Di sebuah restoran mewah Adisty sudah menunggu dengan wajah cemas. Ia akhirnya setuju untuk bertemu dengan Presdir Ricko, tapi ia memakai wig rambut berwarna pirang. Ia tidak ingin terlihat terlalu kentara.
Adisty melihat ke arah jendela seraya duduk sambil menunggu. Dalam hatinya ia juga merasa bersalah jika Rania menikah dengan orang yang tidak di cintainya.
Ia memang butuh uang, tapi sebenarnya Adisty datang karena ingin bertanggung jawab atas kesalahannya. Apa yang telah ia bicarakan pada Ricko saat itu sudah kelewat batas yang mengatakan bahwa Rania memiliki kelainan dalam berhubungan seks.
Adisty merasa cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Jonathan membuat pikirannya sudah tak waras. Ia terpaksa menerima tawaran Rania, untuk menggantikannya dalam acara perjodohannya. Sekarang situasinya malah semakin rumit. Adisty masih saja menyalahkan dirinya.
Dulu Jonathan di kampusnya menjadi kakak kelas yang banyak fansnya karena ketampanannya. Banyak gadis-gadis yang jatuh cinta padanya. Termasuk dirinya.
Waktu ituuu ... saat Adisty masih duduk di bangku perkuliahan.
"Hai, boleh saya duduk di sini?" tanya seorang pria tampan yang bernama Jonathan.
Banyak gadis-gadis di belakang yang berbisik-bisik iri kepada Adisty karena Jonathan duduk di sebelahnya.
"Beruntung sekali Adisty, sebelahnya itu kan Kak Jo, cowok manajemen pemasaran yang terkenal pintar dan tampan," bisik salah seorang gadis.
"Coba aku tadi yang duduk di sana tadi, pasti aku yang ketiban keberuntungan."
Para gadis di belakang Adisty masih saja bisik-bisik membicarakan ketampanan Kak Jo.
"Kenalkan, saya Jonathan."
Sejak saat itulah Adisty mengenal Jonathan lebih dekat. Berjalannya dengan waktu Adisty mulai menaruh hati pada kakak kelasnya. Sikap Jonathan yang perhatian terhadap wanita membuat Adisty jatuh cinta.
Tetapi alangkah terkejutnya ia ketika Jonathan mengenalkan pacar pertamanya adalah putri kampus. Seorang gadis yang cukup tenar saat itu. Hingga sampai ke sekian kalinya Jonathan berganti-ganti pasangan, Adisty selalu menjadi wanita pertama yang di kenalkan dengan pacarnya Jonathan.
Jonathan bahkan menyuruh Adisty memalsukan tanda tangan absen kedatangan kuliahnya, sewaktu ia pergi bersama kekasihnya.
Adisty saat itu menurut saja. Entahlah, harapan Jonathan bisa menerima cintanya pupus sudah, setelah penantian cinta terpendam yang bertepuk sebelah tangan menghadirkan luka. Terakhir Jonathan mengenalkan pacar barunya pada Adisty. Delapan tahun menanti tak ada hasil membuat hati Adisty makin terluka.Apa kekuranganku sehingga kau tidak menyukaiku, Kak Jo. Apa karena aku kurang muda seperti pacarmu yang sekarang. Kurang uang sehingga kurang perawatan? pikir Adisty. Ia kesal karena Jonathan lebih memilih wanita lain yang jauh lebih muda usianya.Tapi ... sekarang ada presdir tampan melamarku? Ini sebuah rekor!
Meskipun presdir ini suka wanita nakal, batin Adisty.
Adisty menatap ke arah jendela dengan tatapan nanar. Ia merasa nasibnya sekalipun tak ada yang menguntungkan.
"Anda sudah lama menunggu?"
Wajah tampan berbalutkan setelan jas limited edition tengah berdiri tak jauh dari meja Adisty.
"Ah, iya ... cukup lama," jawab Adisty.
Ricko menarik kursi duduk berhadapan dengan Adisty. Sekilas Adisty melihat wajah dingin Ricko.
Tampan ... tapi sayangnya ia terlalu kaku, batin Adisty.
"Oke, kita pesan minuman dulu. Anda suka Cappucino atau _"
"Aku tidak ingin minuman... aku ingin menikah denganmu," jawab Ricko.
