Devan, Jordan, dan Danny, pergi ke toko di mana Danny dan Evangeline melihat seorang wanita yang mengawasi mereka beberapa waktu lalu.
Devan mengamati sekitar, melihat apakah ada petunjuk yang bisa didapat. Hingga melihat sebuah kamera cctv yang terpasang di sudut toko, memperkirakan jarak kamera dengan kemungkinan wanita yang mengawasi istrinya berdiri.
"Di mana kamu lihat wanita itu?" tanya Devan pada Danny.
Danny menengok ke arah sudut lain dari toko itu, lantas menunjuk. "Di sana, aku melihat wanita itu berdiri di sana dengan memakai topi."
Devan kembali menatap kamera yang terpasang, yakin kalau wanita itu pasti terekam cctv. Devan pun masuk ke toko, diikuti Danny dan Jordan.
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Seorang pelayan toko langsung menyambut.
"Maaf, saya mau tanya. Kamera itu, apa milik toko ini?" tanya Devan seraya menunjuk kamera yang ada di luar.
Pelayan toko itu melihat ke arah Devan menunjuk, sebelum akhirny
Sementara itu, Evangeline yang disekap hanya bisa berdoa kalau orang yang menculiknya tidak melakukan hal buruk pada kandungannya. Sesungguhnya jika diminta untuk memilih antara bayi atau nyawanya, ia lebih mengharapkan bayinya selamat.Terdengar suara pintu terbuka, Evangeline melihat pria yang membawanya masuk dengan nampan berisi makanan di tangan. Pria itu meletakkan ke meja dan mendekat ke arah Evangeline."Mau apa kamu?" tanya Evangeline menatap penuh kewaspadaan pada pria itu."Melepas ikatanmu, apa kamu tidak mau makan?" Pria itu membuka ikatan tangan Evangeline.Evangeline mengusap kedua pergelangan bergantian, merasakan panas dan juga melihat bekas merah melingkar. Ia menatap pria yang tak disangka akan melepas ikatan itu."Makanlah, aku tidak akan menyakitimu jika kamu menurut. Kamu sedang hamil, lebih baik jaga bayimu," ujar pria itu yang sudah berdiri menatap Evangeline.Evangeline cukup terkejut ketika mendengar pria itu perhat
Danny menatap Devan yang sudah berbaring dengan mata terpejam dan memegangi kepala."Apa wanita itu yang membuat Anda trauma?" tanya Danny. Meski dia hanya seorang asisten, tapi Danny sangat paham dengan kondisi, apa yang disuka dan tidak suka oleh atasannya itu.Devan mengangguk untuk menjawab pertanyaan Danny. Ia tak mengerti kenapa begitu lemah saat melihat dan mengingat perbuatan wanita itu, bukankah selama ini sudah merasa baik setelah bersama Evangeline."Menurut Anda, apa yang diinginkan wanita itu?" tanya Danny lagi.Devan membuka matanya, menatap langit-langit kamar sebelum menoleh pada asistennya itu."Aku, mungkin dia menginginkanku untuk membalas dendam," ujar Devan."Kenapa Anda yakin?" tanya Danny dengan dua sudut alis yang saling bertautan.Devan menghela napas kasar, menelan saliva susah payah sebelum menjawab, "Karena setelah mendapatkan vonis hukuman, wanita itu berteriak akan membalas dendam. Wanita itu memili
Ghina menyeringai ketika mendengar ucapan Evangeline, hingga kembali memperkuat cengkeraman membuat Evangeline sampai memejamkan mata."Aku tidak akan ke neraka, tapi merengkuh surga dunia bersama suamimu, bagaimana menurutmu?" Ghina melepas kasar cengkeramannya, hingga membuat Evangeline terjatuh ke kasur. Ia tertawa dengan tatapan penuh ambisi.Evangeline terbatuk seraya memegangi leher yang terasa panas dan perih. Ia memicingkan mata ke arah Ghina yang dianggapnya gila."Apa kamu pikir suamiku mau tidur dengan wanita tua sepertimu, hah?" Evangeline jelas tengah menghina dan mencoba menyadarkan Ghina yang lupa diri.Ghina merasa tak terima dengan hinaan Evangeline. Ia menjambak hingga membuat Evangeline sampai mendongak."Agh!" pekik Evangeline ketika merasakan perih di kulit kepala yang tertarik."Dengar baik-baik, aku akan membuatmu melihat suamimu itu menyerahkan dirinya sendiri padaku. Coba kita lihat, mana yang akan dipilih pemuda yan
Ghina duduk dengan menatap Evangeline yang kembali diikat ke kursi. Kedua tangan Evangeline terikat ke belakang, dengan mulut yang ditutup kain. Wanita itu tersenyum penuh kemenangan, karena berhasil memancing Devan ke sana."Apa kamu rindu suamimu? Tenang saja, dia akan segera tiba." Ghina tertawa setelah berucap. Kedua tangan bersidekap dada, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajah.Evangeline terus menggerakkan pergelangan tangan, berharap agar ikatannya longgar dan lepas, agar bisa mencekik wanita itu. Ia tidak peduli meski Ghina berumur lebih tua, karena wanita itu juga tak punya hati dan tak bermoral.Suara mobil terdengar di halaman rumah, Ghina langsung berjalan ke arah jendela dan mengintip dari balik gorden agar bisa melihat keluar."Wah, suamimu memang lebih tampan jika dilihat dari dekat." Ghina tersenyum, kemudian kembali menoleh Evangeline.Evangeline memaksa agar ikatan di pergelangan tangannya supaya bisa sedikit longgar, bah
Ghina melepas rambut Evangeline, tapi belati yang dipegang masih mengarah di leher."Bukankah aku sudah bilang, akhiri apa yang aku mulai lima belas tahun lalu!" Ghina menatap Devan, membuat pandangan mereka bertemu.Evangeline yang paham dengan permintaan Ghina, menatap sang suami seraya menggelengkan kepala, tak ingin Devan mengalami tragedi yang sama dua kali.Devan menarik napas panjang, hingga kemudian menghela perlahan dengan mata terpejam. Sebelum akhirnya kembali menatap wanita gila yang menyandera istrinya."Baiklah jika itu maumu, tapi lepaskan istriku, biarkan dia pergi dari sini," ujar Devan hendak memenuhi keinginan Ghina, ditatapnya sang istri yang terluka di bagian leher.Evangeline ingin sekali menjerit, bagaimana bisa suaminya mau melakukan hal yang sangat dibenci selama bertahun-tahun ini. Ia menggerakkan kedua tangan yang terikat, berharap bisa terlepas lantas ingin memeluk suaminya itu.Ghina tak percaya kalau Devan akan
Malam sebelumnya. Ketika Devan sudah di rumah dan ditemani Danny, seseorang menghubungi nomornya, membuat DEvan terheran karena merasa tak kenal."Halo." Devan menjawab panggilan itu."Kamu ingin istrimu selamat, mari bertemu."Devan terkejut mendengar suara pria terdengar dari seberang panggilan. Ia tak berpikir lama karena pria itu menyebut sang istri, membuat Devan memilih setuju untuk bertemu.Devan pergi bersama Danny, mereka bertemu di sebuah kafe."Anda yakin di sini?" tanya Danny seraya mengedarkan pandangan untuk mencari pria yang mengajak Devan bertemu."Ya, biar aku hubungi lagi." Devan hendak menghubungi pemilik nomor yang mengajaknya bertemu. Hingga urung ketika melihat seorang pria melambai ke arahnya.Devan dan Danny pun mendekat untuk menghampiri pria yang sudah duduk santai dengan secangkir kopi di meja. Pria itu ternyata adalah orang suruhan Ghina."Silahkan duduk!" Pria itu langsung mempersilahkan Devan
Devan duduk dengan terus menatap Evangeline yang masih tak sadarkan diri. Dokter yang memeriksa, mengatakan jika Evangeline mengalami kontraksi palsu karena tekanan yang dialami. Leher yang tergores belati juga sudah diobati, serta tidak ada hal lain yang fatal lagi."Bagaimana keadaannya?" tanya Milea yang datang ke rumah sakit.Jordan yang ternyata datang bersama Danny, membawa polisi setelah melapor, hingga akhirnya wanita itu digelandang lagi ke kantor polisi dengan tuduhan penculikan dan penganiayaan. Milea yang diberi kabar Jordan, langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Evangeline."Dia belum sadarkan diri hampir dua jam, kata dokter itu wajar karena dia disuntik obat tidur," jawab Devan.Milea menghela napas lega, setidaknya tidak terjad hal yang fatal kepada Evangeline maupun bayinya."Bagaimana wanita itu?" tanya Devan pada Jordan karena adik iparnya itu yang mengurus di kantor polisi."Sepertinya dia gila, wanita itu t
Evangeline terus memperhatikan Devan yang sedang mengupas buah untuknya. Ia menyentuh leher yang dibalut kain kasa karena luka gores akibat ulah Ghina."Van, apa wanita itu kembali ditahan?" tanya Evangeline.Devan yang sedang memotong buah, hanya tersenyum kecil, lantas menyuapkan potongan kecil ke mulut sang istri."Ya," jawab Devan. "Jordan dan Danny datang tepat waktu bersama polisi, langsung menggelandang wanita gila itu ke kantor polisi. Kali ini akan aku pastikan dia membusuk di sana," imbuhnya dengan seutas senyum, meski ada sebuah amarah yang terkandung di dalamnya.Evangeline mengunyah potongan buah yang masuk mulut, tatapannya masih tak teralihkan dari wajah Devan. Hingga ia penasaran, bagaimana suaminya itu menghadapi trauma yang pernah ditinggalkan wanita itu."Tadi, apa kamu merasa tidak takut menghadapi wanita itu?" tanya Evangeline. "Secara aku melihat kamu terlihat tenang, tak tampak seperti merasakan sebuah trauma sama sekali," im