Sungguh diluar perkiraan, Alzen kira rumah yang Thana maksudkan tak jauh dari danau adalah sebuah rumah dengan bangunan yang layak. Tapi, ternyata hanya sebuah bangunan berbahankan kayu yang kurang pemeliharaan. Kamar yang semalam Thana maksudkan sebagai kamarnya hanyalah sebuah dipan dengan kasur yang tak begitu tebal. Tapi secara keseluruhan, Thana berhasil membuat seluruh ruangan bersih dan rapih. Alzen tidak tahu bahwa ada seorang gadis yang bisa dan mau menempati tempat menyedihkan seperti ini.
Alzen sibuk memerhatikan lemari pakaian yang pintunya saja sudah hilang sebelah, sedangkan Thana terlihat sedang membuka laci kecil di samping tempat tidurnya yang sederhana, bahkan terbilang menyedihkan di mata Alzen."Ketemu!" Seru Thana seraya mengangkat kalung berliontin biru yang cantik, "Yang mulia pangeran mahkot- ah, maaf, Alzen, aku sudah menemukan satu-satunya barang berhargaku."Alzen pun berbalik badan, "Apa ini lemari pakaianmu?" Tanyanya sembari menunjuk ke lemari yang ia belakangi.Thana mengangguk, "Haruskah aku membawa pakaian-pakaian itu?""Tidak. Itu tidak layak disebut pakaian." Ujar Alzen.Sontak saja Thana menunduk dan mengamati pakaian yang menempel ditubuhnya. Setelah kehujanan semalam, dia dipinjamkan seragam salah satu pelayan dan dari segi warna saja sudah jauh lebih baik dibandingkan pakaian di dalam lemarinya.Melihat reaksi Thana yang sedemikian sedihnya, Alzen mulai merasakan sebuah rasa bersalah. Bukan dosanya kalau dia kurang beruntung dalam hidup.Padahal Alzen tidak pernah menyesali semua ucapan yang telah keluar dari mulutnya, tapi kali ini dia langsung mengutuk dirinya sendiri karena sudah membuat Thana merasa tidak cukup baik dengan apa yang dimilikinya."Hey," Alzen mengangkat dagu Thana, "Jangan pernah menundukkan kepalamu lagi, sebagai calon permaisuri negeri ini, kau harus punya harga diri." Tekannya mengingatkan.Thana menjauhkan tangan Alzen, "T-tapi... Kamu sendiri yang menghina pakaianku. Seperti y-yang aku bilang, kau pasti akan berpikir ulang..." Cicitnya.Wajah sendu Thana terlihat berbeda dari seorang gadis yang ditemui di tepi danau, padahal ia hanya dipoles make up tipis oleh pelayan tapi kecantikanya sudah mulai muncul kepermukaan.Alzen menunduk, menantap mata biru nan indah yang dihiasi bulu mata lentik. Kenapa dia baru menyadari itu? Lalu bibirnya, terlihat kenyal dengan warna merah muda yang natural. Sungguh menggemaskan.Sadar dengan apa yang sedang dipikirkannya, Alzen langsung mengambil langkah mundur dan berdehem pelan untuk menghilangkan kegugupan. Suhu di kamar itu mendadak terasa panas, padahal masih terlalu pagi untuk merasa kegerahan, terlebih lagi semalaman habis diguyur hujan.Thana menatap Alzen dengan heran, "K-kamu kenapa?"Alzen mengusap tengkuknya dengan gugup, "Kamu sudah selesai, kan? So, let's go!"Dia melengos pergi terlebih dahulu, meninggalkan Thana yang kebingungan dengan tingkah Alzen yang tiba-tiba seperti salah tingkah."Dia kenapa? Aneh, sekali." Thana bergumam kemudian menyusul Alzen keluar.Alzen berdiri di ambang pintu sembari menarik nafas dalam-dalam, menghirup udara sebanyak mungkin. Pemandangan di luar sungguh indah, tanah lapang di sana sebagian ditanami tanaman kentang dan kubis. Udaranya pun segar, jauh dari polusi asap kendaraan ataupun pabrik-pabrik, tak heran jika Desa Kalentis ini menjadi penghasil bumi terbanyak setiap tahunnya.Tak selang beberapa lama, Thana muncul dan bergabung dengan berdiri di sampingnya. Ia sesekali melirik Alzen."Apa ada yang ingin kamu katakan?" Tembak Alzen tepat pada sasaran. Ia pun menoleh, "What?"Thana menunjukkan kalung di telapak tangannya, "Bisa tolong pakaikan?"Tanpa menjawab, Alzen mengambil kalung tersebut lalu dilihatnya secara seksama. Kalung yang indah, pikirnya. Melihat kondisi rumah yang alakadarnya, Alzen sedikit terkejut bahwa Thana memiliki kalung berliontinkan permata biru asli."Ini... Kalung peninggalan ibumu?" Tanya Alzen pada akhirnya. Rasa penasaran yang dia miliki selalu gagal ia tahan.Thana mengangguk."Benarkah?""Aku bukan pencuri." Kata Thana yang tahu arah pikiran Alzen mengenai kepemilikan kalung itu. Melihat keadaannya, pasti sulit untuk percaya bahwa dia memiliki sebuah benda berharga.Alzen menggeleng sembari memutar tubuh Thana jadi membelakanginya, "Aku tidak menuduhmu mencuri, aku hanya bertanya. Jangan mudah tersinggung seperti itu."Thana sedikit terjengit kaget saat tangan dingin Alzen mengenai leher saat menyibakkan rambut panjangnya yang digerai. Alzen menyampirkan rambut hitam legam itu ke depan dan mulai memasangkan kalung tersebut."Selesai." Kata Alzen.Thana tersenyum, karena setelah sekian lama, dia akhirnya bisa memakai kalung tersebut. "Terima kasih." Ucapnya."Senyumanmu indah, sering-seringlah menunjukannya." Alzen mengisap liontin biru yang tersebut tanpa memedulikan betapa terkejutnya Thana dengan tindakan spontanitasnya.Liontin itu mengantung dengan indah di depan dada Thana yang hanya bisa diam saat Alzen terpesona dengan keindahan kalungnya."Aku punya kalung yang sama persis," Alzen menjauh, "Sama-sama peninggalan dari seorang Ibu." Lirihnya mendadak terdengar sedih.Thana tahu bahkan semua rakyat kerajaan Oltocasc pun tahu bahwa Alzen adalah putra dari istri kedua Kaisar yang harus kehilangan sang Ibunda ketika berusia 10 tahun. Karena tidak diberitahukan penyebabnya, orang-orang mulai menyebar banyak rumor dan spekulasi bahwa kematian itu merupakan sebuah pembunuhan.Tanpa sadar tangan Thana bergerak mengelus lengan Alzen, "Setidaknya kamu tahu rasanya memiliki Ibu.""Oh... Jadi, mau membandingkan siapa yang paling menyedihkan dibanding siapa?"Thana terkekeh pelan, "Setidaknya kamu menangis di istana yang megah, tidak sepertiku. Aku harus hidup sendirian di rumah kayu ini sejak umur 15 tahun, dan..."Alzen mengangkat sebelah alisnya, "Dan?""Apa kita bisa mampir ke rumah Ayahku? Aku ingin berpamitan padanya sebelum pergi ke kota." Tanya Thana, "Meskipun aku hanya anak haram, tapi hanya dialah yang mengunjungiku walau harus dimarahi oleh istrinya.""Jadi, kau masih memiliki Ayah? Wow, keadaanmu tidak menunjukkan itu."Thana tersenyum, "Tidak semua Ayah bertanggung jawab, Zen. Dan yeah, kalung ini Ibu dapatkan sebagai hadiah dari pria beristri itu. Pria yang beberapa hari lalu memutuskan untuk berhenti memberi uang dan sepenuhnya meninggalkanku demi putrinya yang lain. Dia... dia takut kehadiranku menyulitkan putrinya yang berharga." ucapnya.Sungguh fakta yang sedikit mengejutkan, Alzen tidak menyangka bahwa kemalangan yang dilihatnya bukanlah cerita keseluruhan. Perlahan-lahan Alzen mulai bisa mengerti kenapa gadis malang ini menyerah akan hidupnya. Entah kesedihan dan kesengsaraan apalagi yang Thana alami selama menjalani kehidupan sendiri di tepi hutan sejak remaja.Alzen mempersilakan Thana untuk berjalan lebih dulu meninggalkan rumah kayu tersebut, "Akan aku temani. Kita temui your wicked family itu.""Terima kasih banyak." Ucap Thana penuh syukur, lalu terkekeh pelan, "Kamu terdengar lebih kesal dariku,"Mereka kembali menaiki kuda sampai ke tempat penangkarannya di dekat desa yang merupakan milik keluarga kekaisaran. Setelah itu, mereka akan melanjutkan perjalanan menggunakan mobil.Yeah, mobil, kerajaan Oltocasc adalah kerajaan termahsyur di benua dengan prajurit terbanyak dan wilayah terluas. Hasil bumi yang melimpah memperkuat perekonomian di sana, dari tambang sampai pertanian berlimpah.Seperti sebelumnya, Thana duduk di depan dengan Alzen di belakang. Ia sesekali memegangi pinggang ramping Thana setiap kali gadis itu hilang keseimbangan, tapi tubuhnya yang kurus membuat Alzen tidak begitu kesulitan dan terganggu. Alzen justru mengkhawatirkan bobot tubuh gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya, the Queen of Otocasc.3 mobil hitam nan mewah menarik perhatian orang-orang yang sedang berlalu-lalang. Mereka mulai berbisik pada satu sama lain ketika mobil-mobil itu berhenti di depan gerbang sebuah rumah dengan halaman luas dan bangunan yang besar, rumah Martinus Thorne. Ya, Ayah dari Thana Yudistia.Di dalam mobil pertama, Alzen terlihat sibuk menatap Thana. Gadis itu terpaku pada gerbang besar dengan tatapan penuh luka dan rasa kecewa, Alzen bisa melihat itu dari air mata yang menggenang di pelupuk mata indahnya."Apa di dalam gerbang itu rumah Ayahmu?" Tanya Alzen memastikan.Thana mengangguk lesu, "Iya..."Alzen langsung menyuruh salah satu orangnya keluar untuk meminta akses masuk pada si penjaga rumah yang sedari tadi hanya diam memandangi mobil-mobil di hadapannya.Tak lama kemudian terlihat si penjaga buru-buru membukakan gerbang, sepertinya dia sudah tahu siapa yang berada di dalam mobil, Pangeran kedua yang sebentar lagi naik tahta menggantikan Pangeran mahkota yang telah tiada.Kekhawatiran
Istana megah dengan ratusan pelayan yang siap melayani kini terpampang nyata di depan mata Thana. Seumur hidupnya, dia tidak pernah membayangkan bisa melihat istana Oltocasc apalagi menginjakan kaki di sana. Tapi, ini nyata dan sungguh terjadi. Tangan Thana sampai bergetar menyaksikan pilar-pilar tinggi yang menyambutnya di serambi depan.Kerajaan modern yang terbuka dan selalu berhasil menyesuaikan terhadap kemajuan teknologi tanpa menghancurkan tradisi. Oltocasc Kingdom dikenal dengan keramahan dan tingkat kesejahteraannya yang tinggi. Hasil bumi ataupun industri yang berasal dari rumahan atau perusahaan didukung secara penuh oleh kerajaan dan menjadikannya salah satu pemasukan terbesar."Selamat datang kembali, Pangeran Alzen." Sambut seorang kepala pelayan dengan kumis tebal yang sudah sedikit beruban. Kepala pelayan itu melirik ke arah Thana dengan penuh tanya, tapi tidak cukup berani untuk berucap.Alzen menyadari itu, lalu berucap, "Oh, halo tuan Chris. Kamu pasti sudah mendapa
Thana Yudistia harus menelan kepahitan hidup sebagai anak haram yang kehadirannya tidak diinginkan. Hatinya terasa begitu hancur ketika sang Ayah mengusirnya dari rumah keluarga Thorne saat berusia 15 tahun. Ya, Thana tidak mendapatkan nama dari keluarga Ayahnya, hal seperti itu tidak berlaku untuknya.Keluarganya telah membangun rumah kayu kecil di tepi hutan. Rumah itu telah melindungi Thana dari dinginnya malam, panasnya siang, dan kengerian hutan. Jarak tempuh menuju pedesaan yang jauh membuatnya benar-benar terasing dan hanya dua minggu sekali ia pergi untuk membeli bahan makanan dari uang yang Ayahnya berikan setiap bulan. Tapi, sekarang tidak lagi."Apa dia bilang? 'Aku tidak akan mengirimimu uang lagi! Kamu sudah dewasa, bekerja atau menikahlah dan hasilkan uang sendiri! Putriku Marletta yang cantik membutuhkan banyak uang untuk debutnya dilingkungan sosialita para bangsawan.' Begitukah?"Thana menekan dadanya yang terasa sesak, "Aku juga putrimu. Kalau Ibu tidak meninggal kar
Alzen duduk bersandar dengan tangan menyilang di depan dada, menunggu Thana selesai membaca kontrak di ponselnya, jika setuju maka akan ia cetak untuk ditanda tangani bersama diatas materai.Thana yang baru merasa jauh lebih tenang tampak tidak keberatan dengan semua hal yang tertulis di dalam kontrak. Lalu, ia meletakan ponsel Alzen di atas meja dan mengangguk lemah, pasrah seakan-akan pilihan itu bukanlah apa-apa.Dalam kontrak tertulis; 1. Menikah untuk satu tahun. 2. Jangan mencampuri urusan pribadi masing-masing tanpa izin. 3. Pembagian harta gono-gini sesuai aturan kerajaan. 4. Pemberian uang tunjangan sesuai kontrak sebanyak (50 Miliar *Prail)(*Prail= Mata uang Kerajaan Oltocasc)Hanya itu. Tidak ada perjanjian khusus. Bagi seorang Thana yang ingin keluar dari kehidupan yang menyengsarakan sudah merasa cukup dengan itu semua. Setidaknya, menjadi istri seorang penerus tahta akan membuat nama dan kehormatannya terangkat.Tapi, bagaimana dengan keluarga kerajaan? Thana rasa,
Istana megah dengan ratusan pelayan yang siap melayani kini terpampang nyata di depan mata Thana. Seumur hidupnya, dia tidak pernah membayangkan bisa melihat istana Oltocasc apalagi menginjakan kaki di sana. Tapi, ini nyata dan sungguh terjadi. Tangan Thana sampai bergetar menyaksikan pilar-pilar tinggi yang menyambutnya di serambi depan.Kerajaan modern yang terbuka dan selalu berhasil menyesuaikan terhadap kemajuan teknologi tanpa menghancurkan tradisi. Oltocasc Kingdom dikenal dengan keramahan dan tingkat kesejahteraannya yang tinggi. Hasil bumi ataupun industri yang berasal dari rumahan atau perusahaan didukung secara penuh oleh kerajaan dan menjadikannya salah satu pemasukan terbesar."Selamat datang kembali, Pangeran Alzen." Sambut seorang kepala pelayan dengan kumis tebal yang sudah sedikit beruban. Kepala pelayan itu melirik ke arah Thana dengan penuh tanya, tapi tidak cukup berani untuk berucap.Alzen menyadari itu, lalu berucap, "Oh, halo tuan Chris. Kamu pasti sudah mendapa
3 mobil hitam nan mewah menarik perhatian orang-orang yang sedang berlalu-lalang. Mereka mulai berbisik pada satu sama lain ketika mobil-mobil itu berhenti di depan gerbang sebuah rumah dengan halaman luas dan bangunan yang besar, rumah Martinus Thorne. Ya, Ayah dari Thana Yudistia.Di dalam mobil pertama, Alzen terlihat sibuk menatap Thana. Gadis itu terpaku pada gerbang besar dengan tatapan penuh luka dan rasa kecewa, Alzen bisa melihat itu dari air mata yang menggenang di pelupuk mata indahnya."Apa di dalam gerbang itu rumah Ayahmu?" Tanya Alzen memastikan.Thana mengangguk lesu, "Iya..."Alzen langsung menyuruh salah satu orangnya keluar untuk meminta akses masuk pada si penjaga rumah yang sedari tadi hanya diam memandangi mobil-mobil di hadapannya.Tak lama kemudian terlihat si penjaga buru-buru membukakan gerbang, sepertinya dia sudah tahu siapa yang berada di dalam mobil, Pangeran kedua yang sebentar lagi naik tahta menggantikan Pangeran mahkota yang telah tiada.Kekhawatiran
Sungguh diluar perkiraan, Alzen kira rumah yang Thana maksudkan tak jauh dari danau adalah sebuah rumah dengan bangunan yang layak. Tapi, ternyata hanya sebuah bangunan berbahankan kayu yang kurang pemeliharaan. Kamar yang semalam Thana maksudkan sebagai kamarnya hanyalah sebuah dipan dengan kasur yang tak begitu tebal. Tapi secara keseluruhan, Thana berhasil membuat seluruh ruangan bersih dan rapih. Alzen tidak tahu bahwa ada seorang gadis yang bisa dan mau menempati tempat menyedihkan seperti ini.Alzen sibuk memerhatikan lemari pakaian yang pintunya saja sudah hilang sebelah, sedangkan Thana terlihat sedang membuka laci kecil di samping tempat tidurnya yang sederhana, bahkan terbilang menyedihkan di mata Alzen."Ketemu!" Seru Thana seraya mengangkat kalung berliontin biru yang cantik, "Yang mulia pangeran mahkot- ah, maaf, Alzen, aku sudah menemukan satu-satunya barang berhargaku."Alzen pun berbalik badan, "Apa ini lemari pakaianmu?" Tanyanya sembari menunjuk ke lemari yang ia bel
Alzen duduk bersandar dengan tangan menyilang di depan dada, menunggu Thana selesai membaca kontrak di ponselnya, jika setuju maka akan ia cetak untuk ditanda tangani bersama diatas materai.Thana yang baru merasa jauh lebih tenang tampak tidak keberatan dengan semua hal yang tertulis di dalam kontrak. Lalu, ia meletakan ponsel Alzen di atas meja dan mengangguk lemah, pasrah seakan-akan pilihan itu bukanlah apa-apa.Dalam kontrak tertulis; 1. Menikah untuk satu tahun. 2. Jangan mencampuri urusan pribadi masing-masing tanpa izin. 3. Pembagian harta gono-gini sesuai aturan kerajaan. 4. Pemberian uang tunjangan sesuai kontrak sebanyak (50 Miliar *Prail)(*Prail= Mata uang Kerajaan Oltocasc)Hanya itu. Tidak ada perjanjian khusus. Bagi seorang Thana yang ingin keluar dari kehidupan yang menyengsarakan sudah merasa cukup dengan itu semua. Setidaknya, menjadi istri seorang penerus tahta akan membuat nama dan kehormatannya terangkat.Tapi, bagaimana dengan keluarga kerajaan? Thana rasa,
Thana Yudistia harus menelan kepahitan hidup sebagai anak haram yang kehadirannya tidak diinginkan. Hatinya terasa begitu hancur ketika sang Ayah mengusirnya dari rumah keluarga Thorne saat berusia 15 tahun. Ya, Thana tidak mendapatkan nama dari keluarga Ayahnya, hal seperti itu tidak berlaku untuknya.Keluarganya telah membangun rumah kayu kecil di tepi hutan. Rumah itu telah melindungi Thana dari dinginnya malam, panasnya siang, dan kengerian hutan. Jarak tempuh menuju pedesaan yang jauh membuatnya benar-benar terasing dan hanya dua minggu sekali ia pergi untuk membeli bahan makanan dari uang yang Ayahnya berikan setiap bulan. Tapi, sekarang tidak lagi."Apa dia bilang? 'Aku tidak akan mengirimimu uang lagi! Kamu sudah dewasa, bekerja atau menikahlah dan hasilkan uang sendiri! Putriku Marletta yang cantik membutuhkan banyak uang untuk debutnya dilingkungan sosialita para bangsawan.' Begitukah?"Thana menekan dadanya yang terasa sesak, "Aku juga putrimu. Kalau Ibu tidak meninggal kar