Menatap tidak percaya pada testpack yang dipegang, Wijaya memiliki benih yang luar biasa membuat dirinya cepat sekali hamil. Tania melangkah keluar dari kamar mandi, mendapati Wijaya masih tidur dengan nyenyak, langkahnya terhenti saat mengingat Tania juga melakukan hubungan intim dengan Rifat.
“Tidak mungkin.” Tania memegang perutnya sambil menggelengkan kepalanya. “Ini anak kami berdua bukan dia.”Melangkah dengan penuh keyakinan, sekali lagi menghentikan langkahnya. Hembusan nafas panjang dan kasar dikeluarkannya, membawa alat itu untuk masuk kedalam tas. Tania akan pergi ke dokter kandungan mereka sendirian nanti, menatap Wijaya yang masih lelap dalam tidurnya setelah olahraga panas mereka semalam, melangkah kearahnya dan membelai rambut Wijaya pelan membuatnya bergerak dengan membuka matanya sedikit.“Kamu sudah cantik aja, mau kemana?” tanya Wijaya dengan suara serak khas bangun tidur.“Anak-anak sekolah pastinya butuh diantar dan mTidak ingin berdebat lagi Rifat memilih mengikuti apa yang Tania katakan, rumah sakit terdekat pastinya berhubungan tentang sesuatu pada diri Tania. Pikirannya bermacam-macam tentang kesehatan Tania, melihat dari kaca untuk melihat keadaan sebenanya.“Fokus sama nyetir.” Tania berkata dengan nada datar.“Aku takut terjadi sesuatu dengan kamu.” Rifat berkata atas apa yang ada didalam pikirannya.“Nggak usah sok khawatir, kita tidak ada hubungan apapun.” Rifat menganggukkan kepalanya “Memang benar, tidak perlu memiliki hubungan apapun untuk bisa hubungan intim di ranjang.” “Itu rahasia kita.” Tania menatap tajam pada Rifat.“Apa kamu yakin kalau semua baik-baik saja?” tanya Rifat mengalah dengan semua emosi Tania “Maksudnya kita melakukan hubungan intim bisa dikatakan beberapa kali...”“Tidak sering hanya dua kali.” Tania memotong perkataan Rifat “Memang kenapa? Kamu berharap aku hamil? Nggak semudah itu bi
Sepulang dari mall berencana akan memberitahukan tentang kehamilan pada Wijaya, membelai perut perlahan sambil mengingat apa yang dikatakan Rifat, menggelengkan kepalanya jika apa yang Rifat katakan salah. Bayi yang ada didalam perutnya adalah benih dari Wijaya bukan Rifat, melepaskan semua pemikiran gilanya dan kembali fokus pada belanjaan yang ada dihadapannya.“MAMI!”Teriakan mereka bertiga membuat Tania mengalihkan perhatiannya, menatap ketiga anaknya yang sedang berlari kearahnya. Tania menundukkan tubuhnya menangkap Lucas yang semakin mendekat, memeluknya erat dengan mencium wajahnya tanpa henti yang membuatnya tertawa. Teriakan keras keluar dari bibir Leo membuat Tania menghentikan ciuman dan pelukannya pada Lucas dengan beralih pada Leo, berlanjut ke Zee yang tampak santai dan tidak peduli.“Mami beli baju buat siapa? Mami sendiri atau kita?” Lucas membuka suaranya.“Ini tempat dewasa, abang.” Zee berlalu kearah pengasuhnya.
ersiap dengan segala macam pertanyaan yang akan diberikan Wijaya, mengulur waktu dengan menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak, tidak memasuki kamar dan pastinya menghindar dari Wijaya adalah hal yang dilakukan sejak sampai rumah.“Menghindar?” Tania menatap tidak percaya keberadaan Wijaya yang memasuki kamar Zee dan Leo, menatap mereka berdua yang sudah tidur dengan nyenyak. Membelai rambut mereka, mencium kening dan pipi tanpa membuat mereka bangun. Tania melangkah kearah Wijaya yang menatap datar kearahnya, berjalan mendekati kedua anak mereka dan melakukan hal yang sama seperti Tania.“Kita bicara sekarang.” Hembusan nafas pelan dikeluarkannya saat mendengar nada dingin Wijaya, Tania harus siap dengan semua kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya. Memasuki kamar mereka yang langsung di kunci Wijaya, memegang tangan Tania dengan membawanya ke sofa yang ada didalam kamar mereka.Tania tidak berani menatap kedua mata Wij
Tidak memberitahu siapapun tentang kehamilan kali ini, termasuk Tina dan Lila. Tari yang biasanya menjadi orang terakhir selama ini malah menjadi yang pertama, itupun saat kehamilan Tania akan menuju empat bulan. Saat ini, mereka berada di rumah tepatnya taman belakang. Tari langsung menebak yang diangguki Tania dan membuat Tina menatap tidak percaya. Menghabiskan waktu bersama para wanita sering mereka lakukan, biasanya jika sudah seperti ini anak-anak sudah tenang bersama pengasuh mereka.“Bagaimana bisa nggak bilang?” Tina memberikan tatapan tajam.“Lupa.” Tania menjawab dengan nada santai.“Akhirnya aku dulu yang tahu kalau mbak hamil.” Tari mengatakan dengan nada bahagianya.Tina mencibir perkataan Tari yang penuh kebahagiaan, Tania hanya menggelengkan kepalanya melihat interaksi mereka berdua. Hubungan mereka hanya ipar, tapi bukan berarti mereka tidak saling menyayangi satu sama lain, apalagi mereka sudah mengenal dari k
Beberapa hari tidak mengajak bicara Wijaya, perkataannya membuat Tania kesal dan emosi. Wijaya mengatakan seperti itu seakan dirinya adalah wanita murahan, masa lalu membuat Tania kesal dan tidak bisa dihilangkan begitu saja. Dalam pikiran Wijaya pastinya tentang masa lalu dimana Tania bisa melakukan hal-hal itu, tapi bukankah seharusnya itu bukan lagi hal yang menjadi pembicaraan mereka berdua.“Masih marah?” tanya Wijaya dengan nada sedih “Aku salah, maaf.”Wijaya sudah mengucapkan kata maaf beberapa kali, selama beberapa kali pula Tania hanya diam dan tidak mengajak berbicara kecuali jika ada anak-anak atau depan orang lain. Didalam kamar suasana menjadi hening, Tania beberapa kali tidur di kamar Zee dan Leo dengan alasan kehamilannya.“Sayang, aku tahu seharusnya tidak mengatakan itu sama kamu. Kata itu memang sangat sensitif buat kita berdua, tapi aku mengatakan itu karena kasihan melihat Rifat tidak memiliki anak dan harus membesarkan Endi yang
“Tawaran apa lagi ini?” Rifat menatap Tania tidak percaya.“Apa? Aku nggak tahu maksudmu.” Tania menatap bingung dengan apa yang Rifat pertanyakan.“Hamil dengan wanita lain, tapi dari benih kita berdua.” Rifat memberikan penjelasan atas apa yang di dengarnya.“Ya, Wijaya bilang begitu. Aku juga nggak tahu bagaimana dia punya ide gila macam itu.” Tania menjawab santai “Lagipula kalau kamu keberatan juga nggak akan dilakukan.”“Yakin?” Rifat memandang penuh selidik pada Tania yang hanya mengangkat bahunya “Kita tahu bagaimana dia.” “Masih lama juga, jadi nggak perlu dipikirkan.” Tania menggerakkan tangannya agar santai.“Terserah, aku kesini mau jemput Endi. Terlalu lama dia disini sama Zee, lama-lama mereka bisa aja saling suka.” Tania menggelengkan kepalanya mendengar perkataan Rifat, kedekatan anak-anaknya dengan Endi atau Billy memang sudah seperti saudara, tidak pernah ada didalam pikirannya mendekatk
Menatap pintu ruang kerja Wijaya dengan tatapan tanda tanya, memasuki ruangan dengan ekspresi tegang ditambah kedatangan mereka yang bekerja sebagai pengawal dan disusul Rifat juga Muklis. Tidak tahu apa yang terjadi, tidak ada Tina membuat Tania tidak bisa bertanya-tanya tentang apa yang mereka bahas didalam sana, biasanya Wijaya tidak akan membahas hal ini didalam rumah yang ada anak-anak.“Papi ada tamu?” suara Lucas membuat Tania mengalihkan pandangannya.“Abang mau apa?” tanya Tania menatap lembut Lucas.“Nggak ada, abang lihat mami lihatin ruangan papi terus.” Lucas menjawab dengan memberikan tatapan polosnya. “Kalau penting langsung masuk saja, daripada mami sedih.”“Mami nggak sedih hanya....penasaran papi ngapain didalam sana.” Tania mencari jawaban yang tepat.Lucas menganggukkan kepalanya “Mami ikut abang aja daripada mikirin papi.”Lucas menggenggam tangan Tania, membuatnya mengikuti langkah Lucas yang saa
“Rifat tanya begitu sama kamu?” Tania menatap tidak percaya.Setelah pertemuan dan pembicaraan yang dilakukan dengan Rifat membuat Tania ingin segera tahu, tapi Wijaya mengulur waktu dengan meminta Tania melakukan apa yang dimintanya, saat semuanya selesai tidak ada lagi alasan yang diberikan dan mau tidak mau menceritakan semuanya yang mereka bicarakan.“Kamu sudah dengar semuanya, masa aku bohong? Pantang buatku itu bohong.” Wijaya menatap malas pada Tania. “Rifat memang benar-benar menyukai kamu.”“Kamu yakin dia menyukai aku? Bukan sebagai balas dendam?”“Balas dendam karena apa?” “Entahlah.” Tania mengangkat bahunya santai.“Kamu yang bisa merasakan dia balas dendam atau bukan, lagipula aku sudah tahu apa yang kalian sembunyikan.”“Maksudmu?” Tania membelalakkan matanya.“Sudah, nggak perlu dibahas lagi.” Wijaya menggerakkan tangannya agar tidak membicarakan lagi tentang pembicaraan Rifat.