Siang itu, Evangeline minta izin pada Devan untuk pergi ke luar, dirinya hendak mencarikan kado buat Angel kecil.
Evangeline berjalan di sebuah pusat perbelanjaan. Matanya sedang mencari sesuatu yang bagus untuk dihadiahkan. Hingga Evangeline melihat toko aksesoris anak-anak, dan berniat ke sana. Ketika Evangeline hendak melangkah masuk ke toko, seorang wanita paruh baya menabrak dirinya, membuat barang bawaan wanita paruh baya itu jatuh.
"Maaf, Nyonya." Evangeline ikut berjongkok, memunguti barang belanjaan wanita tadi yang ternyata isinya kebanyakan adalah kaleng bir.
Wanita tadi menatap Evangeline yang tengah sibuk memungut barang bawaannya, lalu mengalihkan tatapan ketika Evangeline berbalik menatap padanya.
"Maaf, saya tidak sengaja menabrak," ucap Evangeline sekali lagi, mengulas senyum seraya menyodorkan belanjaan wanita itu.
"Tidak apa, terima kasih sudah membantu." Wanita itu memberi tatapan berbeda kepada Evangeline.
Evangeline sed
Evangeline sudah selesai berganti pakaian, hari ini dia dan Devan akan menghadiri acara ulangtahun Angel yang diadakan di rumah. "Van, kamu belum selesai?" tanya Evangeline berteriak ke arah kamar ganti. Evangeline sibuk merapikan tepian ujung gaun agar tidak kusut. "Sudah, kamu ini tidak sabaran sekali!" Devan keluar dengan setelan jas sederhana karena pesta itu diadakan kecil-kecilan. Evangeline menatap pada Devan, lantas mendekat dan membetulkan dasi pria itu. "Memasang dasi saja tidak rapi," ucap Evangeline. "Sengaja!" balas Devan. Evangeline mengernyitkan dahi mendengar kata Devan. "Apanya sengaja, hah?" Wanita itu memukul dada Devan. "Sengaja, biar kamu memberi perhatian lalu merapikan," ujar Devan yang kemudian mengecup pipi Evangeline. "Dasar!" gerutu Evangeline seraya tersenyum kecil. Mereka pun pergi ke rumah Jordan, agar tidak terlambat. - - Pesta untuk Angel sederhana
Setelah hari ulangtahun Angel kecil. Devan dan Evangeline akan bersiap pergi ke Philadelphia untuk melakukan perjalanan bisnis. Keduanya juga berencana liburan selama beberapa hari di sana."Kamu beneran tidak apa-apa ikut ke sana?" tanya Devan yang tiba-tiba ragu kalau Evangeline ikut.Evangeline yang tengah mengecek barang yang dibawa langsung menoleh, tersenyum kecil ke arah pria yang sudah menjadi belahan jiwanya itu."Ada kamu, kenapa aku harus ragu?" Evengeline mendekat, sebelum akhirnya merangkulkan kedua lengan di leher Devan.Devan memegang pinggang Evangeline, menatap manik mata istri yang terlihat bersinar indah."Aku hanya takut kamu tidak nyaman," ujar Devan.Evangeline lagi-lagi mengulas senyum, hingga akhirnya menyentuhkan kedua kening mereka."Aku akan selalu merasa nyaman jika ada kamu di sisiku," balas Evangeline yang kemudian menyentuhkan permukaan bibir mereka.Devan membalas ciuman Evangeline, melumat dan m
"Untung saja aku di bandara, sehingga bisa bertemu denganmu," ucap Paul yang fokus pada jalanan tapi sesekali melirik kaca spion dan melihat bayangan di mana Evangeline duduk di belakang.Devan yang duduk di samping Paul tampak tak senang karena pria itu tak henti mengulas senyum pada Evangeline."Oh ya, kenapa kamu di bandara?" tanya Evangeline yang mencondongkan tubuh ke depan."Oh, aku baru mengantar temanku. Pas mau pulang malah melihatmu, jadi aku hampiri saja," jawab paul yang tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya."Owh, begitu." Evangeline menganggukkan kepala pelan."Mampir ke rumah, ya!" ajak Paul."Tidak!" Tolak Devan cepat sebelum Evangeline menjawab."Kenapa tidak?" tanya Evangeline melirik Devan."Kita ke hotel langsung," jawab Devan."Kita mampir ke rumah Paul!" ajak Evangeline."Ivi!" Devan menyipitkan mata, memberi isyarat agar Evangeline menurut apa katanya."Rumah Paul, titik! Ata
Devan yang duduk bersama Paul, tampak sesekali menengok ke arah Evangeline yang ternyata juga menoleh padanya. Rasanya tidak nyaman ketika berada di tempat asing dan ditinggal dengan orang yang baru saja dikenal."Kamu, sudah lama menikah dengan Angel?" tanya Paul, mengamati penampilan hingga gerak-gerik Devan."Beberapa bulan," jawab Devan singkat. "Kenapa?" tanya Devan balik.Paul menoleh ke arah Soesan dan Evangeline yang terlihat masih membuat dan menyiapkan makanan untuk mereka, hingga kemudian menghela napas pelan."Kamu tahu kenapa Evangeline bercerai?" tanya Paul. Sesungguhnya pria itu takut kalau Devan akan melakukan hal yang sama seperti Radhika."Ya, bahkan aku kenal dengan mantan suaminya," jawab Devan menjelaskan."Kamu kenal Radhika?" tanya Paul sampai menegakkan badan karena terkejut."Ya, dia rekan bisnisku dan aku baru tahu saat tengah menjalin hubungan dengan Evangeline," jawab Devan dengan senyum getir. Merasa cembu
Setelah selesai makan bersama dan berbincang dengan Soesan juga Paul. Devan dan Evangeline pun kembali ke hotel tempat mereka akan tinggal selama beberapa hari di sana. Sebenarnya Soesan ingin Evangeline tinggal, tapi karena Devan terlihat kurang nyaman, membuat Evangeline memilih menginap di hotel.Devan baru saja selesai mandi, melihat Evangeline yang duduk di sofa dengan tatapan tertuju ke luar jendela."Memikirkan apa?" tanya Devan yang berdiri di belakang sofa, bahkan mencium pucuk kepala Evangeline.Evangeline mendongak, membuat Devan kini bisa mencium keningnya."Tidak ada, hanya lelah." Evangeline mengulas senyum.Devan tak lantas percaya dengan ucapan Evangeline, hingga kemudian memilih duduk di samping dan menggenggam telapak tangan sang istri."Memikirkan Radhika yang akan menikah?" tanya Devan menebak.Evangeline tertawa kecil mendengar pertanyaan Devan."Untuk apa memikirkannya? Bukan urusanku juga," jawab Evangeli
Devan dan Evangeline Sudah sampai di perusahaan Radhika, keduanya berjalan bersisian tanpa bergandengan tangan mengingat profesionalisme kerja yang mereka tunjukkan. Meski Evangeline sudah pergi dari sana sangat lama, ternyata karyawan Radhika masih banyak yang mengenali."Mrs Evangeline!" sapa seorang karyawan.Tentu saja sapaan itu membuat Devan dan Evangeline menghentikan langkah dan langsung ikut balik menyapa."How are you?""I am fine." Evangeline mengulas senyum dan ada rasa canggung."Do you want to meet Mr. Radhika (Apakah Anda ingin bertemu Tuan Radhika)?" tanya karyawan itu.Evangeline menoleh sekilas pada Devan, lantas menjelaskan. "Yes, because I have business. This is my boss! (Ya, karena saya punya urusan bisnis. Ini bosku!)" jawab Evangeline seraya memperkenalkan Devan pada karyawan mantan suaminya itu.Devan hanya tersenyum kecil ketika melihat karyawan Radhika mengulas senyum dan sedikit membungkukkan badan unt
Evangeline meminta izin Devan ke kamar mandi sebentar setelah rapat selesai. Ia kini tengah membasuh tangan setelah selesai ke kamar kecil."Bagaimana kabarmu?"Evangeline langung menoleh ke arah sumber suara di mana Catherine berjalan menghampiri dirinya."Sangat baik," jawab Evangeline yang kemudian kembali menatap cermin.Catherine sudah berdiri di samping Evangeline, ada rasa bersalah yang kembali menggelayuti hati ketika kembali melihat temannya itu."Angel, soal kejadian dulu aku ingin--" Catherine berhenti bicara karena Evangeline memotongnya dengan cepat."Aku sudah lupa, lagi pula kini itu bukan urusanku lagi. Aku sudah bahagia dan tidak perlu lagi membahasnya."Evangeline bersikap dingin pada Catherine, mengibaskan kedua tangan yang basah di atas wastafel sebelum mengambil tisu. Ia berjalan hendak meninggalkan Catherine yang tertegun karena ucapannya, tapi berhenti sejenak dan mengatakan hal lainnya."Aku dengar kalia
"Ada apa, hah?" tanya Devan yang merasa cemas.Devan merasakan pelukan Evangeline semakin erat, bahkan terasa basah di dada. Hingga langsung memegang kedua lengan Evangeline untuk melihat apakah istri menangis."Kenapa menangis?" tanya Devan, jemari mengusap buliran kristal bening yang luruh di wajah Evangeline."Tidak ada, aku hanya tidak mau datang ke pernikahan Radhika, bukan karena aku belum bisa melepas, tapi lebih karena aku tidak mau bertemu ibunya," jawab Evangeline, hingga kemudian memilih duduk di tepian ranjang, mengusap wajah berulang kali.Devan cukup terkejut mendengar jawaban Evangeline, hingga ikut duduk di sebelah."Apa ibunya jahat padamu?" tanya Devan mencoba menyelami masalah yang sedang dirasakan Evangeline."Entah bisa dibilang jahat atau tidak, yang jelas wanita itu tidak pernah menyukaiku sama sekali," jawab Evangeline dengan kepala menunduk.Devan cukup mengerti perasaan Evangeline, hingga akhirnya merengkuh p
Setelah memantapkan hati, akhirnya Anira memutuskan untuk pergi. Hari itu Kenan dan keluarganya datang untuk berpamitan dengan Anira, setelah sebelumnya mendapat kabar dari Evangeline dan Devan. "Jangan lupakan kami," ucap Angel yang ingin melepas Anira. Anira mengangguk kemudian memeluk Angel, tak bisa berkata-kata karena dirinya begitu sedih meninggalkan keluarga itu. "Sering hubungi kami, oke!" pinta Angel lagi sebelum melepas pelukan. Anira lagi-lagi hanya mengangguk, sebelum kemudian beralih menatap Kenan yang sudah menatapnya sejak tadi. "Aku akan menunggumu kembali, Nira." Kenan langsung memeluk Anira, membuat gadis itu terkejut. Anira membalas pelukan Kenan, bahkan mengusap punggung pemuda itu karena tahu jika Kenan sama beratnya melepas. "Aku sangat menyayangimu, jangan lupakan aku," lirih Kenan sebelum melepas pelukan. Anira merasa jantungnya berdegup dengan cepat ketika Kenan mengucapkan kata itu, entah kenap
"Kamu tidak akan pergi, 'kan!" Kalandra bicara empat mata dengan Anira di kamar gadis itu. Ia menatap Anira yang duduk di tepian ranjang."Aku tidak tahu." Anira menjawab pertanyaan Kalandra seraya menundukkan kepala.Wanita yang bicara dengan Evangeline adalah ibu kandung Anira, setelah sekian tahun wanita itu datang dan ingin membawa Anira karena merasa berhak atas gadis itu."Nggak, aku nggak izinin kamu pergi!" Kalandra langsung memegang kedua lengan Anira, bahkan tanpa sengaja mencengkeram begitu erat."Al, sakit!" pekik Anira mencoba melepas tangan Kalandra dari lengannya.Kalandra berlutut di depan Anira, menggenggam kedua telapak tangan gadis itu begitu erat, kedua bola matanya terlihat berkaca."Jangan pergi, Nira. Aku mohon," pinta Kalandra.Anira terlihat bingung, setelah sekian tahun dia tidak tahu siapa orangtua kandungnya, serta bagaimana mereka, haruskah dia melewatkan kesempatan bersama orangtuanya."Aku bingung
"Apa maksudnya itu, hah?" Kalandra mendorong Kenan ke tembok.Kenan yang baru saja mengantar Anira ke kelas, cukup terkejut saat Kalandra langsung menarik dan membawanya ke samping gedung sekolah."Kamu kenapa sih, Al?" tanya Kenan bingung, apalagi ketika menatap amarah di mata saudaranya itu. Ia mengusap lengan yang sakit karena terbentur dinding."Apa maksudmu menciumnya?" Kalandra ternyata melihat dari jauh saat Kenan menangkup wajah Anira. Ia melihat punggung Kenan di mana saudaranya itu memiringkan kepala.Kenan terkejut mendengar pertanyaan Kalandra, tak menyangka jika saudaranya itu melihat."Al, dengar dulu--" Kenan ingin menjelaskan, tapi terhenti karena Kalandra yang tiba-tiba memukulnya tepat di pipi, membuatnya sampai memalingkan wajah."Apa kamu kira, karena dekat dengannya maka bisa membuatmu sesuka hati menciumnya? Aku tidak setuju kamu bersikap seperti itu padanya!" Kalandra yang sudah terpancing emosi, tak bisa berpikiran je
Kenan berada di kamarnya setelah Kalandra dan Anira pulang. Ia menatap bingkai yang terdapat di meja belajarnya. Di sana terdapat foto dirinya, Anira, dan Kalandra.Kenan tiba-tiba menggelengkan kepala dengan senyum kecil di wajah, merasa lucu dengan hal yang dipikirkannya sekarang."Apa itu senyum-senyum sendiri?" tanya Angel yang ternyata melihat adiknya itu duduk melamun. Ia pun lantas berjalan masuk dan menghampiri Kenan.Kenan menoleh Angel yang kini sudah berdiri bersandar meja belajarnya."Siapa yang tersenyum?" Kenan mengelak dari pertanyaan sang kakak."Jangan bohong! Jelas-jelas tadi aku melihatmu tersenyum," ucap Angel."Hah, terserahlah." Kenan masih tidak mau mengakui. Ia malah membuka buku seakan ingin mengabaikan sang kakak.Angel menatap Kenan, seperti mengetahui sesuatu dari pandangan sang adik."Ke, apa kamu menyukai Anira?" tanya Angel tiba-tiba.Kenan langsung berhenti membalikkan buku saat mendengar
Kalandra tidak jadi belajar karena kasihan dengan Anira. Ia pun meminta sopir untuk menjemput mereka. Dalam perjalanan pulang, Kalandra hanya diam, membuat Anira sedikit merasa heran."Kamu baik-baik saja, Al?" tanya Anira.Kalandra tersadar dari lamunan, kemudian menoleh ke arah Anira yang duduk di sampingnya."Aku tidak apa-apa," jawab remaja itu, mencoba mengulas senyum.Anira mengangguk karena Kalandra sudah mengatakan jika tidak apa-apa, mereka pun kembali menatap aspal jalanan.Sebenarnya Kalandra sedang memikirkan percakapannya dengan Kenan beberapa waktu lalu, saat Kenan sedang berganti pakaian.Di kamar tamu, beberapa waktu lalu."Ke, boleh aku tanya sesuatu?" Kalandra berdiri di samping pintu kamar mandi tempat Kenan berganti pakaian."Tanya saja!" Suara Kenan terdengar dari dalam kamar mandi."Aku melihat, akhir-akhir ini kamu sangat memperhatikan Nira. Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Kala
Angel sangat terkejut saat melihat Anira tercebur ke kolam. Saat ingin melompat, ternyata Kenan sudah melompat duluan. Angel pun akhirnya menunggu di tepian dengan wajah panik.Kalandra meraih handuk yang tergantung di kursi, lantas berjongkok begitu melihat Kenan membawa Anira ke tepian, ia langsung menarik Anira keluar dari kolam, serta menutup tubuh gadis itu menggunakan handuk.Anira sangat ketakutan, itu karena dirinya trauma. Sejak kejadian banjir itu, tenggelam adalah mimpi buruk untuknya. Kejadian di masa kecil itu, ternyata melekat di hati dan pikiran gadis itu.Kenan keluar dari kolam, kemudian langsung mendekat ke arah Wira dan mendorong teman kakaknya itu. Membuat beberapa teman Angel terkejut dan panik karena takut ada perkelahian."Kenapa kamu mendorongnya, hah?" Kenan murka dengan kejadian yang menimpa Anira, menyalahkan Wira seakan tak takut dengan pemuda yang lebih dewasa darinya itu."Siapa yang mendorong? Dia terpeleset!" Bela Wi
Sore itu Anira dan Kalandra pergi ke rumah Kenan. Anira ke sana karena Kalandra yang mengajak, dua remaja itu ingin mengerjakan tugas."Rumah Kenan ramai amat?" tanya Anira ketika melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah."Palingan teman-teman Ica. Kata Kenan, tante dan om lagi ke luar kota, makanya di rumah bebas. Biasa kalau Ica suka ngundang teman kalau tidak ada om dan tante," jawab Kalandra seraya turun dari mobil, mereka diantar sopir.Anira hanya mengangguk, kemudian keluar dari mobil bersama Kalandra.Saat masuk, Anira melihat ke arah samping rumah, di mana kolam renang terlihat ramai dengan muda-mudi. Sepertinya Angel mengadakan pesta kolam renang."Nira!" panggil Angel saat melihat Anira."Kak!" sapa Anira sopan."Mau belajar?" tanya Angel. Ia membawa nampan berisi softdrink dan camilan."Ya, Al yang ingin belajar bersama Kenan," jawab Anira. "Apa mau aku bantu?" tanya Anira kemudian saat melihat Angel kerepo
Tahun demi tahun pun berlalu. Evangeline dan Devan menjalani hidup penuh kebahagiaan. Adanya Kalandra dan Anira, membuat hidup keduanya begitu sempurna.Kalandra kini hampir menginjak umur enam belas tahun, sedangkan Anira baru menginjak umur delapan belas tahun, gadis itu tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sama seperti tahun sebelumnya, Anira satu sekolah dengan Kalandra dan Kenan. Evangeline dan Milea memang sengaja menyekolahkan mereka bersama, agar ketiganya bisa terus saling menjaga."Nira! Dasiku di mana?" Kalandra berteriak dari kamarnya. Remaja itu sibuk mencari dasi sekolahnya.Anira yang baru saja selesai bersiap, lantas menyusul Kalandra begitu mendengar suara pemuda itu."Bukannya di laci kamar ganti, Al! Kenapa kamu suka lupa?" Anira yang baru masuk kamar, langsung berjalan ke arah kamar ganti.Kalandra sendiri hanya tersenyum melihat Anira yang langsung masuk ke kamar begitu dipanggil.Anira mengambilkan dasi Kaland
Hari berikutnya, Kalandra terpaksa tak ke sekolah karena kondisinya. Siang itu Kenan pulang bersama Anira dijemput Milea, Kenan ingin menjenguk Kalandra."Apa Al baik-baik saja?" tanya Kenan saat berada di mobil bersama Anira."Ya, hanya karena masih pusing, makanya dia tidak berangkat," jawab Anira dengan senyum kecil di wajah.Kenan mengangguk, kemudian memilih duduk dengan tenang bersama Anira, sampai mobil mereka sampai di rumah Evangeline.--Di rumah Evangeline, Kalandra terlihat kesepian karena berada di kamar sendirian."Ma, aku bosan," ucap Kalandra ketika melihat Evangeline masuk kamar."Nonton televisi kalau bosan," balas Evangeline santai. Wanita itu masuk membawa makanan dan minum untuk Kalandra.Kalandra mencebikkan bibir, tahu akan bosan di rumah sendirian, tentu dia akan memilih berangkat ke sekolah bersama Anira, meskipun kepala masih terasa pening.Evangeline meletakkan nampan ke atas nakas, seb