Sementara itu, Lorena langsung pergi ke kelasnya dan Alberto mencoba untuk mengejar Lorena. Alberto memanggil nama Lorena berkali-kali. “Lorena! Lorena!”
Lorena berpura-pura bahwa, ia tidak mendengar suara Alberto karena hatinya merasa sangat sakit.
“Buat apa aku memperhatikan suara Alberto dan menengok ke arahnya? Aku sangat tidak ingin menemui dirinya. Bagaimanapun ia tidak seharusnya berselingkuh dariku? Aku tahu bahwa, memang salahku yang sering menolak ajakan Alberto bermain dewasa tapi tidak seharusnya ia berselingkuh dengan Vega,” pikir Lorena.
“Mengapa Lorena tidak menengok ke arahku? Aku tahu, aku salah tapi apa dia sudah tidak mau mendengar pernyataan dariku lagi?” pikir Alberto.
Sesampainya di kelas, Lorena langsung berjalan ke kursinya dengan cepat. Sementara itu, Alberto masih mengejar Lorena. Semua mata tertuju ke arah mereka. Setelah itu, Lorena memilih duduk di kursinya. Bonita (sahabat Lorena) yang duduk di belakang Lorena langsung memahami ada masalah di antara Lorena dan Alberto. “Lorena, kenapa?”
“Cowok aku ...” Ucapan Lorena terpotong karena Alberto berjalan ke arahnya. Lorena langsung memalingkan wajahnya dari Alberto. Sementara itu, Alberto memilih untuk duduk di depan Lorena.
“Lorena!” Alberto memanggil Lorena.
“Kenapa cewekmu, Bert?” Bonita langsung mengernyitkan dahinya. Matanya yang belo dengan kedua irisnya yang berwarna hijau langsung menatap Alberto dengan tatapan bingung karena setahu Bonita hubungan Alberto dan Lorena baik-baik saja tapi Lorena sempat cemburu dengan Professor Vega.
“Enggak tahu.” Alberto mengangkat kedua bahunya dan menurunkan kedua bahunya lagi dengan cepat.
“Kamu lagi enggak mood?” Bibir kecil Bonita berkata dengan lembut ke arah Lorena.
“Lorena!” Alberto memanggil Lorena lagi dengan harapan Lorena menengok ke arahnya, tapi Lorena tidak ingin menatap Alberto. Lorena sudah merasa sangat jijik dengan Alberto.
Alberto langsung berdiri dan mendekat ke arah Lorena. Alberto langsung berusaha untuk menatap mata Lorena. Alberto langsung menggenggam tangan Lorena. “Lorena, please, dengerin aku!”
Lorena merasa risi dengan tingkah Alberto. Lorena langsung menekuk wajahnya, menatap Alberto dengan tatapan benci, dan berkata dengan ketus. “Kenapa?”
“Aku mau omongin sesuatu ke kamu tentang yang sebenarnya terjadi.”
“Omongin apa? Omongin tentang gaya kamu di ranjang sama Professor Vega? Omongin bagaimana nikmatnya Professor Vega di ranjang? Itu yang mau kamu omongin, right?” marah Lorena.
Bonita langsung menatap ke arah Lorena dengan tatapan bingung. “Memangnya, dia selingkuh sama Professor Vega?”
“Ya. Professor Vega kasih rekaman mereka sedang bermain di ranjang, Bonita!” marah Lorena.
“Bisa saja itu cara busuk Professor Vega untuk memutuskanmu dengan Alberto, Lorena. Professor Vega itu orangnya ambisius. Pasti dia akan berjuang segala cara untuk mendapatkan hati Alberto dan memenangkan persaingan cinta ini. Mana mungkin Alberto selingkuh dengan Professor Vega, Lorena? Dia itu sangat mencintaimu, Lorena.” Bonita memang sangat tidak percaya Alberto berselingkuh dengan Professor Vega.
“Mungkin saja. Makanya, dia bisa berselingkuh dengan Professor Vega. Hatinya sudah berubah, Bonita!” Lorena merasa sangat kecewa.
“Kamu sudah lupa, ya? Dulu, Alberto didekati Olivia dengan sekeras mungkin, tapi Alberto menolak Olivia. Kamu tahu, kan, Olivia itu cantik banget? Kulitnya putih. Hidungnya mancung. Matanya belo dengan kedua irisnya yang berwarna biru. Kurus, pintar, bibirnya kecil. Dia itu jauh lebih cantik dari Professor Vega. Kalau dia ingin mengkhianatimu, pasti dia akan lebih memilih untuk berselingkuh dengan Olivia daripada berselingkuh dengan Professor Vega, Lorena.” Lorena hanya memutar kedua bola matanya, karena ia merasa malas dengan kedua bola matanya.
“Ya, tapi Professor Vega jauh lebih menggoda daripada Olivia, Bonita,” bantah Lorena.
“Kenapa kamu bicara begitu? Memangnya, kamu menyaksikan sendiri mereka berselingkuh?” Bonita mengernyitkan dahinya dan menatap Lorena dengan bingung, karena ia merasa bingung dengan Lorena yang sangat tidak mempercayai Alberto sama sekali.
Lorena langsung menjawab pertanyaan Bonita dengan tegas. “Ya. Aku menyaksikan sendiri mereka sedang berselingkuh.”
Mata Alberto langsung melotot karena ia merasa sangat kaget. Alberto benar-benar tidak percaya bahwa, Lorena menyaksikan sendiri.
“Jadi, dia menyaksikan sendiri aku berselingkuh dengan Professor Vega. Pantas saja dia langsung percaya dengan Professor Vega. Biasanya, kalau ada rumor aku berselingkuh dengan orang lain, dia langsung membantahnya dengan keras dan membelaku dengan sangat keras,” ucap Alberto dalam hati.
Tidak lama kemudian, rasa penasaran Alberto muncul. Alberto langsung mengernyitkan dahi, karena Alberto merasa bingung. Seingat Alberto, Alberto tidak mendengar suara langkah kaki saat Alberto dan Vega sedang have a sex tadi. Alberto ingin bertanya, tapi ia memilih untuk terdiam. En boca cerrada no entran moscas.
Untungnya, Bonita berpikir yang sama sehingga ia bertanya kepada Lorena. “Bukannya kamu hanya mendengar dari rekaman itu?”
“Kamu lupa bahwa, aku ini penanggung jawab kelas ini untuk pelajaran Anatomi Manusia dan Fisiologi Manusia?” Lorena kembali bertanya kepada Bonita.
“Enggak. Aku ingat.” Bonita menjawab pertanyaan Lorena.
“Apa hubungannya?” Bonita merasa tidak ada hubungan antara posisi Lorena sebagai penanggung jawab di pelajaran Anatomi Manusia dan Fisiologi Manusia dengan Lorena yang melihat mereka sedang berkencan.
“Karena itu, aku menyaksikan mereka berselingkuh.” Tidak lama kemudian, Lorena mulai menceritakan cara ia dapat menyaksikan Alberto sedang berselingkuh dengan Professor Vega.
***
Saat itu, Lorena sedang berjalan ke ruang dosen untuk mengingatkan Professor Vega mengajar di kelasnya. Di saat itu, ia melihat seorang pria sedang duduk di kursi dosennya. Pria itu berkulit coklat, berhidung mancung, bermata sipit dengan kedua irisnya yang berwarna coklat. Pria itu sedang menyisir rambutnya klimisnya yang ikal dan berwarna coklat. Pria itu adalah Professor Chico.
“Professor, Professor lihat Professor Vega?” Lorena langsung melontarkan pertanyaan.
“Professor Vega?” Mata Professor Chico langsung melotot karena ia merasa sangat kaget Lorena menanyakan hal tersebut. Dirinya merasa bingung mengenai hal apa yang harus ia katakan. Ia tahu bahwa, Alberto sedang bermain dewasa dengan Professor Vega. Ia ingin mengatakan hal tersebut, tapi ia merasa tidak tega.
“Ya. Professor Vega.” Lorena meyakinkan Professor Chico. Karena menurut Lorena, Professor Chico mencoba untuk memastikan orang yang ditujukan Lorena.
Professor Chico langsung mengembuskan napasnya dengan berat. Ia lebih memilih membiarkan Lorena tahu dengan sendirinya daripada memberitahu Lorena, karena ia takut Lorena tidak percaya dengannya dan akan menjauh darinya. “Professor Vega ada di ruangannya. Ruangannya ada di lantai dua di sebelah kiri laboratorium Anatomi Manusia dan Fisiologi Manusia.”
“Baik, Professor. Terima kasih!” Lorena langsung pergi dari ruangan tersebut menuju ruangan Professor Vega. Sesampainya di ruangan Professor Vega, ia mendengarkan suara desahan-desahan dan erangan-erangan dari Professor Vega dan Alberto.
Siapa yang sedang berkencan? Kok sangat mirip dengan suara Alberto? Apa Alberto sedang berkencan dengan Professor Vega? Begitulah pikir Lorena saat itu. Karena Lorena hapal betul suara Alberto, Lorena sangat yakin bahwa, orang yang ada di dalam tempat tersebut adalah Alberto dan Professor Vega.
***
“Jadi, mau Professor Vega memberikan bukti rekaman suara dan memutarkan bukti rekaman suara kepadaku ataupun tidak, aku akan tetap percaya bahwa, kamu bermain dewasa dengan Professor Vega, Alberto.” Perkataan Lorena yang membuat Bonita langsung menampar pipi Alberto dengan keras dan Bonita yang mengejek Alberto.
“Dasar cowok playboy! Kamu jahat, Alberto! Kamu cowok brengsek!”
Gawat! Lorena sudah tahu apa yang terjadi? Aku harus bagaimana? Begitulah pikir Alberto. Untungnya, dengan cepat ia menemukan ide untuk mengatakan bahwa, dirinya dipaksa oleh Professor Vega. “Enggak begitu. Aku dipaksa.”
“Dipaksa apa?” Lorena menatap Alberto dengan tatapan bingung. Karena setahu Lorena, tidak ada pemaksaan dari tadi. Tidak ada kekerasan yang diberikan oleh Professor Vega kepada Alberto. Tidak ada pengancaman nilai juga. Alberto dan Professor Vega saling mencintai sehingga mereka mau bermain dewasa bersama.
“Seperti yang kamu katakan tadi, Bonita, Professor Vega itu orangnya ambisius. Ia memaksaku untuk bermain dewasa dengannya. Kalau tidak, aku akan tidak diluluskan oleh Professor Vega, Bonita. Maafkan aku, Lorena! Mungkin aku terkesan sangat jahat di depan kalian. Tetapi kalian tahu, aku ini harus lulus cepat karena memang untuk kuliah ini aku berusaha mencari uang dengan sangat keras dan aku tidak mendapatkan beasiswa, Bonita. Jadi, mau ataupun tidak mau aku harus menuruti permintaan Professor Vega.” Alberto langsung menceritakan cerita palsunya dan berpura-pura bahwa, ia merasa sangat terpaksa untuk bermain dewasa dengan Professor Vega.
“Masa, sih? Aku rasa, Professor Vega tidak sejahat itu, Alberto.” Lorena merasa tidak percaya dengan perkataan Alberto.
“Tetapi, itu faktanya. Karena itu, aku bermain dewasa dengan Professor Vega. Kalau tidak seperti itu, tentu saja aku tidak akan bermain dewasa dengan Professor Vega. Aku itu sangat mencintaimu, Lorena.” Alberto berusaha meyakinkan Lorena.
“Oh begitu. Aku tidak menyangka Professor Vega akan sejahat itu,” komentar Bonita.
“Ya, aku juga. Maafkan aku! Aku telah salah sangka denganmu, Alberto,” kata Lorena.
Lorena percaya bahwa, apa yang dikatakan oleh Alberto itu benar karena ia hanya menyaksikan sedikit momen Alberto dan Vega bermain dewasa dari momen permainan dewasa mereka yang tentu jauh lebih lama. Mendengar perkataan Lorena, Alberto langsung mengembuskan napasnya. Hatinya merasa tenang, karena Lorena telah percaya dengannya. Alberto masih mendapatkan hati Lorena, meskipun ia berselingkuh dengan Professor Vega dan telah bermain dewasa dengan Professor Vega.
Jika Professor Vega memberikan bukti tentang perselingkuhan mereka, Alberto tinggal mengelak saja. Itu hal yang Alberto coba ingat dengan baik. Alberto langsung berkomentar. “Enggak apa-apa. Aku paham. Hal ini pasti akan menimbulkan kesalahpahaman,”
Di saat itu, Professor Vega masuk ke kelas Lorena. Setelah itu, Professor Vega melihat Alberto, Lorena, Bonita, dan beberapa murid sedang berada di kelas.
Professor Vega langsung menekuk wajahnya, menatap Alberto dengan tajam, dan berkata dengan ketus. “Katanya, mau ke kelas. Kok malah ke sini? Memangnya, kamu sekelas dengan Lorena? Enggak, kan?”
Alberto langsung mencari alasan. “Tadi saya mampirin Lorena dulu, Bu. Ada perlu.”
Professor Vega yang sudah mendengarkan percakapan Alberto, Lorena, dan Bonita dari tadi langsung memutar kedua bola matanya. Ia merasa sangat malas dengan Alberto yang mulai mencoba untuk membodohinya.
Ia menatap Alberto dengan lebih tajam. “Alasan apa? Alasan kenapa kamu bermain dewasa dengan saya?”
“Enggak seperti itu, Professor.” Alberto mencoba berkilah.
“Terus, seperti apa? Kenapa kamu enggak mengaku saja bahwa, kamu memang sangat mencintai saya, Alberto? Bukannya kamu sendiri yang memohon kepada saya? Aneh!” ejek Professor Vega.
“Dia pikir, aku tidak mendengar apa yang ia katakan. Anak ini sangat lucu!” ejek Professor Vega dalam hati.
“Aku akan menghukumnya lebih berat, karena ia tidak mau mengakui dirinya yang memohon kepadaku. Lihat saja nanti! Aku akan menghukummu dan membuatmu memohon kepadaku lebih dari tadi, Alberto!” pikir Professor Vega.
“Kembali ke kelasmu sana!” Perintah Professor Vega dengan ketus kepada Alberto. Alberto langsung melangkah pergi dari tempat tersebut.
“Oh ya ...” ucap Professor Vega yang tiba-tiba membuat Alberto berbalik ke arahnya.
“Jangan lupa setiap saya selesai mengajar di kelasmu, Alberto, kamu harus mengantarkan saya ke ruangan saya tadi!” Perintah Professor Vega lagi.
“Baik, Professor.” Alberto langsung pergi meninggalkan tempat tersebut ke kelasnya.
Setelah itu, Professor Vega berjalan ke arah kursinya. Ia langsung menaruh barang-barangnya di atas meja dan setelahnya ia mulai mempersiapkan untuk presentasi materi hari itu. Ia mencoba untuk menghubungkan laptopnya dengan kabel penghubung ke proyektor, tapi laptopnya tidak bisa terhubung. Lantas, ia langsung memanggil Lorena.“Lorena!” panggil Professor Vega.“Ya, Prof,” sahut Lorena.“Ini kok enggak bisa terhubung?” Professor Vega komplain sembari ia menunjukkan laptopnya yang tidak bisa terhubung.“Enggak tahu, Prof.” Lorena mengangkat kedua bahunya dan menurunkannya.“Kok kamu enggak tahu? Yang tugasnya untuk mempersiapkan laptop saya itu penanggung jawab materi saya di kelasnya. Alberto selalu mempersiapkan laptop saya sebelum saya mulai mengajar.” Professor Vega langsung menatap tajam Lorena dan berkata dengan kencang yang membuat seisi kelas menatap ke arah mereka. Lorena merasa malu. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya. Setelahnya, ia meminta maaf.“Oh begitu, Prof. Maaf sa
Sesampainya Vega di ruangannya, Vega masih teringat dengan perkataan Alberto tadi Vega masih teringat dengan tingkah Alberto. Saat itu, Vega mendengarkan perkataan Alberto tapi ia memilih untuk berpura-pura tidak mendengar daripada dia ikut berbicara dalam percakapan tersebut. Vega langsung mengepal tangannya dan menekuk wajahnya.Setelah itu, ia membanting semua buku yang ada dalam hatinya sembari ia marah dalam hatinya. "Dasar, Cowok brengsek! Kenapa kamu malah berkata bahwa, aku memaksamu, Alberto? Aku sama sekali tidak memaksamu. Dasar, Cowok brengsek!""Kenapa kamu tidak mengaku saja, kalau kamu memang mencintaiku, Alberto? Kenapa kamu tidak berkata bahwa, kamu mencintaiku sehingga kamu berselingkuh denganku, Alberto? Kenapa? Bukannya kamu sudah berjanji untuk meninggalkan Lorena, Alberto?" Vega berteriak dalam hati dengan histeris."Di mana janjimu? Dasar, Cowok brengsek!" Vega mencoba untuk menahan tangisnya."Memangnya, aku memaksanya? Apa buktinya aku memaksa dirinya? Karena
Tentunya sebelum Lorena menangis di dalam toilet, Lorena langsung menyalakan keran yang membuat air di dalam ember sebagai tempat penampungan air yang ada di dalam toilet tersebut terisi. Ia selalu merasa nyaman untuk menangis di dalam toilet, karena ia merasa sangat yakin tidak ada yang mendengar tangisnya. Karena itu, toilet selalu menjadi saksi bisunya ketika ia menangis. Kalau kalian selaku pembaca menebak bahwa, ada yang peduli dengannya dan akan mendengar tangisnya, tentu Lorena merasa tidak ada yang peduli dengannya.Siapa yang peduli dengannya? Alberto? Alberto sudah berselingkuh darinya dan main gila dengan Vega. Bonita sebagai sahabatnya? Tentu saja tidak!Bonita memang sahabat Lorena, tapi Bonita tidak pernah sangat peka dan sangat peduli kepada Lorena sampai tahu Lorena telah menangis. Bonita masih mudah dibodohi oleh Lorena. Lorena tinggal membasuh mukanya dan setelahnya ia keluar dari kamar mandi dengan senyuman palsunya yang ia berikan sebaik mungkin. Setelahnya, ia tin
Hari terus berlanjut. Esoknya, jam tujuh malam, di halaman parkir saat Alberto sedang berjalan ke motornya yang ia parkirkan tadi pagi, ia melihat Vega yang sedang berjalan menuju mobilnya. Saat itu, Alberto baru saja pulang dari kelas malam dengan Professor Hugo sementara Vega baru saja selesai mengajar untuk mahasiswa yang berkuliah kelas malam. Sontak Alberto langsung menyapa Vega dengan ramah.“Malam, Vega!” sapanya dan setelahnya ia tersenyum.“Malam, Alberto!” sapa Vega kembali kepadanya sembari Vega berjalan ke arah Alberto.“Alberto, kamu lagi sibuk enggak?” Vega menanyakan kondisi Alberto terlebih dahulu, karena ia khawatir Alberto sedang sibuk.“Enggak, Vega.” Alberto menjawab dengan singkat.“Kamu mau ke mana?” Vega menanyakan tujuan Alberto.“Mau ke rumah.” Alberto menjawab pertanyaan Vega dengan singkat.“Oh begitu.” Vega menganggukkan kepalanya, karena ia mulai merasa segan untuk meminta tolong kepada Alberto.“Ada apa, Vega?” Alberto mulai curiga dengan sikap Vega yang
Tidak lama kemudian, mereka telah sampai di lampu merah. Tidak jauh dari mereka, mereka melihat nama “Hotel Avenue” yang berkelap-kelip berwarna putih. Tidak hanya itu, mereka juga melihat banyak kelap-kelip berwarna putih yang mengelilingi gedung hotel tersebut beserta pepohonan-pepohonan yang berada di sekitarnya.“Sayang, sebentar lagi kita sampai!” Vega langsung memijat-mijat dada karena ia merasa sangat senang.“Ya, Sayang.” Alberto hanya mengiyakan saja. Di dalam hatinya, ia merasa senang karena ia bisa kabur dari jebakan Vega. Tidak lama kemudian, lampu telah menjadi hijau. Alberto langsung mengendarai mobil tersebut ke hotel tersebut.Setelah di dekat hotel tersebut, Alberto melihat di depannya terdapat Hotel Avenue dan restoran Avenue yang merupakan cabang dari Hotel Avenue. Dari posisi Alberto, Hotel Avenue terletak di depan sebelah kanan dan Restoran Avenue terletak di depan sebelah kiri.Di sebelah kanan Alberto terdapat kursi-kursi dan meja yang terletak di Restoran Avenu
Pagi-pagi sekali, Vega sudah rapi-rapi untuk pergi ke kampus menemui Alberto. Tetapi, tiba-tiba saja ia langsung merasa mual. Ia segera pergi ke kamar mandi. Lalu, setelahnya ia muntah.Setelah itu, ia minum dan membersihkan bekas muntahannya. Tetapi, ia malah muntah lagi dan lagi hingga tiga kali.Sementara itu, di ruang dosen, Alberto sudah menunggu kehadiran Vega untuk mengajar di kelasnya. Banyak teman Alberto yang telah mengirimkan pesan kepada Alberto baik di grup chat ataupun melalui chat pribadi.“Alberto! Professor Vega, hari ini mengajar tidak?” tanya Dario.“Ya. Hari ini, Professor Vega mengajar tidak?” tanya Nicolas. “Aku tidak tahu. Belum ada balasan dari Professor Vega sampai saat ini. Padahal, pagi-pagi sekali aku sudah menghubunginya,” keluh Alberto.“Tetapi, kita ini sudah menunggu terlalu lama, Alberto! Kita tidak kuat untuk menunggu lebih lama lagi. Jangan buat kita menunggu, dong! Ini sudah telat lima menit. Pasti Professor Vega ada sesuatu. Dia tidak pernah seper
Sesampainya di kampus, Professor Vega langsung memarkirkan mobilnya. Lalu, ia berjalan ke ruang dosen dengan terburu-buru. Sesampainya di depan ruang dosen, Professor Vega langsung melakukan absensi dan pergi ke kursinya dengan terburu-buru. Sesampainya di kursinya, ia mendapati Alberto yang sedang menunggu di depan kursinya sembari membaca handout darinya."Pagi, Alberto!" Professor Vega menyapa Alberto sembari ia terburu-buru menyiapkan untuk kelas hari itu. Ia langsung menyalakan laptop, mengambil buku-buku, dan alat tulis dengan cepat. Alberto melihat muka Professor Vega yang pucat dan badannya yang terus berkeringat."Pagi, Prof!" sapa Alberto."Kamu sudah menunggu saya agak lama, ya?" Professor Vega merasa tidak enak dengan Alberto yang telah menunggunya dari tadi."Tidak lama juga, sih, Prof!" Alberto sengaja berkata seperti itu, meskipun ia merasa dirinya telah menunggu agak lama. Karena ia tahu bahwa, Professor Vega adalah orang yang mudah panik. Ia tidak ingin membuat Profes
Di saat itu, para murid yang belum selesai mengejar Professor Vega dan berusaha memberikan kertas kuis mereka kepada Professor Vega. Untungnya, Professor Vega masih berbaik hati dan menerima kertas jawaban kuis dari mereka. Sesampainya di depan ruangan Professor Vega, Professor Vega langsung mencari kunci untuk membuka pintu. Di saat itu, tiba-tiba saja Professor Vega merasa mual dan ingin muntah lagi.Professor Vega mencoba menahan mualnya dan mencari kantung kresek yang ada di tasnya. Tidak lama kemudian, Professor Vega menemukannya dan memuntahkan kembali di kantung kresek. Setelahnya, Professor Vega membuang kantung kresek tersebut yang terletak di dekat tempat sampah. Mengetahui Professor Vega masih muntah, Alberto langsung merasa panik. Mukanya pucat.“Lebih baik kamu pergi saja ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan mengetahui kondisi selanjutnya. Mungkin, memang ada kondisi serius yang tidak kamu ketahui, Vega.” Alberto memberikan saran, karena ia tidak tahu harus m
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alberto pergi berjalan-jalan mengitari kompleks dengan berjalan kaki. Dilihatnya beberapa bunga yang indah di taman. Lalu, dia memetik beberapa bunga itu. Lalu, ia mengikatnya menjadi satu ikatan. Lalu, dia membeli sebuah kartu ucapan, sebuah pita berwarna merah dan sebuah spidol berwarna emas.Lalu, dia menuliskan kata-kata "Untuk Vegaku tercinta, maafkan aku karena aku telah menyakitimu. Dari: Alberto”Lalu, ia menempelkan pita di atas ikatan bunga dan menaruh kartu ucapan di bawah pita itu. Setelah menata bunga, lalu ia pulang ke rumah dan memberikannya kepada Vega. Vega yang saat itu masih tidur di kamar langsung dibangunkan oleh Alberto dengan kecupan di pipinyayang lembut.“Bangun, Sayang!” ucapnya dengan lembut.Vega langsung mengucek matanya sembari ia mencoba untuk bangun. “Ada apa, Sayang?”“Ini!” Alberto langsung memberikan Vega seikat bunga dan Vega mengambil bunga yang diberikan Alberto.“Bunga? Untuk apa?” Vega mengernyitkan dahi, karen
Setelahnya, Alberto menutup pintu dengan kencang. Vega merasa sangat lemah di saat itu. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Setelahnya, ia mengambil pena dan buku diary yang ia letakkan di samping rak buku.Lalu, ia berjalan ke tempat belajarnya yang berada di dalam kamarnya. Setelahnya, ia menaruh pena dan buku tersebut di atas meja. Lalu, ia mulai melihat buku diary. Covernya berwarna merah muda dengan sebuah pita yang dilekatkan di atas cover buku itu dan ada gambar hati yang bertuliskan “Vega dan Alberto” dengan warna tulisan emas. Ia masih ingat saat ia menuliskan nama “Dan Alberto” setelah ia menikah dengan Alberto.Ia teringat dengan momen-momen bahagia saat itu yang telah sirna. Setelahnya, ia langsung menghapus tulisan “Dan Alberto”.“Tidak ada lagi Alberto dalam kehidupanku. Hanya ada aku. Aku sendiri di sini,” keluh Vega dalam hati.Setelahnya, ia membuka lembar demi lembar dengan cepat, karena ia tidak ingin membaca momen-momen bahagianya dulu dengan Alberto. Baginya, unt
Setelah beberapa saat, emosi dan pikirannya menjadi stabil. Apa yang harus Vega lakukan agar Alberto mengakui perselingkuhannya? Jangan sampai ia bercerita ke semua orang bahwa, Vega yang memaksanya. Itulah yang dipikirkan Vega.Setelahnya, ia berpikir mencari cara agar Alberto mengakui perselingkuhannya.“Oh. Jadi alasannya enggak mood. Padahal, dia jelas-jelas berselingkuh. Aku harus terus mengungkit masalah itu sampai dia mengakuinya. Kalau tidak, dia tidak akan pernah mengaku sampai kapanpun,” ucapnya dalam hati.Sejak saat itu, Vega sering mencoba membangkitkan masalah perselingkuhan Alberto dan Lorena kepada Alberto. Alberto sering meyakinkan Vega bahwa, ia tidak berselingkuh. “Aku enggak begitu, Sayang!”Ataupun Alberto pergi meninggalkan Vega. Tetapi, pada akhirnya amarah Alberto memuncak yang membuat Alberto marah besar kepada Vega dan mengatakan bahwa dia tidak pernah mencintai Vega.“Sayang, kamu selingkuh sama Lorena?” Pertanyaan Vega untuk kesekian kalinya.“Ya. Aku meman
Hari terus berlangsung dengan Vega yang memperlakukan Alberto lebih istimewa. Ia memperlakukan Alberto seperti raja. Pagi-pagi, ia telah menyiapkan sarapan dan bekal untuk Alberto. Tidak hanya itu, ia juga selalu menyiapkan air hangat untuk Alberto mandi.Selain itu, ia mengantarkan Alberto setiap hari ke kampus dengan mobilnya. Ia sering mengajak Alberto berjalan-jalan. Setiap Alberto pulang sekolah, ia sudah menyiapkan teh manis hangat untuk Alberto. Ia juga memijat badan Alberto saat Alberto merasa tidak enak badan.Ia selalu mengajak Alberto berbincang-bincang sebelum tidur. Semua tingkah tersebut bukan membuat Alberto tambah mencintai Vega. Yang ada ia malah risih dengan sikap Vega.Pada akhirnya, Alberto yang merasa terheran-heran dengan tingkah istrinya yang tiba-tiba berubah kepadanya. “Tumben banget kamu kayak begini. Enggak biasanya kamu kayak begini.” “Ada apa?” Alberto mengernyitkan dahi, karena ia merasa bingung.“Sayang, aku tahu, aku salah. Please, maafin aku!” Vega la
Sementara itu, Vega masih terdiam dan berdiri di tempat itu. Ia ingin mengetahui mengenai hal yang sebenarnya terjadi, karena ia merasa sangat yakin jika Alberto tidak akan berselingkuh dengan Lorena di belakangnya. Hal itu karena baginya tidak mungkin Alberto berselingkuh! Baginya juga, Alberto itu orang yang sangat sulit untuk menutupi kebohongannya dan orang yang sangat jujur. Jadi sangat tidak mungkin hal itu terjadi.Tetapi, bukti-bukti dari Detektif Jim dan Isabel mengatakan bahwa, suaminya berselingkuh. Karena itu, ia harus mengetahui suaminya sendiri telah berselingkuh dengan berdiri dan membiarkan mereka di dalam. Tidak lama kemudian, ia mendengar suara desahan-desahan dari Lorena dan Alberto. “Ah! Ah!” desah mereka.“Pelan-pelan, Sayang! Jangan cepat-cepat!” pinta Lorena.“Ah, Sayang! Sebentar! Aku enggak sabar. Aku pusing banget, Sayang,” keluh Alberto. Setelahnya, mereka mendesah. “Ah! Ah!”Mendengar kata-kata dan desahan-desahan tersebut, hatinya langsung merasa sangat h
Setelahnya, Vega langsung mengambil teleponnya. Setelahnya, ia mencari kontak Detektif Jim dan meneleponnya. Detektif Jim adalah detektif yang biasa Vega pinta tolong setiap ia ada kasus. Detektif Jim sendiri merupakan seorang agen detektif terkenal di kotanya. Setelahnya, Vega menelepon Detektif Jim. "Selamat sore, Detektif Jim!" sapa Vega."Selamat sore, Vega! Ada masalah apa?" tanya Detektif Jim.“Saya punya sebuah kasus dan saya ingin Anda mencari bukti dari kasus tersebut,” jawab Vega.“Oke. Bisa dijelaskan dulu kasusnya?” Detektif Jim meminta Vega untuk memberitahu masalahnya. “Sebenarnya, masalahnya panjang. Cuman intinya saya mendapatkan laporan bahwa, suami saya berselingkuh.” Vega langsung menjawab kepada intinya. “Oh. Begitu, Vega. Bagaimana kalau kita bertemu di Ja Ja Cafe jam tujuh malam atau kamu langsung pergi ke kantorku sekarang nanti sekalian Anda bisa memberikan foto dari bukti-bukti tersebut?” Detektif Jim menawarkan ke Vega.“Oke.” Vega setuju dengan Detektif J
“Hai, Vega!” sapa isabel dengan ramah di telepon.“Hai, Isabel!” sapa Vega dengan ramah.“Apa kabar, Vega?” Isabel menanyakan kabar Vega terlebih dahulu, karena ia merasa tidak enak jika ia langsung memberitahu ke Vega mengenai perselingkuhan suami Vega.“Baik, Isabel," jawab Vega."Isabel, bagaimana?” Vega menanyakan kabar Isabel lagi.“Baik, Vega. Vega, bagaimana suami?""Baik.""Oh ya, by the way, kapan kita bisa hangout? Aku rasa, kita sudah lama enggak hangout." Isabel langsung menanyakan waktu kapan mereka bisa hangout. Karena memang sejak Vega menikah dengan Alberto, mereka tidak pernah hangout lagi. "Enggak tahu. aku sibuk banget!" Vega memang tidak tahu, kapan ia bisa hangout lagi dengan teman-temannya seperti dulu sebelum ia menikah dengan Alberto. Biasanya, dulu sebelum menikah, Vega dan teman-temannya selalu hangout setiap minggu di kafe Brazon yang berada di Brazon Hospital ataupun Kafe Rege yang berada di rumah sakit Rege."Sekali-kali hangout, yuk! Sekalian aku mau kas
Dua hari setelahnya, ketika di kampus, Alberto tidak sengaja berpapasan dengan Lorena. Di saat itu, Alberto langsung menepuk pundak Lorena dan mengajak Lorena untuk bermain dewasa seusai dari kampus.“Lorena, ayo bermain dewasa habis kelas selesai!” Ajakan Alberto yang membuat mata Lorena langsung melotot, karena ia merasa sangat kaget.“Apa aku tidak salah dengar?” Lorena bertanya ke dirinya sendiri dalam hati, karena ia merasa tidak percaya jika Alberto bertingkah seperti itu kepadanya.“Apa?” Lorena meminta Alberto untuk mengulangi pertanyaannya lagi sembari ia berbalik ke arah Alberto.“Ayo habis dari kampus kita bermain dewasa!” ajak Alberto lagi dengan manja.“Kamu yakin, kamu mau bermain dewasa sama aku?” Lorena mengernyitkan dahi, karena ia merasa bingung. Ia takut Alberto tidak yakin untuk bermain dewasa dengannya. Ia masih tidak percaya jika Alberto ingin bermain dewasa dengannya.“Yakin!” jawab Alberto dengan bersemangat.“Memangnya, kamu enggak yakin?” Alberto langsung men
Setelah peristiwa itu, Lorena langsung mencari cara dengan pikirannya sendiri. Tidak lama kemudian, ia berpikir untuk menggoda Alberto.“Aku harus menggodanya lebih sensual dan lebih menggairahkan lagi agar ia tertarik denganku dan mau berkencan denganku. Aku harus tidak boleh gagal kali ini. Aku harus mendapatkan cintanya kembali!” pikir Lorena.“Tetapi, bagaimana kalau dia tidak mau digoda olehku dan tidak tertarik olehku?” Lorena bertanya ke dalam hatinya sendiri. Setelahnya, ia berpikir untuk mencari cara alternatif yang akan dilakukan jika Alberto tidak tertarik dengannya. Tidak lama kemudian, ia menemukan ide untuk mengancam Alberto agar Alberto mau bermain dewasa dengannya. Setelahnya, ia berpikir dan mencari cara untuk menggoda Alberto. Yang jelas, ia akan melakukannya di kampus saat mereka sedang berdua saja.Ia mencoba mencari referensi-referensi cara menggoda pasangan di internet. Setelahnya, ia menemukan beberapa cara seperti mengenakan parfum dengan wangi yang merangsang