"Sekarang kau sudah menemukan pria tambatan hatimu, bagaimama denganku," keluh Adisty.
"Kau akan ku kenalkan dengan pria yang tampan juga sebagai imbalan kau telah membawaku pada jodohku," kata Rania.
"Tapi sebelum itu, kirimkan aku nomor teleponnya. Bukankah akhir-akhir ini ia sering menelponmu,"imbuh Rania.
"Benar, baiklah aku kirimkan dulu nomornya. Kau hubungi sendiri saja kalau begitu," ucap Adisty.
'Yah, setidaknya tugasku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi bersembunyi jika Rania menerima perjodohan itu," batin Adisty."Tenang, akan ku carikan pria tampan untukmu. Sudah kusimpan nomor teleponnya
Jika mengingat amarah Adisty yang meledak-ledak Rania tidak mungkin menyuruhnya langsung untuk bertemu pria itu. Ia harus berpikir keras agar rencananya bisa terlaksana.TingTiba-tiba ada ide brilian masuk ke dalam otaknya.Maafkan aku Adisty, aku tidak mau berpisah dengan sekretaris Kevin. Bagaimanapun aku harus memperjuangkan cinta pertamaku, batin Adisty.**Di Restoran High Class"Emm, tumben kau mengajakku ke restoran mahal seperti ini," kata Adisty. Ia mengamati semua harga makanan yang tertera di daftar menunya."Gila, lebih baik kita pergi dari sini. Mahal sekali," bisik Adisty."Sudahlah, anggap saja ini sebagai ucapan rasa terima kasihku karena telah menolongku selama ini,"kata Rania."Tapi kamu bawa uang yang cukup kan? Bia
"Saya ... mau ke toilet dulu." Adisty berniat untuk berdiri tetapi Presdir Ricko menarik tangannya."Jangan kabur ... saya tahu Anda di sewa seseorang untuk mengikuti perjodohan itu," gertak Ricko.Adisty kembali duduk, akhirnya yang di takuti terjadi juga.Ya ampun, apa ia tahu siapa diriku? Apa ia tahu ... aku adalah karyawannya, batin Adisty.Matilah aku! pekik Adisty dalam hati.Rania ... kau jahat sekali sekali. Awas kau! Adisty ingin rasanya kabur dari pria di depannya tetapi tatapan membunuh Ricko membuatnya tidak berani berkutik."Kita bertemu lagi, Nona," sapa Ricko."I ... iya, langsung saja katakan apa keperluan Anda mencari saya?" Adisty berusaha untuk santai ... tapi tatapan Presdir Ricko seakan mau membunuhnya seketika itu juga.
Adisty menengadahkan kedua tangannya di atas langit. Wajahnya tampak serius memanjatkan doa."Tuhan ... saya tahu telah membuat kesalahan terbesar dengan membohongi Presdir. Tapi tolong Tuhan ... jangan biarkan rahasia ini terbongkar. Keluarga saya sangat membutuhkan uang. Hamba tidak ingin mereka kelaparan ...." Adisty menundukkan kepalanya dengan khusyuk.Tiba-tiba ...KRIIIIING!!"Ah, suara apa sih ini mengganggu sekali." Adisty terbangun dari tidurnya. Ternyata nada dering ponselnya yang berbunyi sangat kencang. Ia lalu mematikan sumber berisik itu, bermaksud untuk tidur kembali.Namun saat Adisty membungkus tubuhnya dengan selimut ponselnya yang berada di atas nakas kembali bergetar dengan nada dering yang khas."Siapa yang menelpon sepagi ini," k
"Kenapa kau berteriak padaku jika menyangkut Nona Rania?" tanya Ricko."Bu ... bukan maksudku seperti itu, saya hanya kaget saja," kata Asisten Kevin. Wajahnya langsung terlihat pucat. Baru kali ini ia seperti menentang bosnya.Sepertinya memang benar dugaanku, dia sangat menyukai Nona Rania, pikir Ricko.Mungkin ini takdir, wanita yang segarusnya di jodohkan denganku malah bertemu dengan Kevin tetapi wanita yang bertemu denganku di perjodohan itu adalah wanita lain. Dan gadis itu sangat lucu tingkahnya, batin Ricko."Tidak usah khawatir, katakan saja pada kakek jika aku tetap akan menikah tapi ... dengan wanita lain,"kata Ricko."Apa? Dengan siapa Tuan akan menikah?" tanya Asisten Kevin penasaran."Sampaikan saja tak lama lagi akan ku perkenalkan dengan wanita pilihanku," ucap Presdir
Bagaimana kalau kita bertemu hari ini?" ajak Adisty dalam telepon."Maaf, aku tidak bisa hari ini aku sangat sibuk sekali. Banyak pekerjaan kantor menungguku," sahut Rania."Woi! Semenjak kapan kau menjadi wanita sibuk. Bukankah kau bekerja di perusahaan papamu. Yang ada pasti kamu datang hanya untuk absen, setelah itu kau pergi seenaknya " sindir Adisty."Itu ... itu tidak benar. Ini akhir tahun jadi banyak pekerjaan lembur," jawab Rania berbohong."Jangan bohong! Kamu hanya beralasan supaya bisa menghindariku!" kata Adisty penuh kemarahan."Benar, aku tidak bohong Adisty." Rania mengusap keringat dinginnya sementara tangan kanannya masih nenempelkan benda pipih itu di telinganya.Adisty duduk di kursi yang berada di taman kantornya. Matanya sambil mengawasi keadaan, barangkali ada yang mendengar percakapan
Pemandangan yang cukup aneh. Seorang presdir tampan sedang berdiri di trotoar menunggu Adisty datang. Setiap kali orang yang lewat memandang penuh takjub. Bagi mereka hal ini adalah suatu pemandangan yang cukup langka. Pria tampan memakai setelan jas parlente sedang berdiri tegak di samping mobilnya menatap kesana kemari seperti sedang mencari seseorang."Lihatlah sayang, pria itu kelihatan bercahaya di antara lainnya. Kulitnya putih bersih, tubuhnya tegap dan kaya raya ...," puji salah seorang wanita yang lewat bersama kekasihnya."Benar, paket komplit. Tak ada yang bisa menyamai ketampanannya," celetuk pria di sebelah wanita itu.Ada lagi seorang ibu-ibu muda lewat membawa barang belanjaannya mulutnya sampai melongo melihat pria keren di depannya.Hemm, baru kali ini aku melihat sebuah patung sempurna. Mungkin bila dia
Mobil Ricko berhenti tepat di sebuah taman yang di penuhi dengan lampu kota. Adisty keluar dari mobil memandang takjub pemandangan di depannya."Waah, indah sekali," puji Adisty lirih."Wajahmu juga indah," kata Ricko lirih. Ia malah sibuk menatap wajah Adisty daripada melihat indahnya lampu-lampu hias di depannya."Apa maksud Anda tadi?" tanya Adisty."Kita jalan lagi," jawab Ricko.Apa aku tidak salah dengar jika dia memujiku tadi, batin Adisty.Ricko kembali menggenggam tangan Adisty. Ia mengajaknya berjalan-jalan melihat keindahan taman kota di malam hari."Kakek saya orangnya sangat detail dalam menilai seseorang. Jadi jangan sampai dia curiga kalau kita hanya pura-pura saja," terang Ricko.Saya tidak peduli dengan kakek Anda yang sangat sensitif, tetapi bagaimana caranya mengatasi jantungku yang makin sensitif, batin
Jantung Adisty kembali berdegup kencang. Ia takut tidak bisa mengendalikannya. Wajah Presdir Ricko terlalu tampan, jarak pandang keduanya terlalu dekat mukanya tiba-tiba memerah karena malu. "Kau harus terbiasa menatapku, jangan gugup." Ricko melepaskan pelukannya sehingga Adisty pelan-pelan bisa mengatur pernafasannya. Parfumnya sangat harum, tubuhnya tegap sempurna. Aku takut jika jatuh dalam permainan ini, batin Adisty. Adisty hanya diam saja, meskipun hatinya berisik meneriakkan sesuatu. Ia tidak menyangka jika sepanjang jalan Presdir Ricko menggenggam tangannya. Dari samping wajah pria itu tampak sempurna di tambah lagi cahaya lampu taman menerpa wajahnya. "Usap air liurmu, jangan menatapku terus," kata Ricko tanpa melihat ke arah Adisty. Bagaimana ia tahu aku memperhatikannya, memalukan sekali, batin Adisty. Di t
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga