut ke dalam saku celananya.............................................."Kyaaaaa!" jerit Luna terkejut saat mendapati dia terbangun dalam keadaan tanpa busana bersama Matteo.Matteo yang merasa terusik dengan jeritan Luna perlahan mengerjabkan mata, dan seketika itu juga pria itu menjerit saat mendapati tubuhnya dan gadis itu tanpa busana."Apa yang sudah kau lakukan, pervert!" Luna menutupi tubuhnya dengan gaun pertunangannya yang semula tergeletak di atas lantai."Apa yang sebenarnya terjadi?" Matteo balik bertanya yang seketika itu berbalas tamparan keras di salah satu sisi wajahnya."Jangan pura-pura bodoh Matteo, aku tahu bahwa kau sebenarnya adalah pria yang sangat licik!" ucap Luna dengan suara bergetar, air mata yang semula menggenangi kedua matanya kini telah luruh melintasi pipi.Matteo berusaha mengingat-ingat apa yang telah membawanya berada dalam satu ranjang dengan Luna, namun sekeras apapun dia mengingat, tetap saja dia tidak menemukan ingatan bahwa dia memasuki ruangan tersebut bersama Luna.Jeritan yang berasal dari koridor kamar pembantu menyadarkan para penghuni kamar yang berada di sekitar kamar yang Luna tempati saat ini.Segera salah satu dari mereka melaporkan kepada Alex.Tak berselang lama, pintu ruangan diketuk yang seketika membuat Luna dan Matteo menatap ke arah sumber suara."Siapa di luar?" sahut Luna."Saya Donna, Nona. Tuan menyuruh Anda dan Matteo menemuinya di ruang tamu."Seketika nafas Luna tercekat, dia merasakan sebuah firasat buruk. Akankah Alex memanggilnya dan Matteo terkait peristiwa memalukan yang dia alami saat ini?Diliputi perasaan gelisah, Luna ahirnya memenuhi panggilan ayahnya ke ruang tamu diikuti oleh Matteo yang juga memenuhi panggilan Alex. Ternyata tidak hanya Alex yang ada di sana, ada Adrian dan juga kedua orang tuanya, Robert Carter dan Sarah Carter. Semua orang yang ada di sana menatap Matteo dan Luna dengan tatapan benci. Seketika atmosfer di ruangan tersebut terasa berat bagi Luna. "Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Luna yang sama sekali tidak tahu apa tujuan Alex memanggilnya. Raut wajah polos Luna seketika menambah kemarahan Alex. "Jangan berpura-pura bodoh di hadapanku!" gram Alex dengan kedua tangan mengepal di atas pangkuan. "Apa maksudmu, Ayah?" dahi Luna mengernyit dalam, dia benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya dibicarakan oleh ayahnya. "Kau masih saja bertanya apa maksudku?" Alex bertanya dengan seringai tajam yang membuat bulu kuduk Luna meremang. Itu adalah kali pertama dia melihat raut menyeramkan sang ayah. "Ayah melihatmu melakukan hal yang tak pantas
Semua penjaga kediaman Winerbourne menatap Luna yang baru saja keluar dari rumah dengan tatapan iba, meski mereka tahu perbuatan Luna tidak bisa dibenarkan. "Sayang sekali, di balik wajah cantik dan sikap baiknya selama ini tersimpan hati yang busuk. Ugh, aku bahkan merasa mual hanya karena melihanya yang melintas di depanku." Umpat James sembari menutup hidung. Scurity bertubuh gemuk itu melihat ke arah Luna seolah gadis itu adalah sebuah benda kotor yang menjijikkan. Untuk beberapa menit Luna berhenti dan mengerling ke arah James. Dia tidak menyangka, semua pekerja di rumahnya yang selama ini begitu menghormatinya kini berubah menatapnya dengan tatapan merendahkan, tidak tersisa sedikitpun rasa hormat mereka terhadap Luna. Kenyataan perih harus dia terima, semua itu terjadi atas sebuah persoalan yang dirinya sendiri tidak menyadari mengapa hal itu bisa terjadi."Jaga ucapanmu, James," sanggah penjaga lain yang berdiri tak jauh dari James. James hanya menghela nafas lelah merespo
Sayup-sayup mata Luna membuka saat aroma lezat masakan menggoda penciumannya. Perut kosongnya yang belum diisi sejak pagi mengeluarkan protes, sehingga gadis itu pun meringis sembari memegangi perut. Dia ingat sarapannya pagi tadi hanyalah cacian dan makian dari ayahnya dan Sarah, yang tentunya membuat ulu hatinya kembali terasa dicubit.Dengan rasa malas dia bangkit dan berjalan mencari sumber aroma lezat masakan tersebut. Penciuman gadis itu menuntunnya ke dapur. Berpegangan pada kusen pintu dapur dan berulang kali mengerjab untuk menjernihkan pandangan, dia berusaha meyakinkan bahwa penglihatannya saat ini salah. Sulit dipercaya, tetapi dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, punggung besar pria yang sangat familiar baginya sedang menghadap pada kompor yang menyala sementara kedua tangannya sangat lihai memainkan alat masak. Matteo yang baru saja menyadari suara derap kaki mendekat melihat ke belakang dari ekor mata. Didapatinya Luna dengan wajah yang masih mengantuk sedang berd
