Aku kaget saat pintu lift terbuka pun dengan sosok di dalam lift. Otomatis kami saling membuang muka. Pak Andro segera keluar dari lift, setelah itu baru aku memasuki lift. Saat pintu lift menutup aku mengusap-usap dadaku untuk menghilangkan debar-debar di dada. Aneh, semenjak kejadian itu kok aku seringnya berdebar ya kalau ketemu Pak Andro?Bukannya sok pede, tapi Pak Andro juga aneh. Beberapa kali aku melihat dia sering mencuri-curi pandang padaku. Dan you know arah tatapannya? Yak ke situ. Dan itu bikin aku gak pede. Soalnya ukurannya kan lebih kecil dibandingin Mbak Jelita. Yah walau Mbak Jelita kalau pakai baju seringnya tertutup tapi kan sebagai wanita aku bisa ngira-ngira ukurannya. Nah, kalau dibandingin dengan punyaku jelas punyaku gak ada apa-apa.Lah, ini aku kok kenapa malah mikirin urusan nomer kacamata? Haish, gara-gara Pak Andro ini. Au ah. Daripada pusing mikirin kacamata mending kembali ke realita.Sampai di lobby aku sedikit kaget melihat Mas Andi sedang bersenda gu
Aku segera mengambil karbol, membuka tutupnya lalu mengucurkan sedikit demi sedikit ke atas lantai maupun ke dalam kloset. Menunggu beberapa menit kemudian mulai menyikati kloset maupun kamar mandinya. Kuulangi beberapa kali sampai bau pesingnya benar-benar hilang. Setelah itu segera kukucurkan air dan bilas sampai bersih. Kegiatan selanjutnya adalah membuka plastik kapur barus lalu menaruhnya di berbagai sudut toilet.Aku menghirup aroma karbol bercampur kapur barus. "Sip. Bau pesingnya udah gak ada."Aku menaruh sikat panjang di pojokan belakang pintu. Baru saja berniat membuka pintu namun urung. Bahkan aku sampai 'jimprak' (kaget) gara-gara mendengar suara pintu terbuka dengan keras. Hampir saja pintu kamar mandi mengenaiku, beruntung aku menahannya dengan tangan.Dan belum sempat aku lepas dari kekagetanku, aku kaget lagi gara-gara pintu kamar mandi ditutup keras dan terdengar bunyi klik."Dasar mantan kurang ajar, sialan! Dia pikir bisa jebak aku apa? Ini Andro ya? Rasakan balas
Ini adalah hari kedua aku menginap di tempat Mbak Ara yang sekaligus rumahnya Pak Andro. Semenjak kejadian super absurd di hari sabtu. Praktis itu si Papan datar menghindariku. Mungkin dia takut beneran terpesona sama keabsursanku. Eh siapa tahu ya, Pak Andro itu udah bosan sama tipe wanita cantik, anggun dan elegan. Soalnya tipe-tipe wanita kayak mereka kan kurang menantang. Berbeda dengan wanita unik nan slengekan, kayak aku. Tipe kayak aku itu pasti bagi lelaki macam Pak Andro itu sangat menantang. Menantang untuk dinormalkan dari keabsurdan maksudnya. Hahaha.Udah ah, ngapain mbahas Pak Andro mulu mending kita ke dapur. Siapa tahu ada makanan yang bisa kusikat. Hohoho."Pagi Mbak Kania," sapa Mbok Siti ketika aku sampai di pintu dapur. Beliau adalah pembantu keluarga Pak Andro yang berasal dari Cilacap."Pagi Mbok.""Deneng tangi gasik, Mbak? Apa sewengi ora ngrumpi karo Mbak Ara?"(Kok bangun pagi, Mbak? Apa semalam gak ngerumpi sama Mbak Ara?)"Ya jelas ngrumpilah Mbok. Cuma Kan
Hari ini, hampir seluruh warga PT. Mentari Jaya Sentosa akan melaksanakan darma wisata alias plesiran ke Kepulauan Seribu. Daerah wisata yang akan kami kunjungi adalah Pulau Bidadari. Ya ampun, ada bidadari mau liburan ke Pulau Bidadari pasti di sono banyak hal-hal surgawi. Hohoi.Letak Pulau Bidadari tidak terlalu jauh dari Pantai Marina Ancol. Hanya sekitar satu jam dari Marina Ancol. Pulau Bidadari disebut juga dengan nama Pulau Eco Resort. Alasannya karena keadaan alamnya yang tetap terjaga sehingga sangat pas sebagai tempat wisata bagi orang-orang yang menyukai wisata alam.Kami berangkat dari perusahaan pukul enam tepat menuju ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan ini dipilih karena dari sini kami bisa naik kapal besar. Sementara jika dari Pantai Marina Ancol jelas tak bisa. Di sana tidak ada kapal adanya speed boat saja. Jelas mahal lah.Aku menikmati semilir angin dari atas kapal. Bahkan aku sengaja merentangkan kedua tanganku. "Wah, seger ya Nia. Nanti kamu harus coba wahana
Aku masih menggigit kesal kaos renang Milik Pak Andro. Aksiku terhenti karena suara tawa seseorang."Hahaha. Ngamuk kamu?""Sumpah, temen Bapak nyebelin banget.""Bikin kamu pengen gigit ya?""Ho'oh.""Udah daripada kamu marah-marah jadi gak lihat perut sobek punyaku?""Boleh-boleh. Lihatin dong, Pak?""Siap. Aku tunjukin ya? Satu dua ti—!"Plak!"Aduh!" Pak Egar mengaduh karena kepalanya dikeplak sama seseorang. Dan tanpa aba-aba, mukaku diraup lagi secara kasar sama Pak Andro."Bismillahirahmanirrahim. Allohu laa ilaaha illaa Huwal Hayyul Qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa nauum, la Huu maa fis samawaati wa maa fil ardh, mann dzalladzii yasyfa’u ‘inda Huu, illa bi idznih, ya’lamu maa bayna aidiihim wa maa kholfahum, wa laa yuhiituuna bisyayim min ‘ilmi Hii illaa bi maa syaa’, wa si’a kursiyyuus samaawaati walardh, wa laa yauudlu Huu hifdzuhumaa, wa Huwal ‘aliyyul ‘adziiim"Pak Andro membacakan ayat kursi dan terakhir dia meniup ubun-ubunku sebanyak tiga kali."Astaghfirullah, P
Brak!Aku kaget mendengar suara yang dihasilkan oleh Sandra saat membuka pintu pantry lantai enam secara kasar. Di belakangnya ada Deswita yang mengikuti langkah Sandra. Terlihat perutnya sudah sangat membuncit karena usia kehamilan Deswita kalau tidak salah sudah delapan bulan padahal nikah baru lima bulan. Aku menatap keduanya sambil bersedekap. Ini bukan sekali dua kali kedua musuh bebuyutanku ini berbuat ulah. Namun, aku sama sekali tak takut dengan mereka berdua."Mau apa lagi?" tanyaku santai."Jauhi, Mas Andi!" ancam Sandra"Oh. Itu aja?""Jauhi Aryo juga!" Kini Deswita yang mengancam.Aku melirik ke arah Deswita lalu tertawa."Kamu pikir selama ini aku gak jauhin dia terus? Lagian ngapain aku ngarepin mantan. Kayak gak ada cowok single aja.""Jangan bohong kamu! Pasti kamu selingkuh sama Aryo di belakang aku!" tuduh Deswita."Helow, emang ada bukti aku sama Aryo main belakang? Idih! Ngapain main-main di belakang. Ngumpet namanya. Apa enaknya ngumpet? Kalau aku mau main, itu t
Aku sedang duduk di pantry utama bersama para sahabat kentel. Ada Heri, Ido, Shelomita, Anastasya dan Gita. Kelimanya menatapku dengan tatapan tak percaya saat aku menceritakan kronologis bagaimana aku bisa diskorsing. Kupikir setelah menceritakan apa yang terjadi antara aku, Sandra dan Deswita. Kelima sahabatku akan memarahiku tetapi yang terjadi di luar dugaan."Bwahahaha.""Hahaha.""Wkwkwk.""Jiahahaha.""Hihihi."Kelima sahabatku tertawa ngakak membuat ruang pantry seketika bergemuruh."Ya ampun, hahaha. Duh! Sayang aku gak ada di sana, kalau aku di sana aku bakalan bantuin kamu, hahaha.""Telat Gita.""Iya, padahal pengen banget aku jambakin rambutnya Sandra.""Kalau aku pengen jambak rambutnya si Deswita," imbuh Shelomita.Kelima sahabatku masih tertawa. Aku sendiri memilih mengambil salah satu dus nasi kotak dan membukanya. "Tadi ada Pak CEO katanya?""Iya. Tahu gak guys. Aku perkirakan usia beliau enam puluh tahunan tapi masih ganteng." Gita menjawab antusias lalu ikut-ikuta
"Bapake, Ibune, Sania. Assalamu'alaikum." Aku berteriak lantang di depan rumah.Ketiga orang terkasihku langsung keluar. Kami berpelukan sambil jingkrak-jingkrak. Aru yang sudah mematikan dan memarkir motornya pun mendekati kami berempat serta ikut dalam acara pelukan massal."Sida mbalik?" (Jadi pulang?)"Jadi Pak. Eman-eman, seminggu loh."Kami masih berpelukan massal hingga sebuah mobil terlihat masuk ke gerbang rumah paling besar di kawasan RT 5 RW 3 dan rumah besar itu terletak di depan rumahku terhalang satu rumah ke barat. Jadi rumah Dokter Abizar dan rumahku berseberangan tetapi tidak persis berhadapan.Aku menghentikan aksi pelukan massal dan menuju ke gerbang rumahku yang dipagari tanaman tetean (tanaman pagar kalau bahasa Indonesianya).Senyum manis kuulas pada sosok yang baru keluar dari mobil. Aku bahkan sengaja melambaikan tangan yang dibalas oleh Pak Andro dengan tatapan tajam."Siapa?" Bapak menghampiriku dan menatap ke halaman rumah Dokter Abi."Bosku, Pak. Ternyata
Aku berlari sekuat tenaga dari parkiran menuju ke halaman sekolah tempat lima bus pariwisata sedang bertengger. Astaga! Benar-benar dah. Untung aku ini emak-emak strong, kalau enggak. Duh!"Pak, Pak, Pak. Bentar jangan ditutup!" teriakku pada bapak-bapak yang akan menutup pintu bus."Mamake!"Seorang gadis berusia tujuh belas tahun akhirnya turun. Dia segera memelukku dengan sangat erat seakan kami baru saja tak berjumpa setelah berpisah sekian lama. Padahal baru juga beberapa jam gak ketemu."Kamu ini ya Mbak, kan mamake uwis ngomong dicek dulu barang-barangnya. Kalau lupa gak jadi plesir kamu!""Hehehe." Si gadis remaja cantik duplikatku hanya cengengesan saja. Dia pun mencium tanganku, bercipika-cipiki lalu segera masuk menuju ke dalam bus. Aku dadah-dadah dan dibalas hal yang sama oleh Lyra. Pada Pak Kernet bus dan guru-guru yang ada di dalam bus aku mengangguk sopan.Selesai dengan urusan Lyra yang mau berangkat studi wisata ke Bromo, aku segera menuju ke tempat putri bungsuku yan
*Kania*Menjalani kehidupan baruku sebagai istri dari seorang Andromeda Bagaskara itu benar-benar menyenangkan sekali. Setelah menjadi istrinya, otomatis aku dipecat dari MJS. Aslinya aku tetap ingin bekerja di sana, tetapi Mas Andro gak mau. Saat aku bertanya apa dia malu punya istri seorang OG? Jawaban yang kuterima sungguh luar biasa saudara-saudara."Mas gak peduli sama status kamu dan pekerjaan kamu. Penting kamu jangan zina sama berbuat buruk, gak baik. Kalau kamu mau kerja atau kuliah lagi, oke gak masalah penting kamu jangan jadi OG lagi di MJS, bekerja satu atap sama mas.""Kenapa aku gak boleh kerja satu atap sama Mas Andro?" cecarku."Kenapa? Apa Mas Andro takut aku ngerecokin pekerjaan Mas? Takut Mas gak bisa selingkuh gitu?" Aku memberondongnya dengan banyak pertanyaan."Astaghfirullah, kamu pikir mas sejahat itu. Insya Allah mas tipe setia.""Terus kenapa kita gak boleh kerja satu atap?" tanyaku dengan mimik muka memelas.Mas Andro mengembuskan napasnya dalam lalu menata
*Andromeda Bagaskara*Gadis cilik itu terus saja menangis dengan sesenggukan. Sesekali dia mengelap air mata dan ingusnya yang ikut keluar. Aku mengulurkan sapu tanganku padanya.“Bajumu udah kotor, udah gak bisa lagi nampung ingus. Nih, pakai punyanya Mas.”“Makasih, Mas Ando.”“Andro!”“Ando?”“Andro! Udah tujuh tahun masih belum bisa bilang ‘R’.”Gadis itu hanya bersungut-sungut lalu mengeluarkan ingusnya lagi dengan sapu tanganku.“Nih.” Dita kecil menyerahkan sapu tangan padaku.“Jorok, cuci dulu baru balikin sama mas.”“Oke.”“Mau pulang?”Dita menggeleng. “Mau nunggu Bapak sama Ibu saja.”“Oooo.”“Mas Ando gak balik ke pesta?”“Malas, udah aku usir semua orang sama Juwita juga.”“Kasihan Mbak Juwi, Mas Ando kok galak.”“Kamu jangan polos gitu dong, kalau dijahatin balas, kalau gak bisa marah-marah ya pakai aksi gila kek, gokil kek. Pokoknya lawan. Ngerti?!”Dita mengangguk lalu tersenyum. Melihat senyumnya, aku pun ikutan tersenyum. Aneh memang, tapi aku yang kini berusia dua b
Aku menselonjorkan kedua kakiku di atas kasur. Pegel. Ternyata nikah itu capek juga. Padahal cuma berdiri di atas pelaminan, memasang senyum dan menyalami tamu doang tapi ternyata bikin capek.Suara pintu kamar yang terbuka mengalihkan atensiku dari rasa capek. Aku tersenyum pada Mas Suami yang dibalas dengan senyum juga.“Capek ya Mas?”“Iya.”“Mandi dulu sana.”Mas Andro menurut dan langsung menuju ke kamar mandi dalam. Aku terkekeh geli saat kembali sadar kalau Mas Andro begitu perhitungan saat merehab rumah Bapak. Selain didesain sedemikian rupa, rupanya dia menambahkan kamar mandi dalam, khusus di kamarku dan kamar kedua orang tuaku. Ckckck. Pintar-pintar.Sebagai hadiah buat si pintar, aku harus menyiapakan diri. Segera saja aku mengganti daster rumahan dengan gaun tipis menerawang yang kubeli bersama Ara. Kemudian kuolesi wajahku dengan bedak tipis-tipis lalu menggunakan lipstick warna terang biar semakin menantang buat disosor. Rambut pun kusisir rapi. Dan terakhir menyemprotk
Hari pernikahanku pun tiba. Keluarga Tante Laras banyak yang datang. Sementara dari Om Andreas ada beberapa. Kakek Ahsan pun datang.Keharuan terjadi saat Kakek Ahsan bertemu dengan Bapak. Keduanya berpelukan dan tangis-tangisan membuat semua orang yang melihat sampai menitikan air mata. “Gak nyangka beneran nikah sama Pak Manajer, loh.” Aku kaget karena sempat melamunkan adegan pertemuan Bapak dan Kakek Ahsan. Senyum kuulas pada BIP yang baru datang.“Namanya juga jodoh. Mungkin habis ini kamu sama Dokter ACDC yang nyusul.” Aku mencoba bijak.BIP sama sekali tak berkomentar, tapi aku bisa melihat ada semburat warna merah di pipinya. Ckckck, pasti deh ada apa-apa antara BIP sama Pak Dokter. Aih jadi gak sabar drama apa yang bakalan terjadi sama si dua manusia yang hidup bertetangga itu. Moga-moga sih akhir kisah keduanya happy ending kayak aku.“Kania, ayok keluar. Ijab kabulnya mau dimulai.”Aku mengangguk pada Ibu. Ibu menuntunku menuju ke ruang depan yang sudah disetting untuk te
Hari ini, Pak Andro sekeluarga akan mengunjungi rumahku di Banyumas. Aku sudah bilang pada kedua orang tuaku. Dan ketika sampai di sana, kedua lelaki paruh baya hanya saling menatap sambil menitikan air mata. Lalu mereka saling berangkulan dan menangis penuh haru. Aku yang masih bingung bagaimana bisa ada scene menangis antara Bapak dan Om Andreas makin dibuat bingung ketika ibuku berteriak heboh dan langsung cipika-cipiki dengan Tante Laras. Semakin melongo dong akunya. “Apa kamu gak paham artinya?” Mas Andro menghampiriku lalu melingkarkan tangannya pada bahuku. “Enggak.”“Ck. Kadang kamu telmi.”“Terlalu minis!”“Dan absurd.”“Abis sun radius dekat mulut.”Mas Andro hanya bisa geleng-geleng kepala. Kasihan sekali dia, bisa ketemu cewek aneh kayak aku.“Stres tahu ngomong sama kamu.”“Terus ngapain dipacarin?”“Habis antik.”Kami pun tertawa. Begitulah kami. Kalau ngobrol kadang gak nyambung tapi gak nyangka udah pacaran hampir enam bulan. Meski masih banyak netijen nyinyir yang g
