Ke-esokan harinya, Gibran bangun pagi sekali.
"Mah! Pah! Aku berangkat kuliah sekarang!" seru Gibran sembari memakai kaos kakinya.
"Tumben pagi sekali?" tanya Mamahnya.
"He, hari ini ada janji sama Alleta," jawabnya santai. Dia berdiri, dan bersalaman dengan Mamahnya.
"Oh. Hati-hati, ya Sayang!" ucap Mamah sembari mengelus pundak Gibran halus.
Gibran mengangguk, "Papah masih di dalam?" tanya Gibran sembari celingak-celinguk ke arah kamar.
"Iya. Katanya gak enak badan," jawab Mamahnya sedih.
Gibran dengan cepat berjalan kearah kamar mendengar hal itu. Dia sangat hawatir dengan kondisi Bapaknya.
"Pak! Bapak sakit apa?" tanya Gibran cemas.
"Em," gumamnya sembari membukakan mata perlahan, "Gibran! Bapak gak papa, cuma panas dingin biasa," jawabnya.
Gibran menatap seluruh tubuh Bapaknya yang masih di tutupi oleh selimut yang bergulung.
"Kita ke dokter, ya!" ajak Gibran sangat hawatir.
"Gak usah, Bapak cuma panas dingin biasa aja, kok. Di kerok aja pasti sembuh. Gak perlu kedokter-dokter segala," jelasnya menolak.
"Hm...," Gibran bingung harus apa. Di paksapun Bapaknya pasti akan terus menolak.
"Jangan hawatir, Bapak baik-baik aja," katanya tahu kehawatiran anaknya, "Katanya mau berangkat. Gih! Nanti Alleta nungguin kamu lama."
Hah!
Gibran menghela napasnya berat, "Kalo gitu, Gibran berangkat, ya Pak! Kalo ada apa-apa, Bapak harus segera hubungi Gibran, Ok!" titahnya tegas.
Bapak mengangguk seraya tersenyum.
"Salamlikum!"
Dengan berat hati, Gibran akhirnya berangkat kuliah.
"Jangan banyak pikiran. Tenang! Bapak ada Mamah yang jagain. Kamu pokus aja sama kuliahmu," kata Mamahnya.
Gibran mengangguk. Dia kemudian memakai helmnya, dan berangkat sendiri dari rumah.
****
Kikkk....
Gibran menghentikan motor yang ia kendarai tepat di hadapan seorang gadis cantik yang duduk di sebuah halte.
"Udah lama?" tanyanya merasa bersalah.
"Belum," jawabnya seraya berdiri.
"Yuk!" ajak Gibran, dan di angguki oleh Alleta.
Alleta langsung naik keatas motor dengan posisi menyamping.
"Sudah?" tanya Gibran.
Alleta mengangguk, "Ya!"
Mereka berangkat kuliah bersama-sama.
"Maaf, ya aku telat!" katanya merasa sangat bersalah.
"Dikit doang, kok!"
"Iya, sih. Tapi tetep aku telat," kilahnya.
"Ok, aku maafkan!" jawab Alleta malas berdebat, "Emangnya kamu kemana dulu?" tanya Alleta kepo juga.
"Hm, itu. Bapak sakit," jawab Gibran ragu.
"Apa? Bapak sakit! Kenapa kamu gak bawa ke Dokter, Bunny!" kata Alleta kaget mendengarnya sampai Gibran ia marahi.
"Ih, biasa aja, Hunny! Aku juga anaknya gak kayak gitu tadi," kilah Gibran.
"Serius Hubby! Kenapa kamu gak bawa ke Dokter dulu?" tanyanya sinis.
"Kata siapa aku gak bawa Bapak kedokter?" tanya balik Gibran.
"Ya pastilah kamu gak bawa ke Dokter. Jam segini kan belum buka," jawabnya ketus.
"Pinter juga."
"Mangkanya! Kenapa kamu gak bawa dulu ke Dokter, Bunny!"
"Bapaknya gak mau, Hunny! Masak aku harus paksa-paksa sampai aku tarik-tarik, gitu."
"Gak gitu juga, Bunny! Seengganya kamu bawa periksa dulu ke klinik yang dekat-dekat," usulnya.
"Bapak pasti tetep gak mau, Hunny!"
"Panggil Dokternya kerumah!"
"Hunny! Aku bukannya gak mau. Tapi Bapak malah nyuruh aku cepetan berangkat. Katanya kasian kamu entar lama nungguin aku!" jawabnya jujur.
Alleta merasa terharu. Ia langsung mengeratkan pelukannya pada tubuh Gibran.
"Aku makin cinta sama keluargamu," katanya lirih.
"Jadi kamu tega membagi cintaku?" tanya Gibran bercanda.
"Ih, Bunny!"
"He, sorry! Aku gak mau liat kamu mellow kayak gini. Apalagi ini lagi di atas motor," katanya di selingi senyuman.
"Lah, emangnya kenapa? Aku gak akn loncat, kok!"
"Haha... kamu bisa aja."
"Harus!"
Gibran menggelengkan kepalanya sembari menyunggingkan senyumnya sebelah.
Gibran memarkirkan motornya di halaman kampus.
"Kantin!" tawar Gibran.
"Boleh!"
Mereka jalan berdua ke arah kantin.
"Kamu nanti malem jadi nyanyi?" tanya Alleta seraya duduk di salah satu kursi kosong. Di susul Gibran di hadapannya.
"Jadi, dong! Kan mau cepet-cepet lamar kamu," godanya.
Alleta jadi tersipu.
"Ada yang memerah, ni, ye!"
"Bunny!" kata Alleta makin tersipu.
"Hi. Kamu mau pesan apa? Aku yang kesana?" tanya Gibran.
"Em, roti aja, deh!"
"Hanya itu?"
"Emang kamu ada duit?" tanya Alleta.
"Em, hee... ada yang uang kemarin!" jawabnya sedikit malu mengakui.
"Oh."
"Mau nambah pesanan?"
Alleta menggeleng, "Nanti siang aja. Hi..."
"Ok."
Gibran melangkahkan kakinya kedepan untuk memesan makanan.
Tak lama, Gibran datang lagi dengan 2 roti dan teh botol di tangannya.
"Kamu gak memesan makanan?" tanya Alleta bingung.
Gibran menggeleng, "Kitakan couple."
"Bunny! Gak gitu juga kali. Gimana kalo aku gak mesen? Kamu juga mau ikutin?"
"Ikutin, dong! Kecuali kalo aku belum makan. Baru!"
"Hm," Alleta mendelikkan matanya.
Mereka menikmati roti mereka masing-masing. Kadang juga mereka saling menyuapi.
****
Setengah hari mereka sibuk di kampus dengan berbagai pelajaran dan obrolan-obrolan kecil bersama para mahasiswa lainnya.
"Hunny! Kita kemana dulu, nih!" kata Gibran sembari memakai helmnya.
"Em, gak tahu!" jawabnya bingung juga.
"Pulang aja. Gimana?"
"Iya deh. Kamu juga butuh istirahat, kan. Buat nanti malam," jawab Alleta.
Gibran mengangguk.
"Oh, iya Hunny! Apa kamu mau ikut denganku?" tanya Gibran berharap Alleta menjawab iya.
"Em, ntar, ya. Aku ijin dulu sama Mamahku!" jawabnya lembut.
Gibran mengangguk paham, "Kalo gktu, aku main bentar deh kerumahmu."
"Mau ngapain?" tanya Alleta bingung.
"Takutnya kamu gak di ijinin, karena malam. Aku mau minta semangat kamu."
"Kebiasaan kamu."
Gibran menyalakan motornya terlebih dahulu, dan Alleta langsung naik.
"Dikit doang, Hunny!"
"Dikit sebelum nempel. Udah nempel jadi nagih," kilahnya dengan nada malas.
"Ha...," Gibran tertawa, dan langsung melajukan motornya keluar dari halaman kampus menuju kerumah Alleta terlebih dahulu.
"Jangan malam-malam, ya, Nak! Pulangnya," kata Mamah sembari mengelus kepala Gibran pelan.Gibran mengangguk. Ia sekarang mau berangkat ke Cafe yang sudah menawarinya untuk nyanyi."Salamlikum!" serunya sembari menutup pintu."Kumsalam," jawab Mamah dari dalam.Gibran berangkat menggunakan motor kesayangannya. Motor itu tidak mewah, tapi itu motor dari hasil kerja kerasnya selama ini.Sebelum berangkat, Gibran menelpon pacarnya terlebih dahulu."Halo, Hunny!" seru Gibran saat panggilannya telah di angkat.".....""Iya, Hunny! Ini baru naik ke motor," jawab Gibran sembari tersenyum-senyum.".....""Baik, Hunny!"".....""Amiiinn. Bye Hunny! Sampai bertemu besok, eeeemmmuuuuaaahhh," katanya, dan mencium Hp-nya sendiri.Tutt...Panggilan di matikan setelah obrolan selesai.Brrmmmm....Gibran melajukan motornya membelah jalan yang lumayan padat.Tak lama, Gibran s
Tepat pukul 10:00, Gibran pamit untuk pulang. Ia sudah berjanji untuk pulang tidak terlalu larut malam."Hati-hati, ya!" seru Pasih dari ambang pintu masuk.Gibran dan Alleta menoleh, lalu tersenyum menyapa.Brmmm....Gibran pulang berboncengan."Hunny! Kok kamu bisa dateng, sih! Bukannya Mamah, dan Papah mu tadi gak ngijinin?" tanya Gibran."Em," Alleta memeluk tubuh Gibran hangat, "Tadi siang, iya. Tapi, pas petang, setelah kepulanganmu, mereka kayaknya berpikir lagi, deh!" jawab Alleta."Kok kayaknya?" tanya Gibran."Kan aku gak tahu, Bunny!""Oh, iya, iya," jawabnya, "Terus, gimana?""Ya, Mamah samperin aku kekamar, bilang gini, 'Al! Kalo kamu mau nemenin Gibran, boleh! Asal jangan malem-malem pulangnya', nah, gitu," jawab Alleta membuat Gibran gemas."Kayaknya, ada yang ngambek, nih?" ucap Gibran meledek."Ih, siapa yang ngambek?""Kamu lah, makannya Mamah berpikir kembali, lalu iji
Keesokan paginya, Gibran terbangun dan sudah mendapati Hpnya berantakan di atas lantai. "Astaga! Aku lupa, kalo semalam aku lagi main Handphone." Gibran langsung mengambil Hp tersebut dan memasangkan semuanya kembali. Hhh... Gibran mengehela napas pelan. Kemudian ia berjalan menuju sebuah kabel yang tergantung. Ia mencolokkan satu kabel ke sisi Handphone yang berlubang. "Sampe nge-drop begini," gumamnya dan membiarkan Handphone terisi daya. "Mah!" seru Gibran keluar dari dalam kamar. "Apa, Nak!" jawabnya dari arah dapur. "Mamah lagi masak apa?" tanya Gibran setelah berada di dapur, dan duduk di kursi meja makan. "Masak orek tempe, kangkung, dan yah! Seperti biasa. Hasil berkebun kemarin!" jawabnya dengan terus membolak balik masakan. "Oh. Maaf, ya, Mah! Aku, akhir-akhir ini gak bantuin Mamah!" kata Gibran merasa bersalah. Mamah menoleh sebentar, "Gak papa. Mamah'kan ada yang bantuin juga," jawabn
Setibanya di kampus, Gibran langsung memarkirkan kendaraannya di halaman kampus.Mereka terburu-buru turun dan berlari menghindari gerimis yang makin lebat."Hunny!" seru Gibran dan mendekati Alleta.Mereka berteduh di depan teras kampus."Biar aku yang bukain," kata Gibran.Alleta hanya tersenyum manis.Gibran langsung membuka res-sleting yang terpasang dan membuka jas yang di pakai oleh Alleta."Ini biar aku saja," ucap Alleta sembari memegang jas celana yang ia pakai.Gibran mendongak, lalu menyunggingkan bibirnya sebelah, "Aku gak bakal apa-apain kamu, kok," ucapnya menggoda Alleta."Hish!"Alleta mendelikkan matanya sebal.Setelah itu, Gibran dan Alleta berjalan bersama menuju kelas."Hunny! Kok sepi, ya?" ucapnya.Alleta celingukan, "Iya, ya. Kok sepi, sih!" timpalnya."Jangan, jangan,""Ah. Kita terlambat, Bunny!"Terlihat jelas raut wajah Alleta menjadi lemas tak b
Hai para reader yang baik dan ramah. Salam kenal semua. Saya, Rhaniie. Sering dipanggil (Dede). Itu panggilan kesayangan dari keluargaku. Hi.... Aku hanya ingin menyampaikan, ini ceritaku yang kedua disini. Jangan lupa kasih dukungannya, ya. Dengan cara : Rate! Kalo boleh, bintang lima, ya. Hihi... Vote! Berapapun seikhlas kalian. Coment! Comen apapun terserah, ya. Yang penting itu benar kenyataannya. Apalagi kalo memberikan krisar. Makasih banget. Jangan lupa! Masukan juga ke pustaka kalian. OK! Semoga cerita ini bisa menghibur kalian semua. Mengambil hikmah didalamnya, dan.... Semoga kalian diberi kesehatan selalu, panjang umur, dan di gampangkan rezekinya. Sukses semua! Makasih! Sarangheo! Salam hangat dan cinta sebanyak-banyaknya. From : Istri halunya Mas Tae. &n
Gibran dan Alleta berjalan menuju ke salah satu bangku paling pojok.Serettt…Gibran menarik sebuah kursi untuk Alleta duduki."Silahkan!" seru Gibran manis kemudian ia ikut duduk sebentar."Mau pesan apa?" tanya Gibran."Em, sepertinya bakso enak, Bunny!" ucapnya bersemangat."Pasti! Apalagi dengan cuaca yang kayak gini," tambah Gibran."Ok. Kalo gitu, aku pesan bakso aja!""Siap. Tunggu sebentar, ya?"Alleta mengangguk pelan dan Gibran langsung berdiri, melangkah menuju tempat memesan makanan.
