Bertemu dengan Rifat adalah hal yang sudah direncanakan dengan baik, Tania memang harus bertemu dengan Rifat setelah mendengar apa yang Wijaya katakan. Tidak menyangka jika Rifat menyetujui ide gila yang Wijaya berikan, lagi-lagi setuju dengan ide gila dan bodohnya Tania juga menyetujuinya sebelum Rifat tahu.
“Bicara tentang ide itu?” tembak Rifat yang hanya diangguki Tania “Kenapa kamu keberatan? Bukannya kamu juga setuju? Lalu apa yang jadi masalah?”“Kalian berdua yang jadi masalah.” Tania memberikan tatapan tajam pada Rifat.Rifat mengangkat alisnya mendengar kata-kata Tania “Apa yang membuatku menjadi masalah? Aku hanya menerima tawaran yang memang menguntungkan, lalu apa masalahnya? Kamu sendiri juga sudah setuju jadi tidak ada masalah.”Hembusan nafas panjang Tania keluarkan, pertemuan ini pastinya tidak akan membawa hasil yang bagus, menghembuskan nafas lagi sambil membelai perutnya yang sudah sedikit membesar. Tania tidak tahu teKeputusan yang mereka buat sudah bulat, setidaknya mereka tidak melakukan hubungan intim lagi. Tania sudah meyakinkan diri untuk menghentikan semuanya dan akan melakukan apa yang akan dilakukan Wijaya nantinya pads mereka berdua, setidaknya apa yang dilakukan Wijaya adalah demi kebaikan bersama.“Mikir apa?” tanya Wijaya mengagetkan Tania.“Ah...bukan hal yang penting.” Tania tersenyum tipis menatap Wijaya.“Kamu nggak bisa membohongi pak tua ini, sayang.” Wijaya mencium singkat bibir Tania.“Kamu selalu mengejutkan.” Tania memukul pelan lengan Wijaya.“Beberapa hari lagi anak ini akan lahir, aku belum ada pilihan nama.” Wijaya membelai pelan perut Tania.“Persiapannya sudah selesai, tinggal tunggu dia keluar. Anak-anak sudah tidak sabar lihat adiknya, walaupun sempat khawatir sama Leo, tapi tidak terjadi apapun.” Tania menatap lurus mengingat semua yang dialaminya nanti.“Aku akan tanya sama papa kamu saja
Melahirkan anak keempat bukan hal istimewa lagi, walaupun kehadirannya juga ditunggu. Tania sudah tahu harus bagaimana ketika mengalami gejala-gejala melahirkan nanti, tidak seperti anak pertama pada saat dirinya melahirkan Lucas yang tidak tahu harus bagaimama. Saat itu Tania mengandalkan Wijaya karena dalam pikirannya pria tua ini sudah pengalaman, tapi nyatanya dia tidak tahu apa-apa.Tania baru mengetahui jika Wijaya waktu Vita melahirkan Devan dulu tidak ikut terlibat, dirinya datang dari kantor menuju rumah sakit. Berdiri depan pintu operasi menunggu Vita melahirkan, hanya cemas diluar bersama dengan teman-temannya. Tania tidak mau Wijaya melakukan seperti itu pada anak-anak mereka, membawanya masuk ke tempat melahirkan dan melihat bagaimana proses melahirkan, sedikit beruntung Wijaya tidak pingsan saat itu, hal yang sempat menjadi kekhawatiran Tania. Sejak masuk dan melihat proses melahirkan Wijaya baru menyadari jika menjadi ibu sangat sulit, beberapa
Jimmy, anak keempat Tania dan Wijaya. Wajahnya campuran dari mereka berdua, tapi pastinya dominan Wijaya, hal ini membuat Tania sedikit bernafas lega. Tidak banyak yang tahu selama dirinya hamil mengalami kecemasan yang tinggi, Tania takut jika anak yang dikandungnya adalah anak Rifat. Bersyukur semua tidak benar, hasil cek seluruh kesehatannya bahkan sampai wajahnya perpaduan dirinya dan Wijaya, artinya memang selama ini dirinya mengandung benih Wijaya sesuai dengan apa yang diyakini selama ini. “Jimmy persis banget sama kamu.” Tania menatap Wijaya yang menggendong Jimmy “Kamu sudah dapat perawat buat Jimmy?” “Udah, kemarin sudah masuk dan lagi diajarkan sama mereka. Anak-anak mana?” “Leo dan Zee ngantuk, Lucas masih mau disini lihat Jimmy. Aku suruh mereka pulang dan meyakinkan Lucas kalau besok kalian sudah bisa pulang, bocah satu itu memang kok buat kesal aja.” Wijaya mengatakan sambil menggelengkan kepalanya. “Benih kamu itu.” Tania menahan tawa yang me
Kedatangan mereka langsung disambut anak-anak, Tania terkejut dengan kedatangan Vita bersama kembar dan juga Billy. Wijaya membawa para pria masuk kedalam ruang kerjanya, melihat itu membuat Tania memutar bola matanya malas.“Nggak bisa gitu cari waktu yang tepat.” Vita menatap pintu sambil menggelengkan kepalanya.Tina tertawa mendengar kata-kata Vita “Kamu kaya nggak tahu papa aja, dulu sewaktu teman-temannya masih ada pembahasannya kerjaan mulu.”“Ya sih benar, mama sampai hafal sudah.” Vita membenarkan perkataan Tina.“Lucu banget sih ini, kembar terus Jimmy. Bikin gemas saja,” ucap Tari dengan suara gemasnya.“Perusahaan Mas Tian jadi itu gabung sama kita?” tanya Tina membuat Tari menatap kearahnya.“Katanya sih gitu masih dipelajari gitu katanya, tapi orang-orang papa sudah ada yang di kantor dan orang-orang kepercayaan Mas Tian juga sudah ada di kantor pusat. Tanda tangan kesepakatan belum ada tapi sudah secar
“Papa tu makin lama makin suka halu.” Via membuka suaranya membuat Wijaya menatap tajam “Tatapan mata mereka biasa aja nggak ada yang spesial.”“Kamu bukan pria yang tahu dengan tatapan pasangan, kamu sendiri pasti bisa merasakan kalau Bima sudah nggak cinta.” Wijaya berkata dengan kesal.“Kenapa aku dibawa?” Bima menatap Via dan Wijaya dengan tatapan bingung.“Istri kamu itu sok tahu.”“Sudah! Mau debat sampai kapan kalian berdua!” Devan menghentikan perdebatan Via dan Wijaya yang tidak penting. “Pa, omgongan Via tidak salah sama sekali. Mereka berdua nggak ada apa-apa, lagian mereka berdua sudah meminta papa menghentikan rencana gila itu dan sekarang hanya karena niat papa membuat Rifat merasakan memiliki anak dari benihnya sendiri kenapa papa nggak mencarikan Rifat wanita buat dinikahi? Lagian Tania itu cinta sama papa, kalau papa seperti ini percuma kita dukung dulu.”Wijaya terdiam mendengar semua kata-kata yang keluar dari
“Kamu lelah?” tanya Wijaya saat Tania berbaring di ranjang.Tania baru saja pulang dari rumah sakit bersama dengan Rifat dan juga wanita yang akan hamil anak mereka nantinya, kedua orang itu berada di kamar hotel berbeda. Tania tidak tahu bagaimana mereka bisa menemukan wanita itu, berkenalan sebentar membuat Tania tahu jika wanita ini berasal dari desa.“Mereka akan makan apa itu? Terutama Sinta.” Tania membuka suaranya tanpa membuka mata.“Rifat sudah mengurusnya.” “Kenapa nggak suruh Rifat menikah saja sama dia.” Tania memutar bola matanya malas.“Bukan selera Rifat.” Wijaya menjawab santai yang membuat Tania menggelengkan kepalanya.“Aku rindu sama anak-anak, kamu tega buat aku berpisah dari mereka.” Tania menatap tajam pada Wijaya.“Jimmy ikut kita dan untungnya seharian sangat tenang.” Wijaya menatap Jimmy yang tidur di ranjang kecil.Tania memandang Jimmy yang berada di ranjang satunya da
“Kita melakukan ini sudah hampir setahun.” Rifat membuka suaranya dengan tangannya memegang tangan Tania.“Tuhan tidak ingin ada anak diantara kita mungkin.” Tania mengatakan dengan santai.“Tuhan ingin kamu sendiri yang hamil?”Tania menatap tajam kearah Rifat “Jangan aneh-aneh, kehamilan Jimmy sudah membuatku takut dan sekarang kamu bicara yang tidak-tidak.”“Kita beberapa kali melakukannya, pastinya aku ingin kalau kamu sendiri yang hamil. Aku selalu membayangkan orang yang kucintai hamil dari benihku.”“Kamu sudah melihat itu dari Aya.”“Tidak semudah itu.” Rifat memejamkan matanya.“Apa kamu masih merasa bersalah dengan dia?” tanya Tania hati-hati.“Sinta meminta aku melamarnya.” Rifat mengalihkan pembicaraan.“Bagaimana bisa? Dia tahu kalau hanya bisa hamil benih kita.” Tania menatap tidak percaya.“Orang tuanya menginginkan Sinta menikah.” Tania langsung m
“Apa kita cari wanita lain?” Wijaya menatap Tania lembut.“Memang kamu bisa mencari wanita lain? Kamu bayar lagi wanita lain itu? Apa kamu yakin kalau wanita baru ini bisa lebih cepat dibandingkan sekarang? Mau berapa banyak orang yang tahu tentang rencana gila ini?”“Benar sih, tapi ini....”“Sabar saja, lagian dokter bilang kalau memang belum waktunya.” Tania menggenggam tangan Wijaya lembut.“Harusnya aku beri dua wanita, biar tahu siapa yang hamil duluan.”Tania menggelengkan kepalanya dengan ide yang Wijaya miliki “Ide kamu benar-benar diluar pikiran. Uang dibuang untuk hal tidak penting sama sekali.”“Penting ini membantu Rifat mendapatkan keturunan dari benih kalian berdua.”Tania memutar bola matanya malas mendengar alasan yang diberikan Wijaya, alasan sama yang sama sekali tidak masuk akal, tapi tetap saja dirinya mendengarkan dan menyetujui semua kata-katanya yang keluar.“Kalau memang