Aletta memicingkan matanya saat Mauryn CS tiba-tiba berada di depannya dan menghadang jalannya. Aletta menghela nafas kasar. Dia malas kalau harus berurusan dengan mereka sepagi ini.
“Minggir!”
Mauryn menyeringai.
“Bawa dia!” titahnya. Sedetik kemudian, masing-masing tangan Aletta sudah dicekal kuat oleh Katya dan Silla.
“Kalian apaan sih? Lepasin gue!” sentak Aletta berusaha memberontak. Mauryn lagi-lagi menyeringai. Dia lalu mengisyaratkan pada kedua temannya tadi untuk membawa Aletta pergi dari koridor tersebut. Semua pasang mata yang entah sejak kapan menonton mereka berdua kompak meringis. Bagaimanapun juga, kemarin Aletta sudah secara tak langsung mempermalukan Mauryn. Itu sama artinya Aletta sudah mencari masalah dengan Singa betina di sekolahan ini. Tidak ada yang berani membantu, tidak ada yang berani melapor, semua orang di sana hanya bisa diam. Beberapa diantara mereka ada yang merasa prihatin pada Aletta dan
“Kira-kira si Mauryn mau ngapain tuh anak, ya? Kasihan sih, tapi mau gimana lagi? Kalau kita ikut campur, entar dikira berkhianat sama teman sekelas sendiri,” ucap Zain. Dia dan Kevin juga ikut menyaksikan kejadian langka di koridor tadi. Tadinya mereka heran kenapa tiba-tiba Mauryn mencari masalah dengan anak IPS saat di koridor tadi, tapi setelah beberapa anak lain memberitahu mereka perihal kejadian kemarin, Zain dan Kevin mengerti. Baru kali ini ada siswi anak IPS pula, berani melawan seorang Mauryn. Jelas saja Mauryn tak akan tinggal diam. Tak lama kemudian, Satria masuk ke kelas. Dia duduk di kursinya dengan santai sambil memegang handphone. “Eh, Sat. Lo darimana aja? Ah, lo udah ketinggalan kejadian menghebohkan tadi,” celetuk Kevin. Satria melirik sekilas. Berita apapun itu, dia sama sekali tak perduli. “Bener tuh, Sat. Tahu gak? Ada cewek anak IPS yang ngebentak Mauryn, lho,” ujar Zain. “Bukan cuma ngebentak, katanya sih dia juga berani ngela
“To–tolong!” Aletta melambai-lambaikan tangannya ke permukaan. Dadanya sesak karena banyaknya air yang masuk melalui hidungnya. Dalam upaya Aletta berteriak minta tolong, dia sempat melihat sekilas seseorang di ujung sana. Satria. Orang itu seperti Satria.“Aletta!” teriak Raka yang langsung berlari secepat kilat mendekati kolam dan ikut menceburkan diri di sana, menyelamatkan gadis itu.“Al, lo gak papa, 'kan?” tanya Raka setelah berhasil membawa Aletta ke permukaan. Gadis itu menggeleng dengan seragam basah kuyup dan tubuh menggigil. Matanya mengarah ke ujung sana dan ... benar! Itu memang Satria. Lelaki itu berdiri seraya menatapnya datar. Aletta tersenyum miris dalam hati. Dia benar-benar bodoh karena sekelebat sempat membayangkan jika
Anna yang saat itu tengah memotong sayuran untuk membuat makan siang, menoleh pada ponselnya yang bergetar di meja. Wanita itu mencuci tangannya terlebih dulu, mengelapnya dengan serbet, baru berjalan mengambil ponselnya lagi serta mengangkat telponnya.‘Ya, hallo. Betul, dengan saya sendiri.’‘APA?! Baik-baik. Saya ke Rumah sakit sekarang.’Setelah menutup telpon, Anna segera bergegas melangkah keluar rumah. Dia sempat menghubungi Aletta, tapi ponsel putrinya itu malah tidak aktif. Jelas saja! Anna sama sekali belum tahu kalau ponsel Aletta sudah rusak dan belum diperbaiki. Aletta sendiripun tidak sedikitpun memberitahunya kemarin.“Aduh, Aletta. Kamu di mana lagi? Kenapa telponnya gak aktif?” gumam
“Gerald! Ya Tuhan, kenapa kamu bisa kaya gini sih, Nak?” tanya Anna seraya mendekap tubuh putranya itu yang terbaring di brankar dengan mata terpejam. Air matanya meluruh deras tanpa pertahanan.“Apa Nyonya ini Ibu pasien?” tanya seorang Dokter. Anna mendongak dan mengangguk mengiyakan pertanyaan Dokter barusan.“Sebenarnya apa yang terjadi pada putra saya, Dok? Kenapa dia bisa seperti ini? Apa ada luka parah sampai membuatnya belum bangun juga?” Pertanyaan beruntun itu spontan langsung dilontarkan Anna.
Anna menyerahkan sebuah map berisikan sertifikat rumahnya kepada seorang pria berjas yang duduk di depannya sekarang. Pria itu membuka map tersebut kemudian membacanya dengan teliti. Sedetik kemudian, matanya beralih pada Anna.“Berapa yang Nyonya butuhkan?” tanyanya pada Anna.“50 juta.”Pria itu nampak berfikir sejenak. Tak lama kemudian, dia mengangguk setuju.“Baik. Aku akan berikan uangnya, tetapi kau tentu tahu 'kan peraturan jika menggadaikan rumahmu ini padaku? Jika selama satu bulan kau tidak bisa membayarnya, rumahmu akan jadi milikku.”Anna menghela nafas sebentar. “Tentu, Pak. Saya usahakan dalam sebulan ke depan, uang Bapak
Setelah menunggu hampir lima jam lamanya, akhirnya operasi Gerald selesai juga. Dokter mengatakan jika operasinya berjalan sangat lancar dan kondisinyapun kini mulai berangsur stabil.“Apa saya bisa melihat keadaan putra saya, Dok?” tanya Anna kepada Dokter yang baru saja keluar dari ruangan operasi.“Kami akan memindahkan pasien ke ruang perawatan terlebih dulu, baru setelah itu pasien sudah bisa dijenguk,” jawab Dokter tersebut menjelaskan. Anna mengangguk paham. Dokter itupun kemudian pamit pergi.“Alhamdulillah. Terimakasih, Ya Allah. Terima kasih ...,” ucap Anna penuh syukur.***Raka duduk di mobilnya seraya memainkan game online di han
***“Ibu.”Anna yang sedang duduk di kursi tunggu menoleh. Dilihatnya Aletta yang berjalan pelan menghampirinya.“Sayang, kamu darimana aja sih, Nak? Lama sekali!” tanya Anna.Aletta terdiam. Dia tidak mungkin mengatakan kalau dirinya habis melakukan transfusi darah untuk orang lain. Tidak! Ibunya pasti akan merasa khawatir nantinya.“Maaf, Bu. Tadi di jalannya macet.”Anna menghela nafas. “Yasudah, tidak papa. Kamu sudah makan?” tanyanya. Aletta menggeleng.
Setelah kejadian Raka memergokinya berduaan dengan Satria tadi pagi, Aletta jadi serba salah sekarang. Bahkan, untuk sekedar mengajak lelaki itu bicara dia jadi canggung. Raka sendiri jadi lebih dingin dan pendiam dari biasanya. Dari pagi saat bel masuk sekolah sampai menjelang istirahat seperti sekarang.***“Al, lo berantem ya sama Raka?” tanya Kanaya. Kedua dara cantik itu sedang makan siang di kantin. Biasanya jika sedang makan berdua begitu, Raka akan tiba-tiba datang dan ikut bergabung bersama mereka, tetapi hari ini tidak. Malahan, Raka lebih memi
Satria membawa Aletta ke Rumah Sakit untuk mengobati kakinya. Untung saja kata Dokter, cederanya tidak terlalu parah. Saat ini, mereka berdua sedang berjalan di lorong Rumah Sakit bersiap pulang. Satria sudah menawarkan diri membantu Aletta berjalan. Dia juga sudah meminta gadis itu untuk menggunakan kursi roda saja. Namun, semuanya ditolak.***“Aww ... shh ....”Satria yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Sepuluh tahun tak bertemu, sikap gadis itu masih saja belum berubah. Keras kepala dan mau seenaknya sendiri.
“Nisha mau sama Kak Aletta! Ma, Kak Tata mana? Kok gak dateng-dateng sih?” Nisha mengerucutkan bibirnya dengan tangan bersedekap dada. Kiran mencoba menenangkan putrinya itu, tapi tak berhasil. Saat ini, dia dan putrinya itu sedang duduk di undakan teras rumahnya sendiri. Kiran sudah membujuk Nisha untuk masuk, tetapi putrinya itu kekeh ingin di luar dan tidak akan masuk ke dalam jika Aletta belum datang. Kalau begini, jatuhnya Aletta seakan bukan guru les private-nya Nisha, tetapi lebih mirip sebagai baby sitter-nya.Tak lama kemudian Pak Guntur dan Satria kembali dari mengobrol ringannya di ruang tamu.“Terima
Kanaya tak henti-hentinya berdecak kagum melihat foto seorang lelaki yang dimuat di majalah hari ini. Dia sudah mendapat penghargaan sebagai CEO termuda dan tersukses se-Asia selama tiga tahun terakhir.“Gila! Satria sukses banget sekarang.”“Lagi lihatin apa, sih?” tanya Aletta yang baru masuk ke mobil Kanaya. Mereka berdua baru saja selesai membeli berbagai bahan makanan untuk keperluan di rumah makan Anna. Sekedar menghemat ongkos, Aletta tadinya meminta bantuan Gerald untuk menemaninya berbelanja. Namun, alih-alih dia sendiri yang mengantarkan, di tengah jalan tadi, Gerald tiba-tiba ada telpon dari Rumah Sakit dan alhasil Kanayalah yang harus menggantikan dirinya mengantar Aletta.Kanaya menyodorkan majalah itu ke hadapan Aletta. Awa
“Selamat ulang tahun ....”Aletta yang saat itu baru saja sampai di dalam rumahnya, terkejut ketika melihat Anna, Gerald, Kanaya, dan Nisha--murid les private-nya sebulan ini sama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun ketika dia baru saja membuka pintu. Aletta membekap mulutnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Dia terharu sekaligus tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Ditambah lagi, bersama orang-orang yang dia sayangi.Anna kemudian berjalan mendekati Aletta sambil membawa kue ulang tahun yang harus ditiu
“Aletta.”Aletta mendongak dan langsung berdecak kasar melihat Raka berdiri di depannya.“Gue tahu lo pasti udah bosen denger gue bilang kalau Satria gak pernah ngelakuin hal yang lo duga selama ini. Gue juga tahu kalau lo gak akan percaya sama gue, tapi setidaknya ... lo harus lihat video ini,” ujar Raka seraya menyodorkan handphone-nya pada Aletta. Gadis itu menyerngitkan dahinya heran.“Gue janji setelah ini gue gak akan maksa-maksa lo lagi buat percaya sama Satria. Ini yang terakhir,” sambung Raka meyakinkan Aletta.Aletta menghela nafas sebentar. Baiklah. Kali ini dia akan menuruti kemauan Raka. Gadis itu mengambil handphone Raka, lalu menyetel video yang dimaksu
“Pergi, Sat! Gue bilang pergi ...! Gue gak sudi lihat muka lo lagi. Bahkan, gue gak sudi jadi cewek lo lagi!” bentak Aletta. Satria membeku di tempat dengan pandangan shock. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aletta.” Kanaya yang baru kembali dari toilet, terkejut melihat Aletta berteriak histeris. Langsung saja dia berlari menghampiri Aletta dan berusaha menenangkannya.“Nay, bilang sama Satria untuk pergi. Gue gak mau lihat dia lagi. Suruh dia pergi ....” Aletta terisak lirih. Kanaya terkejut. Dia menatap Aletta heran dan bergantian menatap Satria kasihan.
“Woy, pengecut!” teriak Satria kalap setelah berhasil mengejar orang itu ke atap gedung.Orang itu melirik ke bawah. Sial! Tidak ada jalan lain baginya selain melawan Satria. Tapi tunggu! Satria mengejarnya seorang diri, 'kan? Bagus! Akan lebih mudah baginya untuk menghancurkan teman sekaligus musuhnya itu bila sendirian seperti sekarang ini.“Lo udah berani sakitin Aletta, itu sama aja lo udah nyari mati sama gue!” sentak Satria. Orang itu melepas penutup kepalanya, lalu memutar tubuhnya menghadap Satria.“Hi, Sat. Nyali lo besar juga ya ngeja
Beberapa jam sebelumnya ....Karena Anna masih di Rumah Sakit dan kemungkinan di rumah Aletta tak ada siapa-siapa, Kanaya akhirnya memutuskan membawa tas sekolah Aletta ke rumahnya sendiri. Biar besok dia mengembalikan tas temannya itu.Ceklek!“Kamu kok baru pulang, Nak?” tanya Rian--Papanya Kanaya. Kanaya mengangguk, lalu menyalim tangan Papanya itu.“Iya, tadi kejebak macet, Pa.”“Yaudah. Seka
“Sialan! Kenapa cuma Satria yang dapet pujian? Padahal, gue juga ikut andil dalam olimpiade itu,” geram Zain dengan tangan terkepal. Kevin yang berdiri di sebelahnya merangkul bahunya.“Ya, mau gimana lagi, Zain? Pertandingan ini sebenarnya cuma untuk formalitas doang! Meski kita menang sekalipun, ya, tetep Satria yang akan dapat pujian,” sahutnya.Zain berdecak. Sejak awal masuk SMA, selalu dan selalu dirinya dikalahkan Satria. Meski dirinya sama-sama berasal dari kelas unggulan sama sepertinya, tetapi untuk urusan kepopuleran dan kepintaran, dirinya masih berada jauh di atas Satria, dan Zain membenci hal itu. Dia benci sekaligus iri karena Satria selalu mendapatkan semuanya tanpa susah payah. Bahkan, gadis yang dia sukai sejak awal masuk sekolah Nirwanapun juga lebih menyukai Satria ketimbang dirinya. Manda.