Tak lama, suara gemuruh Mahasiswa/i yang akan pada makan di kantin kampus mulai berdatangan."Eh, ada Gibran!" seru seorang wanita tepat di samping Alleta.Gibran tersenyum menanggapinya."Gak nge las?" tanyanya.Gibran menggelengkan kepalanya, "Kita kesiangan," jawabnya."Kenapa? Pasti gara-gara jemput dia dulu, ya, kan?" tuduhnya sambil melirik Alleta sekilas.Hhhh….Alleta mendengus sebal.Gibran melihatnya jadi merasa lucu, "Enggak, kok. Karena tadi hujan lumayan deras, jadi kita neduh sebentar," jawab Gibran dengan tatapan terus fokus pada Alleta yang juga menatapnya.
Gibran melajukan motornya ke sebuah tempat yang sangat indah. Tempat yang pas untuknya menyejukkan hati yang sedang terbakar."Loh, kok, kesini?" tanya Alleta sambil turun dari motor.Gibran hanya diam. Mood-nya sedang tidak bagus.Gibran langsung berjalan tanpa mengajak Alleta terlebih dahulu."Bunnyyyy!" seru Alleta.Gibran tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan mendekati sebuah genangan air yang sangat luas.Tepat di pinggir danau, Gibran menghentikan langkahnya.Alleta yang sedari tadi hanya mematung sambil melihatnya berjalan acuh padanya. Kini melangkahkan kakinya saat melihat Gibran sudah berhenti melangkah.
Gibran menghentikan motornya di sebuah tempat sepi. Dia kemudian turun dan diikuti oleh Aletta di belakangnya."Bunny!" Aletta sedikit mempercepat langkahnya, menyusul Gibran yang tidak sedikitpun menghiraukan dirinya."Bunny!" panggilnya lagi saat sudah berada di dekat dengannya.Gibran menoleh, namun dengan raut wajah yang datar. Membuat hati Aletta sakit melihatnya."Maafkan aku, Honey. Aku lupa kalau kita masih pacaran. Belum melangkah jauh ke jenjang yang lebih serius," ucapnya datar.Aletta hanya diam mendengarkan."Entah apa yang tengah aku pikirkan… sampai-sampai aku meminta hal itu!
Gibran melajukan motornya, membelalah jalan kota yang cukup lenggan, karena hari ini sudah begitu larut dan bukan weekend. Jadi, jalanan cukup sepi.Dipertengahan perjalanan pulang, dia menghentikan motornya tepat di tempat sepi.Membuat Aletta sedikit gelisah. Dia berdiam diri di atas motor tersebut dengan perasaan was-was.Walau ia tahu kalau Gibran tidak akan mungkin berbuat seperti itu, namun tetap ada rasa takut di dalam hatinya.Aletta menatap Gibran yang sudah membalikkan tubuhnya menghadap belakang.Bibir ranumnya berhasil menggoda Alwtta yang sama-sama merindukan ciuman tersebut.Gibran te
Gibran mendekatkan wajahnya pada Aletta, sampai dahi mereka menempel sempurna.Aletta tersenyum malu juga grogi. Dia menatap wajah Gibran yang sangat dekat dengannya.Gibran mengedipkan matanya memberi isyarat, dan Aletta memahaminya.Dia segera memejamkan mata, menyambut kedua bibir yang akan menempel pada bibirnya.Semua orang yang menonton adegan tersebut, menganga dengan perasaan yang tidak karuan.Mereka senyap, terdiam seakan seperti sebuah patung, danCup.Gibran mencium bibir Aletta sekilas.
Gibran berdiri di atas sebuah panggung persegi, lengkap dengan alat-alat musik yang nanti akan ia mainkan.Sebuah mic yang berdiri tegak di depannya, ia raih sembari menarik nafas dalam-dalam.…...By: Kangen BandJudul: Yakin Cintamu KudapatLirik:Langkah kakiku semakin sesatSaat dirimu hakimi hatikuNamun kucoba selalu mengalahKulakukan demi cintaAku menunggu dan terus berharap
Gibran memarkirkan motornya di depan sebuah halaman cafe. Kemudian mereka berdua turun dan melangkah masuk ke dalam cafe tersebut."Eh, Gibran!" Seorang Pria berperawakan tinggi berisi menyapanyaGibran tersenyum. Begitupun dengan Aletta."Kebetulan sekali kamu kesini, Gib. Ada acara disini." ucapnya seraya membawa mereka berdua untuk duduk di salah satu kursi yang ada disana."Terimakasih." Mereka duduk berhadapan dengan asistennya Pak Pendra."Bagaimana kabarmu, Gib? Mm … audisinya gimana? Lancar?" tanyanya dengan berpangku tangan diatas meja.Gibran tersenyum manis. "Alhamduli
Gibran termenung di atas motornya. Sudah hampir 20 menit dia disana menunggu kedua orang tuanya, tapi mereka belum juga kelihatan."Aku berangkat aja kali, ya?" gumamnya seraya melirik jam yang melingkar di tangannya."Ah, iya. Aku berangkat aja." Gibran menghela nafas. Kemudian mengirim sebuah pesan pada Aletta, bahwa dia akan berangkat kesana sekarang.Sebelum pergi, Gibran menitip salam terlebih dahulu pada tetangganya, buat ngabarin kedua orang tuanya kalau dia sudah berangkat.Setelah itu, dia baru berangkat menuju rumah Aletta.Sepanjang perjalanan dia terus beriring, menyanyikan sebuah lagu yang akan ia nyanyikan nanti di cafe.
Setelah selesai, mereka membawanya ke dalam, disimpan ditempat yang lembab, biar tidak layu besok pas dijual."Kamu makan duluan. Bapak mau bersihkan badan dulu," ucapnya seraya menyampirkan sebuah handuk di pundaknya.Gibran mengangguk. Dia berjalan menuju dapur, yang dimana ibunya tengah menata semua makanan disana."Bapak mana?" tanyanya sambil menuangkan satu gelas air putih, lalu diberikan pada Gibran."Bapak katanya mau mandi." Gibran menerima gelas tersebut, dan dia teguk sampai tandas isinya."Oo. Kamu makan dulu aja. Ibu mau beresin dulu perabotan," ucapnya seraya berlalu dari sana.Gibran
Gibran membawa Aletta masuk ke dalam resort tersebut. Disana ia memesan beberapa jenis makanan spesial untuk pacarnya.Hampir setengah jam lamanya mereka menunggu, akhirnya makanan tersebut pun tiba dan menaruhnya di atas meja mereka."Waw. Kamu pesan ini semua, Bunny?" Aletta sampe ngiler melihat semua makanan yang menggiurkan di depannya.Gibran mengangguk."Gak sia-sia kita menunggu, Bunny. Selain tatanannya cantik … ini juga sangat lezat," ucapnya setelah mencoba satu potong beef barbeque.Gibran membentangkan bibibrnya menjadi sebuah senyuman. Kemudian meraih satu garpu yang ada di atas meja.
Gibran tersenyum sangat bahagia bisa mendapatkan banyak dukungan dari semua orang-orang yang dekat dengannya. "Terima kasih, ya Allah," batinnya dengan kedua tangan membasuh muka. Aletta melipat kedua tangannya di dada, dan melangkah mendekati Gibran yang tengah berbahagia. "Selamat, ya, Honey. Banyak orang yang berharap padamu," ucapnya seraya mengelus bahu sang pacar ikut berbahagia. Gibran menoleh dan tersenyum padanya. "Semoga aku bisa membanggakan semua orang yang sudah mendukungku." "Amin." Gibran membentangkan senyumannya, lalu mendekap tubuh Aletta, memeluknya sangat erat.