Jangan terlalu mudah menaruh harapanmu kepada seseorang, karena siapapun bisa membuat kita kecewa. Namun, apakah kau sadar terkadang aspal di jalanan yang mulus itu bisa membuat kita bahagia dan merasa nyaman?
Sejak tadi malam Adellia belum juga membaik, tubuhnya masih terasa hangat.
"Semoga saja tidak terjadi hal buruk," harap Xavier.
Seperti biasa pagi ini Xavier menjalankan hari-harinya untuk bersekolah, dan untuk pagi ini Xavier tidak mengenyam sarapan. Tapi, setidaknya dia sudah mempersiapkan semua untuk Adellia termasuk sarapan dan obat-obatnya. Harapannya ketika Xavier sedang tidak bisa menemaninya semua persediaan sudah terpenuhi semua. Sayangnya hanya itu yang bisa dilakukan Xavier sekarang.
Dengan rasa yang amat terpaksa Xavier meninggalkan Adellia yang sedang terkulai lemah sendirian tak berdaya, tadi dia sudah berniat untuk tidak mengikuti kegiatan sekolah hari ini, dan seperti biasa Adellia melarangnya. Meninggalkannya hanya a
Suasana sekolah cukup ramai, hampir setiap kelas jika jam istirahat tiba mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bersenang-senang. Begitu juga dengan Carina dan Jeania mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kantin. Hanya satu orang saja yang menyia-nyiakan jam istirahat ini, dia adalah Xavier. Seperti yang dilakoni tadi pagi dia menyendiri di ruang khusunya. Pikirannya masih saja berkutat pada seoarang yang terkulai di rumahnya. Dia masih mengkhawatirkannya.“Gue males, Rin,” sergah Jeania.“Terus gimana dong rencananya, udah ayok!” Carina menarik lengan Jeania agar mengikutinya. Namun, tiba-tiba...“Hai Jen... ini buat lo.” Itu adalah Faisal yang mengejutkan mereka berdua, dia menyodorkan kertas yang terlipat rapi.“Gue duluan, ya..”Jeania tak menjawab apapun, dia hanya menerima kertas yang diberikan Faisal.“Gila udah dapet surat cinta aja, lo!”“Gue ga suka am
Kesempatan bisa saja datang untuk kedua kalinya, hanya saja mungkin tidak akan sehebat yang pertama. Karena sebesar apapun seseorang memberikan kasih cintanya, jika dia pernah merasakan luka sebelumnya dia akan lebih berhati-hati untuk melangkah. Namun, belum tentu terjadi untukmu, bisa saja cintanya akan lebih hebat saat bersamamu. "Lo gak perlu tau alasannya. Ikutin kata gue pokoknya!”Jeania terperangah seketika mendengar jawaban yang diberikan Xavier. Dia tidak habis pikir dengan apa yangbaru saja dikatakan Xavier.“Eh... asal lo tau, gue mau pacaran sama Fano atau siapa itu terserah gue... bukan urusan lo!” sergah Jenia dengan nada lantang. Ia melenggang meninggalkan Xavier yang masih masih terpaku dengan perkataan tajam Jeania.Sebenarnya Xavier menyadari dia begitu dingin kepada Jeania, bukannnya tidak mungkin untuk mengubah kepribadianya hanya saja rasa gengsi yang ia miliki cukup tinggi untuk ditaklukan.