Tok. Tok. Tok.“Masuk.”Dengan hati-hati aku membawa minuman menuju ruangan Mas Andro.“Permisi, Pak.”“Hem.”Mas Andro seperti biasa hanya berdehem dan fokus dengan laptopnya. Aku pun menaruh secangkir kopi dan botol air mineral di mejanya. Meski kami pacaran, tapi kalau di kantor kita tetap professional. Aku selalu memanggilnya ‘pak’ selama jam kerja. Kalau sudah selesai baru kupanggil ‘Mas Pacar’. Hehehe.“Permisi, Pak.” Segera kubalikkan tubuhku hendak keluar ruangan.“Kania.”“Ya.” Refleks kubalikkan tubuhku dan menatap ke arah Mas Andro.“Tolong rapikan rak buku saya.”“Oh, iya Pak.”Aku pun segera menuju ke rak buku milik Mas Andro. Mataku melotot, mulutku menganga melihat rak buku di ruangan Mas Andro terlihat luar biasa berantakan. Aneh, perasaan tadi pagi masih rapi. Kulirik Mas Andro yang masih asik dengan laptopnya. Ckckck, rupanya mas pacar lagi modus guys. Dia pengin berduaan tapi sama orang lain pengennya terlihat professional. Jiah, dasar!“Saya tahu saya itu tampan, t
Hampir dua bulan aku menjadi pacar Pak Manajer dan tetap menjadi OG di MJS. Tugas OG pun selalu kulakukan dengan baik. Bisik-bisik gunjingan maupun tatapan sinis padaku perlahan menghilang seiring berjalannya waktu. Mungkin para jomblowati akhirnya lelah. Mau nyinyirin, gosipin bahkan menjadi sosok Lampir yang suka perintah-perintah sambil ngegas kayak Mbak Wina gak bisa merubah realita kalau mereka tetap gak bisa bikin aku sama Mas Pacar putus. Yang ada mereka capek sendiri.Godain Papan Datar yang lempeng-peng gak ada guratan malah seringnya dapat bentakan sampai hukuman lama-lama bikin para calon penikung capek kayaknya. Ditambah lagi ngadepin aku si OG sedikit kurang waras yang dikira mudah ditindas malah bikin mereka jadi darah tinggi. Karena aku selalu menghadapi kejulitan netijen dengan senyum maut, tingkah absurd plus kibas rambut yang sekarang jarang kucel apalagi ketombean. Maklum kan udah punya Mas Pacar ganteng, jadi harus jaga diri sama penampilan dong ya.Ah, jangan lupa
Dua rengkuhan mampir di kanan kiriku membuatku sedikit kaget.“Lah, kok pada tumben meluknya barengan?”“Selamat ya Sayang.”“Selamat ya Mbak.”“Selamat buat apa ya? Buat ultahnya Kania apa karena Kania naik pangkat?”“Naik pangkatlah?”“Ciyus?”“Ciyus dong.”“Emang kalau OG naik pangkat jadi apa? Kepala pantry kan biasanya cowok?”“Calon istri.” Kompak Tante Laras dan Mbak Ara. Dan pernyataan mereka membuatku melongo.Hop. “Tutup Mbak ntar ngeces.” Mbak Ara sengaja menekan daguku.“Ish, dengar ya Mbak. Kania walau suka ngeces gini banyak yang demen loh.” Seperti biasa aku mengibaskan rambut panjangku.“Ya iyalah, buktinya mamasku yang so cool-nya macem papan datar bisa tertawan. Sampai kayak orang gila saking frustasinya gak bisa baikan sama OG idaman. Untung Ara itu adek yang perhatian. Hahaha.”“Hah? Maksudnya?”“Udah ah, yuk masuk.”Mbak Ara dan Tante Laras langsung menggamit lengan kanan-kiriku. Mereka membawaku berjalan bersama menuju lift. Aksi kami tentu saja diketahui oleh be