51Matahari belum naik sepenggalah ketika kelompok pimpinan Michael tiba di kediaman Edward Zheung. Lelaki tua bertongkat hitam menyambut kehadiran tim Indonesia dengan senyuman lebar. Edward menyalami Wirya dan Zulfi, kemudian memeluk keduanya secara bersamaan. Mereka sempat berbincang sesaat, kemudian Edward bersalaman dengan keempat pengawal junior yang sudah dikenalnya sejak beberapa tahun silam. To Mu mengajak semua orang berpindah ke ruang keluarga yang lebih luas dibandingkan ruang tamu. Mereka menempati empat set kursi hitam berbentuk huruf L, kemudian bercakap-cakap mengenai banyak hal. Edward menanyakan tentang kejadian di Guangzhou. Dia sangat penasaran dengan orang-orang yang merupakan mata-mata dari keluarga Zhang, yang berhasil menipu keluarga Yang. "Kakek tidak paham. Kenapa Yang Grup tidak sadar telah disusupi dan dirugikan sedemikian banyak?" tanya Edward menggunakan bahasa Indonesia yang cukup fasih. Dia tidak mau menyinggung perasaan Earlene hingga memutuskan un
52Langit malam masih menurunkan hujan ketika seorang pria keluar dari mobil sedan hitam bersama keempat lelaki berjaket tebal. Mereka jalan tergesa-gesa sambil menutupi kepala masing-masing dengan tas ataupun jaket. Hingga tiba di dalam gedung tujuh lantai yang terlihat lengang. Beberapa orang bertubuh besar menghadang mereka. Setelah berbincang sesaat dengan pria berkacamata, para penjaga mengizinkan tamu-tamu memasuki lift untuk menuju lantai lima. Sesampainya di lantai tersebut, mereka kembali dihadang sekelompok orang berkaus hitam. Simon kembali menjelaskan maksud kedatangan tim-nya, hingga diperbolehkan meneruskan langkah menuju ruangan di ujung lorong. Sekian menit berlalu, Simon dan Grandel telah duduk berhadapan dengan pria tua berkumis yang merupakan tangan kanan bandar judi terbesar di Guangzhou. Keduanya menunggu pria di seberang meja yang sedang mengecek jumlah uang dalam koper kecil. "Bagaimana?" tanya Grandel. Dia sudah tidak bisa lagi menunggu dan ingin segera pe
53Jalinan waktu terus bergulir. Hubungan Earlene dan Chyou berubah dingin. Semenjak perdebatan mereka tempo hari, Earlene yang marah pada Chyou, mengabaikan lelaki tersebut. Bahkan, dia tidak mau tidur sekamar. Chyou tidak mau memperburuk keadaan. Dia memutuskan untuk mengalah dan pindah ke ruang kerja. Pada semua pegawai, Chyou menjelaskan alasannya pindah adalah karena suasana hati Earlene yang memburuk. Pagi itu, Chyou terbangun dengan tubuh panas. Kepalanya berdenyut dan perut pun bergolak. Pria bertubuh jangkung bangkit dari kasur sembari meringis. Dia berdiri dan melangkah gontai ke toilet di depan kamar. Niat awal Chyou hanya membersihkan wajah seadanya, dan menuntaskan panggilan alam. Namun, perutnya tidak bisa diajak kompromi hingga semua isinya terpaksa dikeluarkan di kloset. Fadhil yang kebetulan sedang melintas, terkejut mendengar suara orang dari toilet di bawah tangga. Dia mendekati tempat itu dan mengetuk pintunya. "Koko, kenapa?" tanya Fadhil ketika pintu terbuk
54Seorang perempuan berambut sebahu, jalan tergesa-gesa melintasi lobi utama gedung apartemen di pusat Kota Guangzhou. Dia sempat berhenti di dekat pintu untuk mengecek kondisi di luar, sebelum meneruskan langkah menuju seunit mobil SUV hitam yang telah menunggu sejak tadi. Perempuan bersetelan celana panjang biru tua memasuki pintu tengah kendaraan. Belum sempat dia merapikan posisi duduk, mobil langsung bergerak menjauhi area tersebut. Perempuan berhidung kecil menoleh ke belakang. Selama beberapa saat dia memandangi gedung di mana tempatnya bernaung selama enam bulan terakhir. Dia sedih harus meninggalkan unitnya, karena sangat menyukai tempat itu. "Pakai sabukmu, aku mau mengebut," tukas Alvern yang menjadi sopir dengan didampingi Noel. "Kita mau ke mana?" tanya perempuan bernama Maggie yang berada di kursi tengah. "Jangan banyak bertanya. Kamu akan tahu nanti!" ketus Albern. Dia kesal karena mendapatkan tugas menjemput kekasih gelap Grandel dan mengantarkannya ke tempat pe
55Selama tiga hari berikutnya, Earlene dan Jianzhen bergantian menemani Chyou di rumah sakit. Earlene dan keempat ajudannya akan menunggui pemilik CJC Grup dari pagi hingga sore hari. Malam menjadi tugas Jianzhen dan yang lainnya untuk menunggui Chyou. Demam yang diderita anak sulung Rembrand Cheung telah turun. Perut Chyou juga sudah membaik dan dia tidak muntah kembali. Diagnosa dokter dan hasil laboratorium menyatakan jika lambung Chyou bermasalah. Sebab itu pria tersebut diharapkan untuk mengonsumsi makanan khusus dan tidak boleh terlambat makan. Sore itu, Chyou dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya. Dia menggerutu dalam hati karena merasa yakin jika Jianzhen telah membocorkan kondisinya pada keluarga. "Kapan kamu bisa keluar dari sini?" tanya Rembrand sambil memandangi putrinya lekat-lekat. "Besok, Pa. Aku masih harus menunggu pemeriksaan terakhir," terang Chyou. "Pulangnya ke rumah Nenek." "Tidak, aku mau pulang ke rumahku." "Makananmu kurang terjaga, ditambah lagi
56Suara lembut seorang perempuan membangunkan Earlene. Dia mengedip-ngedipkan mata, lalu memandangi Gretta dan Daisy yang tengah duduk di tepi tempat tidur. Earlene bergegas bangkit. Dia memindai sekitar, kemudian menyadari tengah berada di kamar Chyou di kediaman sang nenek di pusat kota.Seusai penyerangan kemarin malam, Earlene langsung dipindahkan ke rumah besar oleh Jianzhen, To Mu dan Yuze. Daisy dan yang lainnya khawatir akan ada penyusup lain yang bisa membahayakan keselamatan calon cucu menantu keluarga Cheung. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Gretta sambil memandangi perempuan muda yang sedang merapikan rambut. "Sudah lebih tenang, Ma," sahut Earlene. "Chyou sedang dijemput Papa. Kamu, bisa mandi sekarang, lalu bergabung dengan kami di ruang makan." "Ehm, ya." Earlene mengingat-ingat sesuatu, lalu dia bertanya, "Apa Anjani sudah pulang dari kantor polisi?" "Ya. Dia masih tidur di kamar depan." "Daluh dan yang lainnya?" "Mereka juga masih tidur di kamar tamu." "Biarkan
57Rombongan puluhan orang yang mengenakan kemeja putih dan celana jin biru, bergerak menaiki pesawat sewaan. Semua orang memasang tampang serius dan menambah ketegangan suasana. Dante duduk berdampingan dengan Alvaro. Keduanya sama-sama memandangi layar ponsel di mana foto istri dan anak masing-masing menjadi wallpapernya. Kendatipun sudah sering berperang, tetapi Alvaro dan Dante meyakini, pertempuran yang akan dihadapi beberapa hari mendatang akan menjadi yang terbesar dalam sejarah hidup keduanya.Puluhan menit terlewati, pesawat telah mengudara. Hampir semua penumpang tidur, karena mereka harus mengumpulkan tenaga sekaligus menguatkan mental. Alvaro yang tidak bisa tidur, akhirnya mengambil buku ajaibnya dari tas ransel. Dia membaca ulang strategi yang akan digunakan dalam penyerangan nanti.Sudah sejak lama Alvaro menyusun rencana itu. Dia deg-degan karena khawatir pihak Xie bisa menahan serangan dan berhasil mengalahkan kelompoknya. Terutama karena area peperangan berada di
58"Apa tidak bisa penyerangan itu dibatalkan?" tanya Earlene sambil mengusap rambut kekasihnya. "Mereka yang menantang, Sayang. Kami hanya melanjutkan peperangan yang dulu," sahut Chyou sembari mengeratkan pelukan pada tubuh perempuannya yang kian berisi. "Aku sangat takut," cicit Earlene."Tenanglah. Kami tidak akan apa-apa. Varo dan tim-nya sudah berpengalaman dalam pertempuran semacam ini. Strategi mereka selalu berhasil." "Jangan terlalu sombong. Bisa saja kali ini kalian akan kalah." "Ya, aku sudah paham tentang itu. Tapi, aku juga yakin, rencana pelarian akan sukses. Terutama karena banyaknya tim pendukung, dan kita sangat paham lokasinya." Earlene mendengkus. "Aku tetap khawatir." "Jangan terlalu dipikirkan. Kamu fokus ke anak kita saja." "Ehm, mamamu membelikan susu untuk Ibu hamil, satu dus besar." Chyou tersenyum. "Mama sangat senang mau dapat cucu. Walaupun kadang dia masih mengomel, tapi aku tahu, Mama gembira." "Bibi Xia He memberiku banyak vitamin, dan ternyata
124Jalinan waktu terus bergulir. Hari berganti menjadi minggu, hingga bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Situasi di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou dan beberapa kota lainnya telah kembali kondusif. Tidak ada lagi perkelahian antara kelompok mafia yang tergabung dalam koalisi. Di Kota Taipei, kondisinya telah jauh lebih aman dan nyaman. Hingga warganya bisa beraktivitas dengan tenang dan santai. Tanpa perlu khawatir akan adanya perkelahian kelompok mafia lokal. Kehidupan rumah tangga Chyou dan Earlene pun kian harmonis. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan nyaris tidak terpisahkan. Meskipun Chyou beberapa kali harus berangkat ke luar kota ataupun luar negeri, Earlene tetap merasa diperhatikan sekaligus dicintai. Walaupun terpisah jarak.Bila tengah berada di Kota Taipei, setiap pagi Chyou akan menemani istrinya jalan kaki mengelilingi kompleks. Pria bermata sipit kian takjub dengan kepopuleran Earlene yang selalu disapa para tetangga. Baik yang muda maupun tua, akan m
123Hari berganti hari. Waktu yang diberikan pada kelompok Mùyáng Fheng pun usai. Chyou meminta Flint untuk menghubungi Tengfei, karena hanya dia yang bisa diajak bicara dengan tenang. Tengfei mengajak bertemu nanti malam di tempat yang telah ditentukan. Namun, Flint mengubah lokasinya, karena khawatir ada jebakan menanti di tempat yang diketahuinya sebagai restoran milik kerabat Mùyáng Fheng. Tengfei menyanggupi dan berjanji untuk datang tepat waktu. Setelah menutup sambungan telepon, pria berpipi tirus memandangi kakaknya yang sedang berbincang dengan sang bos. Mùyáng Fheng telah menyetujui ketiga syarat yang diajukan pihak Aiguo. Namun, Zimo masih bersikeras untuk tidak melakukan syarat pertama. Tengfei berdebat dalam hati. Dia bimbang, antara mendukung Zimo, atau memaksa pria tersebut menyerahkan diri. Tengfei berpindah ke dekat jendela. Dia mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Flint. Tidak berselang lama anak tertua Fang Xie membalas pesan dengan mengirimkan nomor tele
122Dante, Jianzhen, To Mu dan Yuze memasuki ruangan besar di lantai tiga sambil merunduk untuk menghindari peluru yang ditembakkan beberapa orang lainnya. Zulfi, Yanuar dan Yoga menyusul. Bila kedua rekannya balas menembaki pihak lawan dengan pistol masing-masing, Yanuar melepaskan banyak anak panah yang berhasil melumpuhkan para penjaga. Wirya masih baku hantam dengan Jingguo. Sementara Chyou bertarung melawan Quan. Sedangkan Alvaro berhadapan dengan Kang. Dante dan yang lainnya memilih lawan masing-masing, kemudian berkelahi dengan mengeluarkan tenaga penuh. Seunit mobil MPV hitam berhenti di dekat belasan motor di halaman depan. Salman turun sambil membawa kamera beresolusi tinggi miliknya. Yanzou dan Rangga mendampingi Salman yang hendak memanjati dinding, menggunakan tali yang diulurkan Gwenyth dan Dionna dari balkon lantai dua. Rangga memanah siapa pun yang hendak mendekat. Benton yang menjadi sopir mobil tadi, bergegas turun sembari menembakkan pistolnya ke pihak lawan. C
121Sekelompok orang memasuki pekarangan sebuah vihara. Mereka bergegas menghampiri kelima anggota keluarga Bao yang sedang duduk di kursi-kursi, di tengah-tengah halaman depan. Zimo Kuang berhenti 10 meter dari para kerabatnya, tepat di garis pembatas yang telah dibuat tim PBK muda. Asisten kepercayaan Mùyáng Fheng memperhatikan sekeliling sambil menghitung jumlah orang yang menjaga tawanan. "Kupikir Chyou yang akan datang langsung. Tahunya dia hanya mengirim ajudan," ledek Zimo Kuang sambil memandangi Alvaro dan rekan-rekannya yang berada di belakang para tawanan. "Menghadapi babi sepertimu, cukup hanya kami," balas Yusuf yang berdiri di sebelah kanan Alvaro."Bahasamu kasar, Anak muda!" desis Zimo Kuang. "Tidak perlu berlaku sopan santun pada kalian. Karena bagi kami, kalian cuma sekumpulan babi bau dan jorok." "Jaga bicaramu!" Yusuf mengacungkan jari tengah kanan tangannya. "Aku tidak takut padamu." Zimo Kuang hendak maju, tetapi tangannya ditarik sang adik. Tengfei mengge
120Malam harinya, tiga unit mobil MPV hitam berhenti di depan rumah milik Paman Rebecca. Beberapa penjaga segera mendatangi mobil untuk membantu menurunkan barang-barang yang dibawa kelompok terakhir, yang akan bergabung dengan pasukan besar. Boris Dǒng keluar dari mobil pertama bersama Fernando. Keenam ajudan sang mantan mafia bergegas keluar sambil membawa beberapa koper berukuran sedang. Simon, Albern dan Noel turun dari mobil kedua bersama Haryono, Rangga dan kedua pengawal muda. Para penumpang mobil ketiga keluar dengan santai. Mereka melenggang memasuki ruang tamu dengan diikuti kedua kelompok lainnya. Dante menggertakkan gigi saat melihat kelima adiknya tiba di ruangan tersebut. Dia mengumpat pelan, sebelum memelototi pria tertinggi di keluarga Adhitama, yang telah tiba di hadapannya. "Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Dante sambil menatap sepupunya dengan tajam."Koko beraksi sendirian, aku kesal!" geram Samudra. "Betul, harusnya kita juga ikut kemarin dulu," timpal Har
119Matahari sudah menyorot ketika Chyou terbangun. Dia seketika mengaduh karena seluruh badannya sakit. Selama beberapa menit Chyou menggerak-gerakkan jemarinya sambil mengatur napas. Setelah rasa sakitnya mereda, pria berhidung mancung mengerjap-ngerjapkan mata, lalu memindai sekitar. Terlihat seorang lelaki yang tengah berbaring di sofa bed. Chyou hendak memanggil, tetapi suaranya tidak keluar. Pria berkaus putih berusaha menggerakkan bibirnya hingga berhasil berdeham. Shen spontan membuka mata, kemudian dia bangkit. Putra kedua Richard Cheung berdiri dan jalan menyambangi Kakak sepupunya yang berada di kasur besar. "Koko, mau minum?" tanya Shen yang dibalas Chyou dengan kedipan mata. Pria yang lebih muda mengambil botol minuman dari lantai..Dia membuka tutupnya, lalu mendekatkan botol agar Chyou bisa meminumnya. Sekian menit terlewati, suara Chyou telah berhasil dikeluarkan. Dia memegangi tangan Shen yang spontan memandanginya saksama. "Kita ada di mana?" tanya Chyou. "Ruma
118Loko yang masih berada di balkon, meminta Andri untuk merusak kunci pintu. Namun, usaha Andri gagal karena ada seseorang yang menembaki mereka dari jendela sisi kanan. Fajar balas menembaki orang yang tidak terlihat, sedangkan Loko dan Andri bekerjasama mendobrak pintu. Fabian mengangkat pot bunga di sudut kanan balkon, kemudian dia melemparkan benda itu sekuat tenaga hingga kaca pintu pecah. Loko melompat masuk tanpa memedulikan lengan dan kakinya tergores sisa kaca. Andri mundur sedikit, kemudian dia melompat dengan posisi tubuh miring agar tidak terkena pinggir kaca. Fabian dan ketujuh rekannya turut memasuki ruangan. Dia menerobos orang-orang di sekitar ruang tengah untuk mendatangi kamar ujung. Ketua regu pengawal Dante tersebut membuka pintu kamar sambil menunduk. Kemudian Fabian lari untuk menerjang sang penembak yang seketika gelagapan. Fabian menghentikan serangan kala menyadari bila lawannya adalah perempuan. Pria berambut cepak mundur dan hanya menangkis, saat perem
117Pesawat dari Hong Kong mendarat dengan mulus di bandara Taiwan awal malam itu. Lucas yang memimpin kelompok kecil, meminta anggotanya untuk menunggu hingga semua penumpang lainnya turun. Setelah orang terakhir keluar dari pesawat, Lucas mengajak kelompoknya jalan ke pintu. Pria bermata sipit memegangi lengan kanan Ying dan menuntun bibinya dengan hati-hati.Sekian menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di tempat pengambilan bagasi. Lucas meminta kedua ajudannya untuk memindahkan semua barang ke troli. Sementara dia dan kedua pengawal lainnya menjaga ketiga perempuan dan dua bocah laki-laki. Putra tertua Gui Xie ikut membantu Lucas memindai sekitar. Dia menyipitkan mata saat melihat sekelompok laki-laki yang sejak tadi mengamati mereka dari dekat pintu menuju toilet. "Paman, coba perhatikan sekelompok orang di sana," tutur Honghui sembari mengarahkan dagunya ke kanan. Lucas tidak langsung menoleh, melainkan berpura-pura merapikan kancing kemeja sang keponakan yang bada
116Benton terkejut ketika sekelompok orang memasuki ruang perawatannya malam itu. Pria berkumis tipis hendak turun dari ranjang, tetapi dicegah Jacob yang langsung menyambangi dan memeluknya erat. Benton mengurai pelukan seraya tersenyum. Dia senang bisa bertemu kembali dengan tangan kanan Flint Xie, yang memang cukup dekat dengannya selama beberapa tahun terakhir. Anak ketiga Fang Xie menyalami Chyou yang datang bersama ketiga adiknya, dan beberapa orang yang dikenali Benton sebagai kerabat keluarga Cheung dan Zheung. Donnel dan Scott bergegas menyiapkan kursi-kursi agar semua tamu bisa duduk. Kemudian mereka keluar untuk bergabung dengan ketiga rekannya, dan tim Loko. Benton dan Jacob berbincang mengenai keadaan masing-masing. Jason turut menimpali dengan beberapa informasi yang tidak diketahui keduanya. "Aku tidak menduga, jika kedua asisten Mùyáng Fheng yang menjadi otak pelaku kericuhan di banyak tempat," tutur Benton. "Saya pikir, mereka memanfaatkan celah runtuhnya kekua