Devan merasa aneh dengan sikap Evangeline, hingga kemudian memilih pergi ke ruang Danny. Ia langsung masuk dan membuat Danny terkejut dengan kedatangannya.
"Ada apa, Pak?" tanya Danny begitu Devan sudah berdiri di samping mejanya.
Devan tidak berkata apa-apa, langsung memutar posisi komputer yang ada di meja Danny, hendak mengecek sesuatu.
"Apa Angel menghilang?" tanya Danny lagi ketika melihat apa yang dibuka Devan dari komputer.
"Aku hanya merasa sikap Ivi aneh. Aku ingin mengecek apa dia masih berada di gedung," jawab Devan dengan tatapan yang masih tertuju pada layar.
Akses keamanan cctv gedung memang terhubung ke komputer Danny, karena itulah Devan melihat dari sana dari pada turun ke ruang security.
Devan dan Danny tampak mengamati setiap rekaman cctv dari lantai tempat mereka berada hingga lift dan lobi. Keduanya melihat wajah panik Evangeline, bahkan wanita itu terus menatap layar ponsel dan sesekali mengguncang benda pipih itu.
Devan sampai di taman, tempat lokasi ponsel Evangeline berhenti. Ia keluar mobil dengan terburu-buru, mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan sang istri. Namun, Devan sepertinya harus kecewa karena Evangeline tidak ada di sana. Devan kembali menghubungi Danny, menanyakan apakah GPS Evangeline bergerak."Kamu yakin?" tanya Devan memastikan ketika Danny mengatakan kalau GPS itu berhenti di taman dan tidak bergerak."Ya, lokasinya dekat dengan Anda," jawab Danny sangat yakin.Devan semakin panik, karena pada kenyataannya tidak ada sang istri di sana. Ia pun lantas mendial nomor Evangeline, berharap kalau Evangeline menjawab. Namun, lagi-lagi Devan harus kecewa karena tidak ada jawaban dari Evangeline. Ia terus menghubungi, hingga merasa mendengar sesuatu. Devan menjauhkan ponsel dari telinga, dengan masih terus menghubungi nomor sang istri. Ia menajamkan pendengaran, hingga tatapannya tertuju pada tong sampah. Devan yakin jika sumber suara ponsel dari sana,
Kedua tangan terikat dan mata pun tertutup kain hitam. Evangeline dibawa ke sebuah rumah tua di pinggiran kota. Ia hanya bisa berharap jika Angel bisa selamat dan Devan menyadari kalau dirinya menghilang."Ayo turun!" perintah pria yang membawa Evangeline.Evangeline memang bisa merasakan kalau mobil itu sudah berhenti, mendengar suara pintu mobil dibuka. Ia pun menurut dan turun dari mobil dengan mata masih tertutup.Evangeline tidak tahu di mana dia sekarang, hanya bisa mendengar suara deburan ombak dan burung camar, menduga kalau dirinya berada di tepi pantai."Ah, lihat siapa yang datang." Suara wanita terdengar. Evangeline menajamkan pendengaran, mencoba mengidentifikasi suara itu, apakah dirinya mengenal."Kamu memang cantik kalau dilihat sedekat ini, pantas saja." Wanita itu menyeringai menatap wajah Evanageline.Wanita itu adalah yang ditemui Evangeline di Mall, kemudian yang juga terlihat membuntuti istri Devan itu beberapa waktu la
Devan, Jordan, dan Danny, pergi ke toko di mana Danny dan Evangeline melihat seorang wanita yang mengawasi mereka beberapa waktu lalu.Devan mengamati sekitar, melihat apakah ada petunjuk yang bisa didapat. Hingga melihat sebuah kamera cctv yang terpasang di sudut toko, memperkirakan jarak kamera dengan kemungkinan wanita yang mengawasi istrinya berdiri."Di mana kamu lihat wanita itu?" tanya Devan pada Danny.Danny menengok ke arah sudut lain dari toko itu, lantas menunjuk. "Di sana, aku melihat wanita itu berdiri di sana dengan memakai topi."Devan kembali menatap kamera yang terpasang, yakin kalau wanita itu pasti terekam cctv. Devan pun masuk ke toko, diikuti Danny dan Jordan."Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Seorang pelayan toko langsung menyambut."Maaf, saya mau tanya. Kamera itu, apa milik toko ini?" tanya Devan seraya menunjuk kamera yang ada di luar.Pelayan toko itu melihat ke arah Devan menunjuk, sebelum akhirny
Sementara itu, Evangeline yang disekap hanya bisa berdoa kalau orang yang menculiknya tidak melakukan hal buruk pada kandungannya. Sesungguhnya jika diminta untuk memilih antara bayi atau nyawanya, ia lebih mengharapkan bayinya selamat.Terdengar suara pintu terbuka, Evangeline melihat pria yang membawanya masuk dengan nampan berisi makanan di tangan. Pria itu meletakkan ke meja dan mendekat ke arah Evangeline."Mau apa kamu?" tanya Evangeline menatap penuh kewaspadaan pada pria itu."Melepas ikatanmu, apa kamu tidak mau makan?" Pria itu membuka ikatan tangan Evangeline.Evangeline mengusap kedua pergelangan bergantian, merasakan panas dan juga melihat bekas merah melingkar. Ia menatap pria yang tak disangka akan melepas ikatan itu."Makanlah, aku tidak akan menyakitimu jika kamu menurut. Kamu sedang hamil, lebih baik jaga bayimu," ujar pria itu yang sudah berdiri menatap Evangeline.Evangeline cukup terkejut ketika mendengar pria itu perhat
Danny menatap Devan yang sudah berbaring dengan mata terpejam dan memegangi kepala."Apa wanita itu yang membuat Anda trauma?" tanya Danny. Meski dia hanya seorang asisten, tapi Danny sangat paham dengan kondisi, apa yang disuka dan tidak suka oleh atasannya itu.Devan mengangguk untuk menjawab pertanyaan Danny. Ia tak mengerti kenapa begitu lemah saat melihat dan mengingat perbuatan wanita itu, bukankah selama ini sudah merasa baik setelah bersama Evangeline."Menurut Anda, apa yang diinginkan wanita itu?" tanya Danny lagi.Devan membuka matanya, menatap langit-langit kamar sebelum menoleh pada asistennya itu."Aku, mungkin dia menginginkanku untuk membalas dendam," ujar Devan."Kenapa Anda yakin?" tanya Danny dengan dua sudut alis yang saling bertautan.Devan menghela napas kasar, menelan saliva susah payah sebelum menjawab, "Karena setelah mendapatkan vonis hukuman, wanita itu berteriak akan membalas dendam. Wanita itu memili
Ghina menyeringai ketika mendengar ucapan Evangeline, hingga kembali memperkuat cengkeraman membuat Evangeline sampai memejamkan mata."Aku tidak akan ke neraka, tapi merengkuh surga dunia bersama suamimu, bagaimana menurutmu?" Ghina melepas kasar cengkeramannya, hingga membuat Evangeline terjatuh ke kasur. Ia tertawa dengan tatapan penuh ambisi.Evangeline terbatuk seraya memegangi leher yang terasa panas dan perih. Ia memicingkan mata ke arah Ghina yang dianggapnya gila."Apa kamu pikir suamiku mau tidur dengan wanita tua sepertimu, hah?" Evangeline jelas tengah menghina dan mencoba menyadarkan Ghina yang lupa diri.Ghina merasa tak terima dengan hinaan Evangeline. Ia menjambak hingga membuat Evangeline sampai mendongak."Agh!" pekik Evangeline ketika merasakan perih di kulit kepala yang tertarik."Dengar baik-baik, aku akan membuatmu melihat suamimu itu menyerahkan dirinya sendiri padaku. Coba kita lihat, mana yang akan dipilih pemuda yan
Ghina duduk dengan menatap Evangeline yang kembali diikat ke kursi. Kedua tangan Evangeline terikat ke belakang, dengan mulut yang ditutup kain. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan, karena berhasil memancing Devan ke sana."Apa kamu rindu suamimu? Tenang saja, dia akan segera tiba." Ghina tertawa setelah berucap. Kedua tangan bersidekap dada, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajah.Evangeline terus menggerakkan pergelangan tangan, berharap agar ikatannya longgar dan lepas, agar bisa mencekik wanita itu. Ia tidak peduli meski Ghina berumur lebih tua, karena wanita itu juga tak punya hati dan tak bermoral.Suara mobil terdengar di halaman rumah, Ghina langsung berjalan ke arah jendela dan mengintip dari balik gorden agar bisa melihat keluar."Wah, suamimu memang lebih tampan jika dilihat dari dekat." Ghina tersenyum, kemudian kembali menoleh Evangeline.Evangeline memaksa agar ikatan di pergelangan tangannya supaya bisa sedikit longgar, bah
Ghina melepas rambut Evangeline, tapi belati yang dipegang masih mengarah di leher."Bukankah aku sudah bilang, akhiri apa yang aku mulai lima belas tahun lalu!" Ghina menatap Devan, membuat pandangan mereka bertemu.Evangeline yang paham dengan permintaan Ghina, menatap sang suami seraya menggelengkan kepala, tak ingin Devan mengalami tragedi yang sama dua kali.Devan menarik napas panjang, hingga kemudian menghela perlahan dengan mata terpejam. Sebelum akhirnya kembali menatap wanita gila yang menyandera istrinya."Baiklah jika itu maumu, tapi lepaskan istriku, biarkan dia pergi dari sini," ujar Devan hendak memenuhi keinginan Ghina, ditatapnya sang istri yang terluka di bagian leher.Evangeline ingin sekali menjerit, bagaimana bisa suaminya mau melakukan hal yang sangat dibenci selama bertahun-tahun ini. Ia menggerakkan kedua tangan yang terikat, berharap bisa terlepas lantas ingin memeluk suaminya itu.Ghina tak percaya kalau Devan akan