"Okey, kita menikah. Anda mau pesan minuman apa?" tanya Adisty.
"Apa! Menikah!" Adisty baru sadar jika Ricko mengajaknya menikah bukan pesan minuman.
"Iya kita menikah!" tawar Ricko.
"Tuan ... kita baru saja mengenal. Bagaimana kita bisa menikah dalam waktu cepat? Anda tidak sedang belanja online yang sedang flash sale!" kata Adisty marah.
"Karena itu saya akan __" Belum sempat Ricko meneruskan kalimatnya seorang pelayan datang.
"Maaf, Anda pesan minuman apa?" tanya pelayannya.
"Espresso," jawab Ricko.
Huh, sudah kuduga. Pesanan sesuai karakternya, batin Adisty.
"Kalau Anda, Nona?" tanya pelayan.
"Americano Latte," jawab Adisty. Ia bangkit dari kursinya mengikuti langkah pelayan.
"Maaf, nanti akan saya antar pesanan Anda," ucap pelayannya.
"Saya hanya ingin tanya toilet?" kata Adisty.
"Oh, sebelah sana." Jari telunjuk pelayan itu menunjukkan arah toilet.
"Terimakasih."
"Sama-sama."
"Maaf, Tuan. Saya ke toilet sebentar," jawab Adisty.
Ricko mengangguk, walaupun sebenarnya hatinya sudah tidak sabar menunggu jawaban Adisty.
Di dalam toilet Adisty memandangi wajahnya. Ia bingung harus bagaimana.
"Tahan nafas ... keluarkan."
"Ingat Adisty ... kau kesini untuk menolaknya. Jangan terpengaruh dengan ketampanannya."
"Semangat!" Adisty berbicara sendiri di cermin seperti orang gila. Ia melepas nafas kasarnya lalu keluar dari toilet wanita. Ia sudah tidak sabar untuk mengakhiri semuanya.
Wajah tampan Ricko menyambut kedatangan Adisty. Ia mengulas senyumnya.
Eh, senyumnya ... manis banget. Padahal di kantor dia kan jarang senyum, batin Adisty.
Ingat pada misimu Adisty! Adisty terus saja mengingatkan dirinya.
"Emm, saya minum dulu kopinya," kata Adisty yang masih gugup.
"Itu ... itu _" Ricko menunjuk pada cangkir yang di pegang Adisty.
"Maaf, saya lagi minum. Nanti kita bicarakan tentang perjodohannya," kata Adisty.
"Maksud saya ... Anda meminum kopi saya,"kata Ricko.
"Apa!!" Adisty hampir saja menyemburkan kopinya.
"Berarti saya ... saya minum kopi dari cangkir Anda!" tunjuk Adisty malu.
"Ini sama saja menempelkan bibir tidak langsung!" kata Adisty.
"Bukankah Anda sangat berpengalaman Nona? Kenapa hanya bibir yang saling menempel di cangkir Anda sudah bingung?" tatap Ricko penuh selidik.
"Saya ... takut bagaimana kalau Anda tertular penyakit saya?" kata Adisty beralasan.
"Benarkah? Kita bisa melanjutkan yang lebih intim lagi kalau Anda mau. Tentunya jika Anda mengiyakan perjodohan ini, Nona,"goda Ricko.
Ayo Adisty, jangan terpesona dengan ketampanannya. Atur strategi! batin Adisty.
"Anda pikir menikah itu seperti memesan barang online. Bayar pesan terus di antar? Semua butuh pemikiran panjang," jawab Adisty.
"Kalau begitu saya tunggu Anda berpikir hari ini," jawab Ricko.
"Hari ini! Tidak hanya sehari tapi bertahun-tahun," kata Adisty.
"Pria model apa yang anda cari?" tanya Ricko.
"Tampan, cerdas, kaya tentunya," jawab Adisty sambil menopang dagunya.
Tunggu bukankah yang aku bicarakan semua ada pada dirinya. Adisty makin pusing, ia terjebak dengan perkataannya.
"Sepertinya ... semua kriteria itu ada pada saya, Nona. Sudahlah ini kesempatan Anda memiliki suami sesuai cita-cita," kata Ricko percaya diri.
"Bagaimana kalau menikah dengan Anda, tapi saya masih berhubungan ranjang dengan pria lain?" tanya Adisty.
"Tidak masalah, saya akan membebaskan Anda. Selama ketika saya butuh Anda selalu siap ada buat saya," jawab Ricko ringan.
Pria macam apa ini ... dia sudah gila apa membiarkan istrinya berselingkuh dengan pria lain, batin Adisty.
Ponsel Presdir Ricko berdering.
Tangan kekarnya merogoh saku lalu mengeluarkan benda pipih itu dan meletakkan di pipinya."Hallo ... iya saya akan segera kesana," kata Ricko.
"Maaf ... saya ada urusan sebentar, tunggulah di sini selama tiga puluh menit," ucap Ricko.
"Boleh saya pinjam ponsel Anda?" tanya Presdir Ricko.
"Untuk apa Anda pinjam ponsel saya? Bukankah Anda sudah punya ponsel sendiri?" tanya Adisty.
"Saya takut ... jika Anda melarikan diri dari saya," jawab Ricko.
---Bersambung----
Kantor terlihat gelap sepertinya para karyawan sudah pulang. Ia heran kenapa lampu kantor bisa mati lampu. Saat Adisty meraba-raba mencari pegangan.Degh! Tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu.Lampu tiba-tiba menyala, Adisty mendongakkan wajahnya."Sebentar ... kenapa Nona tampak familiar." Ricko mengernyitkan dahinya."Apa Anda Nona Rania yang datang di perjodohan itu?""Bu ... bukan, anda salah orang," jawab Adisty gugup. Keringat dingin bercucuran."Anda adalah karyawan yang ada di lantai dua itu!" tebak Ricko.Tubuh Adisty tambah menggigil ketakutan.Apa boleh buat, lebih baik aku kabur, batin Adisty.Adisty berlari kencang namun Ricko juga tak mau kalah ia mengejar Adisty hing
"Temui Nona Rania sekarang!" perintah Ricko."Kenapa bukan Anda, tapi saya?" tanya Asisten Kevin."Dia tidak mau menjawab teleponku. Hari ini apa ada jadwal kosong?" tanya Ricko."Tidak, semua jadwal Anda penuh," jawab Asisten Kevin."Bagaimana kalau Anda menyerah saja ... sepertinya dia memang sengaja tidak ingin bertemu dengan Anda," ungkap Asisten Kevin."Menyerah ... mana mungkin aku menyerah waktu itu dia menungguku sampai ketiduran. Berarti dia memang menunggu jodohnya datang," jawab Ricko beralasan.Huh, percaya diri sekali Tuan. Nona Rania pasti menunggu untuk menolak perjodohannya, batin Asisten Kevin."Saya kira Anda di campakkan, karena mungkin Nona Rania tidak berselera dengan Anda," kata Kevin."Kau sudah berani meledekku, apa kau bo
"Ampun kak ... ampun!" Darren berjongkok memohon-mohon pada Adisty."Kakak wanita cantik sedunia!" Darren memperbaiki kata-katanya.Adisty bersedekap, ia memalingkan mukanya pada Darren."Pacar? Apa benar kamu punya pacar?" tanya Papa Adisty."Kenapa kalian sepertinya tidak percaya jika aku punya pacar?" tanya Adisty."Ada pria yang jatuh cinta padaku," imbuh Adisty.Semua menatap aneh ke Adisty, seakan meremehkan jika perkataan Adisty benar atau tidak."Maaf, kak. Sepertinya aku butuh obat malam ini," kata Darren seraya pergi."Tuh, kan. Kalian tidak mempercayaiku!" keluh Adisty.Jonathan menepuk pundak Adisty."Bagaimana kalau kita double date, s
"Sekarang kau sudah menemukan pria tambatan hatimu, bagaimama denganku," keluh Adisty."Kau akan ku kenalkan dengan pria yang tampan juga sebagai imbalan kau telah membawaku pada jodohku," kata Rania."Tapi sebelum itu, kirimkan aku nomor teleponnya. Bukankah akhir-akhir ini ia sering menelponmu,"imbuh Rania."Benar, baiklah aku kirimkan dulu nomornya. Kau hubungi sendiri saja kalau begitu," ucap Adisty.'Yah, setidaknya tugasku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi bersembunyi jika Rania menerima perjodohan itu," batin Adisty."Jangan lupa untuk mengenalkanku pada pria tampan kaya. Mukaku mau ku taruh mana jika ketahuan Kak Jo kalau aku tidak punya pacar," peringat Adisty."Tenang, akan ku carikan pria tampan untukmu. Sudah kusimpan nomor teleponnya
Jika mengingat amarah Adisty yang meledak-ledak Rania tidak mungkin menyuruhnya langsung untuk bertemu pria itu. Ia harus berpikir keras agar rencananya bisa terlaksana.TingTiba-tiba ada ide brilian masuk ke dalam otaknya.Maafkan aku Adisty, aku tidak mau berpisah dengan sekretaris Kevin. Bagaimanapun aku harus memperjuangkan cinta pertamaku, batin Adisty.**Di Restoran High Class"Emm, tumben kau mengajakku ke restoran mahal seperti ini," kata Adisty. Ia mengamati semua harga makanan yang tertera di daftar menunya."Gila, lebih baik kita pergi dari sini. Mahal sekali," bisik Adisty."Sudahlah, anggap saja ini sebagai ucapan rasa terima kasihku karena telah menolongku selama ini,"kata Rania."Tapi kamu bawa uang yang cukup kan? Bia
"Saya ... mau ke toilet dulu." Adisty berniat untuk berdiri tetapi Presdir Ricko menarik tangannya."Jangan kabur ... saya tahu Anda di sewa seseorang untuk mengikuti perjodohan itu," gertak Ricko.Adisty kembali duduk, akhirnya yang di takuti terjadi juga.Ya ampun, apa ia tahu siapa diriku? Apa ia tahu ... aku adalah karyawannya, batin Adisty.Matilah aku! pekik Adisty dalam hati.Rania ... kau jahat sekali sekali. Awas kau! Adisty ingin rasanya kabur dari pria di depannya tetapi tatapan membunuh Ricko membuatnya tidak berani berkutik."Kita bertemu lagi, Nona," sapa Ricko."I ... iya, langsung saja katakan apa keperluan Anda mencari saya?" Adisty berusaha untuk santai ... tapi tatapan Presdir Ricko seakan mau membunuhnya seketika itu juga.
Adisty menengadahkan kedua tangannya di atas langit. Wajahnya tampak serius memanjatkan doa."Tuhan ... saya tahu telah membuat kesalahan terbesar dengan membohongi Presdir. Tapi tolong Tuhan ... jangan biarkan rahasia ini terbongkar. Keluarga saya sangat membutuhkan uang. Hamba tidak ingin mereka kelaparan ...." Adisty menundukkan kepalanya dengan khusyuk.Tiba-tiba ...KRIIIIING!!"Ah, suara apa sih ini mengganggu sekali." Adisty terbangun dari tidurnya. Ternyata nada dering ponselnya yang berbunyi sangat kencang. Ia lalu mematikan sumber berisik itu, bermaksud untuk tidur kembali.Namun saat Adisty membungkus tubuhnya dengan selimut ponselnya yang berada di atas nakas kembali bergetar dengan nada dering yang khas."Siapa yang menelpon sepagi ini," k
"Kenapa kau berteriak padaku jika menyangkut Nona Rania?" tanya Ricko."Bu ... bukan maksudku seperti itu, saya hanya kaget saja," kata Asisten Kevin. Wajahnya langsung terlihat pucat. Baru kali ini ia seperti menentang bosnya.Sepertinya memang benar dugaanku, dia sangat menyukai Nona Rania, pikir Ricko.Mungkin ini takdir, wanita yang segarusnya di jodohkan denganku malah bertemu dengan Kevin tetapi wanita yang bertemu denganku di perjodohan itu adalah wanita lain. Dan gadis itu sangat lucu tingkahnya, batin Ricko."Tidak usah khawatir, katakan saja pada kakek jika aku tetap akan menikah tapi ... dengan wanita lain,"kata Ricko."Apa? Dengan siapa Tuan akan menikah?" tanya Asisten Kevin penasaran."Sampaikan saja tak lama lagi akan ku perkenalkan dengan wanita pilihanku," ucap Presdir
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga