Gibran melajukan motornya ke sebuah tempat yang sangat indah. Tempat yang pas untuknya menyejukkan hati yang sedang terbakar.
"Loh, kok, kesini?" tanya Alleta sambil turun dari motor.
Gibran hanya diam. Mood-nya sedang tidak bagus.
Gibran langsung berjalan tanpa mengajak Alleta terlebih dahulu.
"Bunnyyyy!" seru Alleta.
Gibran tidak menghiraukannya. Ia terus berjalan mendekati sebuah genangan air yang sangat luas.
Tepat di pinggir danau, Gibran menghentikan langkahnya.
Alleta yang sedari tadi hanya mematung sambil melihatnya berjalan acuh padanya. Kini melangkahkan kakinya saat melihat Gibran sudah berhenti melangkah.
Akhirnya, Alleta dan Gibran hanya jalan-jalan di pinggir Danau saja tanpa adanya air mancur."Cape?" tanya Gibran.Alleta mengangguk pelan.Gibran menghentikan langkahnya dan mengajak Alleta untuk dulu.Alleta tersenyum. Ia duduk disamping Gibran seraya menyandarkan kepalanya ke bahu Gibran."Bunny. Kalo kamu sukses menggapai cita-citamu. Apa kamu akan melupakanku?" tanya Alleta dengan suara pelan.Gibran langsung menoleh pada Alleta, "Apa maksudmu, Hunny?""Aku takut, Bunny. Aku takut kalo kamu akan melupakan aku," jawabnya lirih."Hunny." ucap Gibran sambil mendorong kecil kepala Alleta d
Hari ini, genap sebulan Gibran bekerja di Cafe tersebut."Apa aku besok malam boleh minta cuti?" ucap Gibran sungkan.Pak Pendra tersenyum hangat. Ia menepuk bahu Gibran secara berulang-ulang."Itu terserah kamu. Kan di dalam perjanjian, aku tidak berhak memaksamu untuk terus bekerja," jawabnya mengingatkan lagi."Hehe." Gibran menampilkan giginya sedikit. "Kalo gitu, aku permisi, Pak!" ucap Gibran sopan."Silahkan. Nanti kamu hubungi Asistenku kalo mau masuk kerja lagi.""Baik, Pak! Makasih banyak, Pak!" Gibran sangat berterimakasih senang sekali mendapatkan atasan seperti Pak Pendra. Selain pengertian, Pak Pendra juga sangat baik sekali pada Gibran. Apapun yang Gibran katakan, d
Gibran memarkirkan motornya di depan halaman rumah Alleta."Eh, Nak Gibran." sapa bapaknya Alleta dari ambang pintu."Alleta-nya ada, Pak?" tanya Gibran sambil menyalami tangan bapaknya Alleta."Ada di dalam. Katanya lagi ngurus makalah buat besok." jawabnya sambil mengelus punggung Gibran lembut.Gibran mengangguk paham."Silahkan masuk. Bapak mau ke warung depan.""Makasih, Pak!"Bapaknya Alleta mengangguk, lalu pergi.Gibran masuk tanpa permisi lagi karena ia sudah dapat izin dari bapaknya Alleta.Tok…
Gibran membawa Alleta ke tempat yang sangat Alleta sukai."Pasar malam?" tanya Alleta menatap senang pada tempat yang sudah sangat ramai.Mulai dari jam 3 sore, pasar malam dibuka sampai jam 12 malam.Gibran menggandeng tangan Alleta untuk masuk ke dalam keramaian orang yang hilir mudik berlalu lalang kesana kemari sambil menggandeng anak-anaknya, ada juga yang menggandeng pacarnya seperti Alleta dan Gibran.Tapi, tak hanya itu. Ada juga yang hanya plonga-plongo kesana kemari. Mungkin lagi mencari teman untuk di gandeng. Alias nyari pasangan."Mau naik itu?" Alleta menunjuk sebuah wahana permainan perahu yang sering disebut dengan kora-kora.
Jam yang menempel di pergelangan tangan Gibran sudah menunjukkan pukul 8 lebih."Hunny. Ini sudah malam. Apa sebaiknya kita pulang sekarang?" Gibran bertanya sambil terus melangkah tanpa tujuan."Sebentar, Bunny. Aku ingin membeli bando dulu, ya?" Alleta menjawab sambil menarik tangan Gibran memasuki jongko."Mau beli apa?""Em. Aku mau beli bando," jawab Alleta sambil mengedarkan tatapannya.Alleta terus melihat-lihat semua bando yang tergantung juga yang berjejer di meja."Kamu nyari yang seperti apa, Hunny. Ini banyak. Apa gak ada yang cocok?" ucap Gibran sambil membolak-balik satu bando yang ia ambil."Sini, Bun
Sebelum pulang, Gibran memesan terlebih dahulu pesanan calon mertuanya."Mau yang rasa apa, Dek?" tanya tukang martabak."Em, kacang satu, ketan satu, dan yang spesial satu," jawab Gibran.Alleta yang mendengar pesanan Gibran melongo."Banyak banget. Buat siapa?" tanyanya."Satu buat ibumu, dan satu buat ibuku," jawabnya sambil menunjuk dirinya sendiri."Satu lagi?" tanya Alleta bingung."Satu lagi buat kita. He …"Alleta ikut tersenyum mendengarnya."Aku mau spesial.""He'em."
Seperti yang sudah disepakati semalam. Gibran akan melanjutkan audisinya malam hari ini di sebuah panggung cukup luas dengan sorotan kamera di sekelilingnya.Dari beratus peserta yang ikut audisi tahap pertama, kini hanya tinggal 50 peserta lagi yang bakalan ikut ajang audisi tahap pertama di atas panggung dengan banyak penonton juga harus siap dengan nilai para juri-juri yang mungkin bakala ada yang berkomentar sangat pedas.*******Di rumah Gibran."Bu. Aku mau berangkat sekarang, ya?" ucap Gibran meminta izin pada ibunya yang masih bergelut di halaman belakang bercocok tanam.Gibran yang tidak mendengar suara jawaban dari ibunya, ia langsung melangkah ke
Dari sekian para peserta, hanya Gibran lah yang diantar oleh pacarnya. Yang lain, pada diantar oleh kerabat-kerabat mereka, apalagi orangtuanya."Bunny. Gimana sama aku. Masa aku duduk sendirian?" ucapnya sambil menengok kanan kiri terdapat banyak peserta yang lagi bersiap-siap."Hunny. Kamu, kan ada aku disini," jawab Gibran seraya meraih pinggangnya."Halo. Permisi, Nona. Nona harus tunggu di kursi yang sudah tersedia di depan panggung." kata salah satu staf yang bekerja sebagai penata."Bunny." Alleta menolak untuk ikut bersama orang itu."Sebentar, ya? Aku mau bicara dulu sama pacar saya." pinta Gibran."Oh. Pacar," gumamnya lumayan terdengar.
Gibran menghentikan motornya di sebuah tempat sepi. Dia kemudian turun dan diikuti oleh Aletta di belakangnya."Bunny!" Aletta sedikit mempercepat langkahnya, menyusul Gibran yang tidak sedikitpun menghiraukan dirinya."Bunny!" panggilnya lagi saat sudah berada di dekat dengannya.Gibran menoleh, namun dengan raut wajah yang datar. Membuat hati Aletta sakit melihatnya."Maafkan aku, Honey. Aku lupa kalau kita masih pