Beranda / Romansa / My Love Blows / Bab 3 || Informasi Penting

Share

Bab 3 || Informasi Penting

Penulis: Bukan Ardiyan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hembusan angin semilir yang sangat ramah ini membuat suasana menjadi sejuk-menyejukkan padahal sekarang sudah hampir menjelang siang. Carina yang masih sangat menggebu-nggebu begitu antusiasi ingin menceritakan perihal mengenai Xavier, dia seperti langit hitam yang ingin memuntahkan air bah karena takk bisa terbendung.

Sampai saat ini hanya Jeania yang dengan terang-terangan memberikan penilaian sikap buruk mengenai Xavier. Bagaiamana tidak, wajah Xavier yang begitu rupawan sudah banyak memikat wanita yang melihatnya, lantas ditambah dengan akademiknya yang begitu mumpuni, tentu sudah sangat terlihat perfect di kalangan warga sekolah. Carina adalah salah satu contoh wanita yang sedang tergila-gila dengan paras yang dimiliki Xavier, kalaupun dia tidak pernah dianggap sama sekali.

“Sini, lo! Ikutin gue aja!” pekik Carina mencekal lengan Jeania,  sebenarnya Jaenia sama sekali tidak berminat untuk diajak.

“Mau kemana, sih?! Kenapa ga di kelas kita aja? Mager gue,” keluh Jenia. Carina tidak peduli.

Akhirnya dengan langkah gontai Jeania mengekor di belakang Carina. Sama seperti apa yang didapatnya tadi pagi, banyak pasang mata mengarah tajam kepada Jeania. Berbeda dengan tadi pagi, karena sekarang adalah jam istirahat pastilah lebih banyak yang memperhatikan Jeania.

“Gila, lo, Jen! Berasa jadi artis gue,” ujar Carina terkikik geli.

Jeania memutar bola matanya malas, dia sedang kesal. Padahal peasaannya sedari tadi dirundung kemarahan karena ulah Xavier tadi pagi dan sekarang Carina menambah kekesalanya, baru aja ia mengenalnya sehari.

“Nah sampai, deh,” ujar Carina setelah sampai kepada suatu tempat bertuliskan ‘Laboratorium Komputer’.

Jeania mengernyitkan dahinya dan alisnya saling bertaut dia begitu keheranan.

"Sebenarnya apa maksud dari wanita yang baru dikenal itu," pikirnya.

“Masuk! Lo ngapain matung di situ!?” tegur Carina melihat Jeania yang masih berdiri di depan pintu.

Tak ingin banyak bertanya terlebih dahulu Jeania memutusan untuk menuruti kemauan Carina, si wanita aneh yang baru ditemui. Dengan langkah gontai Jeania memasuki ruangan itu dan mengamati dengan seksama ruangan sekitarnya.

“Lo ngapain, sih?!” Carina mencekal tangan Jeania lagi. Kali ini Jeania menyengir kesakitan sayangnya Carina tak mengetahuinya.

Ruangan ini di penuhi dengan computer yang terlihat masih sangat baru. Bisa dikatakan laboratorium ini jarang sekali terpakai. Tentu, karena di tangan para siswa maupun siswi sudah ada smartphone yang  sudah sangat canggih itu, berbeda dengan dahulu. AC  yang menempel di dinding pun masih sangat baik digunakan.

“Lo ngapain ngajak kesini, sih?!” sergah Jeania menarik tangannya yang sedari tadi di cekal Carina sembari mengawasi sekitarnya yang masih sangat asing.

“Duduk sini duduk!” pinta Carina menarik bangku di sebelahnya. Jeania pun menghampirinya.

“Di sini itu…” Carina mendekatkan bibirnya ke salah satu alat pendengaran Jeania, “Dingin.” Seketika itu mata Jeania terbelalak setelah mendengar apa yang dituturkan Carina kemudian dia menepuk jidat Carina, Carina pun tersentak kaget.

“Bego, lo! Gue udah esmosi dari tadi pagi sekarang lo nambah-nambahin!”sunggutnya kesal.

Esmosi apaan?! Ngadi-ngadi, lo! Erosi kalik?” ujar Carina berusaha membercandai Jeania yang sedang tersulut amarah. Alhasil tidak begitu buruk, Jeania pun terkekeh mendengar lawakan kuno yang dibawakan Carina.

“Gue lagi serius, bege!” Jeania megusap air mata yang mulai menetes karena tawa bahak yang dibuat Carina barusan.

“Lagian lo erosian.”

“Udah gak lucu! Lo piker gue…” Jeania mengatup bibirnya menggunakan kedua tangannya. Dia tidak bisa berbohong, jika teringat lawakan yang  dibuat Carina tadi memang sangatlah lucu baginya. Apalagi bisa dikatakan  Humor yang dimiliki Jeania itu memang rendah, jadi sangatlah mudah untuk membuat dia tertawa.

Tanpa mereka sadari kedekatan mereka mulai terbentuk kurang dari satu hari. Jeania yang memilik sifat pemarah ternyata mampu bertahan untuk berteman kepada Carina yang notabene memiliki sifat sangat cerewet.

“Lo mau cerita apa!?” Teriak Jeania yang begitu nyaring membuat Carina terperanjat dari tempat duduknya, Carina jatuh ke lantai beruntung lantai itu dilapisi karpet. Sengaja Jeania melakukan itu, apalagi teriakan itu sangat kencang dan sangat dekat dengan kedua telinga Carina. Jeania Kembali terkekeh merasa berhasil terhadap apa yang ia lakukan barusan, wajahnya pun begitu tergugah sumringah.

“Sialan, lo, Jen! Sakit pinggang gue!” ujar Carina dengan nada lirih. Tangannya mengelus-elus pinggang yang dirasanya sakit. Melihat Carina merengek kesakitan perasaan iba pun muncul,  namun tidak dengan rasa bersalah. Jeania masih saja terkekeh sembari menolong Carina agar bisa duduk kembali di tempat yang sama.

“Aduh… duh… duh. Kasian anak mama ini,” ejek Jeania mengikuti Carina yang masih mengelus-elus pinggangya.

“Awas lu, jen! Gue bales,” ancam Carina yang sama sekali tidak membuat takut Jeania.

“Udah buru cerita!” pinta Jeania.

“Jadi Kak Xavier itu, pangerannya sekolah ini tauuuk!” bibir Carina terlihat begitu maju saat pengucapan kata terakhir.

"Oh jadi namanya Xavier," pikirnya.

Jeania tidak begitu terkejut dengan ungkapan pengeran itu, dia saja saat pertama kali bertemu bisa langsung jatuh cinta jika saja Xavier tidak begitu tajam saat berbicara.

“Iya terus?” ujari Jeania datar.

“Gila, lo! Siswi baru kayak lo gini bisa jalan sama Kak Xavier. Gue aja yang udah dua tahun mau lumutan belum pernah jalan sama Kak Xavier, Jen!”

Jeania menarik nafas panjang. Terlihat dari raut wajah yang sangat manis itu rasa kemalasan.

Dengan paras yang menawan sebenarnya sudah sangat biasa Jeania bertemu dengan pria yang memiliki rupa setara dengan Xavier, bahkan yang lebih pun banyak.

***

“Lo dari mana? Lama beut,” tanya Fano yang sedang asik bermain game online.

Xavier menarik bangku kosong yang berada disampingnya agar bisa meluruskan kakinya yang sedang kelelahan.

“Ada perintah tambahan dari Bu Faiza tadi,” ujar Xavier datar.

“Emang si ketua selalu sibuk, ya,” ejek Fano kepada Xavier namun tidak digubris sama sekali.

Sekarang pikirannya Xavier hanya berkutat pada satu wanita yang bersamanya tadi, Jeania. Dengan tubuh yang tidak begitu tinggi, rambut yang menjuntai lurus kebawah, dan wajah yang berseri-seri itu sudah berhasil membuat hati Xavier terpikat kepadanya. Padahal, dia memiliki tekad untuk tidak sesekali menyentuh kata itu -cinta-.

Memang benar, cinta bisa merubah segalanya. Karena cinta yang begitu dalam dia rela diinjak-injak oleh cintanya, bahkan disiksa dari hati sampai ke fisiknya, Sebagian orang mungkin mengatakan sebagai kebodohan. Namun, berbeda dengan Adellia ibunda  Xavier. Dan karena cinta juga Xavier yang sedari kemaren bertekad untuk membutakan hatinya yang perlahan mulai luluh karena pandangan pertamanya.

“Lo ngapain masih ngelamun?” Xavier tersentak ke alam nyata mendengar tuturan Fano.

“Jam sekolah udah selesai, hari ini kan kita pulang lebih awal!” cecar Fano.

Xavier akhirnya teringat Kembali jika hari ini memang pulang  lebih awal. Xavier bahkan tidak sadar jika bel tanda untuk pulang sudah dibunyikan. Yang benar saja, pertemuannya dengan Jeania sudah mengacaukan pikirannya.

“Duluan ye.” Fano berpamitan dan dibalas anggukan Xavier.

Setelah membereskan buku-bukunya yang berserakan Xavier bergegas untuk pulang. Namun, tiba-tiba…

“Vier mau kemana, lo?!” itu adalah suara Asya yang sudah stand by di depan pintu kelas. Xavier menepuk dahinya pelan, dia teringat perkataannya tadi pagi. Padahal Xavier sudah sangat bersemangat untuk bertemu dengan ibundanya.

Akhirnya Xavier memutuskan untuk menepati perkataanya tadi pagi kepada Asya. Karena Xavier tidak ingin melihat ada drama-drama yang dibuat Asya. Dia bersyukur karena tadi pagi sudah banyak yang dikerjakan jadi sekarang hanya menyelesaikan sisanya. Setiap kali Xavier mengerjakan soal, Asya justru tidak memperhatikan cara pengerjaan itu. Mata Asya sedari tadi hanya terfokuskan pada wajah Xavier, wajah dengan rambut yang tidak begitu panjang yang menjadi mahkotanya dan mata sipit yang menambah keelokan rupa Xavier. Asya adalah contoh lain dari wanita yang sedang tergila-gila dengan Xavier.

Dan setelah semua soal terselesaikan Xavier segera beranjak meninggalkan Asya yang masih terkagum dengan cara pengerjaan yang dilakukan Xavier.

Setibanya di rumah, Xavier begitu terkejut melihat ibundanya sedang menangis. Dan tangannya terluka.

“Mamah!” pekik Xavier menghampiri ibundanya. 

***

Bab terkait

  • My Love Blows   Bab 4 || Benci!

    -Aku tau mencintai seseorang itu tidak perlu membutuhkan sebuah alasan, karena alasan hanya diperlukan saat kita membenci seseorang, dan aku mempunyai alasan itu.-“Mamah!” pekik Xavier menghampiri Adellia.Bercakan luka sayatan yang menetes dan meyebar disekitar lantai membuat hati Xavier begitu terenyuh seperti dipaksa untuk memasuki jurang yang sangat dalam, air matanya kini mengalir. Sedalam itu dia mencintai Adellia maka sesakit itu juga saat melihat Adellia menderita.“Ini kenapa, mah?” tanya Xavier menggapai tangan Adella yang bergelayut lemas di atas bangku.Wajah Adellia terlihat pucat pasi, tubuhnya terkulai lemah, luka itu sudah sedari tadi mengalirkan cairan merahnya. Terlihat bercakan yang masih segar berserakan disekitar lantai.Tanpa pikir panjang dan dengan air mata mengalir deras tak bisa dibendung, Xavier membawa Adellia masuk kedalam mobil. Dengan langkah gontai namun perlahan Adellia bisa mengiku

  • My Love Blows   Bab 5 || Bukan Cinta!

    -Apakah benar cinta itu datangnya dari mata lalu turun ke hati, lantas bagaimana jika tangga pertama itu hilang? Masihkah ada kata cinta semanis saat pertama kali jumpa?-“Eh, adek abang udah pulang,” pekik Revan menyambut kedatangan Jenia.“Kenapa nih mukanya cemberut gitu?” kali ini Revan mencubit pipi adeknya itu. Percayalah di usia yang sudah menginjak SMA seperti ini wajah Jeania masih terlihat baby face.“Aw... sakit, kak!” Jeania menggerutuki kakaknya.Dari kejauhan terlihat Devi menggeleng-geleng melihat tingkah laku Revan itu. Sudah berapa kali Devi mengatakan agak tidak memperlakukan adik wanitanya itu seperti anak kecil. namun karena ini adalah sikap normal sebagai seorang manusia jadi Devi sedikit memakluminya, hanya sedikit.“Mah, ini Kak Revan rese!” ketus Jeania. Tangannya mendekap di dadanya. Revan yang melihat ini hanya terkekeh, sebenarnya tangannya s

  • My Love Blows   Bab 6 || Pembawa Sial

    Hilang satu tumbuh seribu. Bagaiamana dia bisa hilang sedangkan aku pun bukan siapa-siapanya. Kadang seseorang berujar akan ketidakadilan hidup ini, padahal kita sendiri yang tidak adil karena seenaknya mengklaim sepihak. Buktinya saja kamu tak dianggap!“Lo kenapa sih, Jen!?” tegur Carina membuat Jeania tersentak karena sedari tadi melamun.“Gue...”“Hai...!!!” Tiba-tiba seseorang dengan tubuh semampai dan wajah yang begitu menawan mengejutkan mereka berdua.Sekarang mereka sedang berada di pelataran kelas. Duduk berdua di bangku yang sedari tadi kosong, sebelum satu pria yang tak dikenal Jeania ini datang menghampiri mereka berdua.“Nama lo Jeania?” tanya pria itu, namanya Faisal, kelas sebelah.Bukannya menjawab Jeania justru menggedikan bahunya kemudian mendesah malas. Mood Jenia sedang tidak baik, dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk Faisal.“Sssttt...&r

  • My Love Blows   Bab 7 || Balas Dendam

    Kupikir dengan adanya banyak orang yang memujiku cantik maka segala urusanku dengan semua orang akan terasa lebih mudah, ternyata sama saja sulitnya.- Jeania Suasana di sekolah cukup sepi, tentu saja mereka semua sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.Kecuali dengan Jeania dan Carina, mereka masih berjemur bersama tiang bendera di tengah lapangan menemani mereka bertiga yang sedang mematung menjalankan titah dari sang ketua.Terik matahari semakin memancarkan panasnya, dan minimnya angin sepoi-sepoi mendukung penyiksaan yang mereka alami sekarang. Itu adalah resiko yang tidak bisa mereka hindari. Sebenarnya hukuman seperti ini jauh lebih baik daripada harus berurusan dengan guru BK yang di mana itu hanya akan lebih memanjang dan akan jauh lebih lama.“Makin panas gila, Rin,” keluh Jeania mengipas-ngipasi dirinya dengan tangan kosong. Keringatnya mulai berjatuhan sedikit demi sedikit. Meskipun berkeringat Jeania tidak s

  • My Love Blows   Bab 8 || Dia Berharga

    Kau tau... ternyata rasa gengsi itu adalah musuh terbesar bagi cinta. Jika kau mencintai seseorang lebih baik jujurlah, jangan sampai rasa gengsi itu menguasaimu. Aku tau bagaimana rasanya, dan itu benar-benar lebih menyakitkan. Tolong, percayalah!Waktu istirahat telah usai, sekarang suasana cukup sepi. Hanya tersisa dua orang yang sedang membersihkan baju Xavier.Meskipun terlihat suka bermain game online Fano adalah seorang teman yang setia, dia selalu ada disaat Xavier membutuhkan bantuannya bahkan dia tidak pernah menolak, begitu pun dengan Xavier.Perlu diketahui mereka berdua adalah cogan-cogan sekolahan, hanya saja Xavier enggan mempermainkan perasaan seorang wanita. Xavier lebih memilih to the point untuk menolak dari pada harus menggerayangi perasaan wanita meskipun itu terlihat sangat kejam, dan Fano adalah kebalikannya. Sebenarnya dia tidak sepenuhnya mempermainkan perasaan wanita, hanya saja dia selalu menerima wa

  • My Love Blows   Bab 9 || Lebih Baik Sekarang

    Hey, bangun! Mimpimu bukan untuk hanya dinikmati saja. Jika mau maka lakukanlah, dan gapai itu. –Pesan Author-Kini pikiran Xavier benar-benar dikerahkan untuk mencari cara agar bisa mencegah niatan Fano. Benar, baru kali ini Xavier memikirkan hal seperti ini. Jika tidak untuk Jeania pasti dia akan sangat merasa ilfeel. Semenjak hadirnya Jaeania, Xavier sudah bukan lagi bangunan kokoh dengan prinsip yang dijunjung tinggi. Sekarang Xavier hanyalah seorang pengagum rahasia.Akhirnya setelah lama berkutat pada pikirannya Xavier menemukan cara. Entah, akan berhasil atau tidak, harus tetap dicoba. Sebenarnya ditebak saja sudah bisa, karena seorang Jeania tidak akan dengan mudah menerima perkataan dari Xavier apalagi semenjak pertama kali ia bertemu hingga sekarang belum pernah ada kesan yang cukup baik untuk sekedar dijadikan sebuah ingatan.“Maaf, bu. Saya izin ke kamar mandi sebentar,” ujar Xavier kepada guru yang sedang

  • My Love Blows   Bab 10 || Lagi-lagi Pilu

    "Hah yang bener, lo!” pekik Carina setelah mendengar ceritaku.Jam sekolah telah usai, sesuai janjiku aku menceritakan semua kepadanya. Sempat tadi aku ingin melarikan diri namun dengan sigap Carina mencegahku. Sekarang kami berdua sedang berada di ruang meeting pribadi kami, seperti itulah Carina menyebutnya. Katanya laboratorium ini sudah menjadi milik kami berdua. Tentulah itu hanya dia yang mengklaim secara sepihak.“Terserah lo! Capek gue, tiap kali gue jelasin lo ga percaya,” sunggutku kesal.“Iyalah, itu udah bukan kayak Kak Xavier lagi, Jen! Tapi di sisi lain gue percaya soalnya tadi gue liat dengan mata kepala gue sendiri lo jalan berdua.” Dua jarinya membentuk huruf V dan menunjuk-nunjuk dua matanya itu. “Dan gue bangga punya temen kek lo!” tambahnya. Carina adalah tipikal seseorang dengan gaya bicara yang ekpresif, jadi kedua tangannya itu sedari tadi sangat aktif memberikan pe

  • My Love Blows   Bab 11 || Semu

    Jangan terlalu mudah menaruh harapanmu kepada seseorang, karena siapapun bisa membuat kita kecewa. Namun, apakah kau sadar terkadang aspal di jalanan yang mulus itu bisa membuat kita bahagia dan merasa nyaman? Sejak tadi malam Adellia belum juga membaik, tubuhnya masih terasa hangat."Semoga saja tidak terjadi hal buruk," harap Xavier.Seperti biasa pagi ini Xavier menjalankan hari-harinya untuk bersekolah, dan untuk pagi ini Xavier tidak mengenyam sarapan. Tapi, setidaknya dia sudah mempersiapkan semua untuk Adellia termasuk sarapan dan obat-obatnya. Harapannya ketika Xavier sedang tidak bisa menemaninya semua persediaan sudah terpenuhi semua. Sayangnya hanya itu yang bisa dilakukan Xavier sekarang.Dengan rasa yang amat terpaksa Xavier meninggalkan Adellia yang sedang terkulai lemah sendirian tak berdaya, tadi dia sudah berniat untuk tidak mengikuti kegiatan sekolah hari ini, dan seperti biasa Adellia melarangnya. Meninggalkannya hanya a

Bab terbaru

  • My Love Blows   Bab 20 || Melangkah Maju

    Xaiver dan Pak Tono keduanya masih dalam keadaan siaga. Padahal pagi ini masih begitu sepi sekali, tentu tidak akan ada yang mengawasi mereka berdua. Namun, rasa was-was yang menyelimuti Xavier begitu kuat.Xavier masih berpikir-pikir apakah ia perlu menceritakan rencananya kepada Pak Tono selaku satpam sekolah itu. Kedekatannya dengan Pak Tono membuatnya sedikit menyingkirkan rasa gengsinya meskipun hanya untuk sementara. Karena menurut Xavier Pak Tono hanyalah satpam yang sekedar menjaga gerbang, jadi ia tidak mungkin bisa mencampuri urusan Xavier lebih jauh.“Jadi gini, pak. Vier mau nyari data-data tentang Jeania di ruang guru,” ujar Xavier dengan berbisik pelan, berharap tidak ada yang mendengar. Pak Tono terkejut terlihat dari ekspresi wajahnya yang terpental kebelakang.“Buat apa Vier? Mending jangan deh, kamu itu Ketua OSIS. Nanti nama kamu bisa tercoreng abis itu angkatan kamu juga kena dampaknya. Mending dipikir-pikir lagi,&rdqu

  • My Love Blows   Bab 19 || Xavier dan Adellia

    -Cinta seorang ibu itu tidak pernah bohong. Kamu bisa mengetahuinya saat berinteraksi dengannya.-Semenjak kepergian Daniel beberapa hari yang lalu, rumah terasa tentram bagi Xavier. Tidak ada kegaduhan, kekacauan, dan kebengisan-kebengisan yang dibuat oleh Daniel. Namun, berbeda dengan Adellia ibunda Xavier sekaligus istri Daniel, hari-harinya salalu ditemani oleh tangisan saat ia hanya menyendiri di kamarnya. Bahkan, Xavier tidak mengetahui hal itu, karena hari-harinya disibukkan oleh tugas sekolah yang sangat menumpuk, dan kewajiban-kewajibannya yang lain selaku Ketua OSIS.Diusia Xavier yang sudah beranjak dewasa ia sudah sangat mampu membagi waktu-waktunya. Ia tau kapan harus mengerjakan kewajibannya, menemani ibundanya, dan tentu ia tidak pernah terlupa untuk memikirkan Jeania.“Vier... kamu ngelamunin apa sayang?” pekik seseorang tiba-tiba memasuki kamar Xavier. Xavier sedang bersantai, karena di luar sedang turun hujan, melepas

  • My Love Blows   Bab 18 || Terima Kasih

    Aku berusaha menutupi kebohonganku menggunakan kebohongan, dan semua itu hasilnya sia-sia. –JeaniaJeania dan Carina keduanya larut dalam kesunyian, perlahan kesadaran Jeania mulai luruh karena mengantuk. Selain hobi membaca Jeania juga hobi sekali melamun, seperti saat ini. Sengaja Carina ikut terdiam karena menunggu kata-kata yang akan dilontaran Jeania dan ia berharap adalah sebuah penjelasan. Namun, setelah sekian berlama-lama menunggu Jeania yang tak kunjung berbicara, Carina sudah mulai geram.“Jen!” pekik Carina mengejutkkan Jeania. Tadinya ia sudah terlelap untuk beberapa saat.Jeania menghela nafas panjang, ia menyesal telah mmenghadirkan Carina ke rumahnya. Sebenarnya yang bermasalah bukan pada Carina melainkan pikiran Jeania yang sedang tidak baik dan merusak mood-nya.“Oh iya Jen. Soal Kak Fano gimana lo jadinya,” tanya Carina. Jeania tersadarkan dengan rencananya.“Gak tau gue, Rin.

  • My Love Blows   Bab 17 || Sahabat

    Langit terlihat begitu mempesona terukir indah di cakrawala. Kicauan burung menambahkan kelarasan bercengkrama. Tidak ada tanda kesenduan yang terlihat di langit, tentu tidak akan ada air yang mengguyur tanah sekolah SMA ini.Setelah kejadian yang menimpa Jeania, ia langsung meminta maaf kepada Asya karena sudah meninggalkannya sendirian. Dan setelah Jeania menjelaskan semua, seakan mengerti perasaan Jeania, Asya lalu memaafkannya. Tidak ada tanda-tanda kecurigaan yang diperlihatkan Asya. Ia masih menganggap Jeania sebagai seorang siswi baru yang tidak mungkin berbuat macam-macam.Perasaan Jeania masih diselimuti kekesalan, lagi-lagi dia harus terkena kesialan karena berurusan dengan seseorang yang bernama Xavier. Sebenarnya Xavier tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja karena Jeania yang sudah berani menaruh perasaan kepada Xavier jadi semua yang berhubungan dengan perasaan selalu salah di mata Jeania.Xavier masih dengan sikapnya seperti biasa, dia

  • My Love Blows   Bab 16 || Beruntung?

    Jangan pernah menduga-duga seseorang dengan sesuatu yang buruk,selain tidak ada untungnya jika dugaanmu salah, itu bisa menjadi penyesalan teramat besar. “Gue...”“Kenapa!?” sergah Xavier kali ini dengan nada sedikit lebih tinggi.“Gue mau manggil guru soalnya dari tadi kelas gue kosong Xavier sang Ketua OSIS... galak amat,” ketus Asya.Bisa dikatakan Asya adalah seseorang siswi yang cukup rajin, pasalnya ia dipilih oleh guru untuk menjadi ketua kelas bukan tanpa alasan. Selain karena sifat rajinnya ia juga memiliki sikap yang tegas terhadap teman-temannya.“Oh gitu, yaudah sana. Gue duluan,” ujar Xavier melenggang meninggalkan Asya. Seperti biasa sikap dinginnya masih sangat melekat setiap harinya, bahkan untuk seorang yang cantik dan rajin seperti Asya sangat susah untuk mendapatkan perhatian.Asya melangkahkan kakinya untuk pergi ke tempat yang akan ia tuju. Pikirannya masih berkut

  • My Love Blows   Bab 15 || Kecewa

    -Pov Jeania-“Apa-apan Xavier sialan itu! Kemarin ngaku-ngaku jadi pacar gue, sekarang udah ada berita jalan sama yang lain,” gumamku yang masih terdengar oleh Carina.“Hah... apa lo bilang!? Seriusan?” sergah Carina ia terkejut mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Sengaja berita itu tidak kuceritakan kepadanya, karena aku tidak ingin dicecarnya dengan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermutu.“Kok lo gak ngasih tau gue, sih!?”Dan benar saja, Carina sepertinya setelah ini akan mencecarku dengan banyak pertanyaan.. Berita yang kuberikan kepadanya seperti wartawan yang mendapatkan umpan untuk disantap.“Lo diem... lo diem! Gak usah banyak tanya dulu, mood gue ilang denger lo ngasih kabar gituan,” ujarku. Aku merengkupkan tanganku di atas meja lalu menopangkan daguku.Seharusnya sedari awal aku menyadari jika Xavier itu memang terlalu tinggi untuk digapai. Layaknya bulan yang h

  • My Love Blows   Bab 14 || Pertikaian

    Mengapa orang-orang rela mengutuk dirinya sendiri diatas kesempurnaan yang telah diberikan?Udara kali ini cukup terasa menyejukkan. Si jingga yang sudah melukis indah di langit membuat panorama mata semakin ingin merasakan candunya. Begitulah nuansa ria sore hari di rumah Xavier.Sudah cukup lama Adellia mengalirkan air matanya untuk menangis, deru nafasnya sedari tadi masih tersengal-sengal. Melihatnya seperti ini Xavier seperti sedang tertusuk ribuan pisan di hatinya, begitu menyakitkan.Karena sudah tidak tahan Xavier menghampiri ayahya tanpa sepengetahuan Adellia.“Mau kemana, sayang?” tanya Adellia melihat Xavier sedang membuka pintu.“Ambilin mamah minum bentar,” ujar Xavier berbohong.Tak ingin menaruh curiga Adellia memalingkan pandangannya ke langit-langit kamar. Xavier pun melenggang meningalkanya.Brak!!Xavier membanting pintu kamar Daniel, dia tersentak kaget.&l

  • My Love Blows   Bab 13 || Misi dan Rahasia

    Kesempatan bisa saja datang untuk kedua kalinya, hanya saja mungkin tidak akan sehebat yang pertama. Karena sebesar apapun seseorang memberikan kasih cintanya, jika dia pernah merasakan luka sebelumnya dia akan lebih berhati-hati untuk melangkah. Namun, belum tentu terjadi untukmu, bisa saja cintanya akan lebih hebat saat bersamamu. "Lo gak perlu tau alasannya. Ikutin kata gue pokoknya!”Jeania terperangah seketika mendengar jawaban yang diberikan Xavier. Dia tidak habis pikir dengan apa yangbaru saja dikatakan Xavier.“Eh... asal lo tau, gue mau pacaran sama Fano atau siapa itu terserah gue... bukan urusan lo!” sergah Jenia dengan nada lantang. Ia melenggang meninggalkan Xavier yang masih masih terpaku dengan perkataan tajam Jeania.Sebenarnya Xavier menyadari dia begitu dingin kepada Jeania, bukannnya tidak mungkin untuk mengubah kepribadianya hanya saja rasa gengsi yang ia miliki cukup tinggi untuk ditaklukan.

  • My Love Blows   Bab 12 || Ini Pilihannya

    Suasana sekolah cukup ramai, hampir setiap kelas jika jam istirahat tiba mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bersenang-senang. Begitu juga dengan Carina dan Jeania mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kantin. Hanya satu orang saja yang menyia-nyiakan jam istirahat ini, dia adalah Xavier. Seperti yang dilakoni tadi pagi dia menyendiri di ruang khusunya. Pikirannya masih saja berkutat pada seoarang yang terkulai di rumahnya. Dia masih mengkhawatirkannya.“Gue males, Rin,” sergah Jeania.“Terus gimana dong rencananya, udah ayok!” Carina menarik lengan Jeania agar mengikutinya. Namun, tiba-tiba...“Hai Jen... ini buat lo.” Itu adalah Faisal yang mengejutkan mereka berdua, dia menyodorkan kertas yang terlipat rapi.“Gue duluan, ya..”Jeania tak menjawab apapun, dia hanya menerima kertas yang diberikan Faisal.“Gila udah dapet surat cinta aja, lo!”“Gue ga suka am

DMCA.com Protection Status