Share

Kekecewaan

Author: Ascorpens
last update Last Updated: 2022-01-04 02:19:16

Pukul setengah delapan pagi, Rana sudah bersiap dengan setelan kerjanya berupa kemeja biru langit dan celana bahan berwarna hitam. Penampilan pria itu cukup necis dengan rambut bermodel undercut yang disisir rapi serta sepatu pantofel hitam mengkilap yang tengah menjejaki lantai ruang makan. Ketukan pelan sepatu Rana menyadarkan Mayang yang tengah menyeduh Teh hangat di dapur, bersegera wanita berhijab itu menambahkan sedikit gula ke dalam teh sebelum mengaduknya pelan.

"Pagi, Bu," sapa Rana seraya meletakan tablet di atas meja. Hari ini dia ingin memeriksa beberapa pasien yang sudah membuat jadwal dengannya dari kemarin.

"Pagi. Tehnya Mas." Mayang membawa nampan berisi teh lalu meletakkannya di atas meja.

"Makasih, Bu." Rana melempar senyum tipis sembari memperbaiki kancing baju di lengannya.

Mayang beralih meletakan sepiring muffin dengan taburan kacang almond diatas meja. Rana memang jarang sarapan dengan makanan berat, pria itu bahkan bisa bertahan hingga siang hanya dengan secangkir teh di pagi hari.

"Pak Sapto gak kerja hari ini Mas, katanya istrinya mau lahiran," ucap Mayang, memberitahukan soal pria yang bekerja sebagai satpam di rumah Rana. Wanita itu kemudian berbalik membereskan peralatan masaknya di countertop. 

Rana batal mengoperasikan tablet dan kembali menaruh di atas meja. Ia memandang asisten rumah tangganya itu dengan alis mengerut.

"Dia gak izin sama saya, Bu."

"Oh gak sempat dianya Mas, istrinya sudah pecah ketuban. Dia aja cuma telepon saya pas subuhan tadi," jelas Mayang sembari memindahkan peralatan masak bekasnya ke sink.

"Dibawa ke rumah sakit mana, Bu?" tanya Rana lagi. 

Dia agak kasihan dengan satpam yang sudah hampir dua tahun bekerja dengannya itu, Sapto tinggal di sebuah rumah kos kecil di pinggir kota, bersama dengan keenam anaknya yang masih kecil-kecil. Kesulitan ekonomi yang dihadapi pria berusia empat puluh lima tahun itu membuatnya hanya bisa bertahan di kos kecil dengan anggota keluarga yang banyak. Rana sudah pernah menawarkan Sapto sebuah rumah sederhana untuk pria itu tinggali. Tapi Sapto agaknya tak bisa menerima bantuan dari sang majikan, sebab Rana sendiri sudah membiayai sekolah kelima anaknya, lengkap dengan segala keperluan. Sapto merasa sungkan karena Rana sudah terlalu baik padanya.

"Kurang tau juga, Mas. Tapi saya sih pernah dengar waktu dia ngobrol sama Juki, katanya dia mau bawa ke klinik bersalin yang dekat sama rumahnya kalo istrinya mau lahiran."

Rana mengangguk-angguk lalu mengangkat cangkir teh, ia menghidu aroma teh buatan Mayang itu sebelum menyeruput sedikit. 

"Kalo kerjaan Ibu udah selesai, tolong telepon dia terus tanyain dimana istrinya lahiran ya." 

"Siap, Mas." Mayang mengangkat satu jempol gemuknya dengan senyum lebar.

"Makasih, Bu," 

"Mas Rana mau jengkuk istrinya Sapto, ya?" tanya Mayang lagi.

"Iya, Bu. Saya mau sekalian nawarin rumah, kemarin-kemarin masih ditolak, semoga kali ini nggak."

"Semoga aja, Mas. Saya juga kasihan sama si Sapto, soalnya yang tinggal di rumahnya bukan cuma dia sama anak istrinya aja Mas tapi mertuanya juga."

Informasi dari Mayang menarik perhatian Rana sepenuhnya. Dia tak tahu soal mertua Sapto yang tinggal bersama di kos sekecil itu. "Loh, mertuanya tinggal di kosan itu juga, Bu?" 

"Iya, Mas. Katanya sih rumah mertuanya di ambil sama dep kolektor, terus karena gak punya keluarga lain ya terpaksa tinggal sama disitu. Udah gitu ya mas, mertuanya juga lagi sakit-sakit lagi. Sapto juga cuma bisa bantu sedikit-sedikit dari gaji dia buat beli obat mertuanya." Mayang bercerita dengan tangan yang sibuk membilas piring.

"Memangnya mertuanya sakit apa, Bu?"

"TBC kalo gak salah Mas, saya cuma dengar sekilas aja waktu dia cerita sama Juki."

Rana menarik napas pelan sembari mengangguk. "Makasih Bu informasinya, nanti biar saya bicarakan lagi dengan Sapto."

"Siap, Mas."

Rana kembali menikmati muffin dan tehnya ketika derit kursi di depan di tarik oleh seseorang. Rana tak perlu memastikan siapa yang duduk di depannya itu, ia hanya merlirik sekilas sebelum menggeser layar tablet di tangannya. Meski demikian Rana merasa sedikt heran dengan kehadiran orang itu.

"Pagi, Bang."

Alis Rana bertaut begitu telinganya mendengar sapaan itu. Ia menutup layar tablet lalu menyesap teh sembari matanya menelisik wajah di depannya. 

"Pagi," balasnya kemudian. "Tumben sarapan," ujar Rana mengutarakan kejanggalan yang dirasanya.

Fino memang jarang ikut sarapan bersama dengan Rana. Pemuda itu lebih sering melewati makan pagi kemudian beralasan bahwa ia akan makan di kantin universitas bersama dengan teman-temannya.

Fino tersenyum tipis. "Lapar gue, Bang. Pagi ini ada kuis, jadi gue mesti isi tenaga yang banyak."

Rana mengangguk-angguk sambil menyendokan potongan muffin ke dalam mulutnya.

"Mas Fino mau sarapan apa?" tanya Mayang yang sudah selesai dengan pekerjaannya.

Fino melirik piring milik Rana yang masih tersisa muffin.

"Yang kayak Bang Rana aja, Bu."

Mayang mengangguk paham lalu bersegera menyiapkan muffin yang masih tersisa.

"Ada yang mau kamu omongin?" tanya Rana sambil menyesap tehnya. 

Dia tak yakin Fino duduk bersama dengannya hanya untuk sekedar sarapan. Pasti ada yang ingin laki-laki sampaikan padanya. Raut wajah Fino yang biasanya tengil tak terlihat juga membuat Rana yakin ada sesuatu yang tengah adiknya pikirkan. Beberapa kali Rana menangkap basah Fino yang tengah menatapnya dengan sedikit kecemasan yang mudah terbaca.

Fino tampak terkesiap mendengar pertanyaan Rana. Ia menelan ludah susah payah sembari mengosok kedua tangannya di atas paha. "Eum gue ... itu gue mau nanya sama lo, Bang."

"Tanya apa?" Rana melipat kedua tangannya di atas meja, siap mendengarkan pertanyaan dari Fino.

"Sarapannya, Mas Fino." Mayang datang menginterupsi pembicarakan mereka. Ia meletakan sepiring muffin dan segelas jus jeruk untuk Fino.

"Makasih, Bu."

Mayang mengangguk sopan sebelum kembali dengan pekerjaannya. Fino mengangkat sendok garpunya namun menyadari tatapan penuh tanda tanya yang menghujaninya membuat ia kembali meletakan garpunya itu.

"Eum ... gue mau nanya soal pacar gue, menurut lo dia gimana?"

"Pacar?" tanya Rana memastikan. Dia pikir Fino akan membahas masalah yang sangat penting, tentang kuliahnya misalnya.

"Iya, pacar yang semalam itu," sahut Fino seraya memasukan satu suap muffin ke dalam mulutnya.

"Yang semalam? Pacar semalam doang maksudnya?"

Pertanyaan Rana sukses membuat Fino tersedak, ia terbatuk sambil menepuk dadanya yang terasa sesak. Fino dengan cepat meminum jusnya, ia menatap Rana dengan tatapan bingung dan setengah tak menyangka.

"Lo tuh jarang ngomong tapi sekalinya ngomong gak pake di filter," dumel Fino sembari memasukan potongan muffin ke dalam mulutnya. "Maksud gue pacar gue yang lo ketemu semalam, menurut lo dia gimana?"

Rana menyatukan kedua tangannya di atas meja, beberapa saat rautnya seolah tengah berpikir keras. Fino menunggunya dengan sabar. Namun kemudian Rana justru mengangkat bahu tak acuh sembari menjawab pendek, "baik."

"Lawak lo? Dari tadi mikir jawabnya baik doang?" dengus Fino, kesal sendiri dengan sikap kakaknya yang kadang tak terduga. Sia-sia saja ia menunggu jawaban dari Rana.

"Terus maumu aku jawab apa?" Rana menyesap teh seraya kembali menggeser layar tabletnya.

"Yaa ... eum menurut lo dia gimana? Cocok gak sama gue? Cocok gak jadi ... adek ipar lo?" Suara Fino mengecil diakhir. Kepalanya menunduk, meski matanya sedikit mengintip reaksi Rana.

Rana menarik tipis sudut bibirnya. "Adik ipar? Pikiranmu terlalu jauh, Fin. Pikirin aja kuliahmu dulu, jangan aneh-aneh kamu, belajar yang bener baru mikir cinta-cintaan." Rana menarik serbet di pangkuannya lalu melap sudut bibir sebelum bersiap bangkit.

"Eh, lo mau kemana, Bang?"

"Menurut kamu ada tempat lain selain rumah sakit buat datangin?" tanyanya dengan wajah datar.

Fino berdecak. "Gue belum selesai ngomong loh, Bang. Jangan main pergi gitu aja."

"Apa lagi? Aku ada pasien bentar lagi." Rana melihat sekilas jam di pergelangan tangannya, lalu kembali menjatuhkan dirinya ke kursi. "Lima menit. Kamu punya waktu lima menit."

Fino menarik turunkan kedua tangannya ke pangkuan. Telapak tangannya tiba-tiba saja berkeringat, begitu juga dengan raut wajahnya yang terlihat cemas. Fino terdiam beberapa saat, isi otaknya berusaha mengatur kalimat terbaik yang ia punya.

"Fino, waktumu gak sebentar," ujar Rana. Fino masih saja terdiam membuat Rana jadi gemas sendiri. "Fin."

Fino menelan ludahnya susah payah sebelum mengangkat wajahnya takut-takut.

"Bang, gue ...."

...

"Ya Allah, Mas Ranaaa! Udahh, Mas! Kasian mas Finonya, Mas. Astaghfirullah!" 

Teriakan panik dari Mayang yang sedari tadi terdengar sama sekali tidak tak membuat Rana menghentikan aksinya memukuli Fino. Pria itu telah digelapkan emosi yang menghanguskan separuh sisi nuraninya. Wajah dingin Rana seakan menggambarkan betapa dahsyatnya ledakan amarah dalam dirinya. Dia tak bisa lagi memandang Fino sebagai adiknya. Ucapan laki-laki itu sanggup membuatnya tak berpikir dua kali untuk menghabisinya.  

Entah sudah yang ke berapa kali Rana melayangkan tinjuannya ke sekujur tubuh Fino. Sementara adiknya itu hanya bisa meringis dan sesekali mengucapkan kata maaf. Namun seperti tak mendengarkan ucapan Fino, Rana terus saja memberikan pukulan tanpa henti. Wajah adiknya itu sudah babak belur dengan sudut bibir yang sobek.

Api amarah dalam kepala Rana benar-benar sulit dipadamkan. Bagaimana tidak? Adiknya itu telah melakukan hal yang sangat fatal. Kesalahan Fino kali ini tidak bisa lagi dimaafkan seperti kesalahan-kesalahan sebelumnya. Clubing, bolos kuliah, bahkan sampai merokok pun hal yang paling dibenci Rana namun dibebaskannya saja Fino melakukan semua itu. Terkadang ia benar-benar lelah menasehati Fino, sebab laki-laki itu selalu saja mengulang kesalahan yang sama.

"Mas, Rana udah! Itu mulutnya Mas Fino berdarah, ya Allah!" jerit Mayang lagi, wanita itu kemudian berlari keluar untuk meminta bantuan.

Rana menarik kasar kerah baju Fino lantas melayangkan pukulan telak dirahang laki-laki itu. Wajah dingin Rana kian memerah padam, nafasnya memburu dengan mata yang menatap jijik Fino. Ia hendak menghampiri adiknya itu namun berhasil ditahan oleh pria berpakaian satpam yang datang bersama Mayang.

"Ya Allah Mas, istighfar Mas!" seru Mayang sebelum menghampiri Fino yang masih terkapar di lantai.

"Ma-maafin gue, Kak," ujar Fino terbata, ia meringis menahan perih luka di sudut bibirnya.

"Maaf?" tanya Rana seolah pernyataan maaf tersebut tak lagi pantas di ucapkan adiknya. Ia membebaskan dirinya dari kukungan Juki yang menahan dirinya. Rana menarik napas dalam-dalam seraya mengusap wajahnya yang terlihat gusar. "Kalian bisa keluar!" perintahnya pada dua orang yang langsung saling berpandangan.

Mayang dan Juki terlihat ragu. "Tapi Mas kami ...."

"Saya gak akan pukul dia lagi. Kalian bisa keluar." Rana menatap datar dua orang di depannya.

Dengan setengah kegusaran kedua orang itu pun langsung bergegas pergi. Rana berjalan menuju tempat Fino. Tanpa kata ia langsung menarik kerah baju laki-laki itu dan mendorongnya duduk di kursi. Sementara dirinya berdiri sembari melempar tatapan menghakimi.

"Kamu hamilin anak orang Fin. Itu bukan kesalahan kecil yang bisa diselesaikan hanya dengan kata maaf. Kata maaf kamu gak bikin keadaan jadi seperti semula. Kamu tahu itu, 'kan?" Rana berbicara dengan nada yang lebih tenang dan juga dingin.

"Gu-gue tahu, Bang." Fino menundukkan pandangan, ia sama sekali tak punya keberanian menatap wajah Rana.

"Kamu tahu Fin, aku pengin banget habisin kami sekarang. Tapi aku gak bisa, aku gak bisa bunuh ayah dari anak gak bersalah. Untungnya aku masih punya hati nurani buat gak bikin anak kamu jadi yatim, Fin."

Dan satu lagi, hati Rana terus meyakinkan dirinya bahwa Fino adalah adiknya, merapalkan mantra tersebut agar setan tak mendominasi pikirannya.

"Gue akan tanggung jawab, Kak. Gue cinta sama Lisa, gue gak sebajingan itu buat ninggalin dia," ujar Fino seraya mengangkat pandangannya.

Rana menganggukkan kepala. "Kamu tahu apa yang kamu omongin itu emang harus kamu lakuin! Dan sekarang juga kita ke rumah perempuan itu," ujarnya lantas berbalik pergi.

Related chapters

  • My Mate by Trouble   Awal mula

    "Ananda Fino! Berulang kali sudah saya peringati, jika tidak ingin mengikuti mata kuliah saya, Anda bisa keluar dari kelas!" seru Raline. Wanita dengan blouse merah maroon tersebut memandang penuh jengkel satu-satunya mahasiswa yang sedang bermain game di tengah kelas yang hening.Sementara pemuda bernama lengkap Arbelio Fino Desaga itu justru semakin asik bermain game online di ponselnya. Ia bahkan mengangkat satu kakinya diatas meja, seolah menantang sang Dosen.Raline menarik napas kesal. Ia mengetuk jemari diatas meja beberapa saat sebelum mengayunkan tungkai jenjangnya menuju tempat duduk Fino. Raline memandang pemuda tersebut sebelum merebut ponselnya dan melemparnya ke lantai. Bunyi ponsel Fino yang beradu dengan lantai membuat semua orang terkesiap. Tak terkecuali Fino, bola mata pemuda itu nyaris keluar begitu melihat ponsel mahalnya tergeletak tak sempurna dengan garis retak di kaca."Kenapa Ibu lempar hp saya?

    Last Updated : 2021-09-09
  • My Mate by Trouble   Pertengkaran sengit

    Mobil SUV milik Rana akhirnya terparkir di depan gedung Fakulitas Ekonomi. Pemilik mobil tersebut turun lalu melihat sekitar sambil berkacak pinggang. Ini kali pertama Rana menginjakan kakinya di kampus Fino."Woy, Bang!"Rana menoleh ke sumber suara. Pria dengan bomber jacket yang baru saja keluar langsung berlari menghampirinya."Dimana ruangan Dosen lo?" tanya Rana."Ayo ikut gue."Rana mengikuti langkah Fino, berjalan melewati koridor kampus. Sepanjang perjalanan Rana merasa berada di rumah sakit jiwa. Ia merasa risih dengan pekikan tertahan di sepanjang koridor. Jika tidak mengingat ini adalah kampus Fino, sudah sejak tadi ia akan memberikan tatapan laser pada gadis-gadis tidak tahu malu itu. Bisa-bisanya mereka menggoda Rana.Fino membawa Rana ke sebuah ruangan dimana terdapat seorang wanita yang tengah berjibaku dengan pekerjaannya. Sebelah

    Last Updated : 2021-09-09
  • My Mate by Trouble   Dosen cantik nan galak

    "Bu, ayolah saya cuma telat lima menit, kok. Masa saya gak jadi bimbingan lagi," keluh seorang cowok yang berjalan di sebelah Raline. Sesekali ia memperbaiki letak tas ransel di bahunya yang melorot. Satu tangannya memeluk lembaran kertas yang tebal. Kakinya mengikuti irama high heels milik Raline. "Saya udah berusaha datang cepat Bu, cuma ya itu macet banget tadi tuh. Biasa Bu, penyakit Jakarta. Masa Ibu gak ngerti, sih.""Bukan urusan saya.""Yah, Ibu! Saya 'kan cuma telat lima menit terus ...." Cowok itu merapatkan bibir saat Raline menghentikan langkahnya.Raline menatapnya datar. "Waktu saya berharga, bahkan sedetik berbicara dengan kamu seperti ini saja membuang waktu bagi saya. Jangan merengek seperti bocah, hubungi saya dan jadwalkan lagi bimbingannya."Raline kembali melanjutkan langkahnya. Sementara cowok dibelakang sana sibuk mengumpat Dosen pembimbingnya itu."Kenapa lagi Bu mahasiswanya? Bermas

    Last Updated : 2021-09-09
  • My Mate by Trouble   Mantan

    Awan mendung menggantung di langit-langit Jakarta begitu Raline menggeleserkan audi putihnya di pelataran sebuah cafe. Depus angin sedikit menusuk kulit putih susu Raline. Sayang sekali ia tidak membawa sweater rajut yang baru dibelinya bulan lalu. Raline hanya bisa merapatkan blazer ditubuhnya.Kaki jenjang Raline memasuki sebuah cafetaria yang hanya terdapat beberapa pengunjung. Nuansa sunyi begitu kental terasa. Hanya terdengar alunan lirih piano yang dimainkan. Raline berderap menuju sosok yang melambai ke arahnya."Gue gak bisa lama, harus jemput Lisa." Raline mendudukan dirinya di kursi. Lelaki dihadapannya hanya mengangguk tenang. "Udah lama?""Gak, gue baru aja kok. Mau pesan?"Raline mengangguk. "Kayak biasa."Pria dengan jas silver itu memanggil salah satu pelayan. Memesan beberapa makanan ringan serta minuman hangat untuk dirinya dan Raline."Jadi gimana? Masih betah jadi Dosen?" tanya Ala

    Last Updated : 2021-09-09
  • My Mate by Trouble   Lisa

    "Lama banget, sih. Sampai keroncongan nih perut gue," dumel seorang gadis berambut sebahu yang baru saja menduduki kursi disebelah Raline. Ia meletakan tas ranselnya di jok belakang. "Bekal lo masih sisa, 'kan? Sini gue makan.""Gak ada sisa.""Hah? Kok bisa? Semalam Lo bilang katanya mau diet.""Bekalnya gue kasiin Alan."Alis Lisa tertarik ke atas. "Lo ketemu sama Bang Alan?""Iya," sahut Raline."Langgeng banget ya lo berdua." Raline sontak melempar tatapan tajamnya pada Lisa. "Pertemanan lo maksud gue, Mbak. Belum selesai ngomong udah main lirik-lirik aja. Sensi amat, sih."Raline memilih menghidupkan mesin mobil, menjejakan roda mobilnya dengan tenang dari pada membalas omelan Lisa. Jalanan yang lenggang, memudahkan Raline untuk menaikkan kecepatan kendaraannya, menyelip beberapa kendaraan roda empat di depan."Mama nanya besok pulang apa nggak, lo pulang ng

    Last Updated : 2021-09-09
  • My Mate by Trouble   Malamnya si jomblo

    Raline lebih menyukai mendekam di rumah dengan leptop yang menayangkan serial drama Korea di tambah cemilan keripik kentang buatan Dian ketimbang harus menemani sang adik yang ingin menonton film di bioskop. Menyebalkan. Raline harus merelakan jadwal menontonnya demi menemani Lisa yang tidak hanya ingin menonton, tapi juga berkencan dengan kekasihnya.Apalah daya seorang Raline yang notabenenya telah berstatus jomblo yang diselingkuhi, harus bermalam minggu dengan sepasang kekasih yang sedang kasmaran itu. Sialan.Dan itu semua bukan kemauan Raline atau Lisa, pun juga bukan keinginan kekasih Lisa yang Raline saja tak tahu nama serta wujudnya. Titah sang Ibunda Ratu yang sedang berada di Bandung yang mengharuskan Raline selalu menjaga Lisa dimana pun sang adik berada. Dikarenakan Raline adalah anak yang penurut, menyayangi orang tua, jadi tak ada alasan untuk dirinya menolak titah tersebut.Tubuh ramping yang terbalut pakaian casual

    Last Updated : 2021-09-10
  • My Mate by Trouble   Jaminan teraneh

    Raline tak menyangka, dari sekian banyaknya lelaki di dunia ini, kenapa harus mahasiswa bernama Arbelio Fino Desaga yang menjadi kekasih Lisa. Masalahnya bukan karena Fino mahasiswanya, tapi karena Raline tahu betul seperti apa kelakuan Fino. Tak hanya kurang ajar dengan Dosen, Raline sendiri pernah melihat Fino ditampar oleh seorang perempuan karena dituding telah berselingkuh.Memiliki wajah tampan bak aktor laga membuat Fino banyak digandrungi kaum hawa. Ketampanan itulah yang membuat ia menjadi sosok laki-laki yang ingin memiliki segalanya, termasuk kaum hawa tentunya. Dan Raline membenci keinginannya itu.Raline tidak akan melarang hubungan keduanya. Raline tahu Lisa seperti apa. Gadis itu pandai dalam menangani masalah percintaan seperti ini, dia tidak lugu dan bodoh seperti kakaknya. Raline sangat yakin kalau Lisa sudah mengetahui kelakuan nakal Fino."Jadi Kakak aku dosen kamu, Yang?" tanya Lisa.Raline ha

    Last Updated : 2021-09-10
  • My Mate by Trouble   Kabar buruk

    Jam berdetak pukul sebelas malam ketika Raline baru saja menghabiskan secangkir coklat hangat dan menyelesaikan drama Korea favortinya. Bola matanya memandang cemas jam dinding sembari napasnya terhela berat. Tungkai kakinya bolak-balik mengitari meja ruang tamu. Sesekali ia menarik rapat sweater rajutnya begitu depus angin malam masuk melalui jendela yang masih terbuka lebar. Raline memang sengaja membiarkan jendela besarnya terbuka, agar ia bisa memastikan langsung kedatangan Lisa. Tapi sayang, yang ditunggu-tunggu tak kunjung memunculkan batang hidungnya.Menurut Raline, ini sudah terlalu larut malam untuk berkencan. Sang adik yang entah di mana sekarang belum pulang sehingga membuat Raline di penuhi rasa cemas. Ponsel Lisa yang tak bisa di hubungi semakin menambah kekhawatiran Raline. Benak wanita itu sejak tadi terus menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya dia bisa mencegah Lisa supaya gadis itu tidak jalan lagi bersama Fino atau seharusnya Ra

    Last Updated : 2021-11-03

Latest chapter

  • My Mate by Trouble   Kekecewaan

    Pukul setengah delapan pagi, Rana sudah bersiap dengan setelan kerjanya berupa kemeja biru langit dan celana bahan berwarna hitam. Penampilan pria itu cukup necis dengan rambut bermodel undercut yang disisir rapi serta sepatu pantofel hitam mengkilap yang tengah menjejaki lantai ruang makan. Ketukan pelan sepatu Rana menyadarkan Mayang yang tengah menyeduh Teh hangat di dapur, bersegera wanita berhijab itu menambahkan sedikit gula ke dalam teh sebelum mengaduknya pelan. "Pagi, Bu," sapa Rana seraya meletakan tablet di atas meja. Hari ini dia ingin memeriksa beberapa pasien yang sudah membuat jadwal dengannya dari kemarin. "Pagi. Tehnya Mas." Mayang membawa nampan berisi teh lalu meletakkannya di atas meja. "Makasih, Bu." Rana melempar senyum tipis sembari memperbaiki kancing baju di lengannya.

  • My Mate by Trouble   Kabar buruk

    Jam berdetak pukul sebelas malam ketika Raline baru saja menghabiskan secangkir coklat hangat dan menyelesaikan drama Korea favortinya. Bola matanya memandang cemas jam dinding sembari napasnya terhela berat. Tungkai kakinya bolak-balik mengitari meja ruang tamu. Sesekali ia menarik rapat sweater rajutnya begitu depus angin malam masuk melalui jendela yang masih terbuka lebar. Raline memang sengaja membiarkan jendela besarnya terbuka, agar ia bisa memastikan langsung kedatangan Lisa. Tapi sayang, yang ditunggu-tunggu tak kunjung memunculkan batang hidungnya.Menurut Raline, ini sudah terlalu larut malam untuk berkencan. Sang adik yang entah di mana sekarang belum pulang sehingga membuat Raline di penuhi rasa cemas. Ponsel Lisa yang tak bisa di hubungi semakin menambah kekhawatiran Raline. Benak wanita itu sejak tadi terus menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya dia bisa mencegah Lisa supaya gadis itu tidak jalan lagi bersama Fino atau seharusnya Ra

  • My Mate by Trouble   Jaminan teraneh

    Raline tak menyangka, dari sekian banyaknya lelaki di dunia ini, kenapa harus mahasiswa bernama Arbelio Fino Desaga yang menjadi kekasih Lisa. Masalahnya bukan karena Fino mahasiswanya, tapi karena Raline tahu betul seperti apa kelakuan Fino. Tak hanya kurang ajar dengan Dosen, Raline sendiri pernah melihat Fino ditampar oleh seorang perempuan karena dituding telah berselingkuh.Memiliki wajah tampan bak aktor laga membuat Fino banyak digandrungi kaum hawa. Ketampanan itulah yang membuat ia menjadi sosok laki-laki yang ingin memiliki segalanya, termasuk kaum hawa tentunya. Dan Raline membenci keinginannya itu.Raline tidak akan melarang hubungan keduanya. Raline tahu Lisa seperti apa. Gadis itu pandai dalam menangani masalah percintaan seperti ini, dia tidak lugu dan bodoh seperti kakaknya. Raline sangat yakin kalau Lisa sudah mengetahui kelakuan nakal Fino."Jadi Kakak aku dosen kamu, Yang?" tanya Lisa.Raline ha

  • My Mate by Trouble   Malamnya si jomblo

    Raline lebih menyukai mendekam di rumah dengan leptop yang menayangkan serial drama Korea di tambah cemilan keripik kentang buatan Dian ketimbang harus menemani sang adik yang ingin menonton film di bioskop. Menyebalkan. Raline harus merelakan jadwal menontonnya demi menemani Lisa yang tidak hanya ingin menonton, tapi juga berkencan dengan kekasihnya.Apalah daya seorang Raline yang notabenenya telah berstatus jomblo yang diselingkuhi, harus bermalam minggu dengan sepasang kekasih yang sedang kasmaran itu. Sialan.Dan itu semua bukan kemauan Raline atau Lisa, pun juga bukan keinginan kekasih Lisa yang Raline saja tak tahu nama serta wujudnya. Titah sang Ibunda Ratu yang sedang berada di Bandung yang mengharuskan Raline selalu menjaga Lisa dimana pun sang adik berada. Dikarenakan Raline adalah anak yang penurut, menyayangi orang tua, jadi tak ada alasan untuk dirinya menolak titah tersebut.Tubuh ramping yang terbalut pakaian casual

  • My Mate by Trouble   Lisa

    "Lama banget, sih. Sampai keroncongan nih perut gue," dumel seorang gadis berambut sebahu yang baru saja menduduki kursi disebelah Raline. Ia meletakan tas ranselnya di jok belakang. "Bekal lo masih sisa, 'kan? Sini gue makan.""Gak ada sisa.""Hah? Kok bisa? Semalam Lo bilang katanya mau diet.""Bekalnya gue kasiin Alan."Alis Lisa tertarik ke atas. "Lo ketemu sama Bang Alan?""Iya," sahut Raline."Langgeng banget ya lo berdua." Raline sontak melempar tatapan tajamnya pada Lisa. "Pertemanan lo maksud gue, Mbak. Belum selesai ngomong udah main lirik-lirik aja. Sensi amat, sih."Raline memilih menghidupkan mesin mobil, menjejakan roda mobilnya dengan tenang dari pada membalas omelan Lisa. Jalanan yang lenggang, memudahkan Raline untuk menaikkan kecepatan kendaraannya, menyelip beberapa kendaraan roda empat di depan."Mama nanya besok pulang apa nggak, lo pulang ng

  • My Mate by Trouble   Mantan

    Awan mendung menggantung di langit-langit Jakarta begitu Raline menggeleserkan audi putihnya di pelataran sebuah cafe. Depus angin sedikit menusuk kulit putih susu Raline. Sayang sekali ia tidak membawa sweater rajut yang baru dibelinya bulan lalu. Raline hanya bisa merapatkan blazer ditubuhnya.Kaki jenjang Raline memasuki sebuah cafetaria yang hanya terdapat beberapa pengunjung. Nuansa sunyi begitu kental terasa. Hanya terdengar alunan lirih piano yang dimainkan. Raline berderap menuju sosok yang melambai ke arahnya."Gue gak bisa lama, harus jemput Lisa." Raline mendudukan dirinya di kursi. Lelaki dihadapannya hanya mengangguk tenang. "Udah lama?""Gak, gue baru aja kok. Mau pesan?"Raline mengangguk. "Kayak biasa."Pria dengan jas silver itu memanggil salah satu pelayan. Memesan beberapa makanan ringan serta minuman hangat untuk dirinya dan Raline."Jadi gimana? Masih betah jadi Dosen?" tanya Ala

  • My Mate by Trouble   Dosen cantik nan galak

    "Bu, ayolah saya cuma telat lima menit, kok. Masa saya gak jadi bimbingan lagi," keluh seorang cowok yang berjalan di sebelah Raline. Sesekali ia memperbaiki letak tas ransel di bahunya yang melorot. Satu tangannya memeluk lembaran kertas yang tebal. Kakinya mengikuti irama high heels milik Raline. "Saya udah berusaha datang cepat Bu, cuma ya itu macet banget tadi tuh. Biasa Bu, penyakit Jakarta. Masa Ibu gak ngerti, sih.""Bukan urusan saya.""Yah, Ibu! Saya 'kan cuma telat lima menit terus ...." Cowok itu merapatkan bibir saat Raline menghentikan langkahnya.Raline menatapnya datar. "Waktu saya berharga, bahkan sedetik berbicara dengan kamu seperti ini saja membuang waktu bagi saya. Jangan merengek seperti bocah, hubungi saya dan jadwalkan lagi bimbingannya."Raline kembali melanjutkan langkahnya. Sementara cowok dibelakang sana sibuk mengumpat Dosen pembimbingnya itu."Kenapa lagi Bu mahasiswanya? Bermas

  • My Mate by Trouble   Pertengkaran sengit

    Mobil SUV milik Rana akhirnya terparkir di depan gedung Fakulitas Ekonomi. Pemilik mobil tersebut turun lalu melihat sekitar sambil berkacak pinggang. Ini kali pertama Rana menginjakan kakinya di kampus Fino."Woy, Bang!"Rana menoleh ke sumber suara. Pria dengan bomber jacket yang baru saja keluar langsung berlari menghampirinya."Dimana ruangan Dosen lo?" tanya Rana."Ayo ikut gue."Rana mengikuti langkah Fino, berjalan melewati koridor kampus. Sepanjang perjalanan Rana merasa berada di rumah sakit jiwa. Ia merasa risih dengan pekikan tertahan di sepanjang koridor. Jika tidak mengingat ini adalah kampus Fino, sudah sejak tadi ia akan memberikan tatapan laser pada gadis-gadis tidak tahu malu itu. Bisa-bisanya mereka menggoda Rana.Fino membawa Rana ke sebuah ruangan dimana terdapat seorang wanita yang tengah berjibaku dengan pekerjaannya. Sebelah

  • My Mate by Trouble   Awal mula

    "Ananda Fino! Berulang kali sudah saya peringati, jika tidak ingin mengikuti mata kuliah saya, Anda bisa keluar dari kelas!" seru Raline. Wanita dengan blouse merah maroon tersebut memandang penuh jengkel satu-satunya mahasiswa yang sedang bermain game di tengah kelas yang hening.Sementara pemuda bernama lengkap Arbelio Fino Desaga itu justru semakin asik bermain game online di ponselnya. Ia bahkan mengangkat satu kakinya diatas meja, seolah menantang sang Dosen.Raline menarik napas kesal. Ia mengetuk jemari diatas meja beberapa saat sebelum mengayunkan tungkai jenjangnya menuju tempat duduk Fino. Raline memandang pemuda tersebut sebelum merebut ponselnya dan melemparnya ke lantai. Bunyi ponsel Fino yang beradu dengan lantai membuat semua orang terkesiap. Tak terkecuali Fino, bola mata pemuda itu nyaris keluar begitu melihat ponsel mahalnya tergeletak tak sempurna dengan garis retak di kaca."Kenapa Ibu lempar hp saya?

DMCA.com Protection Status