Sepulang dari mall berencana akan memberitahukan tentang kehamilan pada Wijaya, membelai perut perlahan sambil mengingat apa yang dikatakan Rifat, menggelengkan kepalanya jika apa yang Rifat katakan salah. Bayi yang ada didalam perutnya adalah benih dari Wijaya bukan Rifat, melepaskan semua pemikiran gilanya dan kembali fokus pada belanjaan yang ada dihadapannya.
“MAMI!”Teriakan mereka bertiga membuat Tania mengalihkan perhatiannya, menatap ketiga anaknya yang sedang berlari kearahnya. Tania menundukkan tubuhnya menangkap Lucas yang semakin mendekat, memeluknya erat dengan mencium wajahnya tanpa henti yang membuatnya tertawa. Teriakan keras keluar dari bibir Leo membuat Tania menghentikan ciuman dan pelukannya pada Lucas dengan beralih pada Leo, berlanjut ke Zee yang tampak santai dan tidak peduli.“Mami beli baju buat siapa? Mami sendiri atau kita?” Lucas membuka suaranya.“Ini tempat dewasa, abang.” Zee berlalu kearah pengasuhnya.ersiap dengan segala macam pertanyaan yang akan diberikan Wijaya, mengulur waktu dengan menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak, tidak memasuki kamar dan pastinya menghindar dari Wijaya adalah hal yang dilakukan sejak sampai rumah.“Menghindar?” Tania menatap tidak percaya keberadaan Wijaya yang memasuki kamar Zee dan Leo, menatap mereka berdua yang sudah tidur dengan nyenyak. Membelai rambut mereka, mencium kening dan pipi tanpa membuat mereka bangun. Tania melangkah kearah Wijaya yang menatap datar kearahnya, berjalan mendekati kedua anak mereka dan melakukan hal yang sama seperti Tania.“Kita bicara sekarang.” Hembusan nafas pelan dikeluarkannya saat mendengar nada dingin Wijaya, Tania harus siap dengan semua kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya. Memasuki kamar mereka yang langsung di kunci Wijaya, memegang tangan Tania dengan membawanya ke sofa yang ada didalam kamar mereka.Tania tidak berani menatap kedua mata Wij
Tidak memberitahu siapapun tentang kehamilan kali ini, termasuk Tina dan Lila. Tari yang biasanya menjadi orang terakhir selama ini malah menjadi yang pertama, itupun saat kehamilan Tania akan menuju empat bulan. Saat ini, mereka berada di rumah tepatnya taman belakang. Tari langsung menebak yang diangguki Tania dan membuat Tina menatap tidak percaya. Menghabiskan waktu bersama para wanita sering mereka lakukan, biasanya jika sudah seperti ini anak-anak sudah tenang bersama pengasuh mereka.“Bagaimana bisa nggak bilang?” Tina memberikan tatapan tajam.“Lupa.” Tania menjawab dengan nada santai.“Akhirnya aku dulu yang tahu kalau mbak hamil.” Tari mengatakan dengan nada bahagianya.Tina mencibir perkataan Tari yang penuh kebahagiaan, Tania hanya menggelengkan kepalanya melihat interaksi mereka berdua. Hubungan mereka hanya ipar, tapi bukan berarti mereka tidak saling menyayangi satu sama lain, apalagi mereka sudah mengenal dari k
Beberapa hari tidak mengajak bicara Wijaya, perkataannya membuat Tania kesal dan emosi. Wijaya mengatakan seperti itu seakan dirinya adalah wanita murahan, masa lalu membuat Tania kesal dan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Dalam pikiran Wijaya pastinya tentang masa lalu dimana Tania bisa melakukan hal-hal itu, tapi bukankah seharusnya itu bukan lagi hal yang menjadi pembicaraan mereka berdua.“Masih marah?” tanya Wijaya dengan nada sedih “Aku salah, maaf.”Wijaya sudah mengucapkan kata maaf beberapa kali, selama beberapa kali pula Tania hanya diam dan tidak mengajak berbicara kecuali jika ada anak-anak atau depan orang lain. Didalam kamar suasana menjadi hening, Tania beberapa kali tidur di kamar Zee dan Leo dengan alasan kehamilannya.“Sayang, aku tahu seharusnya tidak mengatakan itu sama kamu. Kata itu memang sangat sensitif buat kita berdua, tapi aku mengatakan itu karena kasihan melihat Rifat tidak memiliki anak dan harus membesarkan Endi yang
“Tawaran apa lagi ini?” Rifat menatap Tania tidak percaya.“Apa? Aku nggak tahu maksudmu.” Tania menatap bingung dengan apa yang Rifat pertanyakan.“Hamil dengan wanita lain, tapi dari benih kita berdua.” Rifat memberikan penjelasan atas apa yang di dengarnya.“Ya, Wijaya bilang begitu. Aku juga nggak tahu bagaimana dia punya ide gila macam itu.” Tania menjawab santai “Lagipula kalau kamu keberatan juga nggak akan dilakukan.”“Yakin?” Rifat memandang penuh selidik pada Tania yang hanya mengangkat bahunya “Kita tahu bagaimana dia.” “Masih lama juga, jadi nggak perlu dipikirkan.” Tania menggerakkan tangannya agar santai.“Terserah, aku kesini mau jemput Endi. Terlalu lama dia disini sama Zee, lama-lama mereka bisa aja saling suka.” Tania menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Rifat, kedekatan anak-anaknya dengan Endi atau Billy memang sudah seperti saudara, tidak pernah ada didalam pikirannya mendekatk
Menatap pintu ruang kerja Wijaya dengan tatapan tanda tanya, memasuki ruangan dengan ekspresi tegang ditambah kedatangan mereka yang bekerja sebagai pengawal dan disusul Rifat juga Muklis. Tidak tahu apa yang terjadi, tidak ada Tina membuat Tania tidak bisa bertanya-tanya tentang apa yang mereka bahas didalam sana, biasanya Wijaya tidak akan membahas hal ini didalam rumah yang ada anak-anak.“Papi ada tamu?” suara Lucas membuat Tania mengalihkan pandangannya.“Abang mau apa?” tanya Tania menatap lembut Lucas.“Nggak ada, abang lihat mami lihatin ruangan papi terus.” Lucas menjawab dengan memberikan tatapan polosnya. “Kalau penting langsung masuk saja, daripada mami sedih.”“Mami nggak sedih hanya....penasaran papi ngapain didalam sana.” Tania mencari jawaban yang tepat.Lucas menganggukkan kepalanya “Mami ikut abang aja daripada mikirin papi.”Lucas menggenggam tangan Tania, membuatnya mengikuti langkah Lucas yang saa
“Rifat tanya begitu sama kamu?” Tania menatap tidak percaya.Setelah pertemuan dan pembicaraan yang dilakukan dengan Rifat membuat Tania ingin segera tahu, tapi Wijaya mengulur waktu dengan meminta Tania melakukan apa yang dimintanya, saat semuanya selesai tidak ada lagi alasan yang diberikan dan mau tidak mau menceritakan semuanya yang mereka bicarakan.“Kamu sudah dengar semuanya, masa aku bohong? Pantang buatku itu bohong.” Wijaya menatap malas pada Tania. “Rifat memang benar-benar menyukai kamu.”“Kamu yakin dia menyukai aku? Bukan sebagai balas dendam?”“Balas dendam karena apa?” “Entahlah.” Tania mengangkat bahunya santai.“Kamu yang bisa merasakan dia balas dendam atau bukan, lagipula aku sudah tahu apa yang kalian sembunyikan.”“Maksudmu?” Tania membelalakkan matanya.“Sudah, nggak perlu dibahas lagi.” Wijaya menggerakkan tangannya agar tidak membicarakan lagi tentang pembicaraan Rifat.
Bertemu dengan Rifat adalah hal yang sudah direncanakan dengan baik, Tania memang harus bertemu dengan Rifat setelah mendengar apa yang Wijaya katakan. Tidak menyangka jika Rifat menyetujui ide gila yang Wijaya berikan, lagi-lagi setuju dengan ide gila dan bodohnya Tania juga menyetujuinya sebelum Rifat tahu.“Bicara tentang ide itu?” tembak Rifat yang hanya diangguki Tania “Kenapa kamu keberatan? Bukannya kamu juga setuju? Lalu apa yang jadi masalah?”“Kalian berdua yang jadi masalah.” Tania memberikan tatapan tajam pada Rifat.Rifat mengangkat alisnya mendengar kata-kata Tania “Apa yang membuatku menjadi masalah? Aku hanya menerima tawaran yang memang menguntungkan, lalu apa masalahnya? Kamu sendiri juga sudah setuju jadi tidak ada masalah.” Hembusan nafas panjang Tania keluarkan, pertemuan ini pastinya tidak akan membawa hasil yang bagus, menghembuskan nafas lagi sambil membelai perutnya yang sudah sedikit membesar. Tania tidak tahu te
Keputusan yang mereka buat sudah bulat, setidaknya mereka tidak melakukan hubungan intim lagi. Tania sudah meyakinkan diri untuk menghentikan semuanya dan akan melakukan apa yang akan dilakukan Wijaya nantinya pads mereka berdua, setidaknya apa yang dilakukan Wijaya adalah demi kebaikan bersama.“Mikir apa?” tanya Wijaya mengagetkan Tania.“Ah...bukan hal yang penting.” Tania tersenyum tipis menatap Wijaya.“Kamu nggak bisa membohongi pak tua ini, sayang.” Wijaya mencium singkat bibir Tania.“Kamu selalu mengejutkan.” Tania memukul pelan lengan Wijaya.“Beberapa hari lagi anak ini akan lahir, aku belum ada pilihan nama.” Wijaya membelai pelan perut Tania.“Persiapannya sudah selesai, tinggal tunggu dia keluar. Anak-anak sudah tidak sabar lihat adiknya, walaupun sempat khawatir sama Leo, tapi tidak terjadi apapun.” Tania menatap lurus mengingat semua yang dialaminya nanti.“Aku akan tanya sama papa kamu saja
“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen