"Aku bisa melakukannya sendiri," protes Luna saat Matteo hendak mengompres luka di bibirnya dengan sapu tangan yang telah direndam air es sebelumnya. Telunjuk Matteo langsung mendarat tepat di bibir Luna, sehingga gadis itu memilih bungkam. Pria itu mendekatkan wajah keduanya hingga jarak antara wajah mereka hanya tersisa satu jengkal, membuat mata Luna membola dan jantungnya berdetak kencang. Dengan penuh hati-hati Matteo menyentuhkan sapu tangan basah itu di bibir bawah Luna, pada luka yang nampaknya tidak cukup serius. Dan sialnya, jantung pria itu berdetak kencang, namun sebisa mungkin pria itu memasang ekspresi datarnya untuk menutupi kegugupan yang dia alami. Luna yang merasa canggung menjauhkan wajahnya ke belakang untuk menciptakan jarak dengan Matteo, namun pria itu meraih punggung Luna sehingga gadis itu tidak dapat lagi menghindar. Kini wajah keduanya sangat dekat, hingga dapat merasakan hembusan nafas satu sama lain. Aroma musk yang menguar dari tubuh Matteo membuat Lu
"Ah, maaf jika aku kembali membuatmu tersinggung." ucap Luna dengan sedikit penyesalan. "Lupakan." jawab Matteo dengan nada bosan, sehingga membuat Luna meringis karena bibirnya yang lancang terus mengucapkan kata yang menyinggung Matteo."Kau tau Matteo, aku terbiasa dikelilingi banyak orang yang memperhatikanku. Tetapi sejak kejadian itu, aku benar-benar terlihat seperti sampah tak berguna!" keluh Luna. "Bahkan, sahabat yang paling dekat denganku kini ikut menjauh, karena orang tuanya melarang untuk berteman denganku. Duniaku terasa hampa sekarang." "Kau bisa menjadikanku temanmu, Nona." jawab Matteo yang seketika sembuat gadis itu menoleh. Sulit dipercaya, tapi itulah kalimat yang baru saja keluar dari bibir maskulin Matteo!Tak mengerti apakah Matteo serius dalam ucapannya atau tidak, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba berteman dengan Matteo. Karena hanya pria itulah yang masih ada di samping Luna saat semua orang menjauh."Terima kasih atas tawarannya. Tetapi sebagai teman
"Mengapa kau baru mengangkat teleponku!" pekik Matteo pada pria di seberang sambungan. Stefano Morgan-sahabat Matteo yang menjadi tangan kanan Matteo di Magnolia Spring Resort mengernyit begitu mendengar nada tinggi dari sahabatnya. "Aku baru saja kembali dari rapat dewan direksi." jawab Stefano lalu menarik nafas dalam setelahnya. Kabar bahwa anak dari Alexander Winterbourne yang melakukan perbuatan tak senonoh dengan bosyguardnya sudah tersebar di LA, hal itu membuat Stafano berpikir bahwa sikap Matteo yang kurang bersahabat juga terkait dengan pemberitaan itu. "Aku turut prihatin dengan musibah yang menimpamu, Brother. Tapi itu tidak begitu buruk, setidaknya wajahmu tidak ikut beredar di media sosial terkait pemberitaan itu." sambung Stefano yang membuat Matteo mendengus di seberang sambungan. Dengusan nafas dari seberang sambungan seketika membuat Stefano mengernyit. Mungkinkah ada yang salah dari bicaranya? "Yes, Brother? Apakah aku salah bicara?" Stefano menggaruk kepal
Luna berjalan menjauh dengan langkah tergesa dari lokasi sebelumnya, berharap Adrian dan Emily tidak menyadari keberadaannya. Namun sangat di sayangkan, Emily yang teryata sudah melihat Luna segera menyusul di belakang gadis itu sembari memanggil nama saudara tirinya tersebut. "Luna!" panggil Emily ke tujuh sebelum akhirnya menarik tangan Luna sedikit kasar. Sebenarnya Luna sudah mendengar Emily yang memanggil namanya, namun sengaja dia abaikan. Apa yang baru saja dia lihat sudah cukup membuat dadanya merasa sesak. "Oh, kau ada di sini Emily?" tanya Luna, sembari memperlihatkan raut wajah terkejut, bersikap seolah dia tidak mendengar panggilan Emily."Ah, ya. Aku mewakili kantor ayah untuk menawarkan kerja sama dengan hotel ini. Kau sendiri untuk apa ada di sini?" tanya Emily menaikkan kedua alis, menampakkan raut wajah penuh kehangatan, namun tidak dari hatinya. "Aku baru saja melamar kerja di sini, Emily." jawab Luna yang membuat dahi Emily mengernyit. Emily tidak percaya, deng
Di tengah ranjang berukuran King size, seorang wanita tanpa busana dengan begitu semangat memacu bagian tubuh sensitif kasihnya. Suara derit ranjang turut mengimbangi setiap gerakan mereka, beradu dengan suara lenguhan yang lolos dari bibir keduanya."Kau tahu Emily, sisi agresifmu inilah yang membuatku mudah berpaling dari Luna," ucap Adrian dengan gigi beradu, jepitan liang kenikmatan Emily membuatnya sulit untuk berkata-kata, tetapi dia tidak ingin membiarkan Emily yang terus berusaha memuaskannya tanpa memberikan pujian dan apresiasi. "Huh, sungguh? Apa kau yakin tidak akan menyesal telah memilihku, Adrian?" tanya Emily, tanpa menghentikan gerak panggulnya untuk terus memacu kejantanan Adrian. "Tentu tidak, Honey," jawab Adrian sembari meringis, menahan sesuatu yang mendesak untuk keluar dari bagian tubuh paling sensitif miliknya. Perlahan pria itu menurunkan Emily dari atas tubuhnya, yang tentu saja membuat gadis itu melempar tatapan bertanya. "Berbaringlah, Emily. Sudah saat
Sulit untuk melupakan segala kenangan tentang cinta pertama. Tetapi, bagaimana jika cinta pertama yang telah usai dan sangat ingin kau lupakan, justru selalu muncul di hadapan dan menyiksamu dengan kedekatan yang dia jalin dengan saudaramu? Bukankah itu sangat menyakitkan?Nafas Luna seketika tercekat saat dihadapkan dengan Emily dan Adrian yang baru saja datang ke ruang pertemuan. Emily yang saat itu menggait lengan Adrian seketika melepaskan kaitan tangannya dari lengan Adrian begitu menyadari kebaradaan Luna. Apakah sikap yang Emily tunjukan merupakan bentuk dari rasa bersalah karena telah menjalin hubungan dengan mantan tunangan Luna? Tentu saja tidak. Emily hanya sedang bersandiwara saat ini.Posisi kerja Luna sebagai menejer pemasaran menjadikan gadis itu terpaksa bertemu dengan para klien yang mengajak Magnolia Spring Resort bekerja sama. Tetapi sangat berat rasanya jika dia harus berhadapan dengan mantan tunangannya. Haruskah Luna mundur dari pekerjaan itu? Rasanya sangat m
Emily berjalan cepat mengikuti Adrian yang mengejar Luna begitu rapat pembahasan kerjasama usai. Wanita berambut brunet itu tahu, bahwa Adrian ingin membahas tentang sikap Matteo yang tadi mempermalukan Adrian di depan atasan divisi pemasaran Magnolia spring Resort. Suara tumit sepatu heels yang Luna pakai terdengar lantang mengetuk lantai. Gadis itu sedang terburu-buru, dia tidak sanggup untuk melihat Adrian dan Emily berlama-lama, dia merasa dikhianati dengan dua orang yang dulu sangat dekat dengannya. Salah satu tangan Adrian meraihnya, membuat langkah Luna yang nyaris tiba di depan ruang kerjanya terhenti, sehingga gadis itu pun dengan terpaksa menoleh ke arah pria yang baru saja meraih tangannya. Luna tahu siapa pelakunya. "Rapat telah selesai, tidak ada yang perlu kita bahas lagi, tuan Adrian?" tanya Luna dengan penekanan di kata terakhir. Gadis itu terang-terangan mengangkat dagunya, menunjukkan gestur menantang yang sangat jelas, membuat Adrian dan Emily menatap Luna tidak s
Luna bergegas menuju lobby begitu jam kerja usai. Dia baru saja mendapatkan pesan bahwa Matteo menunggunya di lobby. Ingin rasanya gadis itu cepat-cepat sampai ke apartemen dan menangis sejadi-jadinya atas kenyataan perih yang dia terima hari ini. Sesampainya di lobby Magnolia spring Resort, Luna dibuat terkejut dengan pemandangan di mana Matteo sedang duduk di sofa dengan secangkir kopi berada di depannya. Beberapa staf perusahaan tersebut terlihat akrab saat berbincang dengan Matteo. Hal itu tentu saja membuat dahi Luna mengernyit dalam. Memangnya siapa Matteo itu? Mengapa semua orang di Magnolia spring Resort tampak segan terhadapnya? Untuk sesaat Luna terpaku menatap Matteo yang terlihat begitu karismatik dan berwibawa saat berbincang dengan para staf yang duduk bersamanya. Luna pun berjalan pelan mendekati segrombolan pria itu lalu menyapa mereka dengan sopan. "Miss Winterbourne sudah datang. Saya permisi, pasti beliau sangat lelah dan ingin segera beristirahat." ucap Matteo d