“Hmm ... sudah sedekat itu dengan si bos, hm?” cibir Dave kala di jam pulang ia sengaja mensejajari langkah Eve yang hendak menuju ke mobilnya di parkiran. “Eh, Dave? Apa maksudmy?” tanya Eve tak paham ke arah mana pembicaraan Dave tersebut. “Kamu makan siang di luar sama Pak Gery kan tadi? Dan masih saja bersikap seolah kalian berdua bermusuhan. Ck, sungguh dramatis!” Dave lanjut mencibir sambil mendengkus kesal. Wajahnya yang tampak sangat menghina Eve itu membuat Eve sebal. “Kamu kenapa, sih? Kami meeting di jam makan siang tadi sama calon investor. Aku diajak mendadak karena memang mereka bikin janji temunya juga mendadak tanpa rencana sebelumnya,” jawab Eve sambil matanya menyipit meneliti Dave yang sikapnya semakin hari semakin tampak aneh itu. “Oh, tapi bahkan sikap kalian berdua sudah seperti partner yang lama bekerja sama saja. Bukan seperti dua manusia yang saling bermusuhan,” komentardave lagi, “Astaga, Dave! Kami dua orang dewasa dan profesional. Kami tahu kapan urusan
Dave yang marah sampai keesokan harinya masih saja membuat masalah. Kala dilihatnya Eve tengah makan siang di ruangannya seorang diri karena sekalian sambil mengerjakan tugas yang diberikan oleh Gery, Dave sengaja masuk tanpa permisi dan menutup kembali pintu di belakangnya.Eve yang sedang mengunyah makanan sampai menghentikan aktifitasnya sejenak sambil melempar tatapan tak suka.“Bisa nggak pakai sopan santun? Ketuk pintu dulu kek kalau mau masuk?” tegurnya sinis.“Aku mau bicara sama kamu, Eve,” sergah Dave langsung duduk di depan meja Eve tanpa disuruh.“Nggak lihat aku sedang makan?” Masih sinis, suara Eve semakin terdengar kesal.“Aku tungguin,” kata Dave tanpa bisa dibantah.Eve pun mendengkus lalu melanjutkan makannya tanpa mempedulikan pria yang belakangan ini sangat membuatnya kesal. Dave menanti hingga beberapa saat lamanya sebab Eve bahkan tak berniat mempercepat kegiatan makannya. Bahkan, gadis itu semakin membuatnya terbakar emosi sebab sambil makan sambil masih juga me
Di lain sisi, nun jauh di kota Paris, seorang gadis bertubuh sempurna dan bermata luar biasa cantiknya tengah memandang ke arah layar yang tengah menampakkan hasil pengambilan gambar yang baru saja mereka lakukan. Bahunya sedikit lelah karena hampir seharian itu harus mengenakan kostum gaun mewah dengan banyak atribut di bagian atas bahu tapi ia tak bisa menahan hasrat untuk tidak langsung memeriksa hasil kerja kerasnya tadi.“Bagus, Cher. Kau selalu bisa mendapatkan soul setiap kali memerankan satu karakter. Lihat pandangan matamu yang meremehkan itu, hm? Itu memang sungguh sesuai dengan karakter yang kau bawakan. Kau memang bidadariku yang cerdas,” puji sang fotografer kondang yang sudah lama bekerja sama dengan Cheryl dan sudah menganggap model asal New York itu sebagai putrinya sendiri karena ke mana-mana ia selalu mau saja diajak pergi.“Tapi kurasa ada sedikit missed di bagian saat aku berlari. Menurutmu apa tidak sebaiknya adegan itu diulang? Kurasa untuk wanita yang tengah ter
“Apa kau tega melihat omamu ini semakin tua semakin tidak tenang hidupnya?” tanya Nyonya Daphne kepada Gery.“Tidak tenang kenapa sih, Oma? Oma kan tidak punya masalah apa pun? Vinestra dalam kondisi baik-baik saja dan aku pun sama,” sahut Gery kebingungan dan mulai gusar akan maksud neneknya.“Gery ... kau tahu betul Oma belum akan bisa tenang sebelum kau punya istri yang baik, yang mampu meredam emosimu itu.” Nyonya Daphne akhirnya menutarakan isi hatinya yang seharusnya juga sudah ada dalam dugaan Gery.“Ya ampun! Aku akan menikah nanti pada waktunya, Oma. Jangan memaksaku atau kejadian yang seperti dulu mungkin saja akan terulang—““GERY!” Nyonya Daphne hampir berteriak saking kagetnya mendengar cucunya menyebut soal kegagalan pernikahannya yang pertama itu dengan nada secuek itu. Seolah hal itu bukan hal besar yang teramat buruk dan meninggalkan traumatis tersendiri pada diri Gery, juga rasa malu tingkat tinggi di wajah Nyonya Daphne sendiri.“Maaf, Oma. Tapi Oma kenapa tidak bel
Kenekatan DaveBeberapa hari Dave terus memendam sakit hati di dalam dadanya. Dia yang dulunya adalah pria tenang dan tak pernah berbuat hal di luar batas itu rupanya kini sedang dalam masa transisi. Terkadang cinta memang mampu mengubah kepribadian seseorang. Cintan dan obsesinya pada Eve membuat Dave menginginkan gadis itu untuknya sendiri.“Eve harus jadi milikku,” tekadnya sambil bergumam sendiri.Jam pulang kerja sore itu, Dave sengaja menunggu mobil Eve melaju melewatinya di parkiran. Dari sana ia terus mengikuti mobil Eve dari dekat dan menunggu saat yang tepat untuk memepetnya agar mau berhenti di tengah jalan.Ketika sudah berada di belokan gang akan masuk ke ruamh Eve, barulah kesempatan itu datang. Dave menyalip mobil Eve sebelum membelok dan memblokir akses jalan hingga mau tak amu Eve berhenti dan turun dari mobilnya.“Apa lagi maumu, Dave? Kau gila ya?” sergah Eve sambil turun dari mobil dan menghampiri mobil Dave. Ingin rasanya Eve memarahi Dave karena ia barusan dibua
DEG!Eve kelabakan. Ia lupa mematikan dering ponselnya. Namun, ia mencoba tenang dan hendak mengeluarkan ponsel dari tasnya di bawah tatapan tajam Dave.“Sini! Berikan padaku!” Mendadak saja ponsel di tangan Eve sudah dirampas oleh Dave. Mata pria itu lantas membelalak karena melihat nama Gery di sana.“Kau bahkan langsung mengadu pada bos pujaanmu, ya?” tanya Dave sambil matanya tajam menghunus ke arah Eve.Eve sedikit ketakutan karena tatapan Dave itu seolah dipenuhi oleh nafsu ingin menyakiti. Ya ampun!“Aku cuma menekan tombol panggilan terakhir dan aku lupa kalau itu nomornya! Sini kembalikan!” pinta Eve setelah mengumpulkan nyali yang sempat menciut tadi.“Tidak akan! Biarkan dia mengira kau sedang mempermainkannya!” sungut Dave lalu malah mengantongi ponsel tersebut ke dalam saku celananya, mengabaikan tangan Eve yang mengulur bersiap menerima ponsel tersebut.“Dave!”“Apa? Kau tidak mau dia curiga, ya? Atau kau memang mau menjawab telepon ini lalu mengatakan sejujurnya bahwa k
Gery tanpa sadar menggandeng tangan Eve dan menggenggamnya untuk menenangkan dengan sikap melindungi. Eve terenyuh dan tak menyangka kalau seorang Gery yang selama ini bersikap sedingin kulkas itu bisa juga berubah hangat dan manis.Wajah Eve memanas dan memerah tanpa disadarinya. Hingga saat Gery menoleh ke belakang, ia yang melihat semu merah itu langsung menegur heran, “Kenapa dengan wajahmu itu?”Pertanyaan polos dari Gery tapi bagi Eve, itu seolah tudingan yang mempermalukannya. Tentu saja hal itu semakin memperparah rasa malunya. Spontan ia menyentakkan tangan dari genggaman Gery karena mulai merasa tak nyaman sendiri.“Heiii! Kenapa sih kau ini?” Gery bertanya heran dengan perubahan sikap eve yang begitu tiba-tiba. Ia yang pria tak mengerti bahwa gadis yang sedang malu memang bisa mendadak bersikpa absurd.“Udah, aku bisa jalan sendiri!” tukas Eve lantas berjalan mendahului untuk sampai ke mobilnya. Beruntung kunci masih tergantung di tempatnya hingga ia bisa langsung mengendar
“Tapi yang dalam bahaya kan Eve, Gery. Jangan kolokan kamu! Pria kok pencemburu!” Nyonya Daphne malah memarahi Gery lalu tetap menyuruh Sofia untuk melaksanakan perintahnya.Sofia lantas menelepon Eve dan menanyai bagaimana kondisinya. Apa bisa datang ke rumah keluarga Foster malam ini juga atau barangkali ia saja yang datang menjenguk ke kediaman Eve.“Oh, saya baik saja, Bu Sofia. Tolong katakan pada Nyonya Daphne untuk jangan khawatir. Sungguh, berkata Pak Gery menolong saya, saya baik saja tanpa kurang apa pun,” jawab Eve di seberang panggilan.“Syukurlah kalau begitu. Berarti kau mau datang kemari? Nyonya Daphne sangat ingin melihat langsung bagaimana kondisimu dan apakah kau perlu sesuatu untuk perlindungan diri.” Sofia mengulang kembali pertanyaan awalnya.“Oh, untuk itu ... maafkan saya, Bu. Tapi saya memang baik saja tapi sedikit lelah. Boleh besok saja mungkin? Sekarang saya hanya ingin istirahat dan tidur,” kata Eve dengan nada ragu. Tak enak sekali rasanya menolak perminta
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Pranggg ….!”Suara nyaring gelas yang dilemparkan ke lantai memenuhi pendengaran penghuni keluarga Andrew. Seorang wanita keluar dari dapur dengan langkah terburu-buru. Dia pelayan di rumah Cheryl. Wanita itu segera bergegas menghampiri sumber suara yang memecah keheningan pagi. Perempuan bernama Ruth itu tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar Cheryl.Di sana ia melihat pemandangan yang akhir-akhir ini makin sering terjadi dan memilukan.Cheryl sedang berdiri di dekat jendela, berdiri menatap halaman depan rumah.Ruth segera mengambil sapu dan memunguti sisa-sisa pecahan gelas itu tanpa berkata apa-apa. Ia tahu sang nona rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Perempuan itu baru bekerja tiga bulan di rumah keluarga orang tua Cheryl sejak gadis itu dirawat di rumah sakit. Dari hari ke hari Ruth merasa pekerjaannya semakin berat karena akhir-akhir ini Cheryl sering histeris dan mengamuk tidak jelas.“Biarkan saja di sana,” cegah Cheryl ketus saat melihat Ruth memunguti pecahan pi
“Maaf, aku minta maaf karena belum bisa peka dengan apa yang kamu rasakan. Maaf karena sudah membuatmu cemburu dan sakit hati, Eve,” bisik Gery pelan. Sekarang ini keduanya masih berpelukan, bahkan pelukan itu semakin menguat saat Gery membisikkan kata-kata itu.Gery merasa bersalah. Sebab kemarin pun tadi dirinya tidak menjelaskan apa pun pada Eve. Walaupun apa yang Eve lihat tadi tidak sepenuhnya benar. Eve sepertinya memang tidak melihat kejadian itu sampai akhir hingga akhirnya menyimpulkan begitu.Saat merasa jika Eve sudah lebih tenang, Gery pun mencoba melepas pelukan keduanya. Laki-laki itu menatap dalam dan penuh kasih ke arah netra Eve. Eve lagi-lagi dibuat tersipu karena mendapatkan perlakuan manis dari Gery. Eve lantas menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu. Kedua tangannya juga saling bertautan dan memelintir ujung bajunya. Gery tersenyum tipis saat melihat bagaimana gemetarnya tangan Eve itu.Entah apa yang membuat Eve begitu malu. Gery tidak tahu. En
“Aku tidak bisa diam saja. Eve kasihan sekali. Dia terlihat sangat sedih tadi. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga!” putus Cindy cepat.“Enak saja mereka sudah buat sahabatku sakit hati tapi tidak merasa bersalah sedikit pun. Dan Gery juga kurang ajar sekali! Dasar laki-laki!” Cindy bersungut-sungut. Rasa kesalnya sungguh tidak bisa ditahan lagi.Dia hanya tidak mau jika sahabatnya bersedih karena Gery atau siapa pun itu. Walaupun Gery adalah kekasih Eve tetapi dia sangat tidak rela jika laki-laki itu menyakiti Eve. Cindy tidak akan tinggal diam jika hal itu terjadi.Cindy masih teringat bagaimana sembab juga merahnya wajah Eve tadi. Ucapannya pun begitu menyayat hati. Rasanya, sahabatnya itu terlihat buruk sekali. Eve sendiri sudah pulang sekarang ini. Karena itulah dirinya berani berkata-kata kasar juga mengumpati kekasih Eve itu.Tanpa menunggu lagi, Cindy bergegas bangkit dari kursinya dan menuju mobilnya. Cindy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah dua ouluh m
Di perjalanan, tepatnya di dalam mobil Gery yang sedang menuju kantor Eve hanya diam membisu. Gery yang melihatnya pun sedikit heran, tetapi dia tidak berniat sedikit pun untuk bertanya. Dia berpikir jika mungkin saja Eve sedang tidak ingin berbicara.Sampai di kantor, Eve pun tak juga bersuara. Wanita cantik itu bahkan langsung turun tanpa berpamitan pada Gery yang masih duduk di kursi kemudi. “Ada apa sebenarnya dengan Eve? Kenapa sikapnya begitu berbeda?” Gery bertanya-tanya, tetapi tak berlangsung lama. Laki-laki itu menggeleng kemudian turun dan masuk ke ruangannya. Di ruangannya, Eve langsung mendudukkan dirinya dengan sedikit kasar di kursi kerjanya. Hatinya sakit. Perasaannya tak keruan sekarang. Dirinya pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri padahal tadi dia sendirilah yang menyetujui permintaan Ny. Andrews. Akan tetapi, sekarang dirinya malah merasa menyesal.Sebenarnya, Eve tidak ingin jika Gery menyadari sikap cemburunya. Namun, entah kenapa sangat sul
Pagi ini, Eve dan Gery memang sudah memiliki janji untuk menjenguk Cheryl yang masih berada di rumah sakit. Keduanya akan pergi bersama. Semua itu atas inisiatif Eve yang ingin menjenguk dan melihat bagaimana keadaan Cheryl sekarang ini. Sebagai sesama wanita, Eve pun merasa sangat iba pada Cheryl. Apalagi setelah tahu jika selama ini wanita cantik berprofesi sebagai model itu tidak terlalu mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hati Eve ikut sesak mendengarnya. Eve sekarang ini sedang bersiap di kamarnya. Dia sengaja melakukan semua rutinitasnya dengan santai karena Gery sendiri tidak keberatan jika harus menunggunya. Karena itulah Eve sedikit memanfaatkannya untuk bersantai ria.Dering ponselnya membuat Eve harus meletakkan bedak yang baru saja akan dipakainya. Dengan sedikit malas, Eve mengambil ponselnya. Namun, sedetik kemudian senyumnya mengembang saat tahu siapa yang meneleponnya sekarang.Tanpa membuang waktu, Eve lantas menerimanya dan bersuara. “Halo?”“Halo, Eve. Apa ka
“Saya pamit. Semoga Cheryl segera pulih supaya tidak menjadi beban bagi orang lain lagi,” ucap Ny. Daphne seraya menyindir.Ny. Andrews menampilkan senyumannya, dari raut wajahnya tampak dia terpaksa. Ucapan Ny. Daphne memang menohok, cukup membuat Ny. Andrews tak berkutik.“Terima kasih telah berkenan menjenguk Cheryl, Ny. Daphne,” balas Ny. Andrews.“Sama-sama. Sampaikan salam saya ketika dia sadar,” ujar Ny. Daphne.“Baik, Ny. Daphne. Sekali lagi, saya sangat berterima kasih atas kunjungannya.”Ny. Daphne keluar meninggalkan ruangan bersama Sofia. Ny. Andrews mengantarnya hingga depan pintu ruangan. Ny. Andrews menatap kepergian Ny. Daphne dan Sofia hingga mereka menghilang dari pandangannya.Ny. Andrews kembali masuk ke dalam ruangan putrinya. Dia menatap Cheryl dengan intens. Ny. Andrews menginginkan Cheryl segera pulih, dia ingin putrinya kembali seperti sedia kala.Ny. Andrews duduk di samping ranjang. Melihat putrinya yang tak berdaya serta dipenuhi alat medis di badannya memb
Sudah tiga hari Gery rutin menjenguk Cheryl. Dia sebenarnya ingin berhenti saja, tetapi Ny. Andrews terus mengiba. Ny. Andrews ingin Cheryl kembali pulih secepatnya.“Saya sudah berusaha, Tante, tapi Cheryl belum juga pulih seperti semula. Memangnya mau sampai kapan saya harus begini?”Gery tentu saja kesal, karena pekerjaannya juga menjadi terganggu. Eve mengelus tangan Gery, berharap dia lebih sabar lagi untuk membantu kesembuhan Cheryl.“Saya minta maaf karena waktumu terganggu. Tapi mohon, bantu saya sedikit lagi. Saya yakin Cheryl akan segera pulih jika kamu terus menjenguknya ke sini,” ujar Ny. Andrews.“Iya, Gery. Sedikit lagi saja, aku juga yakin Cheryl akan segera pulih,” tambah Eve.Mereka kini tengah berada di rumah sakit, tepatnya dalam ruangan di mana Cheryl dirawat. Gery melirik ke arah Cheryl yang masih terbaring lemah, belum sepenuhnya sadar. Dalam hatinya, Gery berharap Cheryl segera pulih supaya dia tidak perlu berurusan lagi dengan Ny. Andrews.“Baiklah,” ucap Gery
“Eve!” panggil Bu Kate seraya mengetuk pintu kamar putrinya.“Iya, Ibu,” sahut Eve dari dalam.“Ibu boleh masuk?” tanya Bu Kate.“Masuk saja, Ibu,” balas Eve.Eve sedang merias wajahnya dengan sedikit polesan make up. Gadis itu duduk di hadapan cermin, wajahnya tampak sangat cantik. Bu Kate tersenyum ketika melihat putrinya.“Gery sudah menunggu di depan,” ujar Bu Kate.“Benarkah?” tanya Eve.Bu Kate mengangguk, Eve segera merampungkan riasan pada wajahnya. Eve tak mau Gery terlalu lama menunggunya. Eve mengambil tas selempangnya, lalu memakai sepatu.“Kalau begitu, Eve pergi dulu,” pamit Eve.Eve berpamitan pada Bu Kate, dia berjalan menuju depan rumahnya. Ternyata benar saja, Gery sudah duduk ditemani secangkir kopi.“Sudah selesai?” tanya Gery.Eve mengangguk, Gery tersenyum tipis. Gery masuk ke dalam terlebih dahulu untuk berpamitan pada Bu Kate. Setelahnya, Gery dan Eve berjalan menuju mobil yang telah terparkir.Gery membukakan pintu mobil untuk Eve. Setelah itu, dia mengitari m