Suara televisi mengisi keheningan di antara Matteo dan Luna. Dua pasang mata itu melihat ke televisi dengan tatapan bosan, namun masing-masing dari mereka sibuk menyelami pikiran satu sama lain. Luna yang merasa tersiksa dengan keheningan yang ada, akhirnya berdeham dan mulai bersuara untuk memecah keheningan."Apakah cuaca di luar cukup dingin?" Ucapan gadis itu seketika membuat manik gelap Matteo mengerling ke arah gadis tersebut. "Sepertinya begitu." Jawab Matteo singkat, sebelum akhirnya kembali menatap ke arah televisi yang menayangkan iklan prodak sehari-hari. Luna mendengus pelan. Tinggal bersama pria itu benar-benar membuatnya bosan. Gadis itu terbiasa berbagi cerita dengan ayahnya sebelum kejadian memalukan itu. Dan setelah keluar dari kediaman keluarga Winterbourne, dan kini tinggal satu atap bersama Matteo yang minim ekspresi dan bicara, tentu saja membuatnya semakin rindu dengan suasana dirumahnya. Matteo kembali mengerling dan mendapati Luna yang menyangga dagu denga
"Aku bisa melakukannya sendiri," protes Luna saat Matteo hendak mengompres luka di bibirnya dengan sapu tangan yang telah direndam air es sebelumnya. Telunjuk Matteo langsung mendarat tepat di bibir Luna, sehingga gadis itu memilih bungkam. Pria itu mendekatkan wajah keduanya hingga jarak antara wajah mereka hanya tersisa satu jengkal, membuat mata Luna membola dan jantungnya berdetak kencang. Dengan penuh hati-hati Matteo menyentuhkan sapu tangan basah itu di bibir bawah Luna, pada luka yang nampaknya tidak cukup serius. Dan sialnya, jantung pria itu berdetak kencang, namun sebisa mungkin pria itu memasang ekspresi datarnya untuk menutupi kegugupan yang dia alami. Luna yang merasa canggung menjauhkan wajahnya ke belakang untuk menciptakan jarak dengan Matteo, namun pria itu meraih punggung Luna sehingga gadis itu tidak dapat lagi menghindar. Kini wajah keduanya sangat dekat, hingga dapat merasakan hembusan nafas satu sama lain. Aroma musk yang menguar dari tubuh Matteo membuat Lu
"Ah, maaf jika aku kembali membuatmu tersinggung." ucap Luna dengan sedikit penyesalan. "Lupakan." jawab Matteo dengan nada bosan, sehingga membuat Luna meringis karena bibirnya yang lancang terus mengucapkan kata yang menyinggung Matteo."Kau tau Matteo, aku terbiasa dikelilingi banyak orang yang memperhatikanku. Tetapi sejak kejadian itu, aku benar-benar terlihat seperti sampah tak berguna!" keluh Luna. "Bahkan, sahabat yang paling dekat denganku kini ikut menjauh, karena orang tuanya melarang untuk berteman denganku. Duniaku terasa hampa sekarang." "Kau bisa menjadikanku temanmu, Nona." jawab Matteo yang seketika sembuat gadis itu menoleh. Sulit dipercaya, tapi itulah kalimat yang baru saja keluar dari bibir maskulin Matteo!Tak mengerti apakah Matteo serius dalam ucapannya atau tidak, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba berteman dengan Matteo. Karena hanya pria itulah yang masih ada di samping Luna saat semua orang menjauh."Terima kasih atas tawarannya. Tetapi sebagai teman
"Mengapa kau baru mengangkat teleponku!" pekik Matteo pada pria di seberang sambungan. Stefano Morgan-sahabat Matteo yang menjadi tangan kanan Matteo di Magnolia Spring Resort mengernyit begitu mendengar nada tinggi dari sahabatnya. "Aku baru saja kembali dari rapat dewan direksi." jawab Stefano lalu menarik nafas dalam setelahnya. Kabar bahwa anak dari Alexander Winterbourne yang melakukan perbuatan tak senonoh dengan bosyguardnya sudah tersebar di LA, hal itu membuat Stafano berpikir bahwa sikap Matteo yang kurang bersahabat juga terkait dengan pemberitaan itu. "Aku turut prihatin dengan musibah yang menimpamu, Brother. Tapi itu tidak begitu buruk, setidaknya wajahmu tidak ikut beredar di media sosial terkait pemberitaan itu." sambung Stefano yang membuat Matteo mendengus di seberang sambungan. Dengusan nafas dari seberang sambungan seketika membuat Stefano mengernyit. Mungkinkah ada yang salah dari bicaranya? "Yes, Brother? Apakah aku salah bicara?" Stefano menggaruk kepal
Luna berjalan menjauh dengan langkah tergesa dari lokasi sebelumnya, berharap Adrian dan Emily tidak menyadari keberadaannya. Namun sangat di sayangkan, Emily yang teryata sudah melihat Luna segera menyusul di belakang gadis itu sembari memanggil nama saudara tirinya tersebut. "Luna!" panggil Emily ke tujuh sebelum akhirnya menarik tangan Luna sedikit kasar. Sebenarnya Luna sudah mendengar Emily yang memanggil namanya, namun sengaja dia abaikan. Apa yang baru saja dia lihat sudah cukup membuat dadanya merasa sesak. "Oh, kau ada di sini Emily?" tanya Luna, sembari memperlihatkan raut wajah terkejut, bersikap seolah dia tidak mendengar panggilan Emily."Ah, ya. Aku mewakili kantor ayah untuk menawarkan kerja sama dengan hotel ini. Kau sendiri untuk apa ada di sini?" tanya Emily menaikkan kedua alis, menampakkan raut wajah penuh kehangatan, namun tidak dari hatinya. "Aku baru saja melamar kerja di sini, Emily." jawab Luna yang membuat dahi Emily mengernyit. Emily tidak percaya, deng