Home / Romansa / My Dearest Cahaya / Begitu Kontradiktif

Share

Begitu Kontradiktif

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2021-04-03 09:19:13

—You’re the only one, who can keep me (in)sane—

Abraham Yasa Chandrakeswara

Seorang pria menepuk punggung Andra dengan keras, setelah Aya melenggang pergi dari kafe.

“Cewek tadi, siapa? akrab banget.”

“Ciyeeh si boss, tadi ada orangnya gak diajakin kenalan. Sekarang udah pergi jauh, panas sendiri.”

Yasa, sang pemilik kafe pojok berdecak sebal, ia lantas duduk di depan Andra, sang manajer kafe waralaba miliknya. “Gak gitu, Ndra. Aku kayaknya pernah lihat, tapi di manaaa gitu ya.”

“Makanya sering-sering nengokin kafe, kalau aku gak cuti, gak mungkin kamu ke sini.”

“Tinggal jawab, Ndra. Gak usah muter-muter.”

Selagi Yasa masih mengingat-ingat, Andra mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah aplikasi media sosial. Setelah mendapatkan apa yang dicari, Andra menyodorkan benda pipih itu kepada Yasa.

“Dia wartawan Metro. Cahaya Bhanuresmi, anak-anak manggilnya Ayang.” Kekeh Andra melihat ekspresi terkejut Yasa saat melihat ponselnya.

“Ini …” Yasa mengeser foto demi foto yang dilihatnya dengan tatapan tidak percaya. “Serius ini cewek tadi?”

Jelas saja manik Yasa membeliak tidak percaya. Penampilan Aya yang baru saja ia lihat, berbeda 180 derajat dengan tampilan di instagram yang ditunjukkan oleh Andra. Aya yang berprofesi sebagai wartawan, hanya memakai pakaian kasual, dengan wajah polos yang nampak lelah, setelah bergelut dengan deadline. Sedangkan, yang kini dilihat oleh Yasa, pada benda persegi itu, adalah sosok Aya yang begitu elegan. Masih sama-sama cantik namun dengan aliran fashion yang begitu kontradiktif.

“Hmm, tahu brand DailYou kan? Nah, si Ayang itu, sering dipake buat jadi modelnya.” Terang Andra yang sepertinya masih hendak melontarkan banyak informasi kepada pria berusia sama dengannya.

“DailYou? Butik tas sama sepatu punyanya Ibu Daisy?” tanya Yasa memastikan. Tangannya terus saja men-scroll tampilan foto-foto Aya yang ada di dalam ponsel Andra.

“Yaah, aku mana tahu siapa yang punya, tapi gosipnya si Ayang itu anaknya yang punya butik itu. Jadi ya wajar kalau dia sekalian jadi modelnya. Tapi …” Mulut Andra tiba-tiba ragu untuk mengutarakan isi pikirannya.

“Tapi apa?” Sambar Yasa cepat.

“Tahu Pak Kaisar? Rival kakekmu dulu waktu pencalonan gubernur tahun … tahun kapanlah itu aku—”

“Iya, iya aku tahu.” Sela Yasa tidak sabar. “Siapa yang gak kenal Pak Kaisar, mantan gubernur itu, kenapa?”

“Nah! Ada juga yang bilang kalau dia itu cucunya beliau.”

“Ngaco lah kamu tuh, Bu Daisy sama Pak Kaisar itu gak ada hubungan apa-apa. Aku kenal sama papa Bu Daisy, namanya Pak Lewis.” decak Yasa mengembalikan ponsel milik Andra, lalu beranjak meninggalkan pria itu sendiri. Yasa kembali ke meja pojok, untuk bergelut dengan laptop yang berisi laporan dari berbagai bisnis waralaba yang dimilikinya.

Andra ikut bangkit dari tempat duduknya menyusul Yasa. “Gak ada lagi yang mau ditanyain, Yas?”

“Gak ada,” Yasa mengalihkan tatapannya dari laptop sejenak, memandang lurus untuk beberapa detik. Setelahnya, ia mendongak menatap Andra yang berdiri di samping mejanya, sambil melipat tangan di depan dada. “Cuti jangan ngaret, aku ada business matching* di Bali setelah itu.”

Andra gemas dengan sikap jaim yang ditunjukkan oleh sahabat sekaligus bosnya itu. Yasa tidak akan pernah bertanya tentang seorang gadis, jika pria itu tidak benar-benar menaruh perhatian kepada gadis tersebut. Tapi, mengapa setelah sedikit bertanya, Yasa seperti tidak lagi tertarik untuk meneruskan rasa penasarannya yang sempat ada.

Andra memutuskan duduk di sebelah Yasa dan menutup laptop pria itu. “Kamu, sudah gak penasaran lagi sama Cahaya Bhanuresmi? aku bisa tanyain sama anak Metro kal—”

“Thanks, Ndra. Model itu, di mana-mana sama aja.” Yasa berujar datar dan kembali membuka laptopnya.

“She’s not a model, she’s a journalist, man! Model itu cuma sidejob.” gemas Andra yang ingin sekali menggetok kepala Yasa, yang hanya bergeming tanpa mau melihatnya. “Kalau dia mau, bisa aja dia jadi model, tapi gak kan? Dia lebih milih jadi wartawan. Kenapa begitu? b’coz she’s smart! Aku gak bilang kalau model itu bodoh loh ya. But yaa, you know lah.”

“Mending kamu pulang, Ndra. Tidur, biar besok gak telat bangun, dan ketinggalan pesawat!”

“Payah!” Andra memukul meja, namun tidak keras untuk melampiaskan rasa kesalnya. “Aku tuh, sampai sekarang masih gak ngerti. Kenapa kamu alergi banget sama cewek-cewek yang bergelut di dunia entertain. Padahal setahuku, kamu gak pernah pacaran sama mereka sekalipun. Jadi—”

Yasa menutup laptop berlambang apel tergigitnya dengan sedikit keras. Membuang napas sedikit kesal, lalu menatap Andra. “Aku nitip apel Malang sama kripik tempe kalau kamu balik dari sana, jangan sampe lupa.” Ia lalu berdiri membawa laptopnya. “Tolong beresin berkasnya, aku mau pulang.”

Tanpa menoleh lagi, langkah tegap Yasa begitu pasti saat keluar dari kafenya. Memasuki Rubicon kesayangannya, lalu menghela napas panjang sejenak dengan menutup kedua kelopak mata. Bayangan wajah Aya yang tertawa lepas tanpa rasa jaim saat bersama Andra, berkelebat di benaknya. Lantas Yasa tersenyum kecil, menggeleng cepat untuk menyingkirkan semua lamunannya.

Bagi Yasa, secantik atau sepintar apapun seorang gadis, bila bergelut di dunia model dan sejenisnya. Yasa akan menarik diri dengan cepat, say no and goodbye.

--

“Pulang satu, baru pulang semua!" hardik Pras, namun wajahnya tetap saja datar, tidak menunjukkan emosi apapun. "Kalian berdua ini, Ck! ternyata masih ingat kalau punya rumah.”

Asa meringis horor, berusaha meredam kekiannya di hadapan ayah tirinya itu. Sedangkan Aya, gadis itu malah dengan santainya berlari kecil dan menghambur ke pelukan Pras. Sedari kecil, Aya memang tidak pernah merasa takut dengan siapapun, bahkan dengan ayah tirinya itu sekalipun. Karena Aya tahu, meskipun wajah suami ketiga bundanya itu, selalu terkesan datar dan antagonis, Pras sangat sayang kepadanya juga Asa.

“Papi, jangan marah-marah, entar cakepnya ilang.”

Pras membuka telapak tangan kanannya, kemudian menjauhkan kepala Aya yang bergelung manja di dadanya.

“Gak usah peluk-peluk, kamu begini cuma kalau ada maunya.” Decih Pras lalu meninggalkan Asa dan Aya untuk pergi ke rumah belakang.

Aya terkikik, tetap saja gadis itu menyusul Pras, sembari melingkarkan tangan di pinggang pria yang sudah berumur, namun masih saja terlihat tegap dan gagah. Sebenarnya, bukan hanya Pras yang masih terlihat tampan di usia yang tidak lagi muda. Kedua ayahnya yang lain pun sama, terutama Elo, ayah kandung Asa -suami pertama sang bunda-, yang memang memiliki usia yang jauh lebih muda dari pada Bintang dan Pras.

Dikelilingi oleh tiga pria tampan. Huh! Untuk yang satu itu, Aya sangat iri terhadap sang bunda. Terlebih, semuanya adalah orang yang sangat berpengaruh di tiga dunia yang berbeda, yakni politik, bisnis dan industri pertelevisian. Apa sebenarnya yang dilakukan bundanya di masa lalu, sehingga bisa menjadi istri dari ketiga orang penting tersebut.

Tapi, ada satu hal yang sampai sekarang masih menjadi ganjalan di hati Aya. Meskipun hidupnya kini bahagia, dan terasa sempurna diberbagai aspek. Dalam artian, tidak pernah kekurangan materi maupun kasih sayang dari seluruh keluarga besar. Ia masih saja tidak dapat menerima kalau sang bunda harus bercerai dengan papanya, Bintang. Apa sebenarnya yang terjadi?

Tidak ada satupun diantara keluarga besar, yang mampu memberi penjelasan tersebut padanya.

“Masih ingat jalan pulang, Mbak?”

Akhil, si kembar yang wataknya hampir mirip dengan Pras, begitupun wajahnya itu berceletuk, saat melihat sang ayah dan kakak perempuannya itu masuk ke ruang tengah. Pras dan Akhil itu sama, selalu saja memuntahkan kalimat sarkas, yang mampu membuat orang menjadi kesal seketika. Like father like son.

Aya melepas rangkulannya di pinggang Pras, dan membiarkan pria itu menuju kamarnya. Sedangkan Aya bertolak pinggang menghadapi segerombolan bocah yang bergelimpangan pada karpet bulu di ruang tengah.

“Aku sibuk kerja, gak kayak kalian yang kerjanya cuma maen PS aja di rumah!” Aya ikut bergabung dengan ke enam bocah yang hampir setiap weekend selalu saja berkumpul seperti ini.

Enam? Yaah total ada enam bocah yang berkumpul di rumahnya ketika weekend seperti ini.

Selain si kembar, ada Kailash, saudara satu ayah dengan Aya. Juga ada Elio, adik Asa dari penikahan ayahnya dengan Ai. Lalu Rama, anak Bima dan Era, yang memang sedari bayi selalu saja dititipkan kepada Sinar dan Pras dikala weekend. Pun sampai sekarang. Rama bahkan lebih sering menghabiskan waktu bersama Rendra, adik bontot Aya, dari pada di rumahnya sendiri.

Keempat bocah itu bisa akrab, karena para ibu dengan kompak menaruh mereka di sekolah yang sama. Mereka juga mendapat kelas yang sama. Rendra, Rama, Kailash dan Elio mereka lahir di tahun yang sama, hanya berbeda bulan saja. Dan Rendra-lah yang paling tua diantara keempatnya.

“Bodyguardmu ke mana, Mbak?” Arsya yang sibuk dengan tabletnya bertanya tentang keberadaan Asa tanpa menoleh sama sekali.

“Di rumah depan, paling nyangkut di kolam renang.”

“Renang?” Rendra berceletuk dan meletakkan stik PS nya. “Gantiin woi, aku mau berenang ke depan.”

Tidak ada yang mau menggantikan Rendra untuk bermain PS. Karena keempat bocah yang sama-sama berusia 16 tahun itu dengan kompak berlari ke rumah depan. Ruangan tengah seketika menjadi hening. Akhil sibuk dengan laptopnya sedangkan saudara kembarnya, Arsya, sibuk dengan tabletnya.

“Aya!”

Yang dipanggil meringis lebar. Berdiri kemudian berbalik, mengubah ringisannya menjadi senyum yang begitu sumringah, saat melihat wanita paruh baya yang masih saja terlihat sangat cantik meskipun usianya tidak lagi muda. Terlebih, wanita itu sudah memiliki lima anak, dari tiga pernikahannya.

“Bunda, aku kangeeeen.”

Aya berlari kecil menghampiri Sinar, hendak memeluk sang bunda.

“Stop!”

Tubuh Aya berhenti seketika. Berdiri statis saat hidung sang bunda membaui dirinya begitu teliti, mendengus bagian leher dan jaket denim yang dikenakan putrinya, lalu berdecak. “Kamu tuh cewek, jangan jorok! Mandi dulu sana.”

“Aku gak bau, buund, jaketnya aja yang emang belum dicuci dari ... gak tau dari kapan.” kata Aya dengan melebarkan cengirannya.

Tangan Sinar lalu menjewer telinga Aya yang hendak berbalik melangkah pergi. “Dibilang mandi, kok malah ke depan.”

“Aww! aku sekalian berenang di depan, bund, jadi sekalian mandi.” Kata Aya beralasan sembari menjauhkan tangan sang bunda dari telinganya.

“Mandi di kamarmu biar cepat, habis ini ikut nyalon sama bunda.”

“Berangkat sekarang aja kalau gitu, gak perlu mandi!” pupil netranya membesar dengan kilatan riang. “Aku mau spa, jadi mandinya sekalian di sana aja.”

Hembusan napas kecil disertai gelengan heran, selalu saja ditujukan pada Aya yang sudah berlari cepat ke rumah depan. Berbeda dengan Sinar dan Bintang, yang selalu memperhatikan penampilan. Sedangkan Aya, anak gadis mereka itu, sangat cuek menata dirinya. Hari-hari gadis itu hanya dihiasi oleh jeans, kemeja longgar dan boots. Ditambah, ikatan rambut yang hanya ditata ala kadarnya.

Astaga, melihat Aya, Sinar jadi teringat Tari. Gadis tomboy yang dulu juga berprofesi sebagai wartawan di Metro. Bahkan desk job Aya dan Tari saat ini sama-sama ditugaskan di bidang ekonomi.

Karma apa ini? Padahal, hubungan Sinar dan Tari dahulu kala baik-baik saja. Tapi kenapa penampilan dan gaya berpakaian putrinya itu bisa mirip seperti Tari. Ahh, sudahlah, yang terpenting bagi Sinar adalah, putrinya itu bahagia dan selalu berlimpah dengan kasih sayangnya. Sinar tidak ingin Aya hidup seperti dirinya dahulu kala, yang tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Comments (12)
goodnovel comment avatar
Vid
ak baru baca yg cerita ini..ternyata selama ini baca nya ngacak..dan asli JD bingung
goodnovel comment avatar
alenia
aku kok bingung yaaa sm silsilah disini
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
bantu jawab mba, ini beda cerita sama. sy dulu juga mengira sama saling berhubungan ternyata tdk, sy malah sdh baca yg ke 3 kalinya ini ... (memang karakter namanya ada yg sama)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • My Dearest Cahaya   Sudah Punya Pacar?

    Begitu melihat sepasang suami istri dan anak laki-lakinya yang selalu terlihat kompak itu, memasuki restoran. Yasa segera berdiri, memasang senyum ramahnya dengan hormat.“Rombongan nih, pak?” tanya Yasa sembari menyalami sepasang suami istri yang tertawa menanggapi pertanyaannya. Tidak lupa Yasa ber-hi five pada bocah yang berusia 14 tahun itu.“Kebetulan nyonya besar mau nyalon di sebelah, jadi sekalian.” Bintang mengerling pada sang istri yang memberikannya cebikan bibir merahnya. Lalu mereka duduk mengitari meja dan memesan minuman. “Mereka belum datang?” tanyanya pada Daisy.“Telat dikit, Aya sama Asa pulang ke rumah. Jadi, Sinar lagi ceramah sebentar, sebelum si kembar siam itu menghilang lagi dari rumah.”Kalau dirunut ke belakang, justru Asa dan Aya-lah yang lebih terlihat seperti anak kembar. Kedua kakak beradik itu selalu saja kompak, dan kerap terlihat bersama-sama dari pada si kembar yang sebenar

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   Jadi Milikku, Seutuhnya

    Zetta menghampiri Astro yang masih berkutat dengan laptopnya di ruang tengah. Kedua tangannya mengapit dua buah piring berisi nasi goreng seafood, yang baru saja dibuatnya untuk makan malam. Ia meletakkan kedua piring tersebut berjajar dengan laptop yang ada di meja kaca.“Makan dulu.” Zetta duduk bersila di atas karpet. Meletakkan dagunya pada paha Astro yang duduk di sofa. Kelopak matanya mengerjab beberapa kali, memperhatikan layar datar yang tengah dibaca Astro. “Milliar Paper? Kenapa dari dulu kamu terus ngurusi masalah ini? Emang belum selesai-selesai gitu kasusnya?”Astro mengusap kepala Zetta dan mengecupnya sebentar. “Kasus ini bahkan selesai sudah lama, tapi banyak yang janggal di dalamnya.”“Dan, hampir sepuluh tahun kamu belum nemu di mana janggalnya?”“Lebih sepuluh tahun. Dan, yaa, aku mau buka lagi kasus ini! Sebentar lagi, sedikit lagi.” Zetta mengerucutkan bibirnya tidak

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   Dirundung Keresahan

    "Papi gak ngelarang kalian jatuh cinta, dan pacaran dengan siapapun di luar sana. Tapi satu yang harus kalian ingat, papi ngelarang kalian untuk jadi bodoh! Don’t let that fvcking love, ruins your future!"Sederet kalimat Pras yang kerap dilontarkan pria itu, ketika Aya dan Asa menginjak usia pubertas, seketika terngiang di kepala Aya.Kini, hasratnya harus berperang dengan logika. Kaos dan celana jeansnya kini sudah tergeletak entah ke mana. Tangan besar Astro, sudah menjelajah di tiap inchi kulit tubuhnya tanpa bisa ditolak. Raganya seakan berkhianat dengan otaknya. Nafsunya tidak sejalan dengan nalar di kepala.“Jaga kehormatanmu, Ay! Dengan begitu, suamimu juga akan menghormatimu.”Saat kalimat Pras tidak mempan menyadarkan Aya. Kini, kalimat singkat sang bunda langsung tepat menampar otak besarnya. Aya buru-buru mendorong tubuh Astro dengan keras, saat pria itu baru saja membuka pengait pakaian dalam yang berada di punggungnya

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   Hancur Berserakan

    Aya menjatuhkan separuh tubuhnya di atas meja front office. Deadline kerjanya sudah selesai satu jam yang lalu, tapi Aya masih malas melangkah untuk pulang ke apartemennya. Sudah tiga hari sejak kejadian dengan Astro berlalu, tapi pria itu seolah menghilang dari jangkauanya.Astro tidak pernah lagi mampir ke unit apartemennya. Pria itu juga tidak mengangkat telepon ataupun membalas chat dari Aya. Ingin sebenarnya mendatangi kantornya, tapi, pria itu belum tentu ada di sana.Dengan menutup mata sembari menghirup napas begitu dalam, Aya memutuskan kembali mencoba untuk menelepon Astro. Namun, lagi-lagi nihil, karena pria itu tidak kunjung mengangkat teleponnya.Di satu sisi, Aya merasa begitu bodoh. Secara logika, Aya mengaku kalau ia memang sangat bodoh dalam urusan cinta. Tapi, sebagai seorang wanita yang lebih mengutamakan perasaan, ia merasa semua yang dilakukannya tidaklah salah. Menghubungi pria yang dicintainya, dan menurunkan ego untuk memperbaiki sebuah h

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   He Messed With The Wrong Girl

    “Sayang, bangun …”Zetta sudah berulang kali menepuk pelan pipi Astro untuk membangunkan pria tersebut. Namun yang dibangunkan, tidak kunjung menampakkan manik kelamnya untuk melihat Zetta.“Kamu gak ke kantor? Ini sudah jam delapan.”Akhirnya Astro menggumam, membuka segaris tipis kelopak matanya menatap Zetta yang sudah mengenakan pakaian kerja. “Kapan kamu mau resign?”Zetta memberi senyum hangatnya untuk Astro, yang sudah membuka maniknya dengan sempurnya. Beranjak dari tepi ranjang menuju meja rias. Menarik kursinya dan duduk di sana. “Setelah kita nikah, baru aku ajuin resign.”Gadis itu memejamkan matanya sebentar dan menyemprotkan face mist ke wajah manisnya.Masih enggan bangkit dari ranjang, Astro hanya memiringkan tubuhnya dengan malas, lalu menatap Zetta. “Aku mau dipercepat, jadi minggu depan aku lamar kamu, teruus … persiapan sebulan sepertinya cukup.” Ta

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   Dan ... Selamat Menikmati

    Zetta dengan wajah beceknya, melempar kumpulan foto-foto Astro dengan Aya, tepat di wajah pria itu, ketika Astro memasuki rumahnya.“Kamu itu, menjijikkan!” Muntahan kalimat yang dilemparkan oleh Zetta membuat kedua tangan Astro mengepal. Pria itu lantas berjongkok, untuk mengambil kumpulan foto yang sudah jatuh berserakan di kakinya. Rahangnya mengetat, ketika melihat kesemua foto itu berisi pose mesra dirinya dengan Aya.“Zetta …”“Aku kurang apa sama kamu selama ini!” Zetta terisak, tubuhnya terjatuh begitu saja di lantai ubin. Menatap nanar dengan pandangan yang sudah mengabur. "Belum-belum kamu sudah selingkuh!"Astro menghampiri Zetta dan berjongkok di hadapan gadis itu. “Zetta, a—ku minta ma—”“Keluar dari rumahku, bawa semua barang-barangmu dari sini dan jangan pernah temui aku lagi.”Astro menahan napasnya sejenak. Tangannya masih mengepal erat dengan ura

    Last Updated : 2021-04-03
  • My Dearest Cahaya   Cuma Ada Kita

    I Love me, my self and I ... also my family, of course!-Fernando Yeva-Aya sudah terbangun satu jam yang lalu.Namun, ia masih tidak beranjak dari ranjangnya. Gadis itu hanya meringkuk dalam tangis, terbalut selimut yang membungkus tubuhnya yang masih polos. Enggan beranjak meskipun dering ponselnya sedari tadi sudah berkali-kali memanggilnya.Pergelangan tangannya memar. Tubuhnya sakit, bagian intinya terlampau perih, hatinya terluka … Dan di atas itu semua, harga dirinya sudah hancur. Astro telah merenggut mahkotanya dengan sangat kasar. Tidak ada sedikitpun kelembutan di dalamnya.Semua sandiwara. Selama ini, sikap sempurna Astro hanyalah sandiwara belaka. Pria itu membenci dirinya juga sang bunda. Dan, Astro juga menyebut nama Pras di dalamnya.Samar-samar Aya mendengar suara pria memanggilnya. Aya menggeleng horor. Tubuhnya tremor saat suara tersebut semakin mendekat ke kamarnya. Ia meremat erat selimut yang melingku

    Last Updated : 2021-04-04
  • My Dearest Cahaya   Seperti Sepasang Kekasih

    Zetta mengambil napas melewati mulutnya yang ternganga dengan lebar, Kedua tangannya terangkat untuk menutup mulut sesegera mungkin setelah itu. Ia masih tidak percaya saat Astro menunjukkan sebuah kunci tepat di depan wajahnya. Lalu meletakkannya di tangan Zetta.“Serius kita bakal tinggal di sini setelah nikah?”“Hmm.” Anggukan kepala Astro disertai senyuman yang begitu lebar. Pria itu dengan bangga menunjukkan rumah mewah, hasil kerja kerasnya selama menjadi pengacara.Rumah dengan empat buah kamar beserta kolam renang itu memang khusus ia beli dan akan ditempati saat mereka menikah kelak. Halaman depannya memang tidak terlalu luas, tapi bagian belakang rumah itu sungguhlah luar biasa. Astro sudah menyuruh orang untuk membuatkan taman bunga untuk di rawat oleh Zetta.“Ini semua bukti cintaku sama kamu. Aku gak pernah main-main dengan itu semua.” Astro merangkul Zetta yang masih terpana dengan taman belakang rumah ter

    Last Updated : 2021-04-05

Latest chapter

  • My Dearest Cahaya   Fin

    Yasa meraup separuh wajahnya, menatap bocah lima tahun yang kini tengah merengek untuk ikut pergi dengannya, ke dokter kandungan. “Papi sama mami gak lama, mainlah sama Aga. Nanti, Papi beliin burger.” “NO BURGER.” Aya yang baru muncul dari dalam dan mendengar percakapan suaminya dan putra sulungnya itu sontak memasang wajah galak. Berhenti diantara kedua lelakinya itu lalu melipat tangan di atas perut yang sudah membuncit. Kehamilan ketiganya saat ini memasuki usia 5 bulan, dan hari ini, adalah jadwal untuk memeriksakan kandungannya. Mereka juga tidak sabar dan sangat penasaran untuk mengetahui jenis kelaminnya. Karena anak kedua mereka lagi-lagi berjenis kelamin laki-laki, dan diberi nama Telaga Dananjaya. Maka, keduanya berharap kalau yang ketiga ini, akan berjenis kelamin perempuan. “Why not?” protes Gara ikut melipat kedua tangannya di depan dada dengan bibir mungil yang mengerucut kecil. Mengikuti sikap sang mami yang ditunjukkan kepadanya.

  • My Dearest Cahaya   Dan Hasilnya ...

    Yasa terhenyak dan bangkit seketika. Terduduk sebentar lalu berlari ke kamar mandi. Terlihat sang istri yang tengah berlutut, menunduk seraya membuang semua isi perutnya ke dalam kloset duduk. Yasa yakin sekali kalau hari masih subuh, meskipun ia belum melihat jarum jam sama sekali.Bergegas menghampir Aya dan membantu untuk menyingkap rambut lalu memijat tengkuk sang istri. “Ke dokter ajalah, Mi. Udah dua hari begini terus.”Aya hanya bisa mengangguk pasrah kali ini. Menurut pada saran sang suami. Padahal dari kemarin, Aya sudah berencana akan mengunjungi Pras, tapi karena tubuhnya tiba-tiba drop, maka Aya membatalkannya.“Coba diinget-inget lagi, dua hari yang lalu habis makan apaan bisa sampai begini.”Tubuh Aya menegak, menyudahi kegiatan yang membuat tubuhnya lemas selama dua hari ini. Lalu bersandar pada sisi dinding kamar mandi untuk menetralkan napasnya. Seraya mengusap bibir dengan punggung tangan. Merasa tidak sanggup, un

  • My Dearest Cahaya   Sudah Memaafkanmu

    Kedua orang yang dulunya pernah saling menyayangi dan berbagi segalanya itu, kini masih terdiam. Bintang memilih untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang tengah. Memutuskan untuk memberi kedua anaknya itu kebebasan, untuk mengeluarkan semua yang ada di dalam kepala. Dan, ia hanya mengawasi jikalau ada hal yang tidak diinginkan terjadi. Namun tetap berharap semua akan baik-baik saja.Bintang sudah percaya penuh dengan keduanya. Mereka sudah tahu batasan mereka. Dan untuk Astro, Bintang tahu pasti, kalau pada dasarnya, pria itu sangat baik. Aster hanya salah dalam mendoktrin otaknya sedari kecil, hingga rasa benci itu tumbuh tanpa mengetahui semua alasan yang ada di baliknya.“Kata papa, Kak Astro mau jual rumah?” Akhirnya, Aya jugalah yang membuka topik pembicaraan. Tidak nyaman dengan perasaan canggung, yang kali ini mendera keduanya.Aya tidak mau mengungkit tentang kepindahan Astro ke Surabaya. Karena yang telah direncanakan kakak sepupunya itu, sud

  • My Dearest Cahaya   Menyelesaikan Semuanya

    Hanya senyum datar dan kekehan garing yang sedari tadi dilontarkan oleh Yasa, sepanjang ia menanggapi ocehan Lex serta Elo. Setelah diberi waktu untuk berpikir selama 24 jam oleh Sinar, dan juga demi Gara, akhirnya Yasa menandatangani surat perjanjian yang telah disodorkan kepadanya. Ada tiga buah salinan asli yang harus ditandatangani. Yang nantinya, surat tersebut akan pegang oleh Yasa, Sinar dan juga Lex, orang kepercayaan Pras. Entah kenapa Yasa tiba-tiba yakin, kalau keseluruhan ini, adalah rencana pria yang masih saat ini masih mendekam di penjara. Setelah semua selesai, Sinar menyunggingkan senyum kecilnya. Memandang puas pada berkas yang sudah berada di tangan. Untung saja, kan, ia menceritakan semuanya kepada Pras, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang jika dipikirkan lagi, secara keseluruhan semua terlihat hanya menguntungkan pihak Sinar. Dengan adanya perjanjian tersebut, Pras bisa menilai, sejauh mana kesungguhan Yasa terhadap pernikahannya de

  • My Dearest Cahaya   Meminta Izin

    Pump heel setinggi 3 senti itu, berjalan mundur beberapa langkah dengan pelan. Menoleh, pada pria yang asik duduk di sofa lobi sembari menunduk. Ibu jari pria itu sibuk bergerak pada ponsel yang dipegang secara horisontal. Fix! Lagi-lagi pria itu pasti tengah sibuk dengan gamenya.“Nando!” panggil Sinar yang berdiri tidak jauh dari ponakannya itu. Tadinya, setelah keluar dari ruangan Elo, Sinar hendak pergi ruangannya. Namun diurungkan, hatinya yang memanas karana bertemu Yasa, membuat Sinar ingin pergi ke rooftop bar yang berada di gedung perkantoran. Menyesap sesuatu yang dingin, untuk mendamaikan kepala sekaligus hatinya.“Eh, Bunda di sini?” tanya Nando terlihat salah tingkah. Pria itu mengusap tengkuknya sebentar sembari menghampiri Sinar. Meraih tangan wanita dan mencium punggung tangannya. “Lagi ngapain, Bund? Asa mana?”“Ya kerja, lah kamu ngapain di sini?”“Aku … aku mau ketemu Asa.&rdq

  • My Dearest Cahaya   Postnuptial Agreement

    Aya tersenyum canggung. Sebuah perasaan yang tidak pernah ada selama ini ketika bertemu dengan Tara, kini muncul. Rasa tidak nyaman karena mungkin, yang akan dikatakannya bisa menyakiti hati Tara. Selama ini, pria itu sudah terlalu baik untuknya. Meskipun terkadang sedikit sarkas, tapi Aya tahu, kalau di dalam sudut hati Tara, pria itu sangat menyayangi Aya juga Gara.“Tara …” Aya menggantung kalimatnya sejenak untuk menarik napas. Di kamar, ia sudah mengemasi pakaian yang selama ini diperolehnya dari Tara. Juga ada box bayi, pakaian Gara, dan segala keperluan Aya yang kesemuanya disediakan oleh pria itu ketika masih tinggal di vila. Sungguh, Aya berutang banyak pada Tara, dan pada akhirnya, ia belum mampu membalasnya. Justru malah hanya meninggalkan luka.Selama ini, Aya belum menyadari sepenuhnya kalau hatinya sudah tertambat pada Yasa. Aya pikir, kehidupan cintanya masih berpusat pada Astro, namun ia salah. Rasa sakit yang begitu menusuk ketika be

  • My Dearest Cahaya   Rencana

    Yasa meneguk ludah hingga berulang kali. Melihat putranya menyesap ASI langsung dari tempatnya, membuat Yasa hanya bisa menggigit jari. Berbulan-bulan tidak melihat dan menikmati tubuh sang istri, membuat pusat dirinya memberontak. Dan, Yasa tidak mau tahu, setelah Gara selesai, maka dirinya juga harus mendapatkan giliran. “Apa, Gara kalau minum ASI …” Yasa kembali menelan ludah, maniknya sedari tadi hanya terfokus pada bibir sang putra yang bergerak lahap menyesap penuh puncak dada istrinya. “Gara kenapa?” tanya Aya memecah lamunan Yasa dalam sekejab. “Oh, itu, kalau minum ASI, apa selalu lama seperti ini?” “Tergantung, gak tentu juga sih. Suka-suka dia aja.” Wajah Yasa terlihat semringah ketika melihat Gara melepaskan bibirnya mungilnya. Namun sejurus kemudian, wajahnya kembali tertekuk ketika Aya hanya memindahkan posisi tubuh Gara untuk menyesap di tempat satunya. “Apa harus dua-duanya gitu dia minum?” decak Yasa sedikit sewot. Bel

  • My Dearest Cahaya   Hei, Jagoan

    Lidahnya benar-benar kelu, tidak mampu menjawab pertanyaan Yasa. Aya membuang wajah tidak punya keberanian untuk menatap Yasa. Tidak juga mampu untuk beranjak dari duduknya, karena Yasa memegang erat kunci sabuk pengaman yang menyilang pada tubuh bagian depannya.“Di mana dia, Ay?”Jantung Yasa berdegub membingungkan. Tidak mampu menjelaskan, seperti apa perasaannya saat ini. Ada rasa takut, gembira, cemas, dan juga kesal yang bercampur jadi satu. Sudut hatinya mengatakan bahwa anak itu ada, dan terlahir ke dunia. Tapi, kenapa Aya justru tidak mengatakan hal apapun pada dirinya.“Cahaya …” Yasa meraih dagu runcing Aya agar menghadap ke arahnya. Berusaha mengeluarkan kata selunak mungkin, meskipun ada lonjakan emosi yang ingin menuntut sang istri agar segera memberi penjelasan kepadanya. “Apa dia di dalam?”Bibir Aya terkatup. Seharusnya, ia bisa mencegah tangan Yasa agar tidak menjelajahi tubuhnya. Tapi di lain s

  • My Dearest Cahaya   Tetes Putih

    Aster menghampiri putranya yang baru saja menghempaskan tubuh di atas ranjang, setelah pulang dari kantor. Pria itu sudah tidak pernah lagi, menjejakkan kaki di unit apartemennya. Selalu pulang ke rumah sang mama dan menjadikan Aster sebagai tempat bercerita tentang kegiatannya, setiap hari.Aster menepuk paha putranya yang berbaring di ranjang. Kedua kakinya masih menjuntai ke bawah dan raut wajahnya sangat lelah.“Apa, tawaran kemarin sudah kamu terima?”“Belum,” Astro meletakkan kedua tangan di balik kepalanya sebagai bantal, menerawang kosong menatap langit-langit kamarnya. “Kalau aku terima, Mama pasti kesepian, aku gak bisa datang sewaktu-waktu ke Jakarta.”Aster menggeser sedikit bokongnya, agar bisa melihat wajah Astro. “Kalau Mama ikut kamu, gimana? apa kamu keberatan?”“Mama serius?” Astro bangkit dan keduanya kini duduk saling berhadapan. “Yakin mau ikut ke Surabaya? dan &

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status