Malam harinya, sesuai dengan rencana, Danno mengatakan ke Vera kalau sedang ingin membahas urusan bisnis dengan Nino."Kamu beneran ninggalin aku sendirian?" tanya Vera merasa tidak aman kalau suaminya pergi malam-malam begini. "Masa malam-malam gini?"Danno tampak merapikan kemejanya di depan cermin meja rias Vera. Dia berkata, "ya emang malam, mau gimana lagi.""Tapi ...""Nggak usah khawatir, Sayang, aku udah minta Mas Dino datang buat jaga rumah. Lagian, nggak bakalan ada orang gila masuk rumah kita lagi, kok.""Kamu kok yakin banget?""Kan si tua bangka itu lagi di penjara.""Tapi Alarik masih di luaran sana.""Tenang aja," balas Danno berbalik badan, lalu mendekati istrinya yang sedang duduk di atas ranjang. Dia memberikan kecupan manis di kening wanita itu, kemudian berkata lagi, "nggak usah cemas gini, aku cuma semalam aja kok pergi.""Tapi aku ngerasa aman kalau ada kamu." Vera menunjukkna raut wajah cemberut. Dia memang masih trauma dengan pria stalker yang menyerang sebelum
Danno merasa tubuhnya sangat hangat, ruang geraknya juga terbatas seolah-olah dia dikekang. Karena itulah, dia membuka mata, lalu melihat keadaan. Kepalanya terasa berputar untuk sesaat, namun akhirnya dia tersadar kalau sedang di atas ranjang bersama seseorang.Iya, di bawah gulungan selimut bersama salah satu wanita sewaan Nino, Sheila. Baik Danno dan wanita itu dalam kondisi telanjang bulat. Yang membuat Danno syok adalah Sheila berani memeluk dadanya.Panik, dia segera bangun terduduk, lalu menjauhkan wanita itu dari dirinya. Dia berseru, "siapa kamu! Ngapain kamu di sini!"Wanita itu menarik selimut untuk menutupi dadanya. Dia tersenyum lalu menjelaskan, "saya Sheila, masa lupa? Kata Mas Nino, Mas Danno mungkin butuh kehangatan, jadi saya temani tidur.""Jangan sembarangan kamu!“ Danno emosi berat. Dia melihat dirinya sendiri, lalu membuka selimutnya sedikit. Ternyata dia memang tidak menggunakan sehelai kain pun. "Terus kenapa aku malah telanjang!?”"Saya lepas bajunya tadi.""
Sehari telah berlalu ...Danno telah menghabiskan waktunya dengan hura-hura, pesta pora, ke klub malam bersama Nino. Dia cukup menikmati semua itu, dan sepakat akan menjadikan kegiatan ini rutinitas kembali.Masa remaja Danno memang sangat liar dan nakal. Kenakalan itu terhenti setelah sibuk dengan dunia kerja, kemudian bertemu dengan Vera. Alhasil, semua hobinya bersenang-senang teralihkan.Dia pulang ke rumah tepat jam sepuluh pagi. Tetapi, itu dengan kondisi menguap beberapa kali. Beruntung, dia selamat menyetir sampai rumah.Sebelum keluar dari garasi, dia memastikan bajunya tidak berbau aneh-aneh. Dia juga sempat merapikan rambut di kaca spion mobil.Baru setelah semua beres, dia pergi masuk ke rumah, dan disambut oleh sang istri.Vera merindukannya. Dia memeluk pria itu sambil berkata, "akhirnya pulang juga, aku kangen.“"Aku juga kangen sama kamu." Danno memberikan kecupan singkat nan penuh sayang di kening wanita itu. Dia menggodanya sambil berkata lagi, "aku paling kangen kal
[Jam 8, parkiran depan hotel Tina]Begitulah pesan yang diterima oleh Danno. Dia tampak kesal membacanya sampai-sampai meremas ponsel sendiri. Untuk beberapa detik, dia cuma diam saja. Setelahnya, dia menenangkan diri dengan menghela napas panjang."Si brengsek ini, kenapa dia bisa ..." Danno tidak melanjutkan ucapannya usai menyadari apa yang terjadi.Tak berselang lama, Vera keluar dari kamar mandi. Dia heran melihat suaminya yang tegang. "Ada apa, Sayang?""Nggak apa. Aku mau pergi bentar.""Sekarang? Malam-malam gini?""Iya.""Mau ke mana?""Nino mau ketemuan bentar.""Ketemuan? Buat apa?""Minta salinan proposal bisnis kemarin. Ada yang belum dia terima.""Nggak bisa pakai file aja?""Dia mau ngomongin ini bentar sama.""Ketemuannya ke mana?""Di sekitar jalan Melati.""Jalan melati? dekat taman berarti ya?""Iya. Kenapa?""Aku boleh ikut nggak?"Danno kaget. Dia memang ingin pergi ke jalan itu, tapi tak mengira Vera malah meminta ikut. "Ngapain?""Ada pasar malam di sana sekara
Danno berlari kencang menuju ke parkiran depan hotel Tina. Dia memastikan tidak ada orang yang mengenalinya di situ.Tanpa diduga, dia bertemu dengan sosok pria yang tak lain adalah Alarik. Iya, musuh utamanya bersama Vera— terang-terangan berani muncul. Pria itu santai bersandar di bodi samping mobilnya sambil bermain ponsel.Sejujurnya, Danno sudah ingin menghajarnya habis-habisan. Akan tetapi, mana mungkin dilakukan di tempat seperti ini? Lagipula, dia dalam posisi yang tak diuntungkan."Mau apa?“ tanya Danno mencoba untuk tetap tenang. "Langsung saja."Alarik tersenyum. Dia menjawab, "kalian berhenti ganggu hidup kami, kami bakalan berhenti ganggu hidup kalian.""Iya setelah kamu masuk penjara.""Yakin?" Alarik menunjukkan foto mesra Danno di ranjang yang ada di layar ponselnya. "Gimana? Enak bukan tidur sama Sheila?""Vera nggak akan terpengaruh dengan foto murahan begitu.""Kalau begitu kamu nggak bakalan susah-susah datang ke sini. Kamu ke sini karena takut dia tahu kelakuanmu
Vera dan Danno menikmati waktu bersama di pasar malam hingga jam sembilan. Setelah itu, mereka pulang.Keesokan harinya, Vera tidak merasakan ada perubahan dari diri Danno. Pria itu masih bersikap biasa saja sejak kemarin melihat pesan-pesan dari orang tidak jelas. Ini artinya semua baik-baik saja.Vera memajang boneka anak panda di atas meja buffet kamar tidur mereka, berjejer dengan vas bunga dan foto-foto pernikahannya dengan Danno.Tak berselang lama, ponselnya bergetar. Ada seseorang yang mengirimkan pesan. Itu adalah pengacara yang membela Henry.[Masa hukumannya dipotong sebulan, kemungkinan bebas bulan depan]Dia enggan menjawab pesan itu, tapi langsung menelponnya. "Halo, Mas Darrel? Itu beneran?""Iya, Ver, aku cuma ngasih info ini.""Ada info lainnya nggak, Mas?""Waktu Mas Alarik ke sini, aku dengar dia sama Pak Henry ngomongin suami kamu, Mas Danno."Vera kaget. "Ngomongin suamiku? Ngomongin apa, Mas?""Nggak tahu, nggak terlalu paham, aku belum dapat kepercayaan sama Pak
Vera duduk di pinggiran ranjang. Dipaksa masuk rumah, dan sekarang dipaksa masuk kamar. Dia enggan melihat sang suami yang terus saja mengomel.Sejak dulu, Danno memang protektif, posesif, cemburuan, tapi tidak pernah sampai mengekangnya hanya karena ingin membahas sesuatu yang penting dengan pria lain. Ada yang aneh. Bahkan, tadi dia sudah meminta ditemani, tapi kenapa pria itu masih menolak?Iya, seolah-olah dia dilarang untuk melanjutkan pembalasan dendam ini."Intinya, kamu di rumah aja sekarang," kata Danno kemudian. Dia berjalan mendekati sang istri, lalu menyentuh dagunya. "Lihat aku, jangan ngambek gini."Vera menepis tangan pria itu. "Kamu ini aneh.""Aneh apa, Sayang? Aku cuma nggak mau kamu keluyuran. Aku salah? Aku khawatir sama kamu. Siapa tahu kamu diincar stalker lagi 'kan?""Kalau gitu, balikin HP-ku.""Nggak dulu.""Danno ..." Vera tidak percaya mendengar jawaban semacam itu. Ini sama sekali tidak masuk akal. "Aku yakin ada yang kamu sembunyiin. Kamu nggak mungkin 'k
Setelah mengiriman foto-foto mesra Danno dengan Sheila ke nomor ponsel pribadi Vera, Alarik tersenyum penuh kemenangan. "Ini bukan editan, jadi seharusnya wanita pintar seperti anak jaksa itu akan tahu," katanya.Orang yang tengah duduk di sofa depannya meremehkan, "kalau Danno bisa dikendalikan lewat foto begituan, dari dulu pasti bisa diancam oleh orang lain. Kamu kayaknya belum paham orang kayak apa dia itu."Alarik menatapnya. Dia masih curiga dengan pria itu, masih tidak percaya. Namun, untuk sekarang hubungan mereka adalah saling menguntungkan.Iya, orang yang dimaksud adalah Nino. Sahabat baik Danno itu tahu kalau rencana Alarik tidak ada gunanya.Dia berpendapat lagi, "dia jauh lebih brengsek daripada yang kalian kira. Jika dia berani berkata seperti itu padamu, berarti kemungkinan HP-nya nggak ada di Vera, atau malah sekarang— wanita itu lagi dikekang."Masuk akal. Alarik kembali melihat layar ponselnya. Memang, semua foto-foto sudah terkirim, tapi tidak ada respon sama seka
Danno dan istrinya, Vera, sudah lama menantikan liburan ini.Mereka menjalani hari-hari yang sibuk, penuh dengan komitmen pekerjaan dan keluarga, dan mereka menantikan waktu untuk bersantai dan menikmati liburan ke Bali.Mereka memutuskan untuk membawa serta bayi laki-laki mereka yang kini sudah berusia enam bulan, Daniel, dan anak perempuan mereka, Venny.Pada hari pertama liburan mereka, mereka pergi ke kedai es krim lokal. Hari itu adalah hari yang hangat, dan mereka semua ingin menikmati makanan dingin.Danno dan Vera mengantri bersama Baby Daniel di kereta dorongnya, sementara Venny berdiri di samping mereka.Saat mereka menunggu, Vera mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Venny."Kamu udah nggak sabar ya pengen makan es krim?" tanya Vera kepada putrinya."Iya, Mama." Venny menjawab dengan penuh semangat. "Venny nggak sabar makan es krim!"Saat mereka menunggu, Baby Daniel mulai rewel di kereta dorongnya, dan Danno menariknya keluar dan menggendongnya."Kamu mau es krim, J
Satu tahun kemudian ...Vera telah melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Dia, sang suami, dan Venny, keponakan yang sudah jadi anak adopsi mereka, memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta.Danno menghentikan mobilnya tepat di depan teras rumah besar bertingkat dua. Usai mematikan mobil, dia keluar dan beranjak ke belakang untuk membuka bagasi.Di saat bersamaan, Vera keluar dari mobil dengan menggendong bayi laki-lakinya.Dia membuka pintu belakang, dan membiarkan Venny keluar. Anak perempuan itu terlihat sangat riang gembira."Hore! Udah sampe!" Katanya yang langsung melongo melihat betapa besar rumah yang ada di hadapannya. "ini rumah Papa?"Dengan bangga, Vera mengatakan, "iya dong, ini rumah kita yang sebenarnya. Kalau rumah di Surabaya itu rumah nyewa sebentar, Sayang. Mulai sekarang kita tinggal di rumah kita yang sebenarnya, rumahnya Papa."Danno masih mengeluarkan beberapa koper dari dalam bagasi. Dia menarik semuanya keluar, lalu menggeretnya mendekat ke dekat sang is
Keesokan harinya ...Ibu Vida bertamu di rumah sewaan keluarga pendonor mata yang dia sewa untuk melakukan akting di depan Danno. Dia kesal karena waktu sudah berlalu, tapi tak mendapatkan kabar tentang yang yang diminta.Dia duduk di sofa panjang ruang tamu bersama Delia juga. Di situ, ada wanita yang sebelumnya memotret kemesraan Delia, lalu seorang pria paruh baya, ayah dari anggota keluarga pendonor yang telah meninggal dunia.Delia resah. Dia masih kepikiran sejak melihat kemesraan Danno dan Vera. Saking resahnya, dia sudah tak peduli dengan dirinya yang tak menggunakan kontak lensa. Alhasil, dia tidak kelihatan seperti buta."Ini maksudnya apa? Kok Danno nggak ngirim-ngirim uangnya?" Ibu Vida meminta kejelasan.Delia cemberut. "Nggak tahu, Tante. Padahal pas terakhir pulang dari sini, dia udah bilang kalau bakalan transfer uangnya. Tapi, pas aku ke rumahnya— eh dia malah mesra sama istrinya. Aneh banget. Sebenarnya mereka itu lagi bertengkar atau enggak, sih?“Ibu Vida melihat l
Alarik terdiam pasrah.Dia bahkan tak punya kekuatan untuk bangkit. Ini adalah salahnya, salahnya karena buang-buang waktu. Seharusnya dia langsung membakar rumah ini beserta Vera di dalam selagi ada waktu.Selain itu, seharusnya dia juga membawa anak buahnya yang masih setia. Sekarang?Semua akan sia-sia. Dia melihat Sean yang menyeringai melihatnya tersungkur di trotoar. Orang yang menjadi kepercayaan Danno. Selain itu, ada pria lain yang datang di belakangnya— orang yang menghasutnya tentang Johan alias Rey, saudara kandung Sean.Rey tertawa melihat Alarik yang sudah tak berdaya, tak punya kekuatan dan keberanian untuk bangkit lagi. Dia sengaja menendang tongkat bisbol dari dari tangannya.Alhasil, sekarang— Alarik tak punya kuasa lagi. Meski begitu, dia bangkit, masih menguatkan diri untuk bisa kabur.Rey memperingatkan dengan nada sarkas, “ Bos Alarik— jangan coba-coba kabur. Polisi udah datang, loh.""Brengsek, kalian emang sekumpulan pengkhianat brengsek.” Alarik melihat Sean
Saat hendak membakar sofa, tiba-tiba terdengar suara kaca pecah dari belakang. Sontak saja Alarik menoleh— "Siapa ..." Dia waspada, takut kalau polisi yang datang. Tapi, dia sangat yakin kalau keberadaannya di sini sangat rahasia.Lalu, dalam sejekap, seorang datang berlari menuju ke arahnya. Iya, tanpa diduga itu adalah Danno.Vera membuka mata, melihatnya datang. Dia berusaha berteriak, "MMM!"Danno tampak seperti singa yang sudah siap menerkam musuh. Raut wajahnya menjadi gelap dan mengerikan, terlebih saat melihat istrinya diperlakukan seperti itu."Kamu—" Alarik panik, hendak melempar korek yang sudah dinyalakan ke arah Vera.Akan tetapi, ketika koreknya hampir jatuh— tubuhnya keburu ditendang oleh Danno sehingga korek tersebut jatuh ke tempat lain, lalu padam.Sangat menegangkan. Detak jantung Vera sampai menjadi tidak karuhan. Dia ketakutan bukan main."Brengsek!" bentak Alarik yang tubuhnya terhuyung-huyung, nyaris terjungkal ke lantai. Tapi, dia berhasil mempertahankan kesei
Usai mendapatkan telepon singkat yang mengkhawatirkan dari salah satu satpam, Danno langsung berdiri. Raut wajahnya berubah panik dan gelisah. Meski belum tahu siapa 'orang mencurigakan' yang didengar barusan, tapi dia sudah bisa menduga.Iya, siapa lagi yang yang akan menyakiti satpamnya seperti itu. Berita tentangnya sudah menyebar di mana-mana— Alarik."Si brengsek itu ... Pasti di brengsek itu ..." Ucap Danno sembari menyambar kunci mobil dari atas meja. Dia memberi pesan ke Dino. "Tolong kamu telpon polisi, minta datang langsung ke rumahku. Aku mau balik dulu sekarang.""Ada apa, Pak?“ Dino ikutan panik sehingga berdiri pula. Dia bingung dengan reaksi wajah Danno yang berubah setelah menerima panggilan sebentar itu. "Terus ini gimana?”"Udah nggak usah ngurusin Delia dulu— telpon atau langsung pergi aja ke kantor polisi, minta ke rumahku. Ada penjahat yang datang.“ Danno mengatakan itu, dan tak ingin berkata apapun lagi. Dia segera meninggalkan tempat itu, keluar dari sana dengan
Danno sedang duduk berhadapan dengan Dino di dalam sebuah kafe. Posisi meja mereka dekat dengan jendela. Dari situ— mereka bisa mengawasi kondisi di seberang jalan, tepat di mana rumah dari keluarga pendonor palsu sedang bersama Delia.Danno melihat jam tangannya, sudah tepat menunjukkan pukul delapan malam. Dia berkata, "aku belum nelpon Vera ..."Selepas menyeruput kopi, Dino berkomentar, "sebenarnya bapak pulang aja nggak masalah sih, Pak. Saya bisa jaga semalaman di sini.""Nggak ..." Danno melihat ke arah rumah seberang jalan lagi. Meski suasana jalanan di depan ramai, tapi dia bisa mengamati sekitar rumah itu. "Nggak bisa, kata Sean kemungkinan ibu mertuaku bakalan datang ke situ sebentar lagi. Kalau itu terjadi, aku bisa langsung menangkap basah permainan mereka yang mau meras aku.""Oh iya, Pak— kata Mas Sean, Ibu mertua bapak punya foto waktu bapak pelukan sama Mbak Delia.""Nggak masalah, aku udah tahu kalau pasti bakalan difoto waktu Delia peluk aku. Kan tujuannya emang me
Usai menjemput Venny dan makan bersama, keluarga kecil ini pulang ke rumah. Vera sedikit bisa bernapas lega karena di rumah sudah tidak ada Delia.Di saat suaminya pergi untuk mengurus kebohongan Delia, Vera bersama Venny di ruang tengah. Vera duduk di sofa sembari menonton berita sore, sementara itu— keponakannya tampak nyaman duduk di atas karpet sembari menggambar.Vera tersenyum melihat hampir seluruh berita nasional sedang fokus kasus menghebohkan di Surabaya. Iya, usahanya bersama Darrel dan Sean membuahkan hasil karena sekarang tempat hiburan milik Alarik dan ayahnya diekspos.Di samping bisnis ilegalnya yang memperkerjakan gadis di bawah umur sebagai penghibur serta menjual obat-obatan terlarang, tempat hiburan itu ternyata juga menunggak pajak, melanggar banyak sekali larangan. Akan tetapi, sialnya— yang tertangkap hanyalah orang-orang yng menjadi suruhan saja, Pak Henry juga tertangkap, tapi Alarik berhasil melarikan diri. Pria itu sudah kabur sejak berita tentang klub mala
Vera masih diam.Dia menunggu sang suami menjelaskan apa maksudnya sang ibu memiliki hubungan salah satu balas dendam mereka yaitu ayah dari Alarik.Danno bisa melihat raut wajah Vera yang menjadi tegang. Dia menjelaskan, "aku udah pernah bilang sama kamu kalau mama kamu itu bukan orang yang baik 'kan? Aku sebenarnya nggak pengen ngomong ini sama kamu dulu ... mengingat kamu kemarin kayaknya nyaman banget waktu ketemu mama kamu."Vera tertegun sejenak. Dia mengaku, "jujur, aku sebenarnya udah nggak enak waktu ketemu dia, Danno. Tapi, ... dia ngomongnya lembut banget, sama kayak kamu, manipulatif."Danno cemberut. "Sayang, aku mungkin manipulatif, tapi aku begini juga gara-gara kamu 'kan? Mulutku manis supaya kamu bahagia."Vera menatap sang suami. Dia menahan tawa. "Untung aku aku cinta sama kamu , jadi aku maafin tingkah ngeselin kamu yang overprotektif sama posesif itu ..."Wajah Danno tak lagi kelihatan cemberut. Dia ikutan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun lagi.Vera kembali s