Mengapa orang-orang rela mengutuk dirinya sendiri diatas kesempurnaan yang telah diberikan?Udara kali ini cukup terasa menyejukkan. Si jingga yang sudah melukis indah di langit membuat panorama mata semakin ingin merasakan candunya. Begitulah nuansa ria sore hari di rumah Xavier.Sudah cukup lama Adellia mengalirkan air matanya untuk menangis, deru nafasnya sedari tadi masih tersengal-sengal. Melihatnya seperti ini Xavier seperti sedang tertusuk ribuan pisan di hatinya, begitu menyakitkan.Karena sudah tidak tahan Xavier menghampiri ayahya tanpa sepengetahuan Adellia.“Mau kemana, sayang?” tanya Adellia melihat Xavier sedang membuka pintu.“Ambilin mamah minum bentar,” ujar Xavier berbohong.Tak ingin menaruh curiga Adellia memalingkan pandangannya ke langit-langit kamar. Xavier pun melenggang meningalkanya.Brak!!Xavier membanting pintu kamar Daniel, dia tersentak kaget.&l
-Pov Jeania-“Apa-apan Xavier sialan itu! Kemarin ngaku-ngaku jadi pacar gue, sekarang udah ada berita jalan sama yang lain,” gumamku yang masih terdengar oleh Carina.“Hah... apa lo bilang!? Seriusan?” sergah Carina ia terkejut mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Sengaja berita itu tidak kuceritakan kepadanya, karena aku tidak ingin dicecarnya dengan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermutu.“Kok lo gak ngasih tau gue, sih!?”Dan benar saja, Carina sepertinya setelah ini akan mencecarku dengan banyak pertanyaan.. Berita yang kuberikan kepadanya seperti wartawan yang mendapatkan umpan untuk disantap.“Lo diem... lo diem! Gak usah banyak tanya dulu, mood gue ilang denger lo ngasih kabar gituan,” ujarku. Aku merengkupkan tanganku di atas meja lalu menopangkan daguku.Seharusnya sedari awal aku menyadari jika Xavier itu memang terlalu tinggi untuk digapai. Layaknya bulan yang h
Jangan pernah menduga-duga seseorang dengan sesuatu yang buruk,selain tidak ada untungnya jika dugaanmu salah, itu bisa menjadi penyesalan teramat besar. “Gue...”“Kenapa!?” sergah Xavier kali ini dengan nada sedikit lebih tinggi.“Gue mau manggil guru soalnya dari tadi kelas gue kosong Xavier sang Ketua OSIS... galak amat,” ketus Asya.Bisa dikatakan Asya adalah seseorang siswi yang cukup rajin, pasalnya ia dipilih oleh guru untuk menjadi ketua kelas bukan tanpa alasan. Selain karena sifat rajinnya ia juga memiliki sikap yang tegas terhadap teman-temannya.“Oh gitu, yaudah sana. Gue duluan,” ujar Xavier melenggang meninggalkan Asya. Seperti biasa sikap dinginnya masih sangat melekat setiap harinya, bahkan untuk seorang yang cantik dan rajin seperti Asya sangat susah untuk mendapatkan perhatian.Asya melangkahkan kakinya untuk pergi ke tempat yang akan ia tuju. Pikirannya masih berkut
Langit terlihat begitu mempesona terukir indah di cakrawala. Kicauan burung menambahkan kelarasan bercengkrama. Tidak ada tanda kesenduan yang terlihat di langit, tentu tidak akan ada air yang mengguyur tanah sekolah SMA ini.Setelah kejadian yang menimpa Jeania, ia langsung meminta maaf kepada Asya karena sudah meninggalkannya sendirian. Dan setelah Jeania menjelaskan semua, seakan mengerti perasaan Jeania, Asya lalu memaafkannya. Tidak ada tanda-tanda kecurigaan yang diperlihatkan Asya. Ia masih menganggap Jeania sebagai seorang siswi baru yang tidak mungkin berbuat macam-macam.Perasaan Jeania masih diselimuti kekesalan, lagi-lagi dia harus terkena kesialan karena berurusan dengan seseorang yang bernama Xavier. Sebenarnya Xavier tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja karena Jeania yang sudah berani menaruh perasaan kepada Xavier jadi semua yang berhubungan dengan perasaan selalu salah di mata Jeania.Xavier masih dengan sikapnya seperti biasa, dia
Aku berusaha menutupi kebohonganku menggunakan kebohongan, dan semua itu hasilnya sia-sia. –JeaniaJeania dan Carina keduanya larut dalam kesunyian, perlahan kesadaran Jeania mulai luruh karena mengantuk. Selain hobi membaca Jeania juga hobi sekali melamun, seperti saat ini. Sengaja Carina ikut terdiam karena menunggu kata-kata yang akan dilontaran Jeania dan ia berharap adalah sebuah penjelasan. Namun, setelah sekian berlama-lama menunggu Jeania yang tak kunjung berbicara, Carina sudah mulai geram.“Jen!” pekik Carina mengejutkkan Jeania. Tadinya ia sudah terlelap untuk beberapa saat.Jeania menghela nafas panjang, ia menyesal telah mmenghadirkan Carina ke rumahnya. Sebenarnya yang bermasalah bukan pada Carina melainkan pikiran Jeania yang sedang tidak baik dan merusak mood-nya.“Oh iya Jen. Soal Kak Fano gimana lo jadinya,” tanya Carina. Jeania tersadarkan dengan rencananya.“Gak tau gue, Rin.
-Cinta seorang ibu itu tidak pernah bohong. Kamu bisa mengetahuinya saat berinteraksi dengannya.-Semenjak kepergian Daniel beberapa hari yang lalu, rumah terasa tentram bagi Xavier. Tidak ada kegaduhan, kekacauan, dan kebengisan-kebengisan yang dibuat oleh Daniel. Namun, berbeda dengan Adellia ibunda Xavier sekaligus istri Daniel, hari-harinya salalu ditemani oleh tangisan saat ia hanya menyendiri di kamarnya. Bahkan, Xavier tidak mengetahui hal itu, karena hari-harinya disibukkan oleh tugas sekolah yang sangat menumpuk, dan kewajiban-kewajibannya yang lain selaku Ketua OSIS.Diusia Xavier yang sudah beranjak dewasa ia sudah sangat mampu membagi waktu-waktunya. Ia tau kapan harus mengerjakan kewajibannya, menemani ibundanya, dan tentu ia tidak pernah terlupa untuk memikirkan Jeania.“Vier... kamu ngelamunin apa sayang?” pekik seseorang tiba-tiba memasuki kamar Xavier. Xavier sedang bersantai, karena di luar sedang turun hujan, melepas
Xaiver dan Pak Tono keduanya masih dalam keadaan siaga. Padahal pagi ini masih begitu sepi sekali, tentu tidak akan ada yang mengawasi mereka berdua. Namun, rasa was-was yang menyelimuti Xavier begitu kuat.Xavier masih berpikir-pikir apakah ia perlu menceritakan rencananya kepada Pak Tono selaku satpam sekolah itu. Kedekatannya dengan Pak Tono membuatnya sedikit menyingkirkan rasa gengsinya meskipun hanya untuk sementara. Karena menurut Xavier Pak Tono hanyalah satpam yang sekedar menjaga gerbang, jadi ia tidak mungkin bisa mencampuri urusan Xavier lebih jauh.“Jadi gini, pak. Vier mau nyari data-data tentang Jeania di ruang guru,” ujar Xavier dengan berbisik pelan, berharap tidak ada yang mendengar. Pak Tono terkejut terlihat dari ekspresi wajahnya yang terpental kebelakang.“Buat apa Vier? Mending jangan deh, kamu itu Ketua OSIS. Nanti nama kamu bisa tercoreng abis itu angkatan kamu juga kena dampaknya. Mending dipikir-pikir lagi,&rdqu
-Cinta seorang ibu itu tidak pernah bohong. Kamu bisa mengetahuinya saat berinteraksi dengannya.-Semenjak kepergian Daniel beberapa hari yang lalu, rumah terasa tentram bagi Xavier. Tidak ada kegaduhan, kekacauan, dan kebengisan-kebengisan yang dibuat oleh Daniel. Namun, berbeda dengan Adellia ibunda Xavier sekaligus istri Daniel, hari-harinya salalu ditemani oleh tangisan saat ia hanya menyendiri di kamarnya. Bahkan, Xavier tidak mengetahui hal itu, karena hari-harinya disibukkan oleh tugas sekolah yang sangat menumpuk, dan kewajiban-kewajibannya yang lain selaku Ketua OSIS.Diusia Xavier yang sudah beranjak dewasa ia sudah sangat mampu membagi waktu-waktunya. Ia tau kapan harus mengerjakan kewajibannya, menemani ibundanya, dan tentu ia tidak pernah terlupa untuk memikirkan Jeania.“Vier... kamu ngelamunin apa sayang?” pekik seseorang tiba-tiba memasuki kamar Xavier. Xavier sedang bersantai, karena di luar sedang turun hujan, melepas
Aku berusaha menutupi kebohonganku menggunakan kebohongan, dan semua itu hasilnya sia-sia. –JeaniaJeania dan Carina keduanya larut dalam kesunyian, perlahan kesadaran Jeania mulai luruh karena mengantuk. Selain hobi membaca Jeania juga hobi sekali melamun, seperti saat ini. Sengaja Carina ikut terdiam karena menunggu kata-kata yang akan dilontaran Jeania dan ia berharap adalah sebuah penjelasan. Namun, setelah sekian berlama-lama menunggu Jeania yang tak kunjung berbicara, Carina sudah mulai geram.“Jen!” pekik Carina mengejutkkan Jeania. Tadinya ia sudah terlelap untuk beberapa saat.Jeania menghela nafas panjang, ia menyesal telah mmenghadirkan Carina ke rumahnya. Sebenarnya yang bermasalah bukan pada Carina melainkan pikiran Jeania yang sedang tidak baik dan merusak mood-nya.“Oh iya Jen. Soal Kak Fano gimana lo jadinya,” tanya Carina. Jeania tersadarkan dengan rencananya.“Gak tau gue, Rin.
Langit terlihat begitu mempesona terukir indah di cakrawala. Kicauan burung menambahkan kelarasan bercengkrama. Tidak ada tanda kesenduan yang terlihat di langit, tentu tidak akan ada air yang mengguyur tanah sekolah SMA ini.Setelah kejadian yang menimpa Jeania, ia langsung meminta maaf kepada Asya karena sudah meninggalkannya sendirian. Dan setelah Jeania menjelaskan semua, seakan mengerti perasaan Jeania, Asya lalu memaafkannya. Tidak ada tanda-tanda kecurigaan yang diperlihatkan Asya. Ia masih menganggap Jeania sebagai seorang siswi baru yang tidak mungkin berbuat macam-macam.Perasaan Jeania masih diselimuti kekesalan, lagi-lagi dia harus terkena kesialan karena berurusan dengan seseorang yang bernama Xavier. Sebenarnya Xavier tidak melakukan kesalahan apapun, hanya saja karena Jeania yang sudah berani menaruh perasaan kepada Xavier jadi semua yang berhubungan dengan perasaan selalu salah di mata Jeania.Xavier masih dengan sikapnya seperti biasa, dia
Jangan pernah menduga-duga seseorang dengan sesuatu yang buruk,selain tidak ada untungnya jika dugaanmu salah, itu bisa menjadi penyesalan teramat besar. “Gue...”“Kenapa!?” sergah Xavier kali ini dengan nada sedikit lebih tinggi.“Gue mau manggil guru soalnya dari tadi kelas gue kosong Xavier sang Ketua OSIS... galak amat,” ketus Asya.Bisa dikatakan Asya adalah seseorang siswi yang cukup rajin, pasalnya ia dipilih oleh guru untuk menjadi ketua kelas bukan tanpa alasan. Selain karena sifat rajinnya ia juga memiliki sikap yang tegas terhadap teman-temannya.“Oh gitu, yaudah sana. Gue duluan,” ujar Xavier melenggang meninggalkan Asya. Seperti biasa sikap dinginnya masih sangat melekat setiap harinya, bahkan untuk seorang yang cantik dan rajin seperti Asya sangat susah untuk mendapatkan perhatian.Asya melangkahkan kakinya untuk pergi ke tempat yang akan ia tuju. Pikirannya masih berkut
-Pov Jeania-“Apa-apan Xavier sialan itu! Kemarin ngaku-ngaku jadi pacar gue, sekarang udah ada berita jalan sama yang lain,” gumamku yang masih terdengar oleh Carina.“Hah... apa lo bilang!? Seriusan?” sergah Carina ia terkejut mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Sengaja berita itu tidak kuceritakan kepadanya, karena aku tidak ingin dicecarnya dengan banyak pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermutu.“Kok lo gak ngasih tau gue, sih!?”Dan benar saja, Carina sepertinya setelah ini akan mencecarku dengan banyak pertanyaan.. Berita yang kuberikan kepadanya seperti wartawan yang mendapatkan umpan untuk disantap.“Lo diem... lo diem! Gak usah banyak tanya dulu, mood gue ilang denger lo ngasih kabar gituan,” ujarku. Aku merengkupkan tanganku di atas meja lalu menopangkan daguku.Seharusnya sedari awal aku menyadari jika Xavier itu memang terlalu tinggi untuk digapai. Layaknya bulan yang h
