Happy reading ;)
--------------
"Ah, kau sudah selesai?" tanya Tara canggung. Ia kemudian memberanikan diri untuk menatap Vin yang juga memandang nya datar.
Tara tersenyum kaku, Vin tak menjawab atau bahkan menggubrisnya sedikitpun. "Kau akan pulang? Aku-" Tara terdiam kala Vin justru melangkah mengikis jarak.
Pandangan mereka terikat seolah bersuara atas rindu dan cinta yang tak pernah pudar. Ketersiksaan mereka seolah menggulung dirinya bersama kepahitan selama ini.
Entah siapa yang memulai, Vin dan Tara kembali merasakan kehangatan pada bibir mereka yang saling membelai penuh kasih. Mereka benar benar luruh, cinta telah mendobrak benteng pembatas diri.
"Maafkan aku," lirih Tara di sela sela ciumannya. Vin tak membalas permintaan maaf Tara ia hanya terus membelit lidah mereka saling mengadu menghantar panas.
Vin mengisi rongga mulut tara dan berakhir dengan sesapan lembut di bibir bawahnya. "Aku mencintaimu," ujar Vin seraya menyatu
Happy reading ;)-------------Keduanya tersenyum lembut saling mengisi diri dengan pelepasan yang menerjang menembus batas. Vin tekekeh menyadari hal yang memalukan sekarang. Bercinta di dalam mobil? Oh God! Sebegitu tak bisakah ia menahannya hingga ke apartemen?"Aku tak menyangka melakukannya disini," ujar Tara sembari membenarkan gownnya yang tersingkap hampir terlepas. Tak pernah sekalipun kejadian ini terekam di otak pintarnya. Namun, percintaan setelah perdebatan itu memang gila.Mereka seakan mencoba memahami dan mengampuni satu sama lain atas kesalahannya bahkan keegoisannya. Mereka membuktikan maaf dengan cara indah dan terpatri di setiap lenguhan keras saat itu.Keikutsertaan sebuah janji untuk saling mengisi diantara ketersiksaan juga merupakan hal yang luar biasa dalam bercinta. Tara semakin mengetahui rasa cinta mereka memang tak terbatas. Bahkan tak dapat di ukur dalam kategori waktu.Sumpah dalam erangan adalah hal yang nyata
Happy reading ;)--------------"Hai Laura, kau terburu buru?" tanya Tara saat Laura menghentikan lift yang sempat tertutup oleh satu tangannya. Wanita itu merapikan jas dokter dengan nafas terengah."Aku ada pasien di penjara seorang wanita, ia harus melahirkan.""Berapa minggu?""32 weeks. Dokter Tara menurutmu bagaimana membujuk pasien itu agar mau operasi sesar?"Tara mengerutkan dahi. "Membujuk? Something wrong?"Laura menggigit bibir bawahnya. "Sel darah menurun, hatinya sedikit tak berfungsi.""Lalu?""Jika tak dilakukan operasi keduanya akan mati."Tara mengangguk. "Katakan saja seperti itu," jawab Tara enteng. Laura hanya mendesah lesu, Tara memang brilliant tapi ia seorang yang kadang tak berperasaan seperti sekarang. Tidak, bukan hanya sekarang."Mengapa tak kau berikan pada obsetri?""Sudah ku hubungi berkali kali tapi mereka tengah mempersiapkan laporan kasus untuk metode baru tentang pe
Happy reading ;)------------"Ada apa?" tanya Gabriella heran. Laura melipat bibirnya menahan tawa. "Aku harus segera pulang, see you next time. Jangan lupa pesanku," kekeh Laura dan bergegas keluar dari caffe.Tara mengerjap menetralkan suasana. Sial! bagaimana bisa ia melupakan itu? Tara mengusap wajahnya malu. Sedangkan Gabriella hanya menatap curiga."Oh God, bagaimana aku tak menyadari ini?" Tara terperangah tak percaya. Kini ia sedang memeriksa bagian jok mobil yang ternyata masih terdapat bekas siss percintaan mereka. G string yang hilang pun kini muncul di bawah kursi kemudi."Mengapa baru terlihat?" lirih Tara seraya menggenggamnya erat."Tara?" sapa Gabriella tepat di belakang Tara. Wanita itu segera beranjak dan kembali melempar g stringnya ke bawah jok."Ah, ya?" Tara menghela nafas dalam dan tersenyum di buat buat."Aku numpang mobilmu, mobilku di-""Tidak, eh maksudku aku buru buru tak bisa mengantar
Happy reading ;)--------------Vin terdiam, telinganya kembali menangkap pernyataan Tara yang benar benar di luar kepala. Ia kemudian terkekeh sembari menguraikan pelukannya."Tara, kau melamarku?" tanyanya dengan semburat wajah memerah menahan tawa. Ia sudah cukup berwarna dengan tingkah konyol wanitanya namun sepertinya ini adalah sikap terkonyol yang levelnya lebih tinggi dari biasanya."Tidak, aku hanya mengajakmu menikah."Matt dan Fyodor saling memandang dengan pikiran masing-masing. "Kau yakin ia seorang dokter?" tanya Matt yang ikut terperangah dengan apa yang mereka dengar."Tak pernah sekalipun jika ia berada di luar rumah sakit." Fyodor menggaruk pelipisnya dan duduk merebahkan diri di atas soffa."Tara, kau tak merasa terbalik? Em maksudku, seharusnya aku sebagai pria yang akan mengatakannya. Kau hanya cukup menunggu saat itu. Ah benarkah, harusnya ini surprise tapi kau membuatku tak tahan untuk tak menjelaskan."T
Happy reading :) ------------- "Memang kau siapa?" Tara mengerutkan keningnya mengingat ngingat. Tapi ia rasa tak pernah bertemu dengan pria asing ini. Mata Tara memandang profesor itu dari atas hingga bawah. Ia akui pria ini memang rupawan, postur tubuh yang tinggi dan berotot, juga mata perak yang berpendar cerah, bulu halus mengelilingi dagunya yang lancip. Mahakarya Tuhan ini memang luar biasa. Tapi jika di bandingkan dengan Vin, kekasihnya memang tak ada yang menandingi. "Aku, Luke Richards. Kau bahkan pernah membantuku saat berada di Boston," lanjutnya kemudian. "Aku tak ingat, lagipula sudah banyak dokter yang ku bantu," jawab Tara acuh dan meraih laporan di atas mejanya. Gabriella melipat bibirnya menahan tawa. Tak bisakah wanita ini diam dan tak mempermalukan orang lain dengan kepercayaan dirinya yang tinggi? Pria itu terkekeh dan menarik kembali tangannya. Ia menatap Tara singkat dan kembali ke podium. Tak dipungkiri rasa kes
Happy reading ;)---------------Tara berlari menuju tempat dimana ia bisa menyaksikan operasi berlangsung. "Tara," lirih Gabriella sama sama memandang pasien dibawah sana."Nick..? Benarkah? Mengapa ia diam saja selama ini?" Tara masih mengatur nafasnya yang tersengal."Jika aku tahu bahwa Nick yang menderita penyakit itu, aku tak akan membiarkan dokter gadungan itu mengoperasinya.""Dia profesor Tara, bahkan levelnya di atasmu," jawab Gabriella sembari mendesah lelah.Tara menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan tatapan kosong. Ia merasa menyesal telah berbuat jahat pada mantan kekasihnya. Harusnya ia memaafkan kesalahan Nick dan menerima pertemanan mereka.Namun perlakuan nya telah membuat hatinya beku. Bahkan berteman dengannya saja terasa enggan. Tapi di sisi lain melihat kondisinya sekarang ia menyesal. Tara menghela nafas panjang. Mengapa manusia tercipta dengan hati yang plin plan seperti ini?Pandangan Tara kembali p
Happy reading ;)----------"Ada apa?" tanya Reeves penasaran."Kondisi Nick berubah, ia demam tekanan darah naik. Aku sudah menyuruh Gabriella memberikan suntik agen bakteri dan melakukan tes untuk besok."Pria tua itu mengangguk. "Kau selalu cepat tanggap Tara.""Tapi, aku belum menemukan jawabannya," ujarnya dengan memainkan jemarinya di atas meja."Baiklah, selesai makan kita bahas di apartemen." Tara mengangguk setuju dan kembali berbinar kala makanan mereka mulai tersaji.Keduanya saling melempar canda menikmati makan malam yang selalu mereka lakukan saat bersama dahulu. Tara seolah kembali menemukan potongan kenangan bersama Reeves juga ayahnya.Ia benar benar menikmati makan malam yang selama ini ia rindukan. Kegaduhan mereka bahkan menimbulkan beberapa orang untuk tak tahan tersenyum melihatnya. Termasuk Luke."Terimakasih untuk malam ini, daddy? Ah kata itu tak cocok untukmu," keduanya terkekeh dan masuk ke dal
Happy reading :)---------------"Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 99x/m."Tara segera meraih pisau bedah untuk melakukan pengeringan mediastinal. Wanita itu bergerak cepat dan beralih mengambil gunting iga.Gabriella menerima larutan salin dan membilasnya pada area interior mediastinum. "Saturasi menurun," ucap dokter anastesi yang menggantikan Joey selama cuti."Aku akan menyesuaikan dengan anastesi, tapi tolong percepat.""Okay," ucap Tara tanpa menoleh.Sementara di atas sana Luke terengah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Matanya berlarian mencari apa yang sebenarnya terjadi.Ryan hanya menoleh singkat dan menyeringai. "Aku mendatangkan mu untuk menyembuhkan Nick. Bukan membuat kesalahan padanya.""Tak mungkin, operasiku sempurna." Mata Luke menajam merah menahan kesal."Lihat baik baik, Profesor Luke Richard." Ryan melipat kedua tangannya di dada. Ia kembali mengamati operasi yang di lakukan oleh Ta
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer