Devan baru saja selesai membahas masalah kontrak kerjasama dengan bagian legal perusahaan Radhika. Ia membaca pesan Evangeline yang mengatakan kalau sudah kembali ke hotel.
"Terima kasih sudah meluangkan waktu Anda," ucap bagian legal perusahaan Radhika.
"Sama-sama."
Devan pun memilih berpamitan dan ingin segera kembali ke hotel untuk memberitahu kepada Evangeline jika mereka bisa segera pergi ke Rio-Brazil.
Catherine tampak cemas karena Radhika tak kunjung memberi kabar atau kembali, hingga wanita itu memutuskan untuk mencari keberadaan Radhika sebab ponsel tidak bisa dihubungi.
Saat berjalan di lobi, Catherine melihat Devan yang sedang berjalan ke arah pintu utama, hingga wanita itu berpikir sesuatu.
"Tuan Devan!" panggil Catherine yang kemudian berjalan cepat menghampiri suami Evangeline.
Devan menoleh ke arah sumber suara yang memanggil, hingga melihat Catherine yang berjalan ke arahnya. Devan mengenali Catherine karena Evangeline
Catherine mengantar Radhika pulang, untuk membantu mengobati luka calon suaminya itu."Apa yang kamu lakukan, hah?" Catherine ingin sekali memukul Radhika karena kelakuan pria itu, tapi tidak tega karena wajah Radhika sudah babak belur oleh Devan.Radhika tidak menjawab pertanyaan Catherine, memilih diam dan memasang wajah datar."Mari batalkan pernikahan ini!" ajak Catherine yang membuat Radhika langsung menatap."Aku tahu kamu masih sangat mencintai Angel. Meski aku menginginkan pernikahan ini, tapi aku juga tidak mau pernikahan terpaksa," ujar Catherine kemudian.Radhika masih tak berkata-kata, hanya mendengarkan apa yang diucapkan eh Catherine."Apa yang kamu perbuat hari ini, tentu akan membuatnya membencimu. Kenapa kamu melakukannya?" tanya Catherine.Radhika masih enggan bicara, memilih memalingkan wajah saat Catherine mengoles obat ke wajahnya."Karena aku menyesal. Menyesal tidak pernah tahu kepedihannya, aku pikir dia
Berbekal info dari temannya, ibu Radhika tahu tempat menginap Evangeline, mendatangi dan langsung melabrak mantan menantunya itu."Apa kamu tidak ada habisnya menggoda putraku, hah?" Ibu Radhika menjambak rambut Evangeline."Aghh!" Evangeline memekik karena kulit kepalanya terasa perih saat tertarik."Kenapa kamu terus menggodanya? Kenapa terus mengusik hidupnya? Dan aku begitu bodoh, seharusnya bukan Radhika yang aku buat tidur dengan Catherine, tapi kamu yang aku buat tidur dengan pria lain agar Radhika jijik dan tidak mau lagi denganmu!" Ibu Radhika melepas rambut Evangeline dengan mendorong hingga membuat istri Devan itu terjatuh di lantai.Evangeline menahan sakit yang teramat dalam, kenapa mantan mertuanya itu tidak ada habisnya membenci, sedangkan Evangeline sudah berusaha pergi.Radhika dan Catherine yang menyusul ibu, begitu terkejut ketika mendengar pengakuan tak langsung ibunya."Apa yang Mama katakan?" teriak Radhika yang emosi d
Evangeline dan Devan sudah berada di bandara pada esok harinya, mereka akan pergi ke Rio sesuai dengan rencana semula."Kamu tidak apa-apa?" tanya Devan seraya menggenggam telapak tangan Evangeline."Tidak apa-apa, aku baik-baik saja." Evangeline mengulas senyum.Mereka bersiap masuk ruang tunggu, hingga suara memanggil membuat keduanya menghentikan langkah."Angel!"Catherine tampak berjalan cepat untuk menghampiri Evangeline dan Devan. Wanita itu langsung tersenyum hangat melihat Devan dan Evangeline mau berhenti."Aku datang ke hotel, katanya kalian sudah check out, makanya aku buru-buru pergi ke sini," kata Catherine."Ya, ada apa?" tanya Evangeline."Aku hanya ingin menyampaikan terima kasih, Radhika tahu kalau kamu tidak mau menemuinya. Karena itu aku datang untuk menyampaikan terima kasih dan maaf secara pribadi," ujar Catherine menjelaskan maksud kedatangannya.Evangeline tersenyum hangat, hingga memeluk Ca
Devan dan Evangeline sudah sampai di Rio, mereka langsung memesan hotel yang tepat menghadap pantai."Akhirnya sampai juga." Evangeline langsung merebahkan tubuh dengan mata terpejam."Lelah!" Devan ikut berbaring di sebelah Evangeline.Evangeline membuka mata dan menatap pada Devan. Ia mengangkat kepala dan memosisikan kepala berbantal lengan Devan."Aku lelah, tapi juga lapar," ujar Evangeline manja.Meski baru saja mengalami hal yang tak mengenakkan, tapi sepertinya semua itu sudah berlalu untuk Evangeline."Mau jalan-jalan sekalian cari makan?" tanya Devan dengan tangan yang mengusap lembut rambut Evangeline.Evangeline mengangguk dengan senyum lebar, hingga kemudian memilih bangun dan berganti pakaian untuk keluar bersama Devan.--Mereka mencari makanan di sekitar pantai, tidak ke restoran mewah, hanya menikmati sajian seperti warga lokal pada umumnya.Evangeline terus mengulas senyum, merangku
Evangeline menggerakkan kelopak mata, hingga mengusap rambut bagian depannya. Ia terbangun dengan tubuh polos dan hanya berpenutup selimut sebatas dada, meraba sisi ranjang yang kosong dan tak mendapati siapa yang dicari."Van!" panggil Evangeline yang tidak mendapati sang suami di kamar.Evangeline pun memilih memunguti dan memakai pakaian, lantas berjalan keluar dari kamar karena bisa menebak di mana Devan sekarang.Benar saja, Devan tengah berada di ruang kerja dan sedang fokus dengan laptop."Sudah malam, kenapa masih bekerja?" tanya Evangeline berjalan menghampiri Devan."Kamu terbangun." Devan langsung menatap ke arah Evangeline dengan seutas senyum.Evangeline tersenyum kecil, kemudian berdiri di samping kursi Devan dan satu tangan memegang sandaran kursi."Proyek mana ini?" tanya Evangeline ketika melihat data yang tengah dilihat Devan."Pembangunan apartemen yang kita dapat dua bulan lalu. Ada masalah di pendanaan, aku
Sudah beberapa hari semenjak Evangeline dan Devan pulang dari Rio. Evangeline sendiri masih tidak tahu alasan Radhika mengubungi karena sampai sekarang tidak lagi menelpon, Evangeline hanya berharap agar itu bukanlah hal yang buruk.Evangeline baru saja selesai mengerjakan beberapa berkas, tampak merapikan karena sebentar lagi harus makan siang.Ponsel Evangeline berdering, nama Milea terpampang di sana."Halo, Lea. Ada apa?" tanya Evangeline begitu menjawab panggilan itu."Angel, bisa bantu aku jemput Ica. Aku masih di rumah sakit untuk periksa kandungan, sedangkan ini masih mengantri." Suara Milea terdengar dari seberang panggilan."Oh, tentu. Aku akan menjemputnya."Setelah bicara dengan Milea, Evangeline pun mengakhiri panggilan. Ia membawa berkas ke ruang Devan sekalian meminta izin.TOK! TOK! TOK!"Masuk!"Begitu suara Devan terdengar mempersilahkan, Evangeline pun membuka pintu dan berjalan masuk. Ia meletakkan be
Devan mempersiapkan pesta yang dijanjikan untuk Evangeline. Meminta Sonia untuk mempersiapkan segalanya, Devan ingin memberikan kejutan pada Evangeline."Kenapa wajahmu masam seperti itu?" tanya Milea ketika melihat Evangeline yang tak bersemangat."Aku sedang kesal!" gerutu Evangeline. Ia mengaduk kasar jus jeruk yang dipesan.Milea menahan tawa melihat sikap Evangeline, hingga kemudian kembali bertanya, "Memangnya kenapa kesal, hah?"Evangeline menyedot jus, kemudian menjawab, " Kamu tahu, dia ada rapat siang ini, tapi tidak mengajakku. Bukankah dia aneh, aku sekretarisnya, bagaimana bisa dia tidak mengajakku rapat." Evangeline bicara sambil menepuk dada karena kesal."Ya, dia 'kan ada Danny, asistennya. Ya, ambil positifnya saja, mungkin nggak mau kamu kecapekan," ujar Milea mencoba menenangkan hati Evangeline.Entah kenapa Evangeline tetap saja merasa kesal, biasanya dia tidak mempermasalahkan tapi hari ini rasanya dia ingin marah. Evang
Evangeline begitu terkejut ketika Danny membawanya ke sebuah hotel, bahkan langsung mengajaknya pergi ke kamar yang ada di lantai 8."Kenapa kamu mengajakku ke hotel? Apa Devan ada masalah di sini?" tanya Evangeline yang begitu kebingungan.Danny menghentikan langkah ketika mereka sudah sampai di depan salah satu kamar. Ia membuka pintu dan mempersilahkan Evangeline untuk masuk."Ap-apa ini? Kamu tidak menjawab dan sekarang memintaku masuk?" Evangeline masih tak mengerti.Danny menarik napas panjang, hingga kemudian menjawab, "Pak Devan ingin Anda didandani secantik mungkin, mengingat malam ini adalah malam pesta perayaan pernikahan kalian.""Hah!" Evangeline terkejut dengan mulut menganga.Evangeline melongok ke kamar yang dibuka oleh Danny, di sana sudah ada dua orang wanita yang sedang menyambut kedatangannya, bahkan melihat sebuah gaun yang terpajang di manikin."Jadi, ini yang dilakukannya seharian ini?" tanya Evangeline pada Dan