"Kenapa kami harus memilih Anda? Apa ada sesuatu yang spesial yang bisa Anda janjikan saat memasuki perusahaan ini?"
Skak mate! Aku harus menjawab apa untuk pertanyaan yang satu ini. Haruskah aku jujur jika aku datang kemari dengan keputusasaan yang mendalam? Mengatakan jika usaha keluargaku bangkrut dan kini kami menjadi gelandangan. Aku pun harus melepaskan keinginanku untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, hanya agar aku bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluargaku yang sudah sekarat ini."Silahkan Anda jawab," desak wanita berkacamata dengan tatapan tajam ini. Seketika jantungku berdetak kencang, lebih kencang dari saat aku berlari memutari gedung universitas saat menjadi calon anggota Bem jurusan ekonomi.Bagaimana aku bisa memberikan jawaban yang memuaskan? Lulus S1 saja baru kemarin dan aku nol besar untuk pengalaman kerja kecuali magang kemarin. Namun, jika aku tidak menjawabnya, mereka jelas tak akan meloloskan diriku untuk bekerja di perusahaan ini. Ayolah Adara! Kamu harus bisa melewati wawancara ini. Tahap awal test dengan perjuangan yang tidak main-main telah berhasil ku lewati dengan susah payah dan seharusnya ini tahap terakhir untuk diterima sebagai karyawan tetap.Tenang, berani, yang penting mencoba. Seharusnya aku selalu ingat motto itu tak peduli bagaimana akhirnya, yang penting harus mencoba. Hanya saja, realita dunia kerja lebih kejam dari pada saat berada di beberapa organisasi kampus yang hanya mengadalkan semangat ingin maju. "Saya memiliki sedikit pengalaman dibidang promosi produk dan saya paham mengelolah laporan keuangan," kataku yang sebenarnya aku hanya tahu sedikit saja saat magang, tapi tak apa-apa kan sedikit menjadi percaya diri untuk mencapai sebuah tujuan di atas keputusasaan ini.Kini ku tatap wajah wanita ini dan ia terlihat terkejut. Apa mungkin jawabanku memukau dirinya? Yang benar saja, hanya dengan cara seperti ini? Tapi, saat aku memandangi tim wawancara yang lainnya, mereka juga nampak terkejut, serta pandangan mereka terarah pada satu arah. Aku pun menoleh, mendapati sosok pria tinggi menjulang, penampilannya begitu rapi, wajah dan tatapannya begitu dingin. Aku bisa menebak jika pria ini memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari mereka semua.Para tim pewawancara dan pengawas pun berdiri dan membungkuk, "Selamat pagi pak presdir," sapa mereka dengan sangat ramah. Sepertinya tebakanku benar dan sangat luar biasa bukan? Beberapa detik lalu mereka masih menunjukkan kesangarannya dan sekarang ini apa? Mereka berubah menjadi sosok yang taat pada sang pemimpin? Pria ini pun melambaikan tangannya, mengintruksikan mereka semua untuk kembali pada kegiatannya masing-masing dan ia duduk tak jauh dari tempatku di wawancarai. Aku dapat melihat mata tajamnya yang menjelajah seisi ruangan yang seketika membuat atmosfer ruangan ini dua kali lipat lebih menegangkan dari sebelumnya. Terlihat sekali wajah-wajah tegang di sini, bukan hanya kami sang calon karyawan, tapi para tim pewawancara juga terlihat sama seperti kami.Presdir ini, entah apa yang membuatnya begitu disegani? Mungkin karena ia memiliki kekuasaan, wibawa atau mungkin ketampanan? Yang jelas, aku hanya bisa menduga jika pria ini, hanya dengan diam dan mengamati saja sudah berhasil mengintimidasi kami semua. Regan Syahrendra, aku mengetahui namanya dari situs website perusahaan. Ia salah satu pria berumur 35 tahun yang berhasil mendirikan perusahaannya sendiri. Mungkin, ini adalah salah satu bentuk kegagumanku kepadanya. Melihat keadaan di sekitarku semakin menegang, seketika pikiran kacauku ini merambat kemana-mana, mungkin saja ia memiliki kekuatan mistis yang bisa membuat orang lain diam tanpa perlawanan hanya dengan tatapan matanya saja."Silahkan Anda duduk kembali di ruang tunggu dan mengenai pengumuman akhir, akan kami kirim lewat email," kata wanita di hadapanku ini dan aku pun berhenti memandang dan menduga-duga tentang calon bosku ini. Aku pun berdiri, memberi penghormatan dan melangkah pelan meninggalkan ruangan ini. Syahrend Group bukanlah peluang terakhirku untuk mendapatkan pekerjaan, tapi perusahaan ini menjanjikan kemapanan yang tidak bisa diberikan oleh perusahaan lain, meskipun memiliki sistem kerja yang mengikat dengan durasi waktu lembur hampir setiap hari. Aku barharap bisa diterima di tempat ini meskipun pada akhirnya aku harus berurusan dengan sang Presdir yang penuh intimidasi itu. Semua itu hanya untuk kelangsungan hidupku dan keluargaku.---***---Tidak ada yang selelah diriku, aku menghabiskan seharian waktuku untuk melewati beberapa wawancara dan saat ini tepat pukul 9 malam dengan jalanan yang sudah sepi. Bagaimana kabar keluargaku seharian aku tinggal? Mama dan kak Disa tidak akan membakar rumah kontrakan kan? Mengingat mereka sangat suka sekali mengacau. Ah, rupanya saat inilah aku harus menghadapi yang namanya realita hidup. Aku tidak menemukan angkot, hanya beberapa taksi yang berkeliaran, tapi uangku tidak cukup untuk dibuat naik taksi. Al hasil, aku harus berjalan kaki hingga kakiku rasanya ingin patah."Hai cewek lagi sendirian aja nih? Ayuk, naik mobil Abang, biar Abang antar,"Suara itu? Suara pria dengan niat jahat bukan? Kenapa hari ini begitu sial sih? Bagaimana ini? Apa aku harus berlari? Aku pun pasang kuda-kuda bak atlet pelari maraton. Berharap keberuntungan kali ini memihakku."Woi ... Adara!" Loh, kenapa bisa tahu namaku? Aku pun yang penasaran segera menoleh. Mobil ferrari warna merah dengan dua orang pengemudi yang cukup familiar. Sandy dan Bagas terlihat terpingkal dari dalam mobil."Kalian!" pekikku kesal. Aku sangat mengenal mereka, dua sahabatku semenjak kecil yang memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih setelah drama perkepanjangan. Mereka kerap kali menjodoh-jodohkanku dengan Okta yang sebenarnya hubungan kami lebih rumit dari itu semua dan tidak ingin terjebak lagi sekarang."Kebiasaan lama tidak bisa hilang ya, parnoan." Bukan Sandy namanya kalau dia tidak pandai mengkritikku.Aku pun mendengus. "Apa yang kalian lakukan di sini?" desakku dan kedua temanku itu pun turun dari mobil Ferrari warna merah tersebut."Sandy khawatir sekali sama kamu." Bagas terlihat memainkan kunci mobilnya dan Sandy tiba-tiba saja memelukku."Adara, seharusnya kamu segera menghubungi kami saat sampai dirumah. Lebih dari satu minggu dan aku nggak berani hubungin kamu, karena kamu pasti ngambek kalau aku berusaha untuk ikut campur ursanmu?" Dari pada Okta, Sandy lebih mengerti diriku dan membantuku untuk terus menjaga harga diriku. Mereka kuliah bersamaku di luar kota, bahkan kami juga berpikir untuk mendirikan usaha bersama, tapi apa itu mungkin untuk sekarang ini?"Kok bengong sih, kamu baik-baik saja kan?" Terkadang aku membenci kepekaan Sandy yang bahkan mengalahkan seorang detektif. Bayangkan saja selama kami satu kampus, ia selalu berhasil menebak siapa saja pria yang berusaha untuk mendekatiku. Terkadang aku merasa beruntung karena aku bisa lebih berhati-hati, tapi aku juga merasa kesal karena mulut embernya itu yang dengan mudahnya menyebar kemana pun."Okta chat aku, dia sudah menunggu di rumah kamu. Ayo kita ke sana," ajak Bagas yang membuat aku memiliki tanda tanya besar. Kenapa? Apa karena putusan perjodohan itu, membuatnya bisa leluasa untuk datang ke kontrakan kami? Bahkan ia tidak membiarkan aku benar-benar bernapas!"Kayaknya Disa yang mengundang kami, Okta tadi bilang begitu." Bagas merasa tak enak saat melihat ekspresiku yang kurang menyukai hal ini."Sudah, jangan manyun kayak gini. Maaf, sebenarnya kami tahu detail masalahmu dari Okta," terang Sandy yang tentunya dapat aku duga. Kapan sih, Okta berhenti untuk ikut campur terlalu dalam terhadap keluargaku?"Tenang aja, kita nggak akan maksa kamu kok," lanjut Bagas yang sangat mengenal diriku dengan baik, sama seperti Sandy. Namun, herannya Okta yang seharusnya cukup mengerti diriku, selalu saja melewati batas. Membuatku tak bisa bernapas dan terbebani dengan segala tindakannya yang sering kali orang bilang kebaikan seorang malaikat.Mobil Bagas sudah sampai di halaman rumah kontrakan yang jauh masuk ke dalam. Meskipun begitu, mobil bisa lewat tanpa hambatan. Seharusnya aku bersyukur untuk itu bukan? Ya, semua harus disyukuri."Jadi ini kontrakan kamu?" Sandy bertanya dan aku mengangguk. Meskipun Sandy dilahirkan dengan kemilau sendok peraknya, ia sudah biasa hidup ala anak kos denganku saat diluar kota dulu. Jadi, melihat kontrakanku yang cukup sederhana seperti ini, ia tidak akan pernah merasa terganggu."Enak dingin, bisa tiduran dibawah dunk." Bagas juga sama, ia spesies yang suka rebahan dimana pun tempat sejuk seperti kontrakanku saat ini. Meskipun kak Disa bilang kontrakan kita ini banyak pepohonannya di halaman depan, jadi kesan rimbun dan menyeramkan itu terlihat jelas."Nggak kek angker gitu?" tanyaku dan Bagas menggeleng."Angkeran mana sama jalanan di kaki gunung waktu itu?" balasnya yang tentu aku sangat paham dengan apa yang Bagas katakan.Pernah sekali Bagas dan
Tepat jam 7 pagi, aku sudah berada di gedung Syarend grup dan menerima beberapa wawancara terakhir. Pertanyaannya tidak terlalu melalahkan hanya saja aku sangat membutuhkan asupan makanan setelah seluruh pikiranku yang dengan bodohnya terkuras habis untuk menjawab pertanyaan mereka. Apa mungkin aku terlalu waspada sampai seperti ini? Tapi, ini lebih baik dari pada aku berleha-leha bukan?Kami pu
Tidak ada hal yang menyenangkan, saat aku bangun yang seharusnya dipenuhi dengan segala hal urusan rumah tangga mulai dari mencuci piring, masak hingga membersihkan ruang tamu. Semua itu menjadi rutinitas pagiku yang melelahkan karena baik mama dan kak Disa tidak bisa diandalkan untuk melakukan hal ini. Hal ini terkadang membuatku bersyukur karena kak Disa akan bersama Okta, sehingga ia tidak akan menjadi bahan olokan ketika ia tidak bisa melakukan semua pekerjaan rumah. Lagi pula keluarga kita sudah jatuh, tidak mungkin teman-teman ayah mau menjodohkan anaknya dengan kami?Lagi pula, aku juga tidak begitu mementingkan pernikahan dengan pria berada. Cukup pria yang memahami diriku dan keluargaku dengan baik. Hanya seperti itu, tapi pastinya hal ini akan berjalan cukup lama karena pria seperti itu sangat jarang ku temukan.Aku masih memasak, saat tiba-tiba notifikasi handphoneku berbunyi dan aku melihat sebuah email, aku menemukan nama Syahre
Hari pertama dengan adegan pembuka yang mengerikan. Aku harus melihat seseorang yang dipecat begitu saja hanya karena alasan yang cukup sepele. Bukankah ia hanya perlu menegurnya saja? Kenapa harus memecat? Dasar cowok berhati batu. Jadi, benar kalau kita kerja di sini, kita akan menjadi robot pencetak uang untuknya?Saat ini, aku sudah berada di ruangan bapak yang tadi menyambutku dengan kata-kata ‘selamat datang di kandang harimau’ dan ternyata bapak ini adalah manajerku.“Jadi kamu benar-benar tidak memiliki hubungan apa pun dengan pak Regan?” tanyanya lagi seperti tidak mempercayai perkataanku. Harus dengan cara apa aku mencoba untuk meyakinkannya? Maksudku, kenapa ia harus memojokkanku dengan pertanyaan aneh ini? Apa yang terjadi sebenarnya?“Sebenarnya apa yang terjadi pak? Maksud saya, apa saya melakukan sesuatu kesalahan sampai bapak bertanya seperti itu?” tanyaku yang tak mema
Rapat dibuka dengan beberapa riset secara garis besar dari divisi pemasaran yang tentunya akan sangat membantu kami untuk mempersiapkan beberapa poin untuk menentukan harga dan kebutuhan konsumen. Tak lupa, pembukaan rapat yang luar biasa dari ceo kita yang menakjubkan, Regan. Sekarang, sepertinya aku pun ikut-ikutan kagum sama dengan karyawan yang lain.“Jadi, apa kalian memiliki usulan?” tanyanya yang menatap kami bergantian. Setiap lekuk wajah yang tajam tentunya sangat menghipnotis para kaum hawa. Suara bass yang karismatik itu apa lagi. Ah, sepertinya aku menjadi gila hanya dengan melihatnya di depanku.Adara sadarlah!“Adara, apa kau memiliki usul?”Mampus! Bagaimana bisa ia bertanya kepadaku? Karyawan baru dan aku pun memandangi Sisi yang berusaha menggerakkan tangannya untuk menyemangatiku, sementara karyawan cewek yang lain melirikku dengan sinis. Lalu, pak Santoso ya
Setelah kejadian itu, aku sering sekali diperhatikan oleh karyawan cewek yang begitu menyukai Regan. Tak jarang dari divisi lain mampir kemari hanya untuk melihat aku yang katanya cewek paling diinginkan pak Regan seentero Syahrend Group yang memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia. Aku tidak terlalu yakin, tapi Sisi menceritakan hal ini berulang kali dan menggebu-gebu.Seperti saat ini, sepertinya kami harus lembur dan setiap hari harus lembur. Ini sebenarnya bagus, karena aku tidak perlu pusing-pusing untuk menghindari makan malam dengan keluarganya Okta. Aku juga lelah melihat kak Disa berakting atau Okta yang tidak bisa sadar jika pada akhirnya ia harus lebih memperhatikan kak Disa dari pada aku.Meskipun pada akhirnya Okta selalu mengirim pesan untuk membuatku segera berhenti dari pekerjaan ini. Aku selalu mengabaikannya, lama-lama aku merasa risih juga dengan bom pesan darinya.“Ada apa? Kelihatannya kamu
Saat acara makan dimulai, rasanya susah untuk membuka mulutku karena ia terus menatapku dengan tatapan yang benar-benar menusuk. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan saat ia berhasil menunjukkan tatapan seperti itu. Maksudku, bisa dikatakan kami hanya bertemu beberapa kali tapi ia seolah tahu segalanya tentangku.“Jadi Okta itu siapa? Pacar kamu?” Sisi yang tidak peka ini bertanya dengan sangat lantang dan jelas, membuatku harus melirik pada Regan serta Guntur. Namun, ini bagus juga maksudku aku bisa sekaligus menjelaskan jika saat di depan kantor waktu itu bukanlah acara pacaran.“Bukan, dia calon tunangan kakakku,” kataku dan aku harap ia akan berhenti membulliku setelah mendengarkan hal ini. Namun, apa yang aku dapat? Ia tersenyum sinis.“Jadi kau bertemu dengan tunangan kakakmu secara diam-diam?” Ia mencoba menebak sekaligus membuat masalah denganku.
Setelah mengatakan kata-kata yang tidak pernah ku katakana sebelumnya, aku memilih memasuki toilet dan duduk termenung di atas wc duduk. Penyesalan tiba-tiba saja datang dan merasa tak sepantasnya aku berbicara seperti itu kepada kak Disa dan Okta. Entah mengapa, aku merasa lelah harus menghadapi sikap sok polos mereka. Membiarkan diriku sendiri menahan segala emosi pun terasa tidak adil. Mereka bisa bertingkah bebas sesuka hati, sementara diriku harus terus berupaya untuk menjadi manusia yang baik.Setelah perenungan, aku memilih untuk keluar dari toilet dan aku sedikit bingung saat para cewek tersenyum sembari berbisik yang sedikit ku dengar membahas cowok ganteng yang sedang berdiri di depan toilet wanita.“Siapa ya ceweknya?”“Beruntung banget ya ceweknya.”Aku melihat beberapa yang masuk ke dalam toilet dan sepertinya aku juga penasaran. Seberapa ganteng cowok itu sampai
Kami sudah sampai di sebuah restauran yang cukup mewah dan tentunya hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kemari. Tempatnya begitu elegan dan dengan ornamen-ornamen tak kalah mewah. Sejujurnya aku tidak bisa tinggal terlalu lama di tempat yang terlalu mahal ini. Aku takut nantinya, malah aku tidak sibuk mencicipi makanannya, tapi malah bingung dengan seberapa banyak uang yang dihabiskan. Sungguh, ini terlihat seperti pemborosan dilevel yang tak biasa menurutku. Dengan langkah per langkah yang semakin memberatkan kakiku untuk melangkah terlalu dalam. Hanya saja, lagi-lagi Regan mundur dan merangkulku kembali, membuatku harus terus mengikuti langkah kakinya. "Kalau kamu tidak mempercepat langkahmu, aku akan langsung menggendongmu," tuturnya dengan tenang dan tingkat kedataran yang menyebalkan.Aku malas untuk menjawab perkataannya dan memutuskan untuk diam, meskipun aku merasa jika ia sedang merencanakan sesuatu. Entah itu apa? Yang pasti, aku merasa jika ia akan menumbalkanku unt
Masih jam delapan pagi, saat mobil kami telah sampai di depan perusahaan. Sungguh, sebenarnya aku tidak ingin satu mobil dengannya dan menyebabkan kegaduhan. Tapi, ia mengatakan jika ini adalah sesuatu yang lumrah jika sekertaris datang ke kantor dengan bosnya karena mungkin saja mereka beranggapan jika kita memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.Aku berjalan beriringan dengannya, lebih tepatnya aku berusaha untuk mengimbangi langkahnya yang lebar itu. Belum lagi aku harus membawa dokumen yang dibutuhkan untuk hari ini yang sudah dapat dipastikan akan menjadi hari yang berat. Kalau dipikirkan dengan baik, tidak ada jadwal yang tidak padat. Mungkin, jika dulu aku tidak mengetahui identitasnya yang bukan manusia, aku akan menjulukinya sebagai manusia yang kuat. Namun, sekarang aku tahu siapa dia, hal semacam ini tentunya bukan perkara yang sulit. Hanya saja yang membuatku dongkol bukan main adalah ia tidak sadar jika menjadikan kami manusia biasa sama seperti dirinya.
Aku tidak dengan hidup yang seperti temperature kadang dingin, kadang panas, kadang panas dingin beraduk menjadi satu. Aku juga tidak mengerti kenapa aku mengatakan hal semacam ini dan semua itu penyebabnya karena sehabis menikah aku berada di ruang kerja Regan dan harus mengetik beberapa laporan ditengah-tengah kelelahan mendera.“Kalau keybord itu rusak, kamu harus menggantinya,” katanya yang memandangku dengan datar. Menyebalkan! Masih untung aku sedikit menekannya dalam menggunakannya, bagaimana kalau aku lemparkan semuanya bersama laptop mahal ini.“Aku lelah, bisa tidak aku tidur? Masih ada besok kan untuk mengerjakannya?” mohonku dan ia yang juga mengetik menghentikan aktifitasnya.Lihatlah wajahnya yang masih segar itu, semua itu adalah kecurangan. Bagaimana dia bisa membandingkan diriku dengannya? Aku hanya manusia biasa yang membutuhkan istirahat dan yang seorang penyihir jelas bisa bertahan sampai kapan pun.“Tidur
Pernikahan telah berlalu beberapa saat yang lalu, saat ini aku hanya memakai gaun yang disiapkan oleh kak Diandra tadi. Meskipun tidak ada tamu, kami sekeluarga berbincang panjang lebar dan aku sedikit sedih Sandy dan Bagas tidak bisa hadir. Tadi pagi, ia menangis ditelepon karena tidak bisa pulang dan menyaksikan pernikahanku, tapi aku mengatakan itu bukan masalah besar. Mungkin, nanti masih ada perayaan yang bisa mengundang kerabat dan teman yang lebih banyak lagi.Cukup hebat aku bisa bersandiwara seperti itu, mengingat pernikahanku dengannya hanya pura-pura, tapi seolah sekarang aku menunjukkan pernikahan sungguhan dengan mengatakan hal seperti ini. Sungguh ironis dan mengesalkan dalam bersamaan.“Dara, sepertinya nak Regan lelah. Ajak istirahat di kamarmu sana!” ujir mama yang membuatku ingin sekali mengomeli mama, tapi itu tidak mungkin.Apa lagi saat tangan Regan menyenggolku beberapa kali dan bergumam, “kalau kau tak melakukannya, aku a
Tidak pernah terbayangkan bagiku untuk merasakan hal yang tidak nyaman sampai membuatku tidak bisa tidur sedikit pun. Pikiranku kalut, bahkan di otakku hanya tertulis kata-kata besok aku akan menikah. Menikah dengan Regan, makhluk tidak jelas yang berasal dari dunia antra brata yang sekarang sedang berusaha untuk menjajahku. Membayangkan kebebasanku akan direnggut begitu saja olehnya dengan pernikahan yang seharusnya menjadi impian yang indah setiap wanita dimuka bumi ini. Namun, karena Regan sialan itu, aku harus terjebak dalam pernikahan gila yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku.“Ah, sial!” Aku menghentakkan kakiku beberapa kali pada kasur. Aku tidak peduli jika itu terdengar sampai luar, aku hanya ingin mengekspresikan kekesalanku hari ini karena besok aku akan menjadi istri orang.“Ya Allah, istri orang!” gumamku lagi yang tak percaya sekaligus tak rela. Aku benar-benar akan gila hanya dengan memikirkannya saja.&ldq
“Dara, kamu mau pergi kemana nak?” Papa ternyata telah bangun dan berusaha untuk mengejarku. Aku benar-benar merasa bingung dengan semuanya. Aku merasa kasihan kepada ayah tapi aku tidak bisa lagi tinggal di rumah yang tidak nyaman untukku karena terus dicurigai oleh kak Disa dan tererpihakan mama.Mereka berdua terlihat khawatir dan tidak ingin aku pergi. “Kalau papa dan mama mencegah Dara pergi, aku yang akan pergi!” teriak kak Disa diambang pintu. Tentu papa dan mama tidak akan bisa membiarkan kak Disa yang tidak dewasa itu pergi. Dari pada papa dan mama mendapatkan pilihan yang begitu sulit, sebaiknya aku akan mempermudah pilihan mereka.“Aku saja yang akan pergi, kalian tidak perlu khawatir,” kataku yang tidak bisa sesantai biasanya. Tentunya rasa sakit ini masih bergemburu di sana. Hanya saja, aku memiliki dilema sebagai seorang anak yang seharusnya tidak menyusahkan orang tua.“Disa, ada nak Regan. Seharusny
“Aku tidak akan pergi, sebelum Dara mau pulang bersamaku!” Kekeras kepalaan Okta disertai rasa cemburunya membuatku tidak bisa mengatakan apa pun kecuali marah.Aku melihat Regan tersenyum, seolah menertawai sikap kekanakan Okta. Benar, ia sangat kekanakan dan egois. Berbeda dengan Regan yang sepertinya masih memiliki pengertian bagaimana keadaanku di tengah-tengah keluargaku.Sepertinya, aku harus mengambil sikap. Tidak akan ku biarkan lagi ia bertindak dengan kekanakan seperti ini. “Pak, bisa antar saya pulang?” mohonku pada Regan yang tentu membuat pria tampan ini terkejut, kemudian segera menarik tanganku.“Dara! Kamu harus pulang denganku!” Okta pun mencegahku dengan menarik tanganku juga. Jadilah aksi tarik-menarik yang membuat tanganku sakit.Bahkan keduanya lagi-lagi menatap dengan tajam. “Berhentilah berbuat keonaran!’” ucap Regan dengan penuh penekanan dan Okta nampaknya tidak akan pernah men
Hari-hari dengan petaka ini terus berlanjut, terkadang aku harus bagun jam satu malam untuk mengecek beberapa dokumen dan mengirimnya lewat email kepada Regan. Sungguh, aku merasa heran, maksudku apa dia tidak tidur sema sekali? Ia selalu meneleponku dengan suara khasnya, tidak ada suara parau sehabis tidur. Sepertinya ia memang tidak pernah tidur, atau mungkin itu menjadi kebiasaan para penyihir tersebut.Dari semua hari, mungkin ini akan menjadi hari terberat, sebab aku harus ikut dengan Regan bersama kak Diandra untuk mengerjakan beberapa hal di masionnya. Aku pun terpaksa ikut mereka dalam mobil lemosin ini.“Apa semua berkas yang ku inginkan sudah kamu siapkan?” tanya Regan pada kak Diandra dan wanita ini pun mengangguk.“Ya pak, kami sudah menyiapkannya. Kita hanya perlu mengerjakannya tepat waktu,” tanggapnya yang selalu membuatku kagum. Kak Diandra sangat professional dan tangkas dalam hal apa pun. Aku sedikit bersyukur meskipun p
Langit terlihat suram ditemani polusi udara yang tak pernah berakhir. Aku berjalan kaki, sembari menunggu taksi. Pekerjaan pagi ini membuatku sedikit terlambat untuk berangkat ke kantor. Aku yakin pasti Regan sudah berpikir macam-macam tentunya. Tapi, bukankah ia bilang jika Guntur akan selalu mengintaiku? Seperti seorang predator yang menakutkan, tapi saat ingatanku kembali pada saat kami berada di Mayapada, kedua pria itu sangat-sangat menawan.Mungkinkah kemarin ia hanya berusaha untuk menggertakku? Aku sudah beberapa kali memeriksanya, tapi aku tidak melihat ada Guntur di sini. Apa mungkin aku harus memiliki sihir seperti mereka? Setidaknya berada di tingkat dasar, agar aku bisa melihat Guntur bergentayangan mencoba untuk mengikutiku. Sungguh, aku tidak bisa membayangkannya, maksudku itu pasti lucu jika membayangkan Guntur tak memakai pakaian jaman dulu dan berteleport di sekitarku.Tiit“Astaga!” Aku hampir saja terjungkal, high heel ini sungguh