Adisty tidak bisa tidur, ia resah hatinya merasa tidak tenang. Biasanya dulu ketika sedang sedih Rania selalu menghiburnya. Tetapi, kemanakah sahabatnya itu seperti hilang di telan bumi.
Di rumah Rania tengah menghadapi papanya. Lelaki paruh baya yang biasa di sebut Tuan Hans menyodorkan foto seorang pengusaha kaya raya pada putrinya. Ia ingin Rania menikah dengan pria pilihannya.
"Tidak, Papa. Rania tidak mau menikah selain dengan Kevin," tolak Rania.
"Kevin. Dia hanya asistennya Ricko, bukan pemilik sah perusahaan tempatnya bekerja!" sentak Tuan Hans.
"Papa mau menjual Rania hanya karena harta. Papa kejam! Rania hanya ingin mendapatkan suami yang mencintai Rania," bantah Rania.
"Mencintaimu? Papa sangsi apakah si Kevin itu mencintaimu dengan tulus. Buktinya ia menerima uang dari papa untuk dirinya," sanggah Tuan Hans.
"Tidak mungkin, Kevin bukan orang yang materialistis," bela Rania.
"Jika kau tidak percaya tanyaka
Setelah Rania membersihkan tubuhnya untuk kedua kalinya ia akhirnya duduk untuk menanyakan sesuatu yang membebani pikirannya. Ia ingin tahu apakah yang di katakan papanya benar mengenai soal uang itu."Sayang, bolehkah aku menanyakan sesuatu padamu?" tanya Rania."Tentu saja, tanyakan apa saja yang ingin kau tanyakan. Aku akan menjawabnya," jawab Kevin membenarkan letak kemejanya. Ia kemudian duduk berhadapan dengan Rania."Sebelumnya tolong jangan tersinggung, apa kau menerima uang pemberian papa?" tanya Rania pelan. Kevin mengambil nafas berat, hal yang ia takutkan terjadi juga."Benar, aku menerima uang dari papamu," jawab Kevin hati-hati. Rania terperangah kaget mendengar kejujuran Kevin. Ia ingin lebih baik Kevin membohonginya daripada berkata jujur padanya."Apa alasanmu menerimanya?" tanya Rania."Terus terang, aku merasa diriku ini yatim piatu dan tidak punya apa-apa untuk ku berikan padamu kelak. Jadi, aku anggap meminjam uang
"Sudah kubilang aku ingin pulang, Tuan Presdir," ucap Adisty dengan nada yang lebih tinggi."Tidak, jika kau pulang kau akan pergi dariku," tolak Ricko."Hah, bagaimana Anda bisa berpikir demikian. Saya kerja di kantor Anda, mana mungkin aku bisa seenaknya pergi meninggalkan pekerjaan. Lagi pula aku tidak punya cukup uang jika membayar denda kontrak pekerjaan yang telah aku tanda tangani," terang Adisty."Baguslah jika kau berpikir sejauh itu," lanjut Ricko."Lalu bagaimana sekarang? Jadi kan kita pulang?" desak Adisty. Wanita itu memandang Ricko dengan pandangan menantang, entah apa yang merasuki Adisty sehingga dia berani melawan Ricko bos besarnya."Tidak sekarang, masih ada pekerjaan yang aku selesaikan di sini," tolak Ricko. Sepertinya ia telah salah mengajak Adisty bersamanya ke luar kota, ia tidak tahu jika emosi wanita itu makin meningkat dan tidak stabil. Padahal sudah ada titik terang mengenai kasus kematian kedua orang tuanya
Setelah menekan pascode apartemen Rania, Kevin langsung merebahkan tubuh wanitanya. Rania terus saja meracau mengatakan yang tidak-tidak mengenai Kevin. Lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala namanya di sebut berulang-ulang dengan sebutan si brengsek.Pagi harinya Rania merasakan pusing yang teramat sangat di kepalanya. Ia melihat ke sekeliling kamarnya tidak ada siapa pun di sana. Padahal ia merasa tengah bermimpi ada Kevin yang tengah menolongnya dari laki-laki yang mau mengganggunya. Ia lalu berpikir mungkin itu sekedar halusinasinya.**Adisty sudah kembali ke Jakarta bersama Ricko setelah semua bukti yang di perlukan sudah terkumpul. Adisty langsung kembali bekerja seperti biasanya meskipun pada awalnya Ricko menyuruh Adisty untuk beristirahat saja.Tapi Adisty tidak mau dengan alasan ia sudah terlalu lama off dari pekerjaannya tidak enak dengan teman-teman sekantornya. Adisty di pindahkan satu ruangan dengan Ricko, sementara asisten
Perasaan tidak enak Adisty terjawab sudah manakala mobil taksi itu memasuki sebuah gedung tua yang sudah lama tidak terpakai. Beberapa laki-laki berpakaian serba hitam langsung menyambut kedatangan Adisty dengan membekap mulutnya.Adisty tidak bisa melihat apapun semuanya tampak gelap karena mata dan mulutnya di bekap. Ia juga merasakan tangan dan kakinya di ikat di sebuah kursi. Terdengar derap langkah kaki meninggalkan ruangan lalu bunyi pintu di kunci.CeklekSemuanya tampak gelap kaki Adisty merasa ada sesuatu hewan berbulu kecil yang melewatinya terdengar suara khas hewan pengerat itu. Mereka lalu lalang di ruangan membuat kegaduhan kecil dengan menabrak benda-benda di sekitarnya.Sepertinya mereka tengah kelaparan, Adisty sangat takut mungkinkah hewan pengerat itu akan menggerogoti kulitnya. Adisty pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah yang telah menculiknya. Menurutnya ia bukanlah anak orang kaya kenapa harus di culik. Percuma saja menculik
Setelah menyelesaikan tugasnya Orion menerima bayaran dari Sandra. Ia memang butuh uang tetapi ia juga masih mencintai Sandra. Dengan ragu-ragu ia menerima selembar cek dari Sandra yang tergeletak di atas ranjang. Sementara Sandra sibuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi.Terdengar gemericik air shower berhenti. Tampaknya Sandra telah mematikan krannya. Ia keluar melihat Orion sudah tidak ada di tempatnya lagi. Namun lelaki itu meninggalkan ceknya di atas ranjang."Dasar laki-laki bodoh, sok tidak butuh uang. Ia pikir cari uang gampang apa," gumam Sandra. Ia lalu mengambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya."Oh, ya kenapa aku jadi lupa jika telah menyuruh orang-orang papa menculik Adisty. Kira-kira bagaimanakah nasibnya sekarang," kata Sandra pada dirinya sendiri.Di kamar yang gelap tubuh Adisty makin lemah, ia tidak makan tidak juga minum. Di sana juga minim penerangan cahayanya. Adisty bingung, ia ingin menelepon tapi ponselny
"Hemm, bagaimana kalau bergilir saja. Umurku kan jauh lebih tua, jadi aku yang berhak menikmatinya dulu," kata salah seorang dari mereka tertawa nakal."Baiklah, aku akan menunggu di luar sambil minum. Bersenang-senanglah, hahaha," ucap salah seorang temannya kemudian keluar dari sana. Adisty merinding ketakutan, ia tidak mau jika laki-laki itu menyentuhnya."Hai, Nona. Meskipun wajahmu terlihat pucat, tapi kau cantik sekali," puji preman itu. Ia melepaskan ikatan talinya, mulai dari pergelangan tangan lalu berlanjut pada ikatan kaki. Kini Adisty dapat bergerak leluasa, tapi justru keadaannya malahan dalam bahaya besar.Preman itu mencoba mencium Adisty namun Adisty melawan sebisanya dengan menendang bagian inti laki-laki itu hingga kesakitan."Kurang ajar, berani sekali kau menendangku!" rintih lelaki itu memegang miliknya yang kesakitan. Kesempatan emas bagi Adisty ia langsung lompat dari arah jendela dan berlari sekencang-kencangnya."Hei
Setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit keadaan Adisty makin membaik. Ia sudah di perbolehkan pulang hanya saja Ricko melarang Adisty untuk berangkat ke kantor sampai keadaannya benar-benar pulih.Ricko sudah kembali di sibukkan dengan pekerjaan kantornya. Pekerjaan menumpuk ketika kemarin ia bolak-balik mengurus Adisty di rumah sakit. Banyak berkas yang harus ia periksa dan tanda tangani.Asisten Kevin hari ini tidak berangkat di karena kan mengalami kecelakaan. Ia sekarang di rawat di rumah sakit di gantikan oleh asisten sementara yang bernama Devan. Asisten Devan juga tak kalah tampannya dengan Ricko.Banyak karyawati yang meliriknya saat berpapasan dengan Devan. Mereka berharap Asisten Devan belum punya kekasih sehingga mereka ada peluang untuk mendekatinya.Di rumah sakit Kevin tengah di rawat, ia mengalami luka dan kepala. Kecelakaan itu terjadi bukan murni kecelakaan tapi memang di sengaja. Tuan Hans papanya Rania dalang di balik
"Kak, hari ini jangan pulang telat ya!" seru Darren."Memangnya ada apa sih? Perasaan tidak ada acara apa-apa, ulang tahunku bukan, ulang tahunmu juga bukan. Ulang tahun mama juga bukan," kata Adisty mengernyit heran sambil memegang dagunya."Bukankah dulu kakak sudah pernah berjanji padaku jika ada pertandingan bola Tim A, kakak bersedia mengajakku untuk melihatnya bersama," kata Darren."Hah, masih ingat saja kamu. Kenapa tidak mengajak teman-temanmu?" tanya Adisty."Mereka hanya akan membuatku rugi, karena minta traktiran makan," jawab Darren."Dasar, pelit," kata Adisty."Kan uangnya dari kakak, kalau aku habiskan buat teman-temanku kakak pasti marah juga kan?" lanjut Darren."Hei, kakak nih kerja keras buat mencukupi kebutuhan keluarga. Awas, kalau kau habiskan uang kakak buat foya-foya," ancam Adisty."Nah, gitu saja udah sewot kan," kata Darren."Ya, iyalah ... memang cari uang gampang," cerocos Adisty
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga