“Orang gila?” tanya pria itu.
Adriana memegang lengan pakaian Ghina, “Mana mungkin aku tinggalin kamu ke dalem rumah, Ghin.”
Ghina melirik Adriana dan mendorong sahabatnya agar menjauh darinya. Adriana terhuyung, hampir saja terjatuh namun dia berpegangan pada pohon yang tertanam di depan rumah Adriana. Dia sedikit merasa sakit hati karena Ghina mendorongnya seperti itu. Tetapi, maksud dari Ghina adalah agar Adriana tidak terkena imbas dari pertengkaran mereka juga memastikan kalau Adriana aman.
Devan tidak mungkin pulang secepat ini kecuali dia merasakan firasat aneh pada Adiknya dan memutuskan untuk pulang. Tapi, dilihat dari sikap Devan yang begitu overprotective pada Adriana, sudah di pastikan Devan akan segera pulang. Apa lagi sekarang Adriana sedang mencoba menghubungi Kakaknya. Dan Ghina harus menyelesaikan urusanya dengan pria itu secepat mungkin sebelum Devan datang.
“Iya, lo. Orang gila yang
Ghina tersentak, dia masih kaget dengan pertanyaan itu. Ghina sama sekali tidak mengingat apapun selain perkataan orang itu mengenai nama dan tanda.“Gue gak inget, Kak. Yang terakhir gue inget itu mata dia berubah jadi warna hijau terus pas gue sadar, Raya udah nangis di belakang gue. Gue juga kaget waktu Raya bilang kalau cowok itu cium gue, tapi gak mungkin Raya bohong sampe nangis kejer begitu,” jelas Ghina.Devan mengangguk paham, dia juga satu suara tentang Adriana yang tidak akan berbohong apa lagi sampai menangis. Tapi, yang Devan kurang percayai adalah warna mata yang Ghina sebutkan tadi. di Dark Wood, tidak ada orang yang memiliki warna mata selain abu, coklat, dan hitam. Walau itu adalah campuran dari tiga warna itu, tidak mungkin ada pria yang memiliki warna mata seperti yang Ghina jelaskan.“Kamu serius lihat matanya berubah, Ghina?” tanya Devan memastikan.Ghina mengangguk, “Iya, Kak. Awalnya g
Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia
“Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s
Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.
“Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger
“Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me
“Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.
“Berhentilah mengikutiku!” seru Adriana.Perempuan dengan rambut hitam panjang terikat disertai dengan anak rambut yang tak terbawa ikatan melirik Aldrean dengan tajam, matanya berubah menjadi merah gelap, lebih gelap dari warna mata Aldrean saat marah, juga lebih mengerikan.“Dri ...,” ucap pria di hadapannya dengan lirih.Aldrean memegang pundak perempuan itu dengan lembut, berharap dia mau berhenti dan mendengarkan semua penjelasan yang membuatnya salah paham.“Salah paham? Bagian dari mananya yang kamu bilang salah paham?!”Perempuan bermata merah gelap masih menatap Aldrean dengan tajam, dia semakin mendekatkan diri kepada Aldrean, aura membunuhnya terasa semakin jelas, Aldrean hanya bisa menatap perempuan itu dengan sendu. Semuanya memang berasal dari kesalahan yang dia perbuat, dia memang pantas mendapatkan perlakuan seperti ini dari perempuan yang dia cintai.Tangan Ad
“Aku tidak butuh hiburan, Sep! Keluar dari kamarku!” teriak Adriana, kesal.Adriana terganggu sekali dengan ucapan Septian yang mengatakan bahwa Ghina pasti baik-baik saja. Dan dia tahu betul di mana Ghina berada sekarang.Sudah hari kelima Ghina hilang. Orangtuanya mengarahkan polisi untuk mencari Ghina dan mereka masih belum menemukannya. Bagaimana mungkin perkataan Septian yang begitu omong kosongnya bisa Adriana terima.“Aku gak pernah bohong sama kamu, Ya. Kamu sendiri tahu kan kalau aku gak bisa sembunyikan apapun padamu. Kamu masih belum percaya aku?” Septian mempoutkan bibirnya, berharap Adriana akan tersenyum dan kembali seperti semula. Namun, kehilangan Ghina membuat Adriana berubah begitu drastis. Ghina adalah jantung bagi Adriana. Jika Ghina terluka, maka Adriana akan sama sakitnya. Dan ini yang selalu Devan khawatirkan, karena Adriana tidak pernah bisa dekat dengan siapapun selain Ghina dan Septian.
“Gak ada,” ujar Devan.Septian dan Adriana melirik sekitar, banyak pondok kayu yang dibangun di dalam hutan ini. Beberapa tungku masak masih utuh, walau umurnya mungkin sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Devan memasuki pondok tersebut satu persatu bersama dengan Septian. Adriana melangkah maju, menuju bagian hutan yang terlihat sedikit luas.Firasatnya mengatakan kalau dia bisa menemukan Ghina di tempat ini. Namun, dia menginjak sesuatu. Sobekan kain yang bertebaran di sekelilingnya. Dia terus maju, mengikuti jalan setapak tersebut. Dan tak disangka dia menemukan hal yang membuatnya terduduk tanpa kata.“Raya! Kamu di mana?!” teriak Septian penuh tanya.Adriana masih terduduk di tanah, air matanya perlahan tumpah. Tak bisa berkata-kata lagi. Kondisi di hadapannya ini membuatnya bungkam.“Ya! Kenapa kamu duduk di sana? Ada yang sakit?” tanya Devan yang berhasil me
“Sebenarnya ada sesuatu yang Ghina ceritain ke Raya.”Seketika Devan menghentikan langkahnya, berbalik dan menatap Adriana penasaran. Septian ikut menatapinya juga yang sibuk sekali memandang tanah.“Bisa cerita ke Kakak apa yang Ghina bilang itu?” tanya Devan hati-hati.Ia takut membuat Adriana mengurungkan niatnya untuk berbicara mengenai suatu hal yang mungkin saja jadi petunjuk besar bagi mereka.Perlahan Adriana mengangguk, dia menatap Devan dengan sedikit keraguan. Pria itu langsung saja tersenyum, agar Adriana tidak lagi ragu.“Kakak tahu perihal tanda?”Devan dan Septian sedikit kebingungan dengan pertanyaan ambigu yang dilontarkan Adriana.“Hm... tanda kepemilikan kaum manusia serigala,” lanjut Adriana.Devan mengerutkan keningnya, masih tidak menger
Suara desahan dari keduanya berpadu satu dengan alam. Kicauan burung yang bernada seakan menjadi musik romansa yang membuat suasana semakin gerah. Namun, satu hal yang merusak semua perpaduan indah yang tak pernah didengar orang.Tangisan Ghina dan permohonan disela-sela desahannya begitu menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Rasa yang begitu amat menyesal, terdesak dan pasrah tak henti-hentinya keluar dari mulut Ghina. Dia ingin segera terbangun dalam mimpi buruknya.“Gamma ... gue mohon, ah! Sshhh, ber—mhh ... berhenti. Gu-gue, Ah! Sakit Gamma! Sakit ... tolong hiks ... berhenti.”Seakan terbutakan dengan hasratnya sendiri, Gamma yang tak pernah ingin menyakiti seujung jaripun pada Ghina, kini tak bisa mendengar teriakan minta tolong atau bahkan jeritan kesakitan yang Ghina teriakkan.“Mhh ... sebentar lagi, Sweetheart. Tahan sebentar lagi,” ucap Gamma, dengan suara seraknya.
“Hari ini rapat selesai sampai di sini, kita lanjutkan besok,” ucap Reymon menyudahi rapat. Aldrean sama sekali tidak berniat pergi dari ruangan dan semua orang kebingungan ketika Aldrean memukul meja dengan keras. “Selesai? Apanya yang selesai, Ayah? Bagian selatan kita dihuni oleh para Rogue, Ayah akan berdiam diri seperti ini dan bertindak ketika mereka mulai mendatangkan masalah? Basmi mereka sekarang juga, Ayah! Saya siap untuk menghancurkan mereka semua.” Para Gamma, Delta serta Ceta kembali duduk di kursinya masing-masing. Mendengar opini dari Aldrean membuat mereka mau tidak mau mendengarkan apa yang mengusik perhatian calon Alphanya ini. Sedangkan Reymon memijat keningnya perlahan, dia tidak ada niatan untuk membasmi keroco-keroco macam itu. “Tidak perlu, Anakku. Hal seperti itu bahkan bisa dibasmi oleh satu kelompok Ceta, tidak perlu khawatir seperti itu.” Aldrean menatap tajam Reymon s
Helaan napas Ghina mengganggu Gamma, pria yang terus menunjukkan senyum manisnya pada Ghina akhirnya membuka mulut setelah terdiam di situasi canggung yang cukup lama. “Ada apa, Ghina? Ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu?” tanya Gamma, hati-hati. Pria itu mengulurkan tangannya untuk menyentuh lengan Ghina, tapi Ghina langsung menepis tangan Gamma dan menarik tangannya. “Gak usah pegang-pegang gue!” teriak Ghina tidak nyaman. Kulit lengannya tiba-tiba tersengat listrik ketika Gamma menyentuhnya. Tidak terlalu sakit namun cukup membuat Ghina terkejut. Sama halnya seperti Gamma yang merasakan sedikit sengatan di lengannya. “Pertanyaanku belum kamu jawab,” ucap Gamma perlahan. Ghina menautkan jari-jarinya di bawah meja. Dia memang terlihat tidak takut sama sekali dengan Gamma. Tapi, tetap saja pertanyaan yang akan dia tanyakan itu tidak berani Ghina ajukan apalagi dia
Ghina tersentak, dia masih kaget dengan pertanyaan itu. Ghina sama sekali tidak mengingat apapun selain perkataan orang itu mengenai nama dan tanda.“Gue gak inget, Kak. Yang terakhir gue inget itu mata dia berubah jadi warna hijau terus pas gue sadar, Raya udah nangis di belakang gue. Gue juga kaget waktu Raya bilang kalau cowok itu cium gue, tapi gak mungkin Raya bohong sampe nangis kejer begitu,” jelas Ghina.Devan mengangguk paham, dia juga satu suara tentang Adriana yang tidak akan berbohong apa lagi sampai menangis. Tapi, yang Devan kurang percayai adalah warna mata yang Ghina sebutkan tadi. di Dark Wood, tidak ada orang yang memiliki warna mata selain abu, coklat, dan hitam. Walau itu adalah campuran dari tiga warna itu, tidak mungkin ada pria yang memiliki warna mata seperti yang Ghina jelaskan.“Kamu serius lihat matanya berubah, Ghina?” tanya Devan memastikan.Ghina mengangguk, “Iya, Kak. Awalnya g
“Orang gila?” tanya pria itu.Adriana memegang lengan pakaian Ghina, “Mana mungkin aku tinggalin kamu ke dalem rumah, Ghin.”Ghina melirik Adriana dan mendorong sahabatnya agar menjauh darinya. Adriana terhuyung, hampir saja terjatuh namun dia berpegangan pada pohon yang tertanam di depan rumah Adriana. Dia sedikit merasa sakit hati karena Ghina mendorongnya seperti itu. Tetapi, maksud dari Ghina adalah agar Adriana tidak terkena imbas dari pertengkaran mereka juga memastikan kalau Adriana aman.Devan tidak mungkin pulang secepat ini kecuali dia merasakan firasat aneh pada Adiknya dan memutuskan untuk pulang. Tapi, dilihat dari sikap Devan yang begitu overprotective pada Adriana, sudah di pastikan Devan akan segera pulang. Apa lagi sekarang Adriana sedang mencoba menghubungi Kakaknya. Dan Ghina harus menyelesaikan urusanya dengan pria itu secepat mungkin sebelum Devan datang.“Iya, lo. Orang gila yang
Ghina menghela napasnya dalam, “Emangnya bisa ketemu sama dia lagi apa?”Adriana mengangguk beberapa kali, kemungkinan itu tidak mustahil, namun Adriana dan Ghina sudah beranggapan bahwa tidak akan bertemu lagi dengan pria aneh yang tiba-tiba datang lalu menghilang dengan tiba-tiba juga.“Tapi, sore-sore begini kayaknya enak deh kalau kita makan martabak, Ya. Laper juga gue,” ujar Ghina dengan kekehannya.“Kenapa tadi gak bilang Kak Devan titip martabak? Udah mau malem juga, Ghin.”“Lo sendiri yang bilang kalau mau tinggal beli sendiri. Yuk, ayo beli, Ya,” melas Ghina.Adriana menggelengkan kepalanya berkali-kali, “Enggak! Gak mau, Ghin. Jam segini banyak orang di jalan, nanti aja pulang Kak Devan, aku suruh dia beliin martabak pas pulang nanti. Lagian kamu tidur di sini kan, temenin aku?” ucap Adriana memastikan.Sempat terjadi pertengkaran kecil sebelum mereka membahas tentang pria asi