Share

Dua puluh

Penulis: Meimei
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dua puluh

   Mata Karin membeliak lebar mendengar ucapan Matthew itu. Orang-orang di sana yang mendengar itu ikut bersorak dan bertepuk tangan. Matthew segera meraih tangan Karin dan membawa gadis itu pergi dari sana.

   "Aku salah bicara," ucap Matthew tanpa menoleh.

"Maksudku bukan mengajakmu menikah, tapi ingin kau bekerja padaku. Kenapa yang keluar malah berbeda?"

   "Baiklah, tidak apa," tukas Karin sambil tertawa lega. Ia tadi sempat terkejut dan mengira Matthew sungguh melamar dia.

   Matthew berhenti melangkah. Ia berbalik dan menatap Karin.

"Jadi bagaimana? Apa kau mau bekerja untukku?"

   Karin menggeleng.

"Bekerja bersama artis sepertimu pasti merepotkan. Lihat saja banyak sekali tadi penggemarmu, aku tidak sanggup untuk menangani mereka."

   "Jadi kau lebih memilih menangani Tuan Han dan para pelanggan di bar itu?" 

   "Kau tidak perlu khawatir. Ak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • My Husband is an Idol   Dua satu

    Dua satu "Anna, aku tidak bisa. Kau tahu aku hanya mencintai Karin," ucap Edwin. "Aku tahu," ucap Anna sambil tersenyum."Aku akan tetap menunggu." "Anna ...." "Sama sepertimu menunggu Karin, aku juga akan tetap menunggumu. Jika kau menunggu sampai ada yang resmi memiliki Karin, aku juga akan melakukan hal yang sama padamu." Edwin hanya mengangguk. Cintanya pada Karin mungkin hanya kesia-siaan, tetapi ia tetap tidak bisa melupakan gadis itu. Sama seperti cinta Anna padanya, ia mungkin juga tidak pernah bisa membalas perasaan gadis itu, tetapi sama seperti dia, Anna juga tidak melupakan perasaan cintanya itu.*** Matthew berjalan masuk di keesokan pagi dan memberikan semangkok sup pada Karin yang juga sudah bangun. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Matthew sambil menatap gadis yang tengah melahap sup tersebut. "Rasanya aku ingin

  • My Husband is an Idol   Dua dua

    Dua dua Karin segera melepaskan diri dan mendorong Matthew menjauh. "Ini semua terjadi karena kesalahanmu. Kenapa mendorong seperti itu? Jadi sudah kewajibanmu untuk menolongku," ucap Karin. "Kecuali kau ingin orang-orang bilang ada artis membuat asistennya celaka," lanjut Karin lagi. "Kau ini makin saja berani padaku," ucap Matthew sambil berjalan mendekat. Karin melangkah mundur. Namun, Matthew segera meraih tangan gadis itu. "Kau ini mau ke mana?" tegur pria itu."Aku lapar, buatkan makanan untukku!" Matthew kemudian melepaskan tangan Karin. Ia berjalan dan duduk di kursi yang berada di ruang tengah tempat tersebut. Karin sendiri menuju ke dapur. Ia terbengong saat membuka kulkas dan melihat isinya yang begitu banyak. "Kau mau makan apa?" tanya Karin. "Apa pun, apa pun yang kau buat, aku pasti akan memakannya." "Baiklah," sahut Karin yang tengah mengambil d

  • My Husband is an Idol   Dua tiga

    Dua tiga Vian melangkah pergi dengan langkah yang cepat. Cindy segera mengikuti. "Vian, tunggu aku!" teriaknya. "Vian!" serunya sambil meraih tangan pria itu saat akhirnya berhasil menyusul. Vian berhenti melangkah, tetapi ia sama sekali tidak menoleh pada Cindy. Tatapannya masih tetap lurus ke depan. "Vian, kau lihat sendiri. Karin gadis yang seperti itu, dia merayu semua pria yang dekat dengannya. Apa kau masih tetap menyukai dia?" tanya Cindy. "Menjelekkan dia tidak akan membuatku menjadi menyukaimu," sahut Vian. Ia kemudian melangkah menuju mobil meninggalkan Cindy yang masih berdiri terpekur seorang diri.*** "Masih marah?" tanya Matthew. "Untuk apa?" sahut Karin. "Ya, karena bertemu Vian, kau mungkin mengira aku menjebakmu." "Jika aku marah, kau bisa apa?" Matthew mengangkat bahu. "S

  • My Husband is an Idol   Dua empat

    Dua empat Pintu salah satu bilik toilet dibuka dari dalam dan Karin berjalan keluar. Dua gadis yang tadi membicarakan segera diam. Mereka tidak tahu jika orang yang mereka bicarakan juga berada di toilet tersebut. Kedua gadis itu kemudian hendak berjalan keluar. "Apa kalian pernah bersama Matthew?" tanya Karin sambil tetap melihat kaca. "Tidak, mana mungkin ...," jawab salah seorang gadis tersebut. "Kalau begitu, kalian harus akui aku lebih hebat dari kalian, meski mungkin tidak lama, tapi aku telah berhasil bersama Matthew." Ucapan Karin tersebut membuat kedua gadis itu berdiri diam tertegun. Karin berjalan mendekat pada mereka. "Jika kalian tidak memiliki kemampuan, jangan jadikan orang lain menjadi kambing hitam kekurangan kalian," ucapnya. Ia kemudian bergegas keluar dari tempat tersebut.*** Karin mendekat dan memberikan minuman pa

  • My Husband is an Idol   Dua lima

    Dua lima "Vian!" Seseorang kembali memanggil nama pria itu dan berjalan mendekat. Orang tersebut tidak lain adalah Cindy. Cindy segera menyelipkan tangan di lengan Vian. "Kenapa kau berjalan begitu tergesa dan meninggalkan aku?" tanyanya. Namun Vian tidak menjawab. Tatapan matanya masih terpaku pada sosok Karin. "Wah, ternyata kau juga ada di sini. Oh ya, benar juga sekarang kau 'kan bersama Matthew, jadi tentu saja kau ada di sini," tukasnya sambil tertawa. "Kau benar, ia ada di sini karena ia memang bersamaku," sahut Matthew sambil melingkarkan tangannya di bahu Karin. "Sudah ya, kami pergi dulu, ayo!" pamit Matthew yang kemudian berjalan sambil membawa pergi Karin. Mereka berpapasan dengan Vian dan Anna, tetapi keempatnya hanya diam.*** Proses pengambilan gambar untuk drama telah dimulai. Karin hanya melihat dari tempat para kru berkumpul. Orang-orang tersebut masih s

  • My Husband is an Idol   Dua enam

    Dua enam "VIAN!" teriak Cindy dengan air mata berderai. Ia kemudia merosot jatuh terduduk sambil menangis. Akan tetapi, mobil Vian tetap saja melaju tanpa berhenti ataupun kembali. "Vian!" Gadis itu sekali lagi memanggil meski tahu Vian tidak akan kembali. 'Kenapa? Kenapa setelah semua yang kulakukan, aku masih tidak berarti bagimu? Apa Karin memang lebih segalanya dariku? Apa yang dia miliki yang tidak aku punya?'tukasnya dalam hati. Beberapa orang kru yang lewat melihat padanya, kemudian menggeleng dan berlalu pergi. Bagi mereka, Cindy memang pantas diperlakukan seperti itu, gadis itu memang selalu bersikap sombong dan tidak pernah menyapa mereka. Cindy bangkit berdiri. Ia kemudian menyusut air mata yang mengalir di wajah. Ia kemudian berjalan pergi dengan kepala tegak.*** "Masih memikirkan Vian?" tanya Matthew sambil menoleh pada gadis di sampingnya tersebut.

  • My Husband is an Idol   Dua tujuh

    Dua tujuh Karin berjags pada malam itu karena Matthew tidak juga sadar. Ia mengganti kompres di kening pria itu berulangkali. Saat dini hari, tanpa sadar, ia jatuh tertidur sejenak. Namun ia segera kembali terbangun. 'Tidak, aku tidak bisa tidur sekarang. Aku harus menjaga Matthew,' gumam Karin saat ia terbangun. Ia kemudian melihat pada jam yang menunjukkan angka tiga. Karin sadar Matthew belum makan apa pun dan juga belum minum obat sejak semalam. Ia kemudian membuat bubur ayam dan mencoba membangunkan pria itu. 'Bagaimana ini? Kenapa ia tidak juga bangun? Ia harus segera meminum obat ini," keluh Karin dalam hati. Ia kemudian menatap obat cair yang telah hangat tersebut dan menatap kembali Matthew yang masih terbaring dengan mata terpejam. Sejenak ia ragu, tetapi kemudian ia menggeleng. 'Tidak, aku harus memberikan obat ini. Sudahlah, ia juga tidak sadar. Ia tidak akan tahu,' uca

  • My Husband is an Idol   Dua delapan

    Dua delapan "Aku akan mengantarmu kembali," ucap Vian setelah beberapa saat. Ia kemudian kembali mengemudikan mobil ke arah apartemen Matthew. Dalam perjalanan, ia tidak lagi banyak bicara. Karin juga hanya diam. Sepanjang jalan tersebut hanya ada keheningan mengiringi mereka. Tidak lama mereka tiba di depan kediaman Matthew. Vian menghentikan mobilnya. "Keluar," ucapnya kemudian pada gadis di sampingnya itu. Karin segera membuka pintu mobil dan keluar tanpa berkata apa-apa. Setelahnya, Vian memacu mobil dengan cepat dan berlalu pergi dari sana. Karin tidak segera kembali ke kediamannya. Ia malah menuju ke sebuah tempat terbengkalai di dekat tempat itu yang telah kosong dan segera menangis tersedu di sana. 'Vian, maafkan aku, maafkan aku, aku terpaksa seperti ini. Aku tidak punya pilihan selain menjadi jahat padamu,' ucap Karin dalam hati.*** Edwin, Silvi, dan Anna kemud

Bab terbaru

  • My Husband is an Idol   Empat puluh

    Empat puluh Karin yang terbangun di pagi hari terkejut melihat sosok Vian berada di sampingnya. Lebih terkejut lagi saat mendapati mereka tanpa busana, hanya tertutupi selembar selimut, sedang pakaian yang semula dikenakan berserakan di lantai samping tempat tidur. Karin bergegas beranjak dari tempat tidur. Ia kemudian segera mengenakan pakaian. Vian juga bangun. Karin segera berbalik dan menatap tajam padanya. "Kenakan pakaianmu, kita harus bicara," ucap Karin. "Semua terjadi begitu saja, aku memang salah melakukannya, tapi itu semua terjadi karena kau menggodaku lebih dulu," tukas Vian sambil mengejar Karin yang telah keluar dari kamar. "Jadi kau menganggap ini adalah salahku? Vian, kau tahu yang terjadi. Minuman itu apa kau yang merencanakannya?" tanya Karin. "Tidak, bukan seperti itu." "Tapi kau tetap melakukannya, kau tidak berusaha menyadarkan aku, tapi malah mengambil kesemp

  • My Husband is an Idol   Tiga sembilan

    Tiga sembilan Pagi hari, Vian terbangun saat ia merasa ada sesuatu menindih tubuhnya, belum lagi seperti ada sesuatu yang melingkari tubuhnya. Saat membuka mata, ia terkejut melihat Karin tengah memeluk dia. Tubuh gadis itu bahkan berada persis di sampingnya. Kaki Karin juga melintang di atas tubuhnya. Vian tersenyum kecil. Ia kemudian menunduk untuk melihat wajah gadis itu. Ia kemudian menyibakkan rambut yang menutupi sebagian wajah Karin. Gadis itu tampaknya benar-benar lelap. Karin kemudian malah meraih dan memeluk tangan Vian dengan erat. "Kau ini ...," ucap Vian sambil tersenyum. "Ayah, jangan tinggalkan aku," gumam Karin dengan mata terpejam rapat. 'Apa-apaan ini?' gerutu Vian dalam hati.'Kenapa dia malah berpikir kalau aku adalah ayahnya?'*** Setelah bangun dari tidur, Karin membersihkan diri dan menemani Vian untuk sarapan yang dibuat nenek untuk mer

  • My Husband is an Idol   Tiga delapan

    Tiga delapan "Aku?" tanya Karin dengan nada tidak percaya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Vian, kau memintaku untuk mendorong mobil?" Vian mengangguk. "Apa kau bercanda?" tukas Karin kemudian."Aku ini seorang gadis. Kau memintaku keluar di hutan belantara untuk mendorong mobil. Vian, kau bilang kau sudah tidak dendam padaku, tapi apa yang kaulakukan ini?" "Aku memang sudah tidak dendam padamu." "Lalu?" "Hanya saja tidak ada yang mendorong mobil selain dirimu." "Vian, bukankah masih ada dirimu? Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya? Vian, kau yang mendorong mobil dan aku yang akan menyetir untukmu. Bagaimana?" "Kau menyuruh aku?" tanya Vian seperti tidak percaya mendengar ucapan Karin. "Lalu? Bukankah kau bilang tidak ada orang lain selain kita di sini? Jadi kalau bukan aku, tentu kau yang harus mendorong m

  • My Husband is an Idol   Tiga tujuh

    Tiga tujuh "Kau tenang dulu," ucap ayah Vian lagi setelah beberapa saat."Jika kau bicara dengan keras seperti tadi, ibumu mungkin mendengarnya, dia akan tahu kalau pernikahanmu dan Karin tidak terjadi sungguhan. Hal itu mungkin akan kembali mempengaruhi kesehatannya." "Tapi, Ayah ...," ucap Vian yang hendak membantah, tetapi lelaki paruh baya di depannya itu segera mengangkat tangan untuk menghentikan kata-katanya. "Ayah belum selesai bicara. Kau dengarkan ayah dulu," ucap lelaki itu lagi."Vian, kau mungkin tidak peduli dengan yang terjadi pada ibumu, tapi ayah sangat peduli. Ayah tidak mau dia sakit lagi." "Aku juga peduli, Ayah, aku juga tidak mau ibu sakit lagi," ujar Vian. "Baiklah, Ayah percaya padamu, tapi dengan kata-katamu yang keras tadi, jika dia mendengarnya maka ...." Ayah Vian berhenti bicara. Wajahnya menunduk dengan rona muram. "Ayah, aku minta m

  • My Husband is an Idol   Tiga enam

    Tiga enam Sebenarnya, Karin tidak sungguh tidur. Ia berpura-pura terlelap agar tidak lagi terus melihat Vian. Saat Vian mendekat dan meletakkan selimut pada tubuhnya, ia telah terkejut meski begitu, ia tetap berpura tertidur. Akan tetapi, sewaktu pria itu menyibakkan rambutnya, Karin langsung terperanjat dan membuka mata. Vian tertegun dengan pertanyaan Karin. Apa yang dia lakukan, dia sendiri sungguh tidak mengerti. Tangan dia seolah bergerak sendiri untuk menyibakkan rambut gadis itu. "Karin, aku benar-benar tidak bermaksud. Aku hanya ingin kau tidur dengan baik. Rambutmu itu tampak mengganggu bagiku, jadi aku menyingkirkannya," ucap Vian. Pria itu kemudian bergegas untuk kembali tanpa menunggu perkataan Karin.*** Keesokan hari saat bangun, Vian telah tidak melihat Karin. Ia tertegun dan sejenak mencari, tetapi tidak menemukan gadis itu di kamar. 'Ah, untuk apa aku mencari dia? Mungkin dia telah pergi,

  • My Husband is an Idol   Tiga lima

    Tiga lima "Maafkan ibuku, Karin, dia memang keras kepala. Kadang ia memakai cara licik hanya agar orang memenuhi keinginannya," ucap Vian yang mengantar Karin keluar kamar. Karin hanya mengangguk. Vian yang melihat langkah gadis itu yang sedikit terpincang menjadi merasa tidak enak. "Kakimu apakah tidak apa?" tanyanya. "Tidak apa, sudah membaik, kok, kau tidak perlu cemas." "Soal permintaan ibuku, aku aksn memikirkan cara untuk menolaknya. Kau tidak perlu cemas dengan hubunganmu dengan Matthew," ucap Vian. Karin kembali mengangguk. Ia sampai pada taksi yang telah dipanggil. Ia segera pamit dan pulang dari sana.*** "Kau tidak mengantar Karin? Kau membiarkan calon istrimu pulang sendiri?" tanya Nyonya Choi. Vian menggeleng."Berapa kali harus kubilang? Karin bukan calon istriku. Pernikahan kami tidak akan berhasil." "Ibumu masih sak

  • My Husband is an Idol   Tiga empat

    Tiga empat "Apa kau mengenal Karin?" tanya nyonya Choi pada Vian. Putranya itu hanya diam dan menggeleng. Acara pembukaan telah lama berakhir. Para tamu undangan termasuk Karin dan Silvi telah lama pulang. Tadinya Vian disuruh Nyonya Choi mengantar, tetapi Karin bersikeras menolak. Akhirnya dibiarkan Karin dan Silvi untuk pulang sendiri. Sedang Vian mengantar Cindy pulang. "Mereka saling mengenal. Lebih dari itu, mereka juga saling menyukai," ucap Nyonya Choi pada suaminya. Lelaki itu mengangguk. "Aku juga tahu itu saat melihat mereka, tapi sepertinya ada masalah antara mereka." Nyonya Choi kemudian menelepon Vian yang baru selesai mengantar Cindy pulang untuk datang ke rumah. "Apa kau menyukai Karin?" tanya Nyonya Choi saat Vian datang. "Mana mungkin? Aku baru bertemu dengannya. Ibu saja yang menganggap berlebihan," sahut Vian. "Aku berlebihan? Tidak, aku ti

  • My Husband is an Idol   Tiga tiga

    Tiga tiga Waktu berlalu, tanpa terasa restoran telah selesai dibuat. Karin diundang nyonya Choi untuk hadir pada acara peresmian. Karin mengajak Silvi untuk datang bersama. Ia tidak enak untuk menolak nyonya Choi dan ia juga tidak nyaman untuk datang sendirian. Ia tahu yang hadir di pembukaan tersebut pasti banyakan dari kalangan berada. Ia pasti akan merasa sendirian di pesta itu. Karenanya ia memaksa Silvi untuk datang bersamanya. "Kalian sudah datang," sambut nyonya Choi dan sang suami. Karin hanya tersenyum tipis. "Vian!" panggil nyonya Choi."Ini perancang yang ingin kukenalkan padamu, cantik dan berbakat." Tubuh Karin membeku seketika.'Vian di sini?' kemudian sosok Vian sungguh muncul di hadapannya. Silvi bahkan terbengong dengan mulut membuka lebar sambil menatap Vian. "Ini Vian, putraku, biasanya dia selalu sibuk, tapi kali ini dia menyempatkan untuk datang untuk acara

  • My Husband is an Idol   Tiga dua

    Tiga dua Beberapa hari berikutnya, Karin tetap saja sibuk dengan pekerjaannya. Gadis itu bahkan sering lupa waktu untuk makan. "Karin," tegur nyonya Choi."Kau sudah makan?" Karin menggeleng. "Kau ini bagaimana? Anak gadis sepertimu harus banyak makan bergizi. Pantas saja kau kurus begini," omel wanita itu. Karin hanya tersenyum saja. Wanita itu kemudian mengajak Karin untuk makan dengannya. "Kita mau ke mana, Nyonya?" tanya Karin saat mobil melaju malah kembali menuju kota. "Tanah itu tidak akan lari meski kautinggalkan, jadi kau tidak usah cemas seperti itu," ujar Nyonya Choi. Karin hanya mengangguk. Ia bukan gugup karena pekerjaannya, tetapi lebih pada Nyonya Choi. Wanita itu adalah atasannya, bosnya, ia merasa tidak enak untuk semobil dengan wanita itu. "Satu hal lagi, kau terus memanggilku Nyonya, Nyonya, aku tidak suka kau memanggilku seperti itu.

DMCA.com Protection Status