Satria dan Aletta sudah sampai di Mall besar di Jakarta untuk belanja. Sebenarnya Aletta sudah menolaknya, tapi Satria memaksa dan mengatakan jika itu atas perintah Thakur. Jika Aletta menolak, itu sama saja Aletta sudah membuat Thakur kecewa dan tersinggung. Dengan terpaksa, Alettapun menurut dan setuju. Namun, bukannya berbelanja sepuasnya seperti yang diharapkan Satria, gadis itu hanya jalan-jalan saja mengelilingi Mall dan hanya membeli satu set pakaian. Itupun bukan untuk dirinya, tetapi untuk Anna.Berkali-kali Satria menawarkan Aletta baju, tas, sepatu, aksesoris dan barang mewah khas perempuan lainnya. Namun, semuanya Aletta tolak dengan alasan tidak suka. Sebenarnya bukan tidak suka juga, Aletta menolak karena melihat harga dari barang-barang itu yang menurutnya sangat kemahalan. Seperti contohnya sepatu yang biasa dia beli 80 ribuan, tapi harganya di mall tersebut mencapai 300 ribuan.
Beberapa hari kemudian ....Hari sudah menjelang pagi. Aletta sudah bersiap dengan seragam sekolahnya dan mulai berjalan keluar kamar.“Lho, Kak Gerald mau kemana?” tanya Aletta ketika melihat Kakaknya itu sudah berdandan rapih. Padahal, semalam dia bilang kalau hari ini tidak ada kuliah. Tak lama kemudian, Anna juga datang kesana. Sama halnya seperti Aletta, dia juga kaget begitu melihat putranya itu sudah tampil rapih padahal baru menunjukan pukul 07.00 pagi.Gerald menoleh dan tersenyum pada adik dan Ibunya itu.“Aku mau mulai kerja, Bu, Al,” jawab Gerald. Aletta dan Anna saling lirik satu sama lain.
“Bagus, Nak. Kamu melakukan yang terbaik. Papa bangga padamu,” ujar Thakur menatap senang putranya yang baru saja berhasil memenangkan tender. Benar kata pepatah, buah yang jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Sama seperti Thakur yang jenius dan cekatan dalam menyampaikan materi, bakat yang sama juga dimiliki Satria. Thakur benar-benar beruntung memiliki putra sepertinya.“Setelah ini kamu mau kemana? Langsung pulang?”Satria terdiam. Hari ini dia sudah merencanakan sesuatu.“Enggak, Pa. Ada sesuatu yang harus aku kerjain,” jawabnya
“Habis dari mana lo?”Shireen yang baru saja satu langkah memasuki rumah, terkejut melihat Raka duduk di sofa seraya memandanginya dengan tajam.“Gue 'kan tadi udah bilang kalau gue mau pergi sama temen-temen gue,” jawab Shireen acuh. Gadis itu hendak melangkah pergi, tapi Raka mencekal kuat tangannya.“Temen yang mana yang ngajak lo pergi tanpa ada kabar sedikitpun? Lo gak lihat sekarang jam berapa? Udah mau tengah malem gini lo baru pulang. Lo gila, ya?” tanya Raka lagi. Shireen berdecak.
Aletta tersenyum tipis. Perkiraannya jika Satria pergi ke rooptoof ternyata tepat sasaran. Gadis itu melangkah dengan sumringah menghampirinya.“Sat ...!”Mata Satria terbuka. Dia melirik sekilas Aletta yang baru tiba di rooptoof dan duduk di sebelahnya sekarang.“Kenapa gak ke kantin?” tanya Aletta.“Gak tahu. Tiba-tiba aja males pas lihat ada cewek yang kesenengan dipegang-pegang sama cowok. Padahal, dia itu sekarang masih ngegantungin cowok lain,” jawab Satria sinis. Lelaki itu menjawab tanpa menoleh pada lawan bicaranya sedikitpun.Aletta menghela nafas. Dia tahu betul saat ini Satria marah dan perkataannya tadi adalah untuk menyindirnya.
Shireen sampai di rumah Kanaya. Dia langsung membantu Kanaya untuk masuk ke kamarnya dan merebahkan diri.“Rumah lo kok sepi banget?” tanya Shireen sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Iya, memang kalau jam-jam segini Papa belum pulang,” jawab Kanaya. Shireen mangguk-mangguk paham.“Kalau Mama lo?” tanyanya lagi.“Mama gue udah lama meninggal, Ren.”Mata Shireen terbe
“Aww ... Rak, kok lo dorong gue sih?”Raka terkesiap. Dia tertegun. Syukurlah yang barusan itu hanya hayalannya saja. Dengan cepat Raka berdiri. Nafasnya masih memburu, tapi sekuat tenaga lelaki itu menahannya. Tangannya mengepal erat.“Mending lo pulang, Al,” ujar Raka tanpa menoleh. Aletta yang tadinya masih kebingunganpun mendongak. Dia sadar jika ada yang salah dari Raka. Lelaki itu seperti terpengaruh sesuatu.Mata Raka terpejam. Dia harus tahan untuk tidak melewati batasannya. Dia tidak boleh melakukan itu. Apalagi, pada Aletta. Gadis baik-baik yang dia cintai.“Maaf soal yang tadi.” Setelah berucap demikian, Raka langsung berlar
‘Putusin Satria atau lo bakal nyesel!’Kening Aletta menyerngit dalam membaca satu pesan dari nomor yang tak dikenal. Nomor itu berbeda dari nomor yang kemaren mengancamnya lewat telpon.“Putusin Satria? Jadi dia tahu kalau aku dan Satria pacaran? Sebenarnya siapa dia?” gumam Aletta. Dia sebenarnya penasaran, tapi dia tak ambil pusing. Sekali lagi Aletta mengabaikan pesan itu dan langsung memasukkan ponselnya ke saku. Dia tak mau memikirkannya dan tidak perduli pada ancaman yang menurutnya tak masuk akal itu. Gadis itu berjalan menyusuri kori
Satria membawa Aletta ke Rumah Sakit untuk mengobati kakinya. Untung saja kata Dokter, cederanya tidak terlalu parah. Saat ini, mereka berdua sedang berjalan di lorong Rumah Sakit bersiap pulang. Satria sudah menawarkan diri membantu Aletta berjalan. Dia juga sudah meminta gadis itu untuk menggunakan kursi roda saja. Namun, semuanya ditolak.***“Aww ... shh ....”Satria yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Sepuluh tahun tak bertemu, sikap gadis itu masih saja belum berubah. Keras kepala dan mau seenaknya sendiri.
“Nisha mau sama Kak Aletta! Ma, Kak Tata mana? Kok gak dateng-dateng sih?” Nisha mengerucutkan bibirnya dengan tangan bersedekap dada. Kiran mencoba menenangkan putrinya itu, tapi tak berhasil. Saat ini, dia dan putrinya itu sedang duduk di undakan teras rumahnya sendiri. Kiran sudah membujuk Nisha untuk masuk, tetapi putrinya itu kekeh ingin di luar dan tidak akan masuk ke dalam jika Aletta belum datang. Kalau begini, jatuhnya Aletta seakan bukan guru les private-nya Nisha, tetapi lebih mirip sebagai baby sitter-nya.Tak lama kemudian Pak Guntur dan Satria kembali dari mengobrol ringannya di ruang tamu.“Terima
Kanaya tak henti-hentinya berdecak kagum melihat foto seorang lelaki yang dimuat di majalah hari ini. Dia sudah mendapat penghargaan sebagai CEO termuda dan tersukses se-Asia selama tiga tahun terakhir.“Gila! Satria sukses banget sekarang.”“Lagi lihatin apa, sih?” tanya Aletta yang baru masuk ke mobil Kanaya. Mereka berdua baru saja selesai membeli berbagai bahan makanan untuk keperluan di rumah makan Anna. Sekedar menghemat ongkos, Aletta tadinya meminta bantuan Gerald untuk menemaninya berbelanja. Namun, alih-alih dia sendiri yang mengantarkan, di tengah jalan tadi, Gerald tiba-tiba ada telpon dari Rumah Sakit dan alhasil Kanayalah yang harus menggantikan dirinya mengantar Aletta.Kanaya menyodorkan majalah itu ke hadapan Aletta. Awa
“Selamat ulang tahun ....”Aletta yang saat itu baru saja sampai di dalam rumahnya, terkejut ketika melihat Anna, Gerald, Kanaya, dan Nisha--murid les private-nya sebulan ini sama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun ketika dia baru saja membuka pintu. Aletta membekap mulutnya sendiri dengan mata berkaca-kaca. Dia terharu sekaligus tak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini. Ditambah lagi, bersama orang-orang yang dia sayangi.Anna kemudian berjalan mendekati Aletta sambil membawa kue ulang tahun yang harus ditiu
“Aletta.”Aletta mendongak dan langsung berdecak kasar melihat Raka berdiri di depannya.“Gue tahu lo pasti udah bosen denger gue bilang kalau Satria gak pernah ngelakuin hal yang lo duga selama ini. Gue juga tahu kalau lo gak akan percaya sama gue, tapi setidaknya ... lo harus lihat video ini,” ujar Raka seraya menyodorkan handphone-nya pada Aletta. Gadis itu menyerngitkan dahinya heran.“Gue janji setelah ini gue gak akan maksa-maksa lo lagi buat percaya sama Satria. Ini yang terakhir,” sambung Raka meyakinkan Aletta.Aletta menghela nafas sebentar. Baiklah. Kali ini dia akan menuruti kemauan Raka. Gadis itu mengambil handphone Raka, lalu menyetel video yang dimaksu
“Pergi, Sat! Gue bilang pergi ...! Gue gak sudi lihat muka lo lagi. Bahkan, gue gak sudi jadi cewek lo lagi!” bentak Aletta. Satria membeku di tempat dengan pandangan shock. Hatinya hancur berkeping-keping.“Aletta.” Kanaya yang baru kembali dari toilet, terkejut melihat Aletta berteriak histeris. Langsung saja dia berlari menghampiri Aletta dan berusaha menenangkannya.“Nay, bilang sama Satria untuk pergi. Gue gak mau lihat dia lagi. Suruh dia pergi ....” Aletta terisak lirih. Kanaya terkejut. Dia menatap Aletta heran dan bergantian menatap Satria kasihan.
“Woy, pengecut!” teriak Satria kalap setelah berhasil mengejar orang itu ke atap gedung.Orang itu melirik ke bawah. Sial! Tidak ada jalan lain baginya selain melawan Satria. Tapi tunggu! Satria mengejarnya seorang diri, 'kan? Bagus! Akan lebih mudah baginya untuk menghancurkan teman sekaligus musuhnya itu bila sendirian seperti sekarang ini.“Lo udah berani sakitin Aletta, itu sama aja lo udah nyari mati sama gue!” sentak Satria. Orang itu melepas penutup kepalanya, lalu memutar tubuhnya menghadap Satria.“Hi, Sat. Nyali lo besar juga ya ngeja
Beberapa jam sebelumnya ....Karena Anna masih di Rumah Sakit dan kemungkinan di rumah Aletta tak ada siapa-siapa, Kanaya akhirnya memutuskan membawa tas sekolah Aletta ke rumahnya sendiri. Biar besok dia mengembalikan tas temannya itu.Ceklek!“Kamu kok baru pulang, Nak?” tanya Rian--Papanya Kanaya. Kanaya mengangguk, lalu menyalim tangan Papanya itu.“Iya, tadi kejebak macet, Pa.”“Yaudah. Seka
“Sialan! Kenapa cuma Satria yang dapet pujian? Padahal, gue juga ikut andil dalam olimpiade itu,” geram Zain dengan tangan terkepal. Kevin yang berdiri di sebelahnya merangkul bahunya.“Ya, mau gimana lagi, Zain? Pertandingan ini sebenarnya cuma untuk formalitas doang! Meski kita menang sekalipun, ya, tetep Satria yang akan dapat pujian,” sahutnya.Zain berdecak. Sejak awal masuk SMA, selalu dan selalu dirinya dikalahkan Satria. Meski dirinya sama-sama berasal dari kelas unggulan sama sepertinya, tetapi untuk urusan kepopuleran dan kepintaran, dirinya masih berada jauh di atas Satria, dan Zain membenci hal itu. Dia benci sekaligus iri karena Satria selalu mendapatkan semuanya tanpa susah payah. Bahkan, gadis yang dia sukai sejak awal masuk sekolah Nirwanapun juga lebih menyukai Satria ketimbang dirinya. Manda.