Ciuman mereka semakin dalam, tangan Galih mulai bergerak membuka kemeja Tania dan saat sudah terbuka memasukkannya kedalam. Ciuman mereka terlepas dan beralih pada leher Tania, menghisap pelan membuat Tania mengadahkan kepalanya yang semakin membuat Galih bebas melakukannya. Erangan keluar dari bibir Tania saat Galih menjilati lehernya, kemeja Tania dilepasnya perlahan menyisakan bra berwarna hitam yang sangat kontras dengan warna kulitnya. Galih mengerang tertahan saat merasakan kulit Tania, mengangkat tubuh Tania dan memindahkannya ke sofa.
Menatap tubuh Tania yang masih menggunakan bra dan pakaian bawahnya, wajah Tania memerah melihat apa yang telah dilakukannya. Tania tahu jika dirinya tidak bisa menghindar lagi dari apa yang akan terjadi nanti, Galih menundukkan wajahnya menurunkan bra milik Tania memperlihatkan payudara dan putingnya yang berwarna pink kecoklatan, pemandangan ini membuat Galih menelan saliva kasar. Menundukkan kepalanya dengan langsung melahap putinMengikuti apa yang Galih inginkan, saat tangan Galih menarik Tania menghadapnya, membuka pakaian yang Tania gunakan. Tania baru menyadari saat ini Galih hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya, menarik dagu Tania dengan melumat bibirnya lembut, terkejut dengan apa yang Galih lakukan membuat Tania hanya bisa diam dan tidak membalasnya. Gerakan bibir Galih membuat Tania melakukan hal yang sama, membalas ciuman dan lumatan yang Galih lakukan, saat ini mereka memainkan lidahnya dalam mulut masing-masing.Tangan Tania melingkar di leher Galih membuat ciuman mereka semakin dalam, melepaskan ciuman membuat mereka saling menatap satu sama lain. Galih mengangkat tubuh Tania agar berdiri, membuka pakaiannya pelan sampai akhirnya hanya menggunakan pakaian dalam. Galih mengajak Tania ke ranjang, membaringkannya di ranjang dengan pelan dan kembali melumat bibirnya dengan kasar.Tangan Galih tidak tinggal diam memberikan gerakan lembut pada payudara Tania, me
Pernyataan atau pengakuan Wijaya membuat Tania diam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Selama ini dirinya menganggap Wijaya adalah pria tanpa cela, tidak mungkin mengkhianati istrinya meskipun tanpa cinta, hubungan harmonis yang terlihat tidak selamanya tampak baik-baik saja. Dalam benak Tania para pria semua saja, tidak jauh berbeda dengan pria pada umumnya.Lama mereka terdiam, Wijaya menanti reaksi Tania yang hanya diam dan tidak tahu apa didalam isi kepalanya saat ini. Tangan Wijaya saling bertautan satu sama lain, takut dengan reaksi Tania padahal selama ini dirinya menyembunyikan ini semua dengan sangat rapi dan tidak peduli jika nantinya Vita tahu, tapi Tania benar-benar berbeda dimana rasa takut kehilangan benar-benar besar.“Lalu kenapa kamu nggak pernah cerita sama almarhumah? Apa kamu menyembunyikan ini dihadapan almarhumah? Wanita yang merawat Via dengan baik, lalu kenapa sekarang terbuka sama aku? Aku bukan orang penting di masa lalumu, sehar
Mempunyai satu rahasia yang lain, rahasia yang tidak diketahui banyak orang terutama Tania. Dahulu, Bobby tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya dengan Helen. Saat ini tidak ada satupun yang tahu tentang ini, hubungan gilanya dengan mahasiswi yang menggunakan pakaian tertutup. Sebelum dengan mahasiswi yang bernama Aisah, Wijaya berkenalan dengan sahabatnya Anisa. Mereka berdua jelas berbeda, Anisa lebih agresif dibandingkan Aisah, tapi ternyata salah Wijaya mendapatkan kepuasan dari Aisah.Wijaya bukan tidak puas dengan Tania, sangat puas karena Tania bisa mengimbanginya dalam hubungan intim, tapi godaan yang Aisah lakukan tidak bisa dirinya hindari sama sekali. Wanita muda ini lebih berani dibandingkan kedua putrinya, Aisah benar-benar bisa mengimbangi dirinya yang tua ini. Hubungan mereka terjalin sebelum Wijaya bertemu dengan Tania, wanita yang sudah benar-benar mengubah hidupnya menjadi lebih hidup dengan anak-anak yang lucu.Kejadian itu benar-benar ti
“Sayang, mau sampai kapan marahnya?” Tania mendekati Wijaya yang duduk disalah satu kursi menghadap pemandangan kota.Mereka berdua memutuskan ke apartement tempat mereka berdua melakukan hal gila, Lucas dititipkan pada Via yang ingin belajar merawat anak kecil. Kandungan Tania sendiri sudah berjalan mendekati lima bulan, mereka memutuskan bulan madu kecil-kecilan di apartement ini.“Kamu nggak lihat aku lagi apa?” Tania berdiri dihadapan Wijaya dengan tubuh telanjangnya.“Shit! Kamu selalu membuatku tidak pernah bisa marah.” Wijaya menarik Tania duduk di pangkuannya dan langsung menarik payudaranya untuk dihisap dan dijilat, jemari Wijaya berada di belahan vagina Tania dengan bergerak didalamnya. Tangan Tania meremas rambut Wijaya atas apa yang dilakukannya, mendorong kepala Wijaya membuat hisapan pada payudaranya terlepas. Memilih berdiri dan membuka pintu balkon membuat udara luar langsung masuk kedalam, berjalan sambil menggoyangkan b
“Kenapa di dorong?” Wijaya menatap bingung kearah Tania.“Kamu nggak ingat Lucas bilang apa tadi?” Wijaya terdiam dan menggelengkan kepalanya “Jangan disini kalau mau begituan.”“Terus dimana? Kita melarikan diri lagi ke apartemen?” pukulan ringan Tania berikan pada Wijaya di lengannya dan hampir saja teriak jika Tania tidak memberikan tatapan tajam. “Pertanyaanku benar, memang mau dimana?”“Jangan disini, kamu juga harus jaga tu burung biar bisa tahan diri.” Tania menatap tajam pada penis Wijaya yang langsung di tutupi dengan tangan.Menggelengkan kepalanya, reaksi Wijaya memang sangat drama. Langkah Tania membuat Wijaya langsung beranjak dari ranjang, mengikuti dalam diam dan tidak lupa menutup pintu kamar mereka. Wijaya hanya diam mengikuti kemana langkah Tania, hampir saja teriak saat Tania membuka pintu kamar tamu, dalam bayangannya adalah mereka akan memasuki ruang kerja dan ternyata salah dimana pilihannya adalah kamar tamu.
Wijaya menatap Tania berkedip beberapa kali, tatapan yang membuat Tania semakin bingung dibuatnya. Dirinya tersadar jika tadi membayangkan Aisah, wanita muda yang sekarang sudah bahagia dengan cintanya atau mantan kakak iparnya. “Kita pulang?” tanya Wijaya mengalihkan perhatian Tania.“Maunya, tapi Via kasihan belum bisa apa-apa.” Tania menggelengkan kepalanya lemah.“Anak-anak pasti paham.” Wijaya menenangkan Tania.“Kamu pasti sudah bilang aneh-aneh? Abang tu terutama yang sering kamu racuni.” Tania menatap malas pada Wijaya, pria ini selalu suka berbicara hal aneh dengan anak-anak.“Kok racuni? Salah aku bicara sama anak-anak?”Tania memutar bola matanya melihat drama yang akan Wijaya lakukan, menggelengkan kepala meninggalkan Wijaya seorang diri. Langkahnya menuju ke kamar kembar, kata-katanya memang benar dimana kembar dan Via belum bisa dilepas. Pekerjaan Wijaya bisa melakukannya disini, bersama dengan Bima dan
Tania memutuskan menghentikan semua alat-alat pencegah kehamilan, memang dirinya tidak memasang kontrasepsi tapi bukan berarti tidak membuat persiapan agar tidak hamil terlebih dahulu. Melihat ketiga anak-anaknya sudah siap untuk memiliki adik baru lagi, keputusannya bulat dengan memberikan mereka adik baru dan semua itu tanpa sepengetahuan Wijaya.Menatap penampilannya depan kaca kamar mandi, tersenyum puas tidak lupa memberikan parfum di seluruh tubuhnya. Membuka pintu kamar mandi mendapati Wijaya masih sibuk dengan ponsel di tangannya, Tania mengajak Wijaya ke apartemen tempat pertama mereka melakukan setelah dari pertemuannya dengan Galih, apartemen yang dibeli atas nama Tania dan telah menjadi hak miliknya.Melangkah dengan pelan, tidak mengeluarkan suara sama sekali. Jaraknya semakin dekat yang tidak disadari sama sekali oleh Wijaya, tangannya mengambil ponsel yang dipegang Wijaya membuatnya mengangkat kepala menatap Tania. Tatapannya langsung berubah men
Menatap tidak percaya pada testpack yang dipegang, Wijaya memiliki benih yang luar biasa membuat dirinya cepat sekali hamil. Tania melangkah keluar dari kamar mandi, mendapati Wijaya masih tidur dengan nyenyak, langkahnya terhenti saat mengingat Tania juga melakukan hubungan intim dengan Rifat.“Tidak mungkin.” Tania memegang perutnya sambil menggelengkan kepalanya. “Ini anak kami berdua bukan dia.” Melangkah dengan penuh keyakinan, sekali lagi menghentikan langkahnya. Hembusan nafas panjang dan kasar dikeluarkannya, membawa alat itu untuk masuk kedalam tas. Tania akan pergi ke dokter kandungan mereka sendirian nanti, menatap Wijaya yang masih lelap dalam tidurnya setelah olahraga panas mereka semalam, melangkah kearahnya dan membelai rambut Wijaya pelan membuatnya bergerak dengan membuka matanya sedikit.“Kamu sudah cantik aja, mau kemana?” tanya Wijaya dengan suara serak khas bangun tidur.“Anak-anak sekolah pastinya butuh diantar dan m
“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen