"Dia datang.""Ah, aku benar-benar tidak percaya seseorang berani melakukan itu padanya.""Yang melakukan itu pasti Austin kan? Pria itu sudah benar-benar keterlaluan sekarang.""Apakah dia akan menangis ketika melihat keadaan lokernya?"Della mengerutkan alisnya saat dia secara tidak sengaja mendengar suara bisikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tidak seperti biasanya, suasana di sekitar sekolah memang sedikit aneh saat ini. Orang-orang yang menyapanya tersenyum dengan aneh, sementara yang lain menatapinya seperti dia adalah sejenis tontonan. Della berjalan semakin cepat untuk masuk ke dalam gedung sekolahnya. Namun langkahnya tiba-tiba berhenti, saat dia melihat kerumunan tidak biasa dari arah lokernya berada. Bukan hanya para siswa, bahkan Della bisa melihat beberapa guru ikut berkerumun di tempat itu. Dan ketika salah satu dari mereka melihat kedatangan Della, kerumunan itu tanpa diminta langsung menyingkir agar Della bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana. Della
"Austin ...."Austin menatap pamannya dengan wajah tenang ketika pria itu berbicara. Matanya terus memperhatikan saat pemilik sekaligus kepala sekolah itu melepas kacamatanya, sebelum menatapnya lagi dengan wajah lelah. "Paman tahu keadaan akhir-akhir ini mungkin membuatmu frustrasi. Paman berusaha mengerti posisimu, karena itulah Paman terus mencoba menutup mata dan telinga Paman saat kamu mulai berubah dan membuat banyak masalah di sekolah ini. Namun Paman tidak akan pernah membenarkan pembullyan, Austin. Kemarin kamu membuat kekacauan di kantin dengan menekan teman seangkatanmu. Dan hari ini, mengapa kamu sampai harus merusak loker milik Della?""Aku tidak melakukannya."Untuk menjawab ucapan panjang pamannya, Austin menjawab demikian. Alis pamannya segera berkerut ketika dia mendengar jawaban tegas Austin. Pria itu meminta hidungnya dengan lelah, sebelum dia menegaskan ucapannya lagi. "Austin, semua orang tahu bahwa Della adalah anak yang baik. Dia juga tidak pernah mencari masa
"Apakah semua itu benar?"Langkah kaki Austin berhenti saat Della tiba-tiba berucap pelan. Tangannya, di tengah jalan dipegang oleh Della untuk menghentikan langkahnya. Austin tidak menjawab pertanyaan itu. Remaja itu tetap diam, saat dia melepaskan pegangan tangan Della begitu saja. "Bukan saja sok tahu, aku baru tahu kamu juga ternyata memiliki kebiasaan untuk menguping," sindir Austin pedas. Namun kali ini, Della tidak memandangnya dengan wajah dingin seperti biasa. Gadis itu menatap khawatir Austin, yang memiliki wajah pucat walaupun pria itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan Della. Austin tidak suka melihat ekspresi khawatir itu terlihat di wajah yang biasanya menatapnya dengan ekspresi mencemooh. Remaja itu mendengus, saat dia mencoba berbalik untuk meninggalkan Della. Namun bukan Della namanya jika dia menyerah begitu saja. Gadis itu memiliki kebiasaan untuk memperbaiki kesalahannya sesulit apa pun itu. Della tahu dia salah sekarang, jadi gadis itu tahu dia harus min
Ketika Austin membuka matanya lagi, pemandangan di depannya benar-benar telah berubah. Dia ditidurkan di atas tempat tidur standar dengan pemandangan asing yang sedikit terasa akrab dalam ingatannya. Austin merasa akrab bukan karena dia pernah ada di tempat ini sebelumnya. Dia hanya tahu dia berada di rumah sakit, karena dia terbiasa untuk tinggal di sana semenjak penyakitnya diketahui oleh orang-orang.Austin melihat pemandangan yang tidak dikenal di depannya dan ingin berbicara, tetapi secara tidak sengaja malah menimbulkan perasaan nyeri yang akrab dari bagian dadanya. Austin tidak pernah terbiasa dengan rasa sakit semacam itu. Jadi dengan cepat, remaja itu kembali menutup mulutnya untuk mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi sampai dia bisa terbangun di rumah sakit saat ini. Austin jelas ingat bahwa setelah dia selesai minum obatnya dan istirahat sebentar di ruang kesehatan sekolah, dia pergi ke tempat berkumpul teman-temannya di atap sekolah untuk menjernihkan pikirannya
ClekMasuk ke kamarnya sendiri, Della menghela napas berat saat dia akhirnya bisa lepas dari jeratan keluarganya. Waktu hampir menunjukan tengah malam saat mereka akhirnya kembali ke rumah. Della lelah baik fisik maupun mental. Dia harus tersenyum sepanjang hari, dan menahan diri untuk tidak pingsan karena suara-suara berisik yang ada di sekitarnya. Gadis itu langsung menjatuhkan diri ke kasurnya begitu dia kembali ke pemandangan yang akrab selama belasan tahun ini. Hanya ketika Della berada di kamarnya sendiri, dia akhirnya bisa menjadi dirinya sendiri. Gadis itu mengerang untuk melampiaskan rasa lelahnya. Dia ingin mandi dan segera tidur. Namun tumpukan emosi di pikirannya, tampaknya akan kembali mencegahnya untuk tidur pada hari juga. Selesai acara kakaknya, seperti biasa masing-masing anggota keluarga akan mengeluarkan hadiah mereka sebagai ucapan selamat atas keberhasilan lainnya. Namun seperti sebelum-sebelumnya, kakaknya bahkan tidak berterima kasih saat giliran Della yang me
Tidak seperti dungeon pertamanya yang terlihat seperti hutan lebat yang indah, Daratan Kematian sebenarnya lebih terlihat seperti tempat para iblis tinggal di film-film. Tempatnya didominasi warna gelap dan merah. Dan monster-monster yang tinggal di sana juga, sangat jelek sampai mereka terlihat seperti iblis. Della tidak menunggu lama saat dia langsung berjalan untuk mencapai titik yang dia inginkan. Namun malang baginya, Della baru saja maju beberapa langkah saat dia melihat bahwa jalan yang akan dia lewati ternyata dihalangi oleh monster besar yang terlihat seperti Orc. Melihat ke status yang melayang di atas kepala mereka, Della bisa tahu bahwa rata-rata monster itu memiliki level 80 sampai 90. Mereka jelas bukan lawan Della yang baru mencapai level 50. Gadis itu baru saja hendak mengarahkan karakternya untuk mengambil jalan memutar, saat sebuah serangan besar tiba-tiba menghantam kumpulan monster kuat itu. [Sistem: Selamat, rekan tim Anda telah mengalahkan monster dungeon, Blac
"Tidak ada yang boleh masuk tanpa membayar uang keamanan!"Tidak pernah sekali pun, Della melupakan suara menyebalkan itu. Pakaian mahal itu, dan emblem menyebalkan itu, semua itu merupakan tanda pengenal semua anggota tingkat atas Guild Domination. Dan kebetulan, orang yang baru saja bicara merupakan orang yang dulu selalu mengikutinya dan memanggilnya kakak seperti seorang pengikut setia. Dia adalah pemain yang Della bantu secara pribadi sejak dia baru saja bermain game Tales of Dungeon. Della juga yang merekomendasikannya masuk ke Guild Domination, sampai anak yang dulu tidak bisa apa-apa itu menjadi salah satu pemain top game ini. Lucius, pemain sialan itu adalah salah satu orang yang paling semangat ikut memfitnahnya setelah dia ditendang dari grupnya sendiri setelah Della pernah menegurnya sekali karena membully pemain baru. Pemain tidak tahu terima kasih itu adalah duri dalam daging Della, yang membuat Della ingin menghabisinya sampai menjadi bubur di kesempatan keduanya ini.
Ketika kebanyakan orang sudah beristirahat di tengah malam, untuk guild gila seperti Guild Domination, para pemain atasnya kembali online setelah berita keberadaan pemain level tertinggi yang mengalahkan salah satu petinggi guild tersebar ke mana-mana. Mereka semua berkumpul di markas guild, membuka ruang obrolan guild, dan saling berbicara satu sama lain. Mereka semua menanggapi berita itu dengan sangat serius, seakan hidup asli mereka benar-benar terancam hanya karena keberadaan satu orang. "Sialan! Orang bodoh mana yang berani menganggu guild terdahulu seperti kita?! Apakah mereka ingin menjadi target selanjutnya guild ini?"Seorang pemain dengan pakaian mencolok mulai menyumpah ketika obrolan guild resmi dibuka. Di atas karakternya, tertulis jabatannya sebagai pengawas dalam guild tersebut. Tidak peduli siapa dia di kehidupan nyata, sosoknya benar-benar ditakuti banyak pemain di permainan Tales of Dungeon. Karena reputasinya itu, dia benar-benar senang bertindak seenaknya di dal
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,