Della dengan cepat segera memakan semua makanan dengan efek buff kuat begitu perang secara resmi dimulai. Sesuai rencana, karakter Della akan masuk ke dalam tim yang bertugas mencari tempat di mana musuh menyembunyikan bendera mereka. Kelasnya sebagai warrior sangat cocok untuk bekerja sebagai tank. Ditambah dengan pengalamannya, tidak sulit bagi Della untuk menumbangkan beberapa pemain menengah dengan kemampuan karakternya saat ini. Dia juga bertugas mengamankan jalan para pencuri bendera sampai mereka berhasil mengambil bendera musuh. Tugasnya sangat penting karena di antara semua pemain yang maju, Della dianggap sebagai yang terkuat untuk saat ini. [Zeus: Di mana bajingan yang menyebut dirinya yang terkuat di permainan ini huh? Lihat teman-temanmu sekarang! Mereka semua mati dan akan kehilangan guild mereka karena ulahmu!]Menggunakan efek panggilan universal, Zeus mulai berteriak saat dia tampaknya senang sekali melihat notifikasi bahwa anggota guildnya terus saja membunuh anggo
[Star: Ya ampun, kita benar-benar menang!][Sun: Selamat semuanya! Ini semua berkat kerja keras semua anggota.][Zee: Permainan yang bagus!][Loren: Ah ... Aku benar-benar tidak menyangka kita bisa menang melawan mereka.]Della tersenyum saat dia membaca semua pesan dalam obrolan guild dengan hati yang hangat. Berlawanan dengan ekspetasi semua orang, guild yang hanya peringkat 50 dari 60 guild benar-benar bisa menang melawan guild nomor 1 di dalam game Tales of Dungeon saat ini. Bukan hanya di obrolan guild, bahkan obrolan dunia juga dibanjiri dengan ucapan para pemain yang benar-benar tidak menyangka Guild Golden Clover akan menang pada perang antar guild kali ini. Awalnya mereka berpikir guild itu tidak ada apa-apanya tanpa Zee. Dan dengan rencana Guild Domination untuk memojokan Zee, kemenangan seharusnya jatuh pada Guild Domination. Tidak ada yang berpikir bahwa semua anggota Guild Golden Clover akan saling bekerja sama dan meningkatkan kemampuan mereka dalam waktu singkat ini. P
"Kalian tidak bisa melakukan ini!"Ketika Zeus akhirnya sembuh dari perasaan terkejut kalah untuk pertama kalinya setelah sekian lama, pria itu sontak berteriak di voice call universal sehingga suaranya terdengar oleh semua orang yang ada di dekatnya. Pria itu terlihat seperti kehilangan akal sehatnya, saat dia berteriak pada semua orang yang ada di sana. "Kalian, guild rendahan seperti kalian tidak berhak meminta pembubaran guild besar seperti kami! Kemenangan kalian tidak adil! Cheater! Kalian semua cheater bukan?!"Della menggeleng pelan saat Zeus jelas hanya mempermalukan dirinya sendiri dengan terus berteriak saat ini. Semuanya percuma selama sistem sudah memproses bahwa Guild Domination akan hilang dalam waktu 24 jam. Guild Domination tidak akan ada lagi, selama Zeus tidak membangun kekuatannya lagi dari nol. Belum lagi karena siaran perang mereka ditayangkan secara langsung, semua orang bisa melihat bahwa Guild Golden Clover tidak menggunakan trik curang apa pun untuk melawan
"Austin, bisa kita bicara?"Selesai perjanjian antara Guild Golden Clover dan Guild Domination, telepon Austin langsung berbunyi hingga Austin terpaksa meninggalkan permainan untuk mengangkat panggilan tersebut. Seperti yang diharapkan, panggilan tersebut berasal dari sepupunya, Rafa. "Austin, seperti janjiku, aku sudah mencari tahu tentang siapa itu Athena sebenarnya. Hah, kamu pasti tidak akan menyangka ini," ujarnya dengan semangat. Austin sedikit gugup dengan pikirannya sendiri. Jauh di dalam hatinya, dia sudah tahu Athena itu sebenarnya siapa. Namun memikirkan bagaimana dia selalu menggoda dan mengucapkan hal-hal memalukan pada Della itu hanya membuat Austin berharap Athena itu orang lain dan bukan Della. "Siapa dia?" tanya Austin. Rafa tertawa saat dia bisa mendengar suara Austin sedikit gugup. Rasanya, langka sekali dia bisa membuat sepupunya sampai segugup ini. Namun ketika dia ingat bahwa Austin akan marah jika dia menggodanya terlalu lama, Rafa langsung berdehem dan menghe
" ... La."" ... Della.""Della!"Della tersentak dari lamunannya saat Tamara memanggilnya dengan suara yang sedikit lebih keras. Melihat ke sekelilingnya, Della baru menyadari bahwa dia tengah belajar bersama teman-temannya ketika dia tanpa sadar malah melamun. Della memijit hidungnya dengan ringan. Gadis itu tidak menyangka, efek penolakan Zee padanya akan menyebar seperti ini. Ketika Della tidak memikirkan apa pun, pemikiran tentang apa yang salah, apa yang mungkin dia lakukan pada Zee mengambil alih seluruh pikiran Della. Della sendiri memang tidak menyangka pengaruh Zee akan sebesar ini dalam hidupnya. Mungkin karena Zee adalah orang pertama yang tahan dengan sifat aslinya ... Della tanpa sadar sangat bergantung pada Zee selama ini. "Kamu baik-baik saja? Kamu terus saja melamun sejak tadi."Adam, sebagai pria yang paling memerhatikan Della mulai berkomentar saat Della akhirnya disadarkan oleh Tamara. Della menghela napas panjang, sebelum menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja.
"Permisi ...."Untuk pertama kalinya, masuk ke kelas Della rasanya seperti hukuman mati saja bagi Austin. Karena perasaan gugupnya, jantungnya mulai berdegup kencang sampai dia harus menahan sakit di bagian dadanya walaupun Austin telah minum obat seperti biasanya. Wajahnya sedikit pucat, saat matanya menatap ke sekeliling dengan hati gelisah. Bahkan dalam pertandingan internasional, Austin tidak pernah merasa sampai segugup ini. Remaja itu bahkan hampir mengumpat pada dirinya sendiri, saat diam-diam hatinya merasa lega saat dia tidak melihat keberadaan Della di kelasnya. "Austin? Ah, ayo masuk ke sini! Kami juga tengah belajar bersama."Dikagetkan dengan suara Tamara, Austin akhirnya kembali ke kenyataan. Pria itu terlihat linglung sejenak, sebelum dia akhirnya berhasil mengendalikan pikiran dan emosinya. "Della, di mana dia?"Walaupun pemandangan Austin bertanya dan mencari Della dengan kemauannya sendiri memang sangat langka, Tamara sama sekali tidak berniat menggoda Austin kare
"Maaf aku menjauhimu akhir-akhir ini. Kamu tidak pernah salah apa pun. Aku yang salah, aku hanya tidak bisa jujur padamu dan malah berakhir membuatmu salah paham."Di dekat pintu rooftop, Adam berhenti berjalan saat samar-samar dia mendengar suara Austin. Hati kecilnya berteriak bahwa dia tidak bisa menganggu pembicaraan Della saat ini. Pria itu tanpa sadar memilih bersembunyi, saat dia mendengar semua pembicaraan Della dari tempat persembunyiannya. "Berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan memberi tahu siapa pun bahwa aku bermain game. Dan jangan keluar dari game juga. Semua orang itu ingin menjadi kamu tahu."Adam menutup mulutnya saat dia tidak percaya instingnya untuk mengikuti Austin akan berakhir dengan fakta bahwa Zee yang selama ini dipuja banyak orang dalam game adalah Austin, dan Athena yang dituduh sebagai pengkhianat Guild Domination ternyata Della. Adam terdiam dengan frustrasi saat sebagai teman terdekat Della, Adam tidak pernah tahu mengenai fakta ini. Dia pikir dia ad
Ketika Della turun untuk berangkat ke sekolah keesokan harinya, langkah kakinya sempat tersedat di tengah jalan saat suara berisik yang berasal dari ruang makan sampai ke telinganya. Tanpa perlu diberi tahu, Della sudah tahu bahwa sang kakak kemungkinan besar pulang secara mendadak lagi dan tengah asik berbicara dengan orang tua mereka. Della mengepalkan tangannya saat tubuhnya selalu bereaksi begini tiap kali dia mendengar suara kakaknya. Tangannya jelas-jelas bergetar. Tidak. Seluruh tubuh Della bergetar hanya karena dia mendengar suara kakaknya di pagi hari. Dihadapkan dengan penolakan berkali-kali, Della tanpa sadar tahu bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi tiap kali dia bertemu dengan kakaknya. Ingin sekali, Della pergi dari rumah tanpa bertemu dengan kakaknya. Namun peraturan untuknya sudah sangat jelas. Dia harus berpamitan pada orang tuanya, tiap kali dia akan berangkat sekolah dan orang tuanya berada di rumah. Dengan langkah berat, Della tetap membawa kakinya ke ruang maka
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,