Mengapa orang-orang rela mengutuk dirinya sendiri diatas kesempurnaan yang telah diberikan?Udara kali ini cukup terasa menyejukkan. Si jingga yang sudah melukis indah di langit membuat panorama mata semakin ingin merasakan candunya. Begitulah nuansa ria sore hari di rumah Xavier.Sudah cukup lama Adellia mengalirkan air matanya untuk menangis, deru nafasnya sedari tadi masih tersengal-sengal. Melihatnya seperti ini Xavier seperti sedang tertusuk ribuan pisan di hatinya, begitu menyakitkan.Karena sudah tidak tahan Xavier menghampiri ayahya tanpa sepengetahuan Adellia.“Mau kemana, sayang?” tanya Adellia melihat Xavier sedang membuka pintu.“Ambilin mamah minum bentar,” ujar Xavier berbohong.Tak ingin menaruh curiga Adellia memalingkan pandangannya ke langit-langit kamar. Xavier pun melenggang meningalkanya.Brak!!Xavier membanting pintu kamar Daniel, dia tersentak kaget.&l
Kesempatan bisa saja datang untuk kedua kalinya, hanya saja mungkin tidak akan sehebat yang pertama. Karena sebesar apapun seseorang memberikan kasih cintanya, jika dia pernah merasakan luka sebelumnya dia akan lebih berhati-hati untuk melangkah. Namun, belum tentu terjadi untukmu, bisa saja cintanya akan lebih hebat saat bersamamu. "Lo gak perlu tau alasannya. Ikutin kata gue pokoknya!”Jeania terperangah seketika mendengar jawaban yang diberikan Xavier. Dia tidak habis pikir dengan apa yangbaru saja dikatakan Xavier.“Eh... asal lo tau, gue mau pacaran sama Fano atau siapa itu terserah gue... bukan urusan lo!” sergah Jenia dengan nada lantang. Ia melenggang meninggalkan Xavier yang masih masih terpaku dengan perkataan tajam Jeania.Sebenarnya Xavier menyadari dia begitu dingin kepada Jeania, bukannnya tidak mungkin untuk mengubah kepribadianya hanya saja rasa gengsi yang ia miliki cukup tinggi untuk ditaklukan.
Suasana sekolah cukup ramai, hampir setiap kelas jika jam istirahat tiba mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bersenang-senang. Begitu juga dengan Carina dan Jeania mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kantin. Hanya satu orang saja yang menyia-nyiakan jam istirahat ini, dia adalah Xavier. Seperti yang dilakoni tadi pagi dia menyendiri di ruang khusunya. Pikirannya masih saja berkutat pada seoarang yang terkulai di rumahnya. Dia masih mengkhawatirkannya.“Gue males, Rin,” sergah Jeania.“Terus gimana dong rencananya, udah ayok!” Carina menarik lengan Jeania agar mengikutinya. Namun, tiba-tiba...“Hai Jen... ini buat lo.” Itu adalah Faisal yang mengejutkan mereka berdua, dia menyodorkan kertas yang terlipat rapi.“Gue duluan, ya..”Jeania tak menjawab apapun, dia hanya menerima kertas yang diberikan Faisal.“Gila udah dapet surat cinta aja, lo!”“Gue ga suka am