Nyata menjalin sebuat ikatan pernikahan tidak seindah apa yang mereka pikirkan. Dimana yang awalnya mereka hidup bersama dengan orang tua mereka dengan penuh kemewahan dan apa pun selalu ada karena memang sudah ada pelayan. Akan tetapi tidak dengan Ara yang kini posisinya sebagai istri karena semua tidak harus pelayan yang mengerjakannya. Dulu Ara yang sering bangun siang kini dia bangun lebih awal untuk menyiapkan segalanya, meski dia masih belajar akan tetapi dia akan berusaha menjadi iatri yang baik. "Pagi, Honey," ucap Xander yang baru saja datang dengan penampilan formal seperti biasanya. "Pagi, aku sudah siapkan sarapan untuk kita dan lebih baik kita segera sarapan. Aku takut jika nantinya kamu akan terlambat," ucap Ara. Xander hanya menganggukan kepalanya dengan senyuman manis di bibirnya. Setelahnya mereka menikmati sarapan pagi mereka dengan khidmat. "Honey, sebaiknya aku segera berangkat. Pagi ini aku ada meeting dengan para karyawan dan aku harap kamu di rumah jaga diri
Suasana di kantor Xander sangat ramai sejak adanya proyek baru yang akan dikerjakan. Selama beberapa minggu, Xander dan timnya sangat sibuk menyelesaikan berbagai persiapan. Setiap harinya, Xander pergi pagi dan pulang malam. Hal ini membuat Ara menjadi khawatir akan kesehatan suaminya.Malam itu, selepas makan malam bersama, Ara menemani Xander duduk di ruang tamu rumah mereka. "Honey, kau tidak merasa lelah dengan semua pekerjaan yang kau lakukan?" tanya Ara penuh perhatian.Xander tersenyum dan memandang istrinya, "Pastinya aku merasa lelah, Honey. Namun, aku ingin memastikan bahwa proyek ini sukses. Aku ingin membuat Papa bangga. Menggantikan posisinya adalah tanggung jawab besar, dan aku tidak ingin mengecewakannya."Ara mengangguk setuju, "Aku tahu Honey. Aku juga bangga padamu, tapi jangan lupa untuk menjaga kesehatan ya. Apalagi kita akan punya anak, aku ingin dia tumbuh dengan kebahagiaan bersama kita." ucap Ara sambil menyentuh perutnya yang mulai membesar.Xander menggengga
Setelah liburan itu, mereka kembali ke kehidupan sehari-hari yang sibuk. Xander kembali fokus kepada proyeknya, dan Ara mempersiapkan segala kebutuhan untuk kelahiran bayinya. Namun, satu peristiwa terjadi yang mengubah segalanya.Pada suatu pagi, Xander mendapat telepon dari salah satu karyawannya yang mengabarkan bahwa proyek yang mereka kerjakan mengalami masalah besar dan membutuhkan perbaikan yang mendesak. Xander langsung berangkat ke kantor dan bekerja tanpa henti untuk menyelesaikan masalah tersebut.Sementara itu, Ara merasakan sakit pada perutnya dan merasa khawatir untuk bayinya. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Setelah pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa bayinya harus dilahirkan dengan segera karena ada masalah dengan kesehatannya.Xander merasa tidak tahu harus berbuat apa saat mendapat kabar ini. Ia sedih dan khawatir, tetapi harus tetap fokus menyelesaikan proyek. Ia meminta stafnya untuk melaporkan penyelesaian proy
Xander dan Ara menjalani kehidupan yang bahagia bersama bayi laki-laki mereka. Xander selalu pulang dari kantor dengan cepat, tidak peduli seberapa sibuknya dia di kantor, agar dia bisa memberikan perhatian penuh kepada bayi mereka. Ara merasa senang melihat begitu banyak perubahan dalam hidup mereka setelah memfokuskan diri pada keluarga.Bayi mereka mulai tumbuh dan berkembang, dan setiap perkembangan baru diakui dengan sukacita. Setiap kali bayi mereka mencapai tonggak penting dalam kehidupannya, seperti belajar merangkak atau berjalan, mereka merayakan dengan penuh kegembiraan. Keluarga kecil mereka menjadi prioritas nomor satu.Namun, semakin besar bayi mereka, semakin Xander merasa khawatir. Ia merasa khawatir tentang bagaimana ia bisa mempersiapkan anaknya untuk masa depan, dan memastikan bahwa ia memiliki segala sesuatu yang dibutuhkannya di dunia ini. Ia sering merenungkan masa depan bayi laki-lakinya, dan bekerja dengan keras untuk menjamin kesejahteraan mereka.Ara melihat
Ara tersenyum kecil dan menikmati pelukan Xander. "Kami memiliki bayi yang sangat indah, hebat dan sempurna," ujarnya sambil membelai tangan Xander.Xander menatap bayi mereka yang tertidur dengan tenang di atas ranjang dan berkata, "Aku sangat bersyukur memiliki anak yang seperti dia. Dia adalah hadiah terbesar dalam hidup kita.""Aku setuju," ujar Ara sambil menarik tangan Xander ke arah dirinya dan berputar, sehingga ia menghadap Xander sambil tetap tertutup dalam pelukan Xander."Kamu dan anak kita selalu akan menjadi prioritas utama dalam hidupku," ujar Xander tersenyum."Dan keluarga kita selamanya akan menjadi yang terbaik," balas Ara tersenyum lebar.Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah mereka. Namun, suddently Xander terbangun dari mimpinya.Itu hanya mimpi, pikirnya dalam hati. Dia merasa sedikit sedih karena mimpi indahnya tiba-tiba berakhir. Namun, dia menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa sakit itu lalu bergegas bangun dari tempat tidurnya.Setelah mencuc
Paris, Prancis – Musim Panas, Tiga Tahun Kemudian... Langit Paris dihiasi awan-awan putih yang berarak perlahan, membingkai menara Eiffel yang megah dan Seine yang berkilauan di bawah sinar matahari. Xander dan Ara sedang duduk di sebuah kafe di tepi sungai, menikmati secangkir kopi dan croissant yang segar. Senyum tipis menghiasi wajah mereka, meskipun masih ada bayang-bayang masa lalu yang samar-samar terlihat di balik mata mereka. "Aku masih tidak percaya kita akhirnya ke sini," ujar Xander sambil menyesap kopinya. Dia menatap mata Ara yang bersinar di bawah sinar matahari. Ara tersenyum lebar. "Aku selalu tahu kita akan sampai di sini suatu hari. Paris adalah tempat impianku sejak kecil." Mereka berjalan menuju Notre Dame setelah sarapan, menyusuri jalan-jalan berbatu yang dipenuhi aroma roti panggang dan kopi segar. Suara musisi jalanan bermain akordeon mengisi udara dengan melodi yang ceria, dan orang-orang berlalu lalang dengan tawa dan percakapan yang menggema di sepanjang
Kehangatan sinar matahari pagi menerobos tirai kamar hotel, menyentuh wajah Ara yang tertidur. Xander sudah bangun, mengamati Ara dengan senyum lembut. “Betapa damainya dia,” pikir Xander, mengingat perjalanan mereka dari masa lalu yang penuh cobaan hingga saat ini.Ara membuka mata perlahan, mendapati Xander yang menatapnya. "Selamat pagi," bisiknya dengan suara serak."Selamat pagi," jawab Xander, mengecup keningnya. "Siap untuk petualangan hari ini?"Ara tersenyum lebar, mengangguk. "Tentu saja. Paris selalu menyimpan keajaiban."Setelah sarapan di kafe terdekat dengan croissant hangat dan kopi yang menggugah selera, mereka berjalan menuju Montmartre. Suasana jalanan yang ramai dipenuhi oleh seniman jalanan dan kios-kios yang menjual berbagai barang seni.Di depan Basilika Sacré-Cœur, Xander dan Ara menikmati pemandangan kota yang memukau. Mereka mengambil foto bersama, tertawa bahagia, menikmati setiap momen kebersamaan."Tempat ini selalu punya aura magis," kata Ara sambil memand
Setelah dua minggu penuh kenangan di Paris, tibalah hari di mana Xander dan Ara harus kembali ke Manhattan. Perjalanan mereka di Paris telah mempererat hubungan dan menghadirkan banyak momen berharga yang akan selalu mereka kenang. Di atas pesawat yang membawa mereka pulang, keduanya duduk berdampingan, saling berpegangan tangan, mengingat hari-hari penuh keajaiban yang baru saja mereka alami.Saat pesawat mendarat di Bandara JFK, Manhattan, kehidupan kembali memanggil mereka dengan ritme cepat dan hiruk-pikuk yang khas. Xander dan Ara keluar dari bandara, bertukar pandang dengan senyum penuh arti, sebelum menuju taksi yang akan membawa mereka pulang.Di dalam taksi, mereka terdiam sejenak, menikmati sisa-sisa suasana Paris yang masih lekat di hati mereka. Ara menyandarkan kepalanya di bahu Xander, merasa nyaman dan damai. "Aku akan merindukan Paris," bisiknya."Aku juga," jawab Xander, mencium rambutnya. "Tapi Manhattan punya pesonanya sendiri. Kita akan menciptakan lebih banyak kena
Setelah dua minggu penuh kenangan di Paris, tibalah hari di mana Xander dan Ara harus kembali ke Manhattan. Perjalanan mereka di Paris telah mempererat hubungan dan menghadirkan banyak momen berharga yang akan selalu mereka kenang. Di atas pesawat yang membawa mereka pulang, keduanya duduk berdampingan, saling berpegangan tangan, mengingat hari-hari penuh keajaiban yang baru saja mereka alami.Saat pesawat mendarat di Bandara JFK, Manhattan, kehidupan kembali memanggil mereka dengan ritme cepat dan hiruk-pikuk yang khas. Xander dan Ara keluar dari bandara, bertukar pandang dengan senyum penuh arti, sebelum menuju taksi yang akan membawa mereka pulang.Di dalam taksi, mereka terdiam sejenak, menikmati sisa-sisa suasana Paris yang masih lekat di hati mereka. Ara menyandarkan kepalanya di bahu Xander, merasa nyaman dan damai. "Aku akan merindukan Paris," bisiknya."Aku juga," jawab Xander, mencium rambutnya. "Tapi Manhattan punya pesonanya sendiri. Kita akan menciptakan lebih banyak kena
Kehangatan sinar matahari pagi menerobos tirai kamar hotel, menyentuh wajah Ara yang tertidur. Xander sudah bangun, mengamati Ara dengan senyum lembut. “Betapa damainya dia,” pikir Xander, mengingat perjalanan mereka dari masa lalu yang penuh cobaan hingga saat ini.Ara membuka mata perlahan, mendapati Xander yang menatapnya. "Selamat pagi," bisiknya dengan suara serak."Selamat pagi," jawab Xander, mengecup keningnya. "Siap untuk petualangan hari ini?"Ara tersenyum lebar, mengangguk. "Tentu saja. Paris selalu menyimpan keajaiban."Setelah sarapan di kafe terdekat dengan croissant hangat dan kopi yang menggugah selera, mereka berjalan menuju Montmartre. Suasana jalanan yang ramai dipenuhi oleh seniman jalanan dan kios-kios yang menjual berbagai barang seni.Di depan Basilika Sacré-Cœur, Xander dan Ara menikmati pemandangan kota yang memukau. Mereka mengambil foto bersama, tertawa bahagia, menikmati setiap momen kebersamaan."Tempat ini selalu punya aura magis," kata Ara sambil memand
Paris, Prancis – Musim Panas, Tiga Tahun Kemudian... Langit Paris dihiasi awan-awan putih yang berarak perlahan, membingkai menara Eiffel yang megah dan Seine yang berkilauan di bawah sinar matahari. Xander dan Ara sedang duduk di sebuah kafe di tepi sungai, menikmati secangkir kopi dan croissant yang segar. Senyum tipis menghiasi wajah mereka, meskipun masih ada bayang-bayang masa lalu yang samar-samar terlihat di balik mata mereka. "Aku masih tidak percaya kita akhirnya ke sini," ujar Xander sambil menyesap kopinya. Dia menatap mata Ara yang bersinar di bawah sinar matahari. Ara tersenyum lebar. "Aku selalu tahu kita akan sampai di sini suatu hari. Paris adalah tempat impianku sejak kecil." Mereka berjalan menuju Notre Dame setelah sarapan, menyusuri jalan-jalan berbatu yang dipenuhi aroma roti panggang dan kopi segar. Suara musisi jalanan bermain akordeon mengisi udara dengan melodi yang ceria, dan orang-orang berlalu lalang dengan tawa dan percakapan yang menggema di sepanjang
Ara tersenyum kecil dan menikmati pelukan Xander. "Kami memiliki bayi yang sangat indah, hebat dan sempurna," ujarnya sambil membelai tangan Xander.Xander menatap bayi mereka yang tertidur dengan tenang di atas ranjang dan berkata, "Aku sangat bersyukur memiliki anak yang seperti dia. Dia adalah hadiah terbesar dalam hidup kita.""Aku setuju," ujar Ara sambil menarik tangan Xander ke arah dirinya dan berputar, sehingga ia menghadap Xander sambil tetap tertutup dalam pelukan Xander."Kamu dan anak kita selalu akan menjadi prioritas utama dalam hidupku," ujar Xander tersenyum."Dan keluarga kita selamanya akan menjadi yang terbaik," balas Ara tersenyum lebar.Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah mereka. Namun, suddently Xander terbangun dari mimpinya.Itu hanya mimpi, pikirnya dalam hati. Dia merasa sedikit sedih karena mimpi indahnya tiba-tiba berakhir. Namun, dia menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa sakit itu lalu bergegas bangun dari tempat tidurnya.Setelah mencuc
Xander dan Ara menjalani kehidupan yang bahagia bersama bayi laki-laki mereka. Xander selalu pulang dari kantor dengan cepat, tidak peduli seberapa sibuknya dia di kantor, agar dia bisa memberikan perhatian penuh kepada bayi mereka. Ara merasa senang melihat begitu banyak perubahan dalam hidup mereka setelah memfokuskan diri pada keluarga.Bayi mereka mulai tumbuh dan berkembang, dan setiap perkembangan baru diakui dengan sukacita. Setiap kali bayi mereka mencapai tonggak penting dalam kehidupannya, seperti belajar merangkak atau berjalan, mereka merayakan dengan penuh kegembiraan. Keluarga kecil mereka menjadi prioritas nomor satu.Namun, semakin besar bayi mereka, semakin Xander merasa khawatir. Ia merasa khawatir tentang bagaimana ia bisa mempersiapkan anaknya untuk masa depan, dan memastikan bahwa ia memiliki segala sesuatu yang dibutuhkannya di dunia ini. Ia sering merenungkan masa depan bayi laki-lakinya, dan bekerja dengan keras untuk menjamin kesejahteraan mereka.Ara melihat
Setelah liburan itu, mereka kembali ke kehidupan sehari-hari yang sibuk. Xander kembali fokus kepada proyeknya, dan Ara mempersiapkan segala kebutuhan untuk kelahiran bayinya. Namun, satu peristiwa terjadi yang mengubah segalanya.Pada suatu pagi, Xander mendapat telepon dari salah satu karyawannya yang mengabarkan bahwa proyek yang mereka kerjakan mengalami masalah besar dan membutuhkan perbaikan yang mendesak. Xander langsung berangkat ke kantor dan bekerja tanpa henti untuk menyelesaikan masalah tersebut.Sementara itu, Ara merasakan sakit pada perutnya dan merasa khawatir untuk bayinya. Ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Setelah pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa bayinya harus dilahirkan dengan segera karena ada masalah dengan kesehatannya.Xander merasa tidak tahu harus berbuat apa saat mendapat kabar ini. Ia sedih dan khawatir, tetapi harus tetap fokus menyelesaikan proyek. Ia meminta stafnya untuk melaporkan penyelesaian proy
Suasana di kantor Xander sangat ramai sejak adanya proyek baru yang akan dikerjakan. Selama beberapa minggu, Xander dan timnya sangat sibuk menyelesaikan berbagai persiapan. Setiap harinya, Xander pergi pagi dan pulang malam. Hal ini membuat Ara menjadi khawatir akan kesehatan suaminya.Malam itu, selepas makan malam bersama, Ara menemani Xander duduk di ruang tamu rumah mereka. "Honey, kau tidak merasa lelah dengan semua pekerjaan yang kau lakukan?" tanya Ara penuh perhatian.Xander tersenyum dan memandang istrinya, "Pastinya aku merasa lelah, Honey. Namun, aku ingin memastikan bahwa proyek ini sukses. Aku ingin membuat Papa bangga. Menggantikan posisinya adalah tanggung jawab besar, dan aku tidak ingin mengecewakannya."Ara mengangguk setuju, "Aku tahu Honey. Aku juga bangga padamu, tapi jangan lupa untuk menjaga kesehatan ya. Apalagi kita akan punya anak, aku ingin dia tumbuh dengan kebahagiaan bersama kita." ucap Ara sambil menyentuh perutnya yang mulai membesar.Xander menggengga
Nyata menjalin sebuat ikatan pernikahan tidak seindah apa yang mereka pikirkan. Dimana yang awalnya mereka hidup bersama dengan orang tua mereka dengan penuh kemewahan dan apa pun selalu ada karena memang sudah ada pelayan. Akan tetapi tidak dengan Ara yang kini posisinya sebagai istri karena semua tidak harus pelayan yang mengerjakannya. Dulu Ara yang sering bangun siang kini dia bangun lebih awal untuk menyiapkan segalanya, meski dia masih belajar akan tetapi dia akan berusaha menjadi iatri yang baik. "Pagi, Honey," ucap Xander yang baru saja datang dengan penampilan formal seperti biasanya. "Pagi, aku sudah siapkan sarapan untuk kita dan lebih baik kita segera sarapan. Aku takut jika nantinya kamu akan terlambat," ucap Ara. Xander hanya menganggukan kepalanya dengan senyuman manis di bibirnya. Setelahnya mereka menikmati sarapan pagi mereka dengan khidmat. "Honey, sebaiknya aku segera berangkat. Pagi ini aku ada meeting dengan para karyawan dan aku harap kamu di rumah jaga diri
Mereka memang terlihat sangat romantis, namun usia mereka juga masih cukup muda untuk menikah namun karena memang sudah terjadi dan kedua orang tua mereka hanya bisa berdoa agar pernikahan mereka bertahan sampai maut memisahkan mereka. Entahlah mungkin mereka terlalu percaya diri tinggi hingga sangat percaya pada anak-anaknya bisa menjaga diri namun sayangnya mereka salah menilai.“Apa yang sedang kau pikirkan?” tanya Max yang baru saja masuk ke dalam kamar dan dia melihat istrinya yang sedang melamun. Max baru saja kembali dari kantor karena memang ada beberapa hal yang harus dia urus di perusahaan.“Tidak,” ucap Ristha berdusta.“Aku tidak bisa kamu bohongi, bahkan kita sudah hidup bersama lama tapi kenapa kamu selalu menutupinya sendiri honey,” ucap Max, bahkan saat ini Max juga duduk di samping istrinya, dia ingin mendengarkan apa yang sedang dipikiran istrinya hingga membuatnya melamun sampai kedatangannya pun sang iatri tidak menyapanya.“Apa kita membuat keputusan benar den