"Tidak ada yang boleh masuk tanpa membayar uang keamanan!"Tidak pernah sekali pun, Della melupakan suara menyebalkan itu. Pakaian mahal itu, dan emblem menyebalkan itu, semua itu merupakan tanda pengenal semua anggota tingkat atas Guild Domination. Dan kebetulan, orang yang baru saja bicara merupakan orang yang dulu selalu mengikutinya dan memanggilnya kakak seperti seorang pengikut setia. Dia adalah pemain yang Della bantu secara pribadi sejak dia baru saja bermain game Tales of Dungeon. Della juga yang merekomendasikannya masuk ke Guild Domination, sampai anak yang dulu tidak bisa apa-apa itu menjadi salah satu pemain top game ini. Lucius, pemain sialan itu adalah salah satu orang yang paling semangat ikut memfitnahnya setelah dia ditendang dari grupnya sendiri setelah Della pernah menegurnya sekali karena membully pemain baru. Pemain tidak tahu terima kasih itu adalah duri dalam daging Della, yang membuat Della ingin menghabisinya sampai menjadi bubur di kesempatan keduanya ini.
Ketika kebanyakan orang sudah beristirahat di tengah malam, untuk guild gila seperti Guild Domination, para pemain atasnya kembali online setelah berita keberadaan pemain level tertinggi yang mengalahkan salah satu petinggi guild tersebar ke mana-mana. Mereka semua berkumpul di markas guild, membuka ruang obrolan guild, dan saling berbicara satu sama lain. Mereka semua menanggapi berita itu dengan sangat serius, seakan hidup asli mereka benar-benar terancam hanya karena keberadaan satu orang. "Sialan! Orang bodoh mana yang berani menganggu guild terdahulu seperti kita?! Apakah mereka ingin menjadi target selanjutnya guild ini?"Seorang pemain dengan pakaian mencolok mulai menyumpah ketika obrolan guild resmi dibuka. Di atas karakternya, tertulis jabatannya sebagai pengawas dalam guild tersebut. Tidak peduli siapa dia di kehidupan nyata, sosoknya benar-benar ditakuti banyak pemain di permainan Tales of Dungeon. Karena reputasinya itu, dia benar-benar senang bertindak seenaknya di dal
"Della, kita berencana belajar bersama untuk ujian nanti. Kamu mau ikut?"Ketika waktu pulang telah tiba, Della yang tengah bersiap untuk pulang dihentikan oleh Adam yang datang bersama teman-temannya. Seharian ini, Della sudah berusaha mati-matian untuk fokus pada studinya dan melupakan masalah Tales of Dungeon untuk sementara waktu. Namun pikirannya tetap tidak dapat dibohongi. Seharian ini, dia tetap khawatir pada Zee dan anggota guild yang lainnya. Dia ingin segera log in ke game Tales of Dungeon lagi, dan membicarakan apa yang seharusnya dia bicarakan selama ini. Lagipula guild itu telah menaunginya dengan baik dan merupakan guild dengan potensi yang bagus jika saja mereka diijinkan untuk berkembang. Della tidak ingin guild semacam itu mati begitu saja. Apalagi setelah kejadian ini, di mata Della terjadi karena dia mengajak Zee untuk menemaninya ke Daratan Kematian pada hari itu. "Ah, aku tidak bisa ikut kali ini. Aku ada urusan lain, maaf ya."Dengan nada menyesal, Della menya
"Jadi, apa yang ingin kamu katakan? Kamu bahkan sampai membuat suara serius itu pada kami."Dengan tenang, Zee mulai bertanya untuk memulai pembicaraan. Melihat bahwa Star tidak malah dengan Zee yang memimpin pembicaraan, Della menduga bahwa keduanya cukup dekat selama ini. Dia tidak lagi ragu, saat dia membeberkan semuanya pada mereka. "Maaf aku dengan egois meminta kalian membuat ruang obrolan baru. Namun aku tahu Guild Domination tidak pernah membiarkan bahkan guild kecil tanpa mata-mata mereka. Aku tidak ingin mata-mata itu mendengar pembicaraan ini, jadi aku menyarankan pemisahan ruang obrolan ini."Kini, Della sudah benar-benar yakin baik Star maupun Zee sudah menebak secara garis besar siapa dia sebenarnya. Namun mereka tetap diam, jadi Della belum tahu apa mereka mau mendengarkan kata-katanya atau tidak saat ini."Pemain aktif Guild Domination itu sedikit, tetapi mereka sangat kuat karena kebanyakan dari mereka telah bermain sejak awal permainan ini diluncurkan. Mungkin tidak
Selesai mematikan komputer, Austin melirik obat yang disimpan di meja belajarnya lalu bangun untuk mengambil segelas air dan meminum obatnya seperti biasa.Selesai meminum obatnya, Austin menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur lalu menatap langit kamarnya dengan tatapan kosong. Saat dia mendengar suara Athena sebelumnya, suara lembut itu secara tidak sadar terdengar akrab di telinganya. Austin tanpa sadar mengerutkan alisnya saat dia berpikir. Satu wajah terbayang di pikirannya. Namun Della jelas gadis menyebalkan yang selalu menggunakan nada sarkastik saat bicara dengannya. Suaranya jelas berbeda dari suara Athena yang terdengar lembut. Austin menghapus tebakannya sendiri, dia dia tiba-tiba berdiri untuk meraih telepon genggamnya. Menelepon salah satu nomor dalam kontaknya, tidak perlu waktu lama sebelum seseorang mengangkat panggilannya."Tumben sekali kamu bersedia meneleponku di luar game begini. Kita baru saja bicara sebelumnya bukan?"Austin belum sempat mengatakan apa pun saat R
"Della, ayo ke sini sebentar."Ketika Della kembali ke kelasnya sendiri setelah berpisah dengan Austin, Adam dan beberapa temannya segera menyeret Della untuk mereka interogasi. Tampaknya tindakan Della yang tidak biasa di depan Austin benar-benar telah mengejutkan semua orang. Sekarang hampir tidak ada yang menggosipkan perihal penyakit Austin lagi. Gosip berpindah ke Della, dan hubungan misteriusnya dengan Austin. Setidaknya itu lebih baik menurut Della. Karena dari ekspresinya saja, jelas sekali Austin tidak suka orang-orang bergosip tentang penyakitnya saat remaja itu baru saja tiba di sekolah sebelumnya. "Sejak kapan kamu akrab dengan Austin? Maksudku, kalian masih bertengkar di pertemuan terakhir bukan?"Della baru ingat. Masalah dia yang minta maaf pada Austin karena salah sangka, dan masalah dia yang terlebih dahulu mengetahui penyakit Austin, tidak ada yang tahu semua itu selain Austin dan Della sendiri. Orang-orang hanya tahu Della dan Austin tidak akrab sejak dulu. Yang s
Hari-hari selanjutnya juga berjalan dengan cukup damai setelah itu. Karena kakaknya sudah kembali pergi dan orang tuanya mulai sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, Della akhirnya bisa sedikit bernapas lagi dan tidak mengalami masalah apa pun selama dia tetap menjalani rutinitas yang diatur untuknya seperti biasa. Semakin banyaknya hari yang terlewat, Della juga bergaul semakin akrab dengan Austin. Karena Adam tampaknya masih menolak untuk bicara padanya, Della hanya bisa merasa canggung saat dia memasuki ruang OSIS dan melihat bahwa suasana menjadi tidak enak karena perselisihan antara dia dan Adam. Bergaul dengan teman-temannya tampaknya tidak memungkinkan lagi. Jadi beberapa hari ini, Della benar-benar menghabiskan waktu luangnya di sekolah dengan Austin. Beberapa bahkan mulai membenarkan rumor tentang mereka berpacaran karena itu. Namun Della sudah tidak peduli lagi. Waktu mereka di sekolah tidak lebih dari beberapa bulan lagi. Della berpikir rumor itu tidak akan berpengar
Keesokan harinya, Della yang biasanya keluar pagi untuk berolahraga di hari libur lebih memilih menggunakan kemeja dan rok tiga perempat yang cantik untuk datang ke pesta yang disebutkan Adam kemarin. Sebenarnya, pesta yang mereka lakukan tidak seperti pesta yang dipikirkan oleh banyak orang. Mereka hanya akan makan bersama, dan berjalan-jalan sambil mengenang apa saja yang sudah mereka lalui tiga tahun ini. Della adalah orang yang sangat taat pada aturan. Semua orang tahu bahwa dia pasti tidak akan datang, jika seseorang hendak mengundangnya pada acara yang aneh. "Kamu mau ke mana?"Ketika Della hampir menyapa pintu, suara yang cukup tegas muncul dari arah ruang ruang keluarga yang letaknya tidak jauh dari tempat Della berdiri. Della berhenti berjalan untuk berbalik dan menatap orang tuanya itu. Mereka yang bekerja sepanjang waktu biasanya belum bangun sepagi ini. Della juga sudah mengirimkan pesan pada ibunya kemarin tentang rencananya hari ini. Jadi awalnya, dia pikir dia tidak per
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,