Tepat jam 7 pagi, aku sudah berada di gedung Syarend grup dan menerima beberapa wawancara terakhir. Pertanyaannya tidak terlalu melalahkan hanya saja aku sangat membutuhkan asupan makanan setelah seluruh pikiranku yang dengan bodohnya terkuras habis untuk menjawab pertanyaan mereka. Apa mungkin aku terlalu waspada sampai seperti ini? Tapi, ini lebih baik dari pada aku berleha-leha bukan?
Kami pun harus untuk menunggu untuk pengumuman seleksi akhir dalam dua jam ke depan. Jadi, aku masih memiliki waktu untuk mencari warteg dan bersantai-santai di sekitar gedung ini. Sekaligus mencoba mengobati kegundahan hatiku yang tak kunjung usai karena aku harus terus-terusan mencemaskan dua kata yang membuatku tak bisa bersantai yaitu diterima atau tidak?
"Dara!" Seseorang memanggilku dan aku melihat Okta datang. Ah, kenapa sih ia harus datang menemuiku di saat seperti ini? Apa ucapanku yang kemarin itu tidak cukup? Ia datang kemari apa mungkin masih sanggup menggunakan alasan sebuah pertemanan?
Dengan malas-malas, aku pun datang menghampirinya. "Ngapain kamu ke sini?" tanyaku dengan kesal dan Okta seperti sudah biasa dengan sikapku yang terkadang ketus melebihi emak-emak.
Lalu, ia menyodorkan kotak makanan dan minuman kesukaanku. "Kamu pasti lapar, jadi aku bawa ini," katanya yang segera ku sambar makanan itu. Ini tidak akan membuat satu harapan bermunculan, karena bagaimana pun kita telah berteman lebih dari 5 tahun.
"Ini kan ayam geprek kesukaanku," pekikku yang kenyataannya sudah lama tidak makan ayam. Seolah rindu makanan enak, mulutku benar-benar berkhianat sekarang dan aku pun segera duduk dibangku yang ada di depanku. Pertama, aku meminum jus alpukat kesukaanku, lalu mulai melahap ayam geprek.
"Gimana? Enak nggak?" tanya Okta, yang membuatku menoleh dengan mulut penuh. Aku nyengir dan mengangguk dalam bersamaan. Ia pun menyodorkan jus alpukat, seperti asisten pribadiku saja. Begitulah Okta, ia selalu memperhatikanku dan mengutamakanku. Hanya saja, ini tidak akan bertahan lebih lama lagi, saat mereka bertunangan aku akan berlahan menjauh agar kak Disa tidak terus-terusan mencurigaiku.
"Dari mana kamu tau gedungnya di sini?" Syahrend grup kan bergerak diberbagai bidang dan hal ini membuat mereka memiliki banyak cabang di satu kota.
"Syahrend kan perusahaan besar dan terkenal, jadi gampang nyarinya."
Benar juga, hal ini seketika menyadarkan aku. Kenapa aku begitu nekat untuk mencoba melamar diperusahaan ini ya? Keminderan segera menguasaiku, tapi tidak apa-apa, meskipun akhirnya sia-sia karena standart mereka begitu tinggi.
Aku masih melahap makananku sampai ketika sebuah mobil lemosin parkir di depanku dan seseorang keluar dari sana seperti adegan film action. Gagah, perkasa, karismatik, ganteng dan tajir dan aku tau siapa cowok itu! Regan, ceo perusahaan ini yang terkenal tak peduli kecuali dengan perusahaan dan apa pun yang membuatnya mendapatkan untung banyak. Aku melihatnya saat wawancara kemarin, semua karyawan segan kepadanya. Membuatku sedikit kesal saja, kenapa harus bertemu dengan orang yang sangat tidak asyik sepertinya!
Hanya saja, kenapa tiba-tiba ia berhenti di hadapan kami. Memandang kami bergantian dengan tatapan tak sukanya. "Aku pikir kalian memilih tempat yang salah. Jika kalian terus di sini, maka kalian akan merusak pemandangan kantorku," katanya yang kemudian pergi.
Aku terdiam sampai Okta menggoyang-goyang tubuhku. "Kamudenger tadi?" kataku dan Okta mengangguk membenarkan.
"Kita dikira kencan." Okta tertawa, aku yakin dia merasa besar kepala. Hanya saja, apa itu semua? Bagaimana bisa, dia berkomentar seenak jidatnya!
"Jadi, tu cowok kepoan, nyebelin!" kataku kesal dan kali ini Okta tertawa keras. Jelas Okta tahu kalau aku benci sama orang yang suka ikut campur urusan orang, terutama cowok.
Pikir saja, cowok jadi biang gosip dan mulutnya ember kayak cewek, sama sekali tidak pantas! Aku pun menemukan satu kelemahan seorang Regan, kepo parah! Cowok yang katanya paling sempurna seentero kota dia juga memiliki hal yang memalukan seperti ini. Jadi memang benarsejatinya kalau setiap manusia itu punya kekurangan.
“Mendingan kamu pulang deh, aku malas digosipin dan mulai dari sekarang jangan coba buat nemuin aku diam-diam seperti ini. Kamu harus menjaga perasaan kak Disa,” kataku yang begitu jelas.
“Tap-“
“Tapia pa? jangan merengek dan mengeluh jika ini bukan keinginan kamu. Kita sudah tua, jadi berhenti untuk mencari alasan dan hadapi pilihanmu!” tekanku.
“Seandainya aku bilang sama mama kalau yang pengen aku nikahin itu kamu … apa kamu mau?’
Sungguh, ini kalimat apa lagi? Okta semakin tidak mengerti situasi? Bagaimana ia membahas sesuatu yang rahasia ini di depan umum seperti ini?
Aku pun berbalik dan menunjukkan seluruh kekesalanku. “Okta, apa kamu seorang anak SMA? Bukankah kamu tau apa yang akan terjadi setelah kamu melakukan itu? Aku sedang tidak ingin terlibat cinta dengan cowok mana pun. Aku hanya ingin fokus pada bagaimana menghidupi keluargaku. Jadi, aku harap kamu bisa mengerti perkataanku yang cukup jelas ini dan jangan lagi menemuiku sendirian, aku nggak mau kak Disa salah paham, okay!”
Aku membalikkan badan dan masuk kembali ke dalam gedung. Tiba-tiba saja kepalaku merasa pening. Benar-benar, mengurusi Okta saja sudah membuatku pusing, apa lagi pekerjaan? Tapi, pusing pekerjaan bukannya lebih baik karena kita dibayar, dari pada memusingkan Okta dna kak Disa yang jujur saja keduanya sangat menyebalkan.
“Kamu!” Seseorang memanggilku dan aku tahu ia bagian HRD.
“Iya pak, ada apa ya?” Aku belum resmi menjadi karyawan perusahaan ini. Kenapa orang ini memanggilku seperti aku adalah karyawan di sini.
“Ada pesan dari pak Regan, katanya kalau mbak niat cari pacar diperusahaan ini, mending mbak pulang saja,” katanya yang tentu membuatku malu sekaligus marah.
Malu karena ditertawai beberapa orang yang lalu lalang dan marah karena merasa betapa keponya makhluk bernama Regan itu. Ah, benar-benar sepertinya dikehidupan sebelum ini, ia punya dendam kepadaku dan membalasnya sekarang.
“Pacar apa sih pak? Itu tadi temenku,” elakku dan pria ini pun tertawa.
“Oh iya, terus kata pak Regan nggak boleh makan di depan kantor karena memperburuk pemandangan kantor,” lanjutnya yang membutaku ingin mencekik satu manusia ini sekalian.
“Iya, saya mengerti pak,” kataku yang segera berbalik.
Sungguh, ini bukan hari pertamaku tapi aku sudah ditempa dengan hal memalukan seperti ini. Bisa-bisanya manusia berjenis kelamin cowok itu mengkritik dan mempermalukanku! Awas saja, aku akan membuktikan kalau aku datang kemari bukan hanya memiliki maksud lain selain mencari uang dan menjadi karyawan yang baik.
Aku berjalan sembari terus mewaspadai setiap sudut dan tempat. Entah mengapa, aku merasa Regan sialan itu mencoba mengawasiku disuatu tempat yang tak bisa ku lihat. Benar-benar manusia menyebalkan dan aneh.
Aku pun hanya bisa mengatur napas dan mengelus dadaku karena aku selalu merasa kesal bukan main dengan tipikel cowok pengkeritik sepertinya.
Tidak ada hal yang menyenangkan, saat aku bangun yang seharusnya dipenuhi dengan segala hal urusan rumah tangga mulai dari mencuci piring, masak hingga membersihkan ruang tamu. Semua itu menjadi rutinitas pagiku yang melelahkan karena baik mama dan kak Disa tidak bisa diandalkan untuk melakukan hal ini. Hal ini terkadang membuatku bersyukur karena kak Disa akan bersama Okta, sehingga ia tidak akan menjadi bahan olokan ketika ia tidak bisa melakukan semua pekerjaan rumah. Lagi pula keluarga kita sudah jatuh, tidak mungkin teman-teman ayah mau menjodohkan anaknya dengan kami?Lagi pula, aku juga tidak begitu mementingkan pernikahan dengan pria berada. Cukup pria yang memahami diriku dan keluargaku dengan baik. Hanya seperti itu, tapi pastinya hal ini akan berjalan cukup lama karena pria seperti itu sangat jarang ku temukan.Aku masih memasak, saat tiba-tiba notifikasi handphoneku berbunyi dan aku melihat sebuah email, aku menemukan nama Syahre
Hari pertama dengan adegan pembuka yang mengerikan. Aku harus melihat seseorang yang dipecat begitu saja hanya karena alasan yang cukup sepele. Bukankah ia hanya perlu menegurnya saja? Kenapa harus memecat? Dasar cowok berhati batu. Jadi, benar kalau kita kerja di sini, kita akan menjadi robot pencetak uang untuknya?Saat ini, aku sudah berada di ruangan bapak yang tadi menyambutku dengan kata-kata ‘selamat datang di kandang harimau’ dan ternyata bapak ini adalah manajerku.“Jadi kamu benar-benar tidak memiliki hubungan apa pun dengan pak Regan?” tanyanya lagi seperti tidak mempercayai perkataanku. Harus dengan cara apa aku mencoba untuk meyakinkannya? Maksudku, kenapa ia harus memojokkanku dengan pertanyaan aneh ini? Apa yang terjadi sebenarnya?“Sebenarnya apa yang terjadi pak? Maksud saya, apa saya melakukan sesuatu kesalahan sampai bapak bertanya seperti itu?” tanyaku yang tak mema
Rapat dibuka dengan beberapa riset secara garis besar dari divisi pemasaran yang tentunya akan sangat membantu kami untuk mempersiapkan beberapa poin untuk menentukan harga dan kebutuhan konsumen. Tak lupa, pembukaan rapat yang luar biasa dari ceo kita yang menakjubkan, Regan. Sekarang, sepertinya aku pun ikut-ikutan kagum sama dengan karyawan yang lain.“Jadi, apa kalian memiliki usulan?” tanyanya yang menatap kami bergantian. Setiap lekuk wajah yang tajam tentunya sangat menghipnotis para kaum hawa. Suara bass yang karismatik itu apa lagi. Ah, sepertinya aku menjadi gila hanya dengan melihatnya di depanku.Adara sadarlah!“Adara, apa kau memiliki usul?”Mampus! Bagaimana bisa ia bertanya kepadaku? Karyawan baru dan aku pun memandangi Sisi yang berusaha menggerakkan tangannya untuk menyemangatiku, sementara karyawan cewek yang lain melirikku dengan sinis. Lalu, pak Santoso ya
Setelah kejadian itu, aku sering sekali diperhatikan oleh karyawan cewek yang begitu menyukai Regan. Tak jarang dari divisi lain mampir kemari hanya untuk melihat aku yang katanya cewek paling diinginkan pak Regan seentero Syahrend Group yang memiliki banyak cabang di seluruh Indonesia. Aku tidak terlalu yakin, tapi Sisi menceritakan hal ini berulang kali dan menggebu-gebu.Seperti saat ini, sepertinya kami harus lembur dan setiap hari harus lembur. Ini sebenarnya bagus, karena aku tidak perlu pusing-pusing untuk menghindari makan malam dengan keluarganya Okta. Aku juga lelah melihat kak Disa berakting atau Okta yang tidak bisa sadar jika pada akhirnya ia harus lebih memperhatikan kak Disa dari pada aku.Meskipun pada akhirnya Okta selalu mengirim pesan untuk membuatku segera berhenti dari pekerjaan ini. Aku selalu mengabaikannya, lama-lama aku merasa risih juga dengan bom pesan darinya.“Ada apa? Kelihatannya kamu
Saat acara makan dimulai, rasanya susah untuk membuka mulutku karena ia terus menatapku dengan tatapan yang benar-benar menusuk. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan saat ia berhasil menunjukkan tatapan seperti itu. Maksudku, bisa dikatakan kami hanya bertemu beberapa kali tapi ia seolah tahu segalanya tentangku.“Jadi Okta itu siapa? Pacar kamu?” Sisi yang tidak peka ini bertanya dengan sangat lantang dan jelas, membuatku harus melirik pada Regan serta Guntur. Namun, ini bagus juga maksudku aku bisa sekaligus menjelaskan jika saat di depan kantor waktu itu bukanlah acara pacaran.“Bukan, dia calon tunangan kakakku,” kataku dan aku harap ia akan berhenti membulliku setelah mendengarkan hal ini. Namun, apa yang aku dapat? Ia tersenyum sinis.“Jadi kau bertemu dengan tunangan kakakmu secara diam-diam?” Ia mencoba menebak sekaligus membuat masalah denganku.
Setelah mengatakan kata-kata yang tidak pernah ku katakana sebelumnya, aku memilih memasuki toilet dan duduk termenung di atas wc duduk. Penyesalan tiba-tiba saja datang dan merasa tak sepantasnya aku berbicara seperti itu kepada kak Disa dan Okta. Entah mengapa, aku merasa lelah harus menghadapi sikap sok polos mereka. Membiarkan diriku sendiri menahan segala emosi pun terasa tidak adil. Mereka bisa bertingkah bebas sesuka hati, sementara diriku harus terus berupaya untuk menjadi manusia yang baik.Setelah perenungan, aku memilih untuk keluar dari toilet dan aku sedikit bingung saat para cewek tersenyum sembari berbisik yang sedikit ku dengar membahas cowok ganteng yang sedang berdiri di depan toilet wanita.“Siapa ya ceweknya?”“Beruntung banget ya ceweknya.”Aku melihat beberapa yang masuk ke dalam toilet dan sepertinya aku juga penasaran. Seberapa ganteng cowok itu sampai
Pukul lima pagi aku sudah selesai sholat dengan agenda lanjutan untuk beres-beres rumah. Semalam aku harus pulang jam sebelas malam dengan berbagai hal yang harus ku kerjakan. Seluruh tubuhku lelah, tetapi aku tidak akan menyerah hanya karena ini.Sembari mencuci piring, aku memikirkan beberapa hal. Salah satunya dengan sikap aneh bosku itu. Maksudku, kenapa ia terus-terusan menggangguku seperti itu?“Dara ….” Aku menoleh dan mama sudah bangun, berdiri di sampingku.“Iya, ada apa Ma?” tanyaku dan mama tersenyum. Aku sudah bisa menebak, kata apa yang selanjutnya mama akan katakana.“Seminggu lagi Disa tunangan sama Okta dan papa memutuskan acaranya akan diadakan di rumah kita,” kata mama yang aku tahu apa yang membuat papa mengatakan ini, semua karena keluarga om Obi sudah berbuat terlalu banyak untuk kita. Seharusnya kita semua mandiri, sesulit apa pun ekono
Sudah lebih dari tiga puluh menit setelah kak Monica dipanggil dan tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Aku memandangi semua orang-orang yang berada di ruangan divisi pemasaran ini, mereka sama cemasnya sepertiku.Namun, tak lama pak Santoso datang dan berjalan mendekatiku. Ekspresi ketakutannya jelas dan aku rasa ia akan memarahiku habis-habisan karena semua ini terjadi karena aku yang kata orang menyita perhatian pak Regan sialan itu. Padahal, cowok itu yang bersikap berlebihan denganku.Sekarang aku jadi mengerti, yang Sandy maksud dengan posessif gila dan tidak mau Bagas menjadi cowok seperti itu. Tetapi, ironisnya aku dan Regan tidak memiliki hubungan apa pun? Seharusnya pemikiran ini tidak benar, kan? Mungkin saja ia sedang berusaha untuk mendisiplinkan kak Monica.“Dara …,” panggil pak Santoso. Aku mendengarkan helaan napasnya yang panjang. Mungkin dalam sejarah hidupnya selama bekerja, ini pertama kalinya ia menangani kasus dimana dua
Kami sudah sampai di sebuah restauran yang cukup mewah dan tentunya hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk kemari. Tempatnya begitu elegan dan dengan ornamen-ornamen tak kalah mewah. Sejujurnya aku tidak bisa tinggal terlalu lama di tempat yang terlalu mahal ini. Aku takut nantinya, malah aku tidak sibuk mencicipi makanannya, tapi malah bingung dengan seberapa banyak uang yang dihabiskan. Sungguh, ini terlihat seperti pemborosan dilevel yang tak biasa menurutku. Dengan langkah per langkah yang semakin memberatkan kakiku untuk melangkah terlalu dalam. Hanya saja, lagi-lagi Regan mundur dan merangkulku kembali, membuatku harus terus mengikuti langkah kakinya. "Kalau kamu tidak mempercepat langkahmu, aku akan langsung menggendongmu," tuturnya dengan tenang dan tingkat kedataran yang menyebalkan.Aku malas untuk menjawab perkataannya dan memutuskan untuk diam, meskipun aku merasa jika ia sedang merencanakan sesuatu. Entah itu apa? Yang pasti, aku merasa jika ia akan menumbalkanku unt
Masih jam delapan pagi, saat mobil kami telah sampai di depan perusahaan. Sungguh, sebenarnya aku tidak ingin satu mobil dengannya dan menyebabkan kegaduhan. Tapi, ia mengatakan jika ini adalah sesuatu yang lumrah jika sekertaris datang ke kantor dengan bosnya karena mungkin saja mereka beranggapan jika kita memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.Aku berjalan beriringan dengannya, lebih tepatnya aku berusaha untuk mengimbangi langkahnya yang lebar itu. Belum lagi aku harus membawa dokumen yang dibutuhkan untuk hari ini yang sudah dapat dipastikan akan menjadi hari yang berat. Kalau dipikirkan dengan baik, tidak ada jadwal yang tidak padat. Mungkin, jika dulu aku tidak mengetahui identitasnya yang bukan manusia, aku akan menjulukinya sebagai manusia yang kuat. Namun, sekarang aku tahu siapa dia, hal semacam ini tentunya bukan perkara yang sulit. Hanya saja yang membuatku dongkol bukan main adalah ia tidak sadar jika menjadikan kami manusia biasa sama seperti dirinya.
Aku tidak dengan hidup yang seperti temperature kadang dingin, kadang panas, kadang panas dingin beraduk menjadi satu. Aku juga tidak mengerti kenapa aku mengatakan hal semacam ini dan semua itu penyebabnya karena sehabis menikah aku berada di ruang kerja Regan dan harus mengetik beberapa laporan ditengah-tengah kelelahan mendera.“Kalau keybord itu rusak, kamu harus menggantinya,” katanya yang memandangku dengan datar. Menyebalkan! Masih untung aku sedikit menekannya dalam menggunakannya, bagaimana kalau aku lemparkan semuanya bersama laptop mahal ini.“Aku lelah, bisa tidak aku tidur? Masih ada besok kan untuk mengerjakannya?” mohonku dan ia yang juga mengetik menghentikan aktifitasnya.Lihatlah wajahnya yang masih segar itu, semua itu adalah kecurangan. Bagaimana dia bisa membandingkan diriku dengannya? Aku hanya manusia biasa yang membutuhkan istirahat dan yang seorang penyihir jelas bisa bertahan sampai kapan pun.“Tidur
Pernikahan telah berlalu beberapa saat yang lalu, saat ini aku hanya memakai gaun yang disiapkan oleh kak Diandra tadi. Meskipun tidak ada tamu, kami sekeluarga berbincang panjang lebar dan aku sedikit sedih Sandy dan Bagas tidak bisa hadir. Tadi pagi, ia menangis ditelepon karena tidak bisa pulang dan menyaksikan pernikahanku, tapi aku mengatakan itu bukan masalah besar. Mungkin, nanti masih ada perayaan yang bisa mengundang kerabat dan teman yang lebih banyak lagi.Cukup hebat aku bisa bersandiwara seperti itu, mengingat pernikahanku dengannya hanya pura-pura, tapi seolah sekarang aku menunjukkan pernikahan sungguhan dengan mengatakan hal seperti ini. Sungguh ironis dan mengesalkan dalam bersamaan.“Dara, sepertinya nak Regan lelah. Ajak istirahat di kamarmu sana!” ujir mama yang membuatku ingin sekali mengomeli mama, tapi itu tidak mungkin.Apa lagi saat tangan Regan menyenggolku beberapa kali dan bergumam, “kalau kau tak melakukannya, aku a
Tidak pernah terbayangkan bagiku untuk merasakan hal yang tidak nyaman sampai membuatku tidak bisa tidur sedikit pun. Pikiranku kalut, bahkan di otakku hanya tertulis kata-kata besok aku akan menikah. Menikah dengan Regan, makhluk tidak jelas yang berasal dari dunia antra brata yang sekarang sedang berusaha untuk menjajahku. Membayangkan kebebasanku akan direnggut begitu saja olehnya dengan pernikahan yang seharusnya menjadi impian yang indah setiap wanita dimuka bumi ini. Namun, karena Regan sialan itu, aku harus terjebak dalam pernikahan gila yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam benakku.“Ah, sial!” Aku menghentakkan kakiku beberapa kali pada kasur. Aku tidak peduli jika itu terdengar sampai luar, aku hanya ingin mengekspresikan kekesalanku hari ini karena besok aku akan menjadi istri orang.“Ya Allah, istri orang!” gumamku lagi yang tak percaya sekaligus tak rela. Aku benar-benar akan gila hanya dengan memikirkannya saja.&ldq
“Dara, kamu mau pergi kemana nak?” Papa ternyata telah bangun dan berusaha untuk mengejarku. Aku benar-benar merasa bingung dengan semuanya. Aku merasa kasihan kepada ayah tapi aku tidak bisa lagi tinggal di rumah yang tidak nyaman untukku karena terus dicurigai oleh kak Disa dan tererpihakan mama.Mereka berdua terlihat khawatir dan tidak ingin aku pergi. “Kalau papa dan mama mencegah Dara pergi, aku yang akan pergi!” teriak kak Disa diambang pintu. Tentu papa dan mama tidak akan bisa membiarkan kak Disa yang tidak dewasa itu pergi. Dari pada papa dan mama mendapatkan pilihan yang begitu sulit, sebaiknya aku akan mempermudah pilihan mereka.“Aku saja yang akan pergi, kalian tidak perlu khawatir,” kataku yang tidak bisa sesantai biasanya. Tentunya rasa sakit ini masih bergemburu di sana. Hanya saja, aku memiliki dilema sebagai seorang anak yang seharusnya tidak menyusahkan orang tua.“Disa, ada nak Regan. Seharusny
“Aku tidak akan pergi, sebelum Dara mau pulang bersamaku!” Kekeras kepalaan Okta disertai rasa cemburunya membuatku tidak bisa mengatakan apa pun kecuali marah.Aku melihat Regan tersenyum, seolah menertawai sikap kekanakan Okta. Benar, ia sangat kekanakan dan egois. Berbeda dengan Regan yang sepertinya masih memiliki pengertian bagaimana keadaanku di tengah-tengah keluargaku.Sepertinya, aku harus mengambil sikap. Tidak akan ku biarkan lagi ia bertindak dengan kekanakan seperti ini. “Pak, bisa antar saya pulang?” mohonku pada Regan yang tentu membuat pria tampan ini terkejut, kemudian segera menarik tanganku.“Dara! Kamu harus pulang denganku!” Okta pun mencegahku dengan menarik tanganku juga. Jadilah aksi tarik-menarik yang membuat tanganku sakit.Bahkan keduanya lagi-lagi menatap dengan tajam. “Berhentilah berbuat keonaran!’” ucap Regan dengan penuh penekanan dan Okta nampaknya tidak akan pernah men
Hari-hari dengan petaka ini terus berlanjut, terkadang aku harus bagun jam satu malam untuk mengecek beberapa dokumen dan mengirimnya lewat email kepada Regan. Sungguh, aku merasa heran, maksudku apa dia tidak tidur sema sekali? Ia selalu meneleponku dengan suara khasnya, tidak ada suara parau sehabis tidur. Sepertinya ia memang tidak pernah tidur, atau mungkin itu menjadi kebiasaan para penyihir tersebut.Dari semua hari, mungkin ini akan menjadi hari terberat, sebab aku harus ikut dengan Regan bersama kak Diandra untuk mengerjakan beberapa hal di masionnya. Aku pun terpaksa ikut mereka dalam mobil lemosin ini.“Apa semua berkas yang ku inginkan sudah kamu siapkan?” tanya Regan pada kak Diandra dan wanita ini pun mengangguk.“Ya pak, kami sudah menyiapkannya. Kita hanya perlu mengerjakannya tepat waktu,” tanggapnya yang selalu membuatku kagum. Kak Diandra sangat professional dan tangkas dalam hal apa pun. Aku sedikit bersyukur meskipun p
Langit terlihat suram ditemani polusi udara yang tak pernah berakhir. Aku berjalan kaki, sembari menunggu taksi. Pekerjaan pagi ini membuatku sedikit terlambat untuk berangkat ke kantor. Aku yakin pasti Regan sudah berpikir macam-macam tentunya. Tapi, bukankah ia bilang jika Guntur akan selalu mengintaiku? Seperti seorang predator yang menakutkan, tapi saat ingatanku kembali pada saat kami berada di Mayapada, kedua pria itu sangat-sangat menawan.Mungkinkah kemarin ia hanya berusaha untuk menggertakku? Aku sudah beberapa kali memeriksanya, tapi aku tidak melihat ada Guntur di sini. Apa mungkin aku harus memiliki sihir seperti mereka? Setidaknya berada di tingkat dasar, agar aku bisa melihat Guntur bergentayangan mencoba untuk mengikutiku. Sungguh, aku tidak bisa membayangkannya, maksudku itu pasti lucu jika membayangkan Guntur tak memakai pakaian jaman dulu dan berteleport di sekitarku.Tiit“Astaga!” Aku hampir saja terjungkal, high heel ini sungguh