Dalam ruang konseling yang tenang, Alya menemukan dirinya tenggelam dalam keputusasaan yang begitu mendalam. Ia menyadari bahwa saatnya untuk mengambil langkah berani, untuk menyelamatkan dirinya dari labirin emosional yang selama ini membelitnya. Dengan hati yang berdebar, Alya memutuskan untuk mencari bantuan profesional.Seorang konselor bijak menjadi tempat perlindungan tempat Alya bisa membuka hatinya yang terluka. Konselor ini, dengan penuh kesabaran, membantu Alya menggali lapisan-lapisan ketakutan dan trauma yang tertanam begitu dalam dalam dirinya. Bersama-sama, mereka menjelajahi jejak-jejak kegelapan yang selama ini menjadi beban berat di pundak Alya.Konseling menjadi ruang di mana Alya dapat berbicara tanpa takut dihakimi atau diabaikan. Setiap kata yang terlontar dari bibirnya menjadi sebuah terapi, meruntuhkan tembok emosional yang selama ini memisahkan dirinya dari kebahagiaan sejati. Dalam proses ini, konselor memandu Alya untuk melihat ke dalam dirinya sendiri, menem
Happy ReadingRumah tangga Adam dan Amanda memasuki fase yang rumit, dipenuhi dengan ketidakpastian dan kekosongan emosional. Mereka hidup dalam rutinitas yang terasa membosankan dan monoton. Adam yang bekerja keras, dan Amanda yang mencoba menjalani hari-hari dengan semangat seminimal mungkin. Hanya sebentar-sebentar mereka bersua di antara rutinitas, tetapi ketidakpedulian dan ketidakberdayaan semakin terasa.Pertanda-pertanda kehancuran mulai muncul ketika sedari Amanda menyadari bahwa ia hamil. Ini bukanlah berita yang menggembirakan sebaliknya, itu adalah tambahan beban pada pundak mereka yang sudah rapuh. Adam merasa terjebak, dan Amanda, yang sebenarnya tidak pernah merasakan cinta dalam pernikahan mereka, semakin tenggelam dalam kebingungan dan kekosongan.****Amanda merahasiakan hubungannya dengan seseorang yang membuat dirinya hamil seperti sekarang dari Adam. Baginya, ini bukanlah anugerah, tetapi lebih merupakan komplikasi tambahan pada kehidupan yang sudah tidak jelas ar
Bunyi pintu apartemen Alya terdengar ditutup dengan keras, memecah kesunyian malam itu. Di dalam kamar, Alya duduk di tepi tempat tidurnya, memandang kosong ke luar jendela. Dia merasakan gelombang emosi yang melanda dirinya seperti badai yang tak terduga. Keputusasaan, kekecewaan, dan rasa tidak stabil menggelayut di setiap pikirannya.Alya mulai membuka laptopnya dan mematikan semua media sosial yang menjadi saksi bisu kehidupannya. Pesan dan notifikasi yang tanpa henti memenuhi layar, sekarang hanya tinggal bisikan angin yang menyisakan ruang hampa. Dia memutuskan untuk memasang tulisan terakhirnya, memberikan penjelasan singkat tentang alasan mengapa dia memilih untuk menyendiri sementara waktu."Tidak ada yang tahu apa yang aku rasakan. Aku butuh waktu untuk merenung, menyusun pikiranku, dan menyelamatkan diri dari kehancuran ini. Terima kasih atas pengertian kalian. Sampai jumpa." Tulis Alya pada posting terakhirnya sebelum menutup laptop dengan mantap.Ponselnya bergetar, menan
Bulan-bulan telah berlalu sejak kali terakhir Alya mendengar kabar dari Adam. Hari ini, ketika dia membuka pesan terakhir yang diterimanya darinya, gelombang perasaan mulai menghantamnya. Hatinya berdebar-debar, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan.Pesan itu membawa Alya kembali pada momen-momen indah di masa lalu. Adam, dengan kata-kata penuh kehangatan dan canda tawa, membuatnya tersenyum dalam kenangan. Seperti layangan yang dilepaskan di langit, pesan itu membawanya terbang jauh ke waktu yang sudah lewat, ke saat-saat ketika semuanya terasa lebih sederhana.Namun, di antara kebahagiaan itu, ada juga sentuhan kesedihan yang menyelinap masuk. Alya merasa kehilangan, seperti merindukan sesuatu yang tak bisa kembali. Dia bertanya-tanya bagaimana semuanya bisa berubah menjadi sejauh ini. Sebuah chapter panjang dalam kisah hidupnya yang tampaknya terputus begitu saja.Dalam perjalanan nostalgia ini, Alya merenung tentang bagaimana mereka berdua perlahan-lahan tumbuh menjadi ora
Happy ReadingPintu kafe terbuka, dan Alya merasakan denyut nadi hatinya mempercepat ketika Adam melangkah masuk. Mereka bertemu lagi secara tak terduga di tempat yang penuh kenangan bagi keduanya. Sinar matahari senja memantulkan kilauan di mata Adam, sementara Alya mencoba menyembunyikan getaran emosional di balik senyumannya."Adam," bisik Alya, suaranya hampir tidak terdengar di tengah kebisingan kafe.Adam memandangnya, matanya mencari tahu di balik ekspresi Alya. "Alya, siapa yang akan menyangka kita akan bertemu di sini?"Pertemuan itu memicu ledakan emosi yang terpendam, mengguncang dasar-dasar pertahanan emosional yang telah mereka bangun sejak mereka meninggalkan satu sama lain. Alya mencoba menahan gelombang perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. "Waktu benar-benar berubah, ya?"Adam tersenyum setengah pahit. "Ya, begitu banyak yang terjadi sejak kita terakhir kali bertemu."Mereka duduk di meja yang sama, tetapi jarak di antara mereka terasa lebih jauh dari sekadar be
Happy ReadingAlya duduk termenung di sofa depan jendela kamar flatnya. Tidak dapat dipungkiri walaupun hidupnya sudah damai tanpa obsesi dari sugar Daddy namun, Ia juga merasa kesepian dan sering kali ketakutan dengan sendiri. Pertemuan tidak terduga itu membuat Alya kembali ragu, Ia sangat bingung. Apalagi Alya sudah mengetahui jika sugar daddy akan segera mendapatkan bayi tentu Ia hanya akan menjadi pilihan. Tidak pernah ada enaknya menjadi sugar baby atau selingkuhan. Alya hanya karena terlanjur, sebetulnya Ia tidak dapat menjadi dirinya sendiri ketika Ia menjadi sugar baby. Berbeda dengan Nesya yang memang karena menginginkan itu Alya tidak. Apalagi pada saat bersamaan Ia mendapatkan berita yang luar biasa. Lima bulan yang lalu. "Ibu Aku mau pulang," kata Alya berbicara di seberang telepon seraya memegang kopernya Ia sudah siap akan kembali ke daerah tempat orang tuanya tinggal. "Untuk apa Kamu pulang Alya," kata Ibunya terdengar suara lemah dari seberang sana. Alya hanya m
Happy ReadingAlya bersikukuh dengan pendiriannya, Ia tidak ingin pergi dan akan tetap di sini. Namun, berbeda dengan laki-laki yang berdiri di depannya itu. Ia sudah menunggu yang sangat lama dan Ia tidak ingin menunggu kembali, Ia akan memperbaiki ini semua. Kehidupannya, cintanya dan semua yang Ia miliki. "Tinggalkan Aku di sini," ujar Alya lemah Ia tidak memiliki tenaga lagi untuk berdebat. "Saya tidak akan meninggalkan Kamu sendirian lagi," balas laki-laki yang sedari awal memakai perasaan dalam hubungan terlarang ini. Kedewasaan Adam tidak membuat Alya percaya, bagaimana mungkin laki-laki yang sudah memiliki anak itu akan beralih hati padanya. Karena sedari awal Ia hanya menginginkan tubuh Alya bukan hatinya. Alya mendengus lalu menepis kasar tangan Adam yang berusaha memegang tangannya. "Cukup Daddy! Aku nggak mau lagi," bentak Alya dengan nada tinggi di tangga teman-temannya sudah berkumpul mendengar percakapan yang ada di dalam kamar Alya. Mereka sudah terkejut sedari a
Happy ReadingAlya berteriak kencang saat wanita itu mencoba mengajaknya bicara, dengan cepat Adam lantas mendorong tubuh wanita tersebut untuk menjauh dan langsung memeluk Alya. "Tenanglah," ujar Adam mengelus rambut Alya memeluk gadisnya dalam kehangatan. Alya belum pulih dari luka yang Ia rasakan beberapa bulan ini ketika semua memaksa semuanya Ia akan memberontak. Alya terkejut itulah kenapa Ia kembali sakit, psikiater itupun lantas berdiri tak jauh dari keduanya. Melihat Alya yang sepertinya semakin takut Adam pun meminta mereka untuk keluar dulu. Isak tangis Alya memenuhi ruangan itu, suaranya keras dan tidak terkontrol tapi, dengan sabar Adam memeluk Alya. Hampir satu jam Alya pun berhenti menangis, karena kehabisan tenaga gadis itupun tertidur di dalam pelukan Adam. Usai meletakkan Alya di kasur, Adam keluar menemui psikiater yang masih menunggu di ruang tamu. "Siapa itu Adam?" tanya wanita tadi yang Adam abaikan seolah tidak mengenalnya. "Kamu tidak perlu tau," ujar Adam