“Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”
Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.
“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.
Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.
Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.
“Kakak tahu perihal tanda?”
Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.
“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.
Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger
“Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me
“Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.
“Berhentilah mengikutiku!” seru Adriana.Perempuan dengan rambut hitam panjang terikat disertai dengan anak rambut yang tak terbawa ikatan melirik Aldrean dengan tajam, matanya berubah menjadi merah gelap, lebih gelap dari warna mata Aldrean saat marah, juga lebih mengerikan.“Dri ...,” ucap pria di hadapannya dengan lirih.Aldrean memegang pundak perempuan itu dengan lembut, berharap dia mau berhenti dan mendengarkan semua penjelasan yang membuatnya salah paham.“Salah paham? Bagian dari mananya yang kamu bilang salah paham?!”Perempuan bermata merah gelap masih menatap Aldrean dengan tajam, dia semakin mendekatkan diri kepada Aldrean, aura membunuhnya terasa semakin jelas, Aldrean hanya bisa menatap perempuan itu dengan sendu. Semuanya memang berasal dari kesalahan yang dia perbuat, dia memang pantas mendapatkan perlakuan seperti ini dari perempuan yang dia cintai.Tangan Ad
“Kenapa? Mimpi itu lagi? Take it easy, lah, Dre. Bunga tidur doang, elah!” cibir Gamma.Dia menyiku lengan Aldrean lalu merangkulnya seraya tertawa renyah. Kakaknya itu memandang di dengan sangat datar.“Gue serius, Gam.”“Gue juga serius, Dre.”Aldrean mengalihkan pandangnya dari Gamma dan melanjutkan perkataannya. “Sekali dua kali, enggak masalah. Masalahnya gue udah mimpiin hal itu bertahun-tahun sampe gue hafal isi mimpinya.”“Em, hm,” jawab Gamma seraya menganggukkan kepalanya.“Dulu gue gak terlalu peduli, sekarang beda lagi. Gila aja gue ditinggal Mate gue sendiri. Ha, ha. Gak lucu,” lanjut Aldrean dengan ucapan datarnya.“Gila! humor itu buat gue! Hahaha!” tawa Gamma dengan puas.Aldrean melepaskan rangkulan Gamma dengan paksa lalu mendorongnya hingga Gamma tersungkur beberapa meter ke belakang. “Anjing, lo!” seru Aldrean.“Anjing gak usah teriak, A
“AYAH! LIHAT NIH KELAKUAN KAK DEVAN!” teriak Adriana kencang.Keributan yang dibuat Adik-Kakak di pagi-pagi buta ini benar-benar mengganggu waktu istirahat Roland. Dia yang selalu pulang larut malam masih membutuhkan waktu untuk istirahat. Tapi, anak-anaknya sangat tidak bisa di atur sama sekali, terlebih lagi anak lelaki satu-satunya yang paling besar namun seperti anak kecil prilakunya.Sebuah jitakan lembut mendarat di kening Adriana oleh Devan, Roland yang baru saja turun langsung menghampiri mereka karena suara bising yang terus mengganggu waktu tidurnya. Jitakan yang begitu lembut menurut Devan di dahi Adriana tetap membuat gadis itu mengaduh kesakitan, Ayahnya menatap Adriana kesal karna suaranya yang terlalu bising.“Kenapa Ayah marah sama Raya? Kak Devan duluan yang makan bekal buat makan siang Raya!” protes Adriana.Adriana Soraya, kerap di panggil Raya dan sangat ti
Aldrean duduk di ujung pohon tertinggi di daerah Pack-nya, dia melihat lalu-lalang manusia pinggiran kota yang semakin lama semakin berusaha merusak hutan tempatnya berlindung dari kejamnya manusia.‘Tidakkah mereka cukup dengan semua kerusakan yang mereka perbuat hingga membuat seperempat dari hutan ini longsor karena pohon yang mereka tebang tanpa meraka tanami ulang?’Pertanyaan yang selalu muncul di kepalanya tidak pernah mendapatkan jawaban karena sulitnya untuk berinteraksi dengan manusia-manusia di seberang sana. Rasa tidak suka dengan makhluk satu itu membuat Aldrean tidak pernah ingin menginjakkan kakinya di sana. Berbeda dengan Adiknya Gamma, dia selalu keluar dari hutan dan berteman dengan manusia-manusia yang menurutnya sama sekali jauh dari prilaku jahat yang selalu Reymon ceritakan selama ini.“Lagi meratapi nasib lo lagi, Dre?” tanya Gamma, bercanda.“Enggak usah ganggu gue, lo punya janji sama mereka, ‘kan?”
Septian haidar, Fuckboy SMA Langit yang paling terkenal sampai sekolah tetangga yang bahkan isinya cowok-cowok. Tapi, satu hal yang berbeda dari Fuckboy satu ini. Kalau cowok-cowok di luar sana yang mengaku Fuckboy biasanya mendekati banyak sekali wanita hanya untuk hiburan, main-main, atau mengisi waktu senggang. Tidak dengan Septian, dia mendapatkan gelar Fuckboy karena kesetiaannya kepada satu gadis. Namun, perempuan itu tidak kunjung menerimanya membuat dia beralih dari satu cewek ke cewek lain.Adriana melewati pagar bagian dalam sekolah dengan wajah yang sangat lesu, tatapan matanya kosong membuatnya sesekali tertabrak karena tidak hati-hati. Septian sedang asik berbincang dengan anak-anak gengnya, sesekali juga menggoda gadis-gadis yang menurut mereka sangat murah untuk di dapatkan dan berakhir dengan gelak tawa karena gadis-gadis itu mudah sekali tergoda.Tak sengaja pandangannya menangkap sosok Adriana, rambutnya yang di gerai serta tas ber
“Ghina gak dibeliin, Sep?”Adriana menyiku lengan Septian yang baru saja menyajikan nasi goreng untuknya dan untuk Septian, lelaki itu melirik Ghina lalu memalingkan wajahnya malas. Dia tidak suka melihat Ghina, apa lagi di pagi cerah seperti ini. Membuat mood Septian hancur, pasalnya Ghina adalah perempuan yang Septian kejar. Tapi, berulang kali Ghina menolak pernyataan Septian dengan alasan tidak logis.Kekagumannya terhadap makhluk Mitologi bernama Werewolf membuat Ghina menjadi sedikit tidak waras, ia seringkali berhalusinasi sebagai jodoh dari Ras makhluk Mitologi itu yang terkenal sangat setia kepada pasangannya. Dan penuturan itu membuat Septian merasa lebih rendah karena di bandingkan dengan manusia jelmaan serigala yang belum tentu ada di dunia ini. Septian yang begitu di kagumi oleh banyak perempuan kini kalah karena penghantar dongeng sebelum tidur untuk anak-anak.***Septian sedang mengelilingi lorong p
“Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.
“Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me
“Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger
Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.
“Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s
Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia
Ghina tersentak, dia masih kaget dengan pertanyaan itu. Ghina sama sekali tidak mengingat apapun selain perkataan orang itu mengenai nama dan tanda.“Gue gak inget, Kak. Yang terakhir gue inget itu mata dia berubah jadi warna hijau terus pas gue sadar, Raya udah nangis di belakang gue. Gue juga kaget waktu Raya bilang kalau cowok itu cium gue, tapi gak mungkin Raya bohong sampe nangis kejer begitu,” jelas Ghina.Devan mengangguk paham, dia juga satu suara tentang Adriana yang tidak akan berbohong apa lagi sampai menangis. Tapi, yang Devan kurang percayai adalah warna mata yang Ghina sebutkan tadi. di Dark Wood, tidak ada orang yang memiliki warna mata selain abu, coklat, dan hitam. Walau itu adalah campuran dari tiga warna itu, tidak mungkin ada pria yang memiliki warna mata seperti yang Ghina jelaskan.“Kamu serius lihat matanya berubah, Ghina?” tanya Devan memastikan.Ghina mengangguk, “Iya, Kak. Awalnya g
“Orang gila?” tanya pria itu.Adriana memegang lengan pakaian Ghina, “Mana mungkin aku tinggalin kamu ke dalem rumah, Ghin.”Ghina melirik Adriana dan mendorong sahabatnya agar menjauh darinya. Adriana terhuyung, hampir saja terjatuh namun dia berpegangan pada pohon yang tertanam di depan rumah Adriana. Dia sedikit merasa sakit hati karena Ghina mendorongnya seperti itu. Tetapi, maksud dari Ghina adalah agar Adriana tidak terkena imbas dari pertengkaran mereka juga memastikan kalau Adriana aman.Devan tidak mungkin pulang secepat ini kecuali dia merasakan firasat aneh pada Adiknya dan memutuskan untuk pulang. Tapi, dilihat dari sikap Devan yang begitu overprotective pada Adriana, sudah di pastikan Devan akan segera pulang. Apa lagi sekarang Adriana sedang mencoba menghubungi Kakaknya. Dan Ghina harus menyelesaikan urusanya dengan pria itu secepat mungkin sebelum Devan datang.“Iya, lo. Orang gila yang
Ghina menghela napasnya dalam, “Emangnya bisa ketemu sama dia lagi apa?”Adriana mengangguk beberapa kali, kemungkinan itu tidak mustahil, namun Adriana dan Ghina sudah beranggapan bahwa tidak akan bertemu lagi dengan pria aneh yang tiba-tiba datang lalu menghilang dengan tiba-tiba juga.“Tapi, sore-sore begini kayaknya enak deh kalau kita makan martabak, Ya. Laper juga gue,” ujar Ghina dengan kekehannya.“Kenapa tadi gak bilang Kak Devan titip martabak? Udah mau malem juga, Ghin.”“Lo sendiri yang bilang kalau mau tinggal beli sendiri. Yuk, ayo beli, Ya,” melas Ghina.Adriana menggelengkan kepalanya berkali-kali, “Enggak! Gak mau, Ghin. Jam segini banyak orang di jalan, nanti aja pulang Kak Devan, aku suruh dia beliin martabak pas pulang nanti. Lagian kamu tidur di sini kan, temenin aku?” ucap Adriana memastikan.Sempat terjadi pertengkaran kecil sebelum mereka membahas tentang pria asi