Fin menatap sahabatnya yang kini terbaring tak sadarkan diri lagi. Baru saja lelaki itu siuman sehari, kini ia harus menjahit lukanya karena terbuka. Ghea, istrinya kini juga dirawat ditempat yang sama, sama-sama masih terpejam posisi jatuhnya Ghea kemarin jelas sesuatu yang tak bisa dihindari. Kepala bagian bawahnya membentur laci dengan keras hingga mengeluarkan banyak darah, nyaris tak tertolong jika ia tak segera masuk ke ruangan dan mendapati mereka.
“Kita harus balas dendam,” ujar George geram.
“Kita harus menunggunya sadar. Eric takkan bisa lega jika bukan dia sendiri yang meringkus pemimpin mereka sendiri.” Suara Fin terdengar tenang namun tak pernah memberi kesan santai, pandangannya tajam tak melewatkan sedetikpun menunggu Eric sadar. Beb
Ghea duduk termenung di balkon kamarnya, menatap bintang yang sebenarnya sudah ia lihat setiap malam. Ia selalu merasa bosan, beberapa hari ini Eric sibuk di markasnya dan tidak pulang. Ada perasaan bahagia karena taka da oaring yang terus menyiksanya, juga merasa ada sesuatu yang hilang. Saat ia membalikkan badan, ia terkejut mendapati Eric berdiri di pintu dengan keadaan kacau. Tubuhnya penuh lebam, wajahnya juga ada bagian-bagian yang sudah mengungu. Ghea mendekat dengan takut. Bagaimanapun Eric suaminya, meilhatnya seperti ini jelas membuat perasaannya khawatir. Wajah Eric yang masih menyisakan beringas-beringas terus menghantui bayangan-bayangan dikepala Ghea. “Kamu tidak apa-apa?” Tanya Ghea mendekat. Ia menyentuh bibir itu yang tengah mengeluarkan darah. Ia perna
Ghea dikejutkan dengan datangnya seseorang yang mengatakan akan meriasnya. Katanya, ia mendapat perintah dari Eric untuk meriasnya. Bahkan Ghea sendiri tidak diberitahu apa-apa tentang itu. Dan sekarang beginilah keadaannya, usai berdebat dengan perias tentang polesan yang jangan tebal dan lain-lain, ia disuruh mengenakan gaun panjang nan indah warna cream berpadu pernak-pernik yang membuatnya sangat memukau. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan hiasan butiran permata yang berkilau. Ia sendiri sampai tertegun melihat bayangannya di cermin yang sangat cantik. “Anda sangat cantik,” puji perias yang berada di belakangnya. Ditengah terpesonanya ia terhadap dirinya sendiri, pintu kamar berderit
Ghea masih tertidur pulas dibalik selimut yang meutupi tubuhnya. Eric tersenyum mengingat beberapa jam yang panas diantara ia dan gadis yang dicintainya. Ia sangat menyayanginya. Tetapi ia masih memiliki misi tuk menjadikan Ghea kuat. Ia tak ingin Ghea selalu mengandalkannya dalam segala sesuatu. Ia ingin gadis itu juga menguasai beladiri dan senjata agar bisa menjaga dirinya sendiri. Sampai saat ini gadis itu masih saja taka da niatan ingin bisa dan slalu mengandalkannya. Tidakkan ia tahu banyak musuh yang mengincarnya? Eric bangkit mengambil pakaian cdan celananya yang berserekan, kemudian menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian ia sudah siap dengan pakaian serba hitam. Malam ini ia akan kembali ke markas. “Bik …” panggilny
“Kita jalan-jalan saja,” saran ghea sekaligus keinginannya keluar rumah untuk refreshing ketika Eric mengeluh bosan. Selama ini ia tak pernah keluar rumah karena Eric melarang dan rumah dijaga ketat. Eric hanya memutar bola mata. Sebenarnya ia juga ingin mengajak Ghea jalan-jalan. Tetapi keberadaan Tuan Allen yang masih belum diketahui, dan keluarganya sendiri yang baru-baru ini gencar ingin membunuhnya membuat keadaan masih belum sepenuhnya aman.ia khawatir Ghea akan diculik dan dijadikan Sandera. “Belum bisa.” Ghea membuang nafas pasrah. “Aku ingin jalan-jalan. Kenapa masih belum boleh? Kalau kamu khawatir, kamu yang ajak aku pergi.” Ia kembali membujuk.
“Tuan, kita harus secepatnya menemukan orang ini,” kata asistennya dengan serius. Eric menatap selembar foto di tangannya. Fikirannya melayang 4 tahun lalu saat ia melihat lelaki di foto itu tersenyum menyapanya dengan sangat ramah. Bagaimana mungkin ia percaya jika lelaki itu adalah mafia yang menjebak teman-temannya sendiri?. Ia dulu dapat merasakan kesetiakawanan lelaki itu dan rasa cintanya kepada anak buahnya. Ia juga tak terlihat seperti seorang pengkhianat. “Aku tidak percaya lelaki ini melakukan hal semacam itu. Terus selidiki!” perintah Eric dengan otoriter. Perintahnya bak titah raja yang tak mampu dibantah walau berkali-kali mendapat hasil yang sama. “Baik,” jawab An, anak buahnya. “Tuan, se
Allen membuang nafas sejenak. “Sebenarnya aku bukan orang yang lari dari masalah. Namun keadaan itu membuatku tak bisa mengabaikan keselamatan keluargaku. Mungkin aku bisa bertahan walau jadi buronan. Tapi, berbeda dengan anak dan istriku. Saat itu Ghea masih berumur 14 tahun, dan istriku hamil besar.” “Tadi saya kemari sempat dihadang oleh mereka. Mungkin mereka juga mulai mendapatkan petunjuk keberadaan tuan,” Kata Eric sedikit khawatir. Lelaki paruh baya itu hanya tersenyum getir. “Kalau mereka benar-benar mencari kemari, aku juga tidak bisa bergi. Lihatlah!” ia menunjuk kakinya yang tak bisa digerakkan. “Aku tidak mungkin memberikan beban kepada putriku untuk menyelamatkanku.” “Kelompok saya akan s
Eric berada dirumah Allen selama 3 hari untuk penyembuhan. Hingga akhirnya Eric dihubungi anak buahnya untuk segera pergi dari tempat itu karena musuh sudah mengetahui rumah Allen dan mengelilinginya. Eric dan Allen bicara empat mata mencari cara untuk keluar karena sudah dikepung.“Ayah, kita dikepung,” kata Ghea yang terdengar khawatir namun berusaha menenangkan diri dan memaksakan berani. “Aku akan….”“Ghea…”Panggil Allen dengan serius.Baru kali ini ayahnya memanggil langsung dengan namanya. Biasanya selalu memanggil ‘sayang’ ataupun ‘Ghea sayang’. Jika seperti ini, berari ayahnya sungguh memberi peringatan pertama agar ia menuruti perkataannya tanpa bertanya-tanya. Ghea mendekat.“Ikuti Eric! Percayai dia!”Alis Eric berkerut. “Ayah, kita pergi sama-sama.”“Ayah tidak ada waktu untuk menjelaskan, sayang. Ayah harap kamu baik-baik saja.” Tanpa menunggu jawaban putrinya, ia menoleh pada Eric. “Jaga dia!”&
Markas kelompok mafia ‘Eagle’ ini memiliki tempat steril. Bukan tanpa alasan disana juga ada rumah sakit kecil yang digunakan anggotanya untuk berobat dan menyembuhkan luka. Disana juga ada doter yang biasa menangani mereka. Namun hari ini doter Al tidak ada ditempat. Jadi ruangan itu sedang kosong. Anak buah Eric tak berani membantah saat pemimpinnya menyuruhnya menyiapkan segala yang diperlukannya. “Eric, kamu terluka. Gadis ini biar aku yang menangani,” ucap Fin yang melihat darah mengucur dari punggung Eric. Ia merupakan anak buah Eric, juga teman akrabnya. Jadi wajar jika ia menggunakan bahasa santai pada Eric. “Jangan urus aku dulu,” jawab Eric cepat. Ia mul
“Kita jalan-jalan saja,” saran ghea sekaligus keinginannya keluar rumah untuk refreshing ketika Eric mengeluh bosan. Selama ini ia tak pernah keluar rumah karena Eric melarang dan rumah dijaga ketat. Eric hanya memutar bola mata. Sebenarnya ia juga ingin mengajak Ghea jalan-jalan. Tetapi keberadaan Tuan Allen yang masih belum diketahui, dan keluarganya sendiri yang baru-baru ini gencar ingin membunuhnya membuat keadaan masih belum sepenuhnya aman.ia khawatir Ghea akan diculik dan dijadikan Sandera. “Belum bisa.” Ghea membuang nafas pasrah. “Aku ingin jalan-jalan. Kenapa masih belum boleh? Kalau kamu khawatir, kamu yang ajak aku pergi.” Ia kembali membujuk.
Ghea masih tertidur pulas dibalik selimut yang meutupi tubuhnya. Eric tersenyum mengingat beberapa jam yang panas diantara ia dan gadis yang dicintainya. Ia sangat menyayanginya. Tetapi ia masih memiliki misi tuk menjadikan Ghea kuat. Ia tak ingin Ghea selalu mengandalkannya dalam segala sesuatu. Ia ingin gadis itu juga menguasai beladiri dan senjata agar bisa menjaga dirinya sendiri. Sampai saat ini gadis itu masih saja taka da niatan ingin bisa dan slalu mengandalkannya. Tidakkan ia tahu banyak musuh yang mengincarnya? Eric bangkit mengambil pakaian cdan celananya yang berserekan, kemudian menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian ia sudah siap dengan pakaian serba hitam. Malam ini ia akan kembali ke markas. “Bik …” panggilny
Ghea dikejutkan dengan datangnya seseorang yang mengatakan akan meriasnya. Katanya, ia mendapat perintah dari Eric untuk meriasnya. Bahkan Ghea sendiri tidak diberitahu apa-apa tentang itu. Dan sekarang beginilah keadaannya, usai berdebat dengan perias tentang polesan yang jangan tebal dan lain-lain, ia disuruh mengenakan gaun panjang nan indah warna cream berpadu pernak-pernik yang membuatnya sangat memukau. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan hiasan butiran permata yang berkilau. Ia sendiri sampai tertegun melihat bayangannya di cermin yang sangat cantik. “Anda sangat cantik,” puji perias yang berada di belakangnya. Ditengah terpesonanya ia terhadap dirinya sendiri, pintu kamar berderit
Ghea duduk termenung di balkon kamarnya, menatap bintang yang sebenarnya sudah ia lihat setiap malam. Ia selalu merasa bosan, beberapa hari ini Eric sibuk di markasnya dan tidak pulang. Ada perasaan bahagia karena taka da oaring yang terus menyiksanya, juga merasa ada sesuatu yang hilang. Saat ia membalikkan badan, ia terkejut mendapati Eric berdiri di pintu dengan keadaan kacau. Tubuhnya penuh lebam, wajahnya juga ada bagian-bagian yang sudah mengungu. Ghea mendekat dengan takut. Bagaimanapun Eric suaminya, meilhatnya seperti ini jelas membuat perasaannya khawatir. Wajah Eric yang masih menyisakan beringas-beringas terus menghantui bayangan-bayangan dikepala Ghea. “Kamu tidak apa-apa?” Tanya Ghea mendekat. Ia menyentuh bibir itu yang tengah mengeluarkan darah. Ia perna
Fin menatap sahabatnya yang kini terbaring tak sadarkan diri lagi. Baru saja lelaki itu siuman sehari, kini ia harus menjahit lukanya karena terbuka. Ghea, istrinya kini juga dirawat ditempat yang sama, sama-sama masih terpejam posisi jatuhnya Ghea kemarin jelas sesuatu yang tak bisa dihindari. Kepala bagian bawahnya membentur laci dengan keras hingga mengeluarkan banyak darah, nyaris tak tertolong jika ia tak segera masuk ke ruangan dan mendapati mereka. “Kita harus balas dendam,” ujar George geram. “Kita harus menunggunya sadar. Eric takkan bisa lega jika bukan dia sendiri yang meringkus pemimpin mereka sendiri.” Suara Fin terdengar tenang namun tak pernah memberi kesan santai, pandangannya tajam tak melewatkan sedetikpun menunggu Eric sadar. Beb
Mata Ghea terbuka usai 12 jam pingsan. Pemandangan pertamanya adalah perempuan yang mengenakan jas hitam sedang menatapnya. Ia merasa kepalanya sangat pusing dan dan matanya masih ingin terpejam. Namun, ketika ingatan sebelum ia pingsan, ia tak mau memejamkan mata. ‘Bagaimana keadaan Eric?’ batinnya yang merampal sebagai doa. Ia tetap diam tak berkutik dalam kesadarannya itu. Tubuhnya merasa sangat lemas, kepalanya berat, dan tenggorokannya kering keronta. Ia tak mau menguras energy untuk menyerang sedang ia sedang tak berdaya. Lebih baik tenang dulu, dan mencari ide untuk kabur segera. Perempuan disampingnya itu menggerakkan tangannya guna mengetes pandangan Ghea yang kosong dan tak merespon. Karena Ghea seperti mayat hidup, ia memanggil dokter.
Eric melirik Ghea yang sudah mengenakan kimono di tubuhnya. Setidaknya dengan mengenakan itu, Ghea tidak akan kesulitan bergarak daripada mengenakan gaunnya. Ia memantau kembali ke kamarnya lagi. Ada lima orang serba hitam yang sedang mencari-cari. Ghea jug ikut berdiri disamping lelaki serius itu. Ia menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut. “Bagaimana bisa mereka tahu kita disini?” desis Ghea. Mengetahui dimana musuh bukanlah hal yang sulit.ia menyesal karena dihari pernikahannya ini ia melonggarkan penjaggaan walau ia tahu kemungkinan ada penyergapan. Untuk menghubungi Fin juga tidak mungkin karena ponsel keduanya ada di kamar. Ia harus memutar otak agar bisa selamat. Ia memang bisa menyelamatkan diri. Tetapi kini disini ia bersama orang lain. Ia
Tangan Ghea basah saking nervousnya. Kini ia sedang deperbaiki make upnya usai mengenakan gaun putih yang cukup merepotkan baginya. Gaun yang kini dikenakan memang sangat indah, permata yang menghiasi gaun itu kerlap kerlip sangat jernih dan kainnya juga bisa berubah warna dengan mempesona, ia menyukainya. Hanya gaun ini yang murni dari pilihan Eric sendiri usai kemarin perang debat di butik. Rambut Ghea dibiarkan menjuntai dengan diberi mutiara dan mahkota yang membuat seua orang pasti takjub. Lehernya juga dipakaikan kalung emas putih. Ia menyentuh kalung itu.keindahan kalung itu seolah mengunci pandangannya. Ia tersenyum kecil. “Ayah, putrimu menikah hari ini. Apakah ayah hari ini bahagia? Semoga ayah baik-baik saja. Kata orang terpercayamu ini, jika suatu saat ayah kembali, dia juga mau menikahiku untuk mengulangnya. Jadi ayah b
“Apakah ayah baik-baik saja? Kenapa kamu tidak menjemputnya juga?” Tanya Ghea yang sontak membuyar lamunan Eric saat menonton TV. Sebenarnya jika dikatakan menonton TV, Eric lebih banyak melihat ponselnya dan melamun. Televisi seolah menjadi pengisi suara ruangannya yang sedang hening. Mengenai kabar tentang Tuan Allen masih dalam pencarian, tetapi Eric sengaja tidak sekalipun menyinggung beliau pada putrinya. Keberadaan Tuan Allen masih misteri dan belum tahu seperti apa keadaannya. Kemungkinan dibawa musuh, karena tidak ada tanda-tanda darah di lokasi. Pertanyaan pertama kalinya selama Ghea bersama lelaki itu kini terlontar juga. Awalnya Ghea ingin Eric yang berterus terang tentang ayahnya. Namun lelaki di dekatnya ini memilih bungkam.&nb