49Pesawat kecil sewaan mengudara di langit gelap. Kabin yang sebetulnya cukup luas, mendadak penuh karena kelompok Chyou dan tim Indonesia terpaksa menaiki pesawat beramai-ramai. Sebab mereka bergerak dari Shenzen sudah larut, dan tidak ada lagi penerbangan komersil yang beroperasi. Kendatipun harus duduk di lantai, Jauhari, Yusuf, Harun dan Wahyudi tetap santai. Sepanjang penerbangan, mereka berbaring dan mengikat diri ke kursi rekan-rekannya. Wahyudi sampai terlelap dan mendengkur keras hingga diprotes yang lainnya. Setibanya di bandara Guangzhou, Bobby dan Neuman sudah menunggu di area depan terminal kedatangan. Mereka hanya berbincang singkat, kemudian langsung menuju mobil-mobil di tempat parkir terdekat. Puluhan menit terlewati, kediaman Graham yang sebelumnya sepi, mendadak terlihat ramai. Para penghuni keluar dari kamar masing-masing untuk menyambut Earlene, Chyou dan rekan-rekannya. Graham mengajak mereka berbincang selama belasan menit di ruang tamu. Kemudian, semua ang
50Diana kembali menangis ketika harus melepaskan putrinya berangkat bersama rombongan pria berkemeja putih dan celana jin hitam. Perempuan tua mengusap sudut matanya dengan saputangan krem, sambil memperhatikan punggung sang putri yang kian menjauh. Kendatipun mereka akan kembali bertemu bulan depan, Diana tetap sedih. Terutama karena dia tidak bisa ikut sibuk menyiapkan semua detail untuk pernikahan Earlene. Padahal, sejak dulu Diana sudah berandai-andai akan melakukan banyak hal, demi suksesnya pelaksanaan hari bahagia putri satu-satunya.Setelah orang terakhir dalam rombongan pimpinan Loko menghilang dari pandangan, Graham mengajak istri dan kedua putranya untuk pulang. Bobby memimpin kelompok tersebut hingga tiba di tempat khusus, di mana keempat mobil MPV beserta sopirnya telah menunggu sejak tadi. Sementara di bagian dalam bandara, Michael mendatangi kantor khusus penyewaan pesawat, untuk memastikan pesawat carteran mereka telah ditukar dengan yang berkapasitas lebih besar
51Matahari belum naik sepenggalah ketika kelompok pimpinan Michael tiba di kediaman Edward Zheung. Lelaki tua bertongkat hitam menyambut kehadiran tim Indonesia dengan senyuman lebar. Edward menyalami Wirya dan Zulfi, kemudian memeluk keduanya secara bersamaan. Mereka sempat berbincang sesaat, kemudian Edward bersalaman dengan keempat pengawal junior yang sudah dikenalnya sejak beberapa tahun silam. To Mu mengajak semua orang berpindah ke ruang keluarga yang lebih luas dibandingkan ruang tamu. Mereka menempati empat set kursi hitam berbentuk huruf L, kemudian bercakap-cakap mengenai banyak hal. Edward menanyakan tentang kejadian di Guangzhou. Dia sangat penasaran dengan orang-orang yang merupakan mata-mata dari keluarga Zhang, yang berhasil menipu keluarga Yang. "Kakek tidak paham. Kenapa Yang Grup tidak sadar telah disusupi dan dirugikan sedemikian banyak?" tanya Edward menggunakan bahasa Indonesia yang cukup fasih. Dia tidak mau menyinggung perasaan Earlene hingga memutuskan un
52Langit malam masih menurunkan hujan ketika seorang pria keluar dari mobil sedan hitam bersama keempat lelaki berjaket tebal. Mereka jalan tergesa-gesa sambil menutupi kepala masing-masing dengan tas ataupun jaket. Hingga tiba di dalam gedung tujuh lantai yang terlihat lengang. Beberapa orang bertubuh besar menghadang mereka. Setelah berbincang sesaat dengan pria berkacamata, para penjaga mengizinkan tamu-tamu memasuki lift untuk menuju lantai lima. Sesampainya di lantai tersebut, mereka kembali dihadang sekelompok orang berkaus hitam. Simon kembali menjelaskan maksud kedatangan tim-nya, hingga diperbolehkan meneruskan langkah menuju ruangan di ujung lorong. Sekian menit berlalu, Simon dan Grandel telah duduk berhadapan dengan pria tua berkumis yang merupakan tangan kanan bandar judi terbesar di Guangzhou. Keduanya menunggu pria di seberang meja yang sedang mengecek jumlah uang dalam koper kecil. "Bagaimana?" tanya Grandel. Dia sudah tidak bisa lagi menunggu dan ingin segera pe
53Jalinan waktu terus bergulir. Hubungan Earlene dan Chyou berubah dingin. Semenjak perdebatan mereka tempo hari, Earlene yang marah pada Chyou, mengabaikan lelaki tersebut. Bahkan, dia tidak mau tidur sekamar. Chyou tidak mau memperburuk keadaan. Dia memutuskan untuk mengalah dan pindah ke ruang kerja. Pada semua pegawai, Chyou menjelaskan alasannya pindah adalah karena suasana hati Earlene yang memburuk. Pagi itu, Chyou terbangun dengan tubuh panas. Kepalanya berdenyut dan perut pun bergolak. Pria bertubuh jangkung bangkit dari kasur sembari meringis. Dia berdiri dan melangkah gontai ke toilet di depan kamar. Niat awal Chyou hanya membersihkan wajah seadanya, dan menuntaskan panggilan alam. Namun, perutnya tidak bisa diajak kompromi hingga semua isinya terpaksa dikeluarkan di kloset. Fadhil yang kebetulan sedang melintas, terkejut mendengar suara orang dari toilet di bawah tangga. Dia mendekati tempat itu dan mengetuk pintunya. "Koko, kenapa?" tanya Fadhil ketika pintu terbuk
54Seorang perempuan berambut sebahu, jalan tergesa-gesa melintasi lobi utama gedung apartemen di pusat Kota Guangzhou. Dia sempat berhenti di dekat pintu untuk mengecek kondisi di luar, sebelum meneruskan langkah menuju seunit mobil SUV hitam yang telah menunggu sejak tadi. Perempuan bersetelan celana panjang biru tua memasuki pintu tengah kendaraan. Belum sempat dia merapikan posisi duduk, mobil langsung bergerak menjauhi area tersebut. Perempuan berhidung kecil menoleh ke belakang. Selama beberapa saat dia memandangi gedung di mana tempatnya bernaung selama enam bulan terakhir. Dia sedih harus meninggalkan unitnya, karena sangat menyukai tempat itu. "Pakai sabukmu, aku mau mengebut," tukas Alvern yang menjadi sopir dengan didampingi Noel. "Kita mau ke mana?" tanya perempuan bernama Maggie yang berada di kursi tengah. "Jangan banyak bertanya. Kamu akan tahu nanti!" ketus Albern. Dia kesal karena mendapatkan tugas menjemput kekasih gelap Grandel dan mengantarkannya ke tempat pe
55Selama tiga hari berikutnya, Earlene dan Jianzhen bergantian menemani Chyou di rumah sakit. Earlene dan keempat ajudannya akan menunggui pemilik CJC Grup dari pagi hingga sore hari. Malam menjadi tugas Jianzhen dan yang lainnya untuk menunggui Chyou. Demam yang diderita anak sulung Rembrand Cheung telah turun. Perut Chyou juga sudah membaik dan dia tidak muntah kembali. Diagnosa dokter dan hasil laboratorium menyatakan jika lambung Chyou bermasalah. Sebab itu pria tersebut diharapkan untuk mengonsumsi makanan khusus dan tidak boleh terlambat makan. Sore itu, Chyou dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya. Dia menggerutu dalam hati karena merasa yakin jika Jianzhen telah membocorkan kondisinya pada keluarga. "Kapan kamu bisa keluar dari sini?" tanya Rembrand sambil memandangi putrinya lekat-lekat. "Besok, Pa. Aku masih harus menunggu pemeriksaan terakhir," terang Chyou. "Pulangnya ke rumah Nenek." "Tidak, aku mau pulang ke rumahku." "Makananmu kurang terjaga, ditambah lagi
56Suara lembut seorang perempuan membangunkan Earlene. Dia mengedip-ngedipkan mata, lalu memandangi Gretta dan Daisy yang tengah duduk di tepi tempat tidur. Earlene bergegas bangkit. Dia memindai sekitar, kemudian menyadari tengah berada di kamar Chyou di kediaman sang nenek di pusat kota.Seusai penyerangan kemarin malam, Earlene langsung dipindahkan ke rumah besar oleh Jianzhen, To Mu dan Yuze. Daisy dan yang lainnya khawatir akan ada penyusup lain yang bisa membahayakan keselamatan calon cucu menantu keluarga Cheung. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Gretta sambil memandangi perempuan muda yang sedang merapikan rambut. "Sudah lebih tenang, Ma," sahut Earlene. "Chyou sedang dijemput Papa. Kamu, bisa mandi sekarang, lalu bergabung dengan kami di ruang makan." "Ehm, ya." Earlene mengingat-ingat sesuatu, lalu dia bertanya, "Apa Anjani sudah pulang dari kantor polisi?" "Ya. Dia masih tidur di kamar depan." "Daluh dan yang lainnya?" "Mereka juga masih tidur di kamar tamu." "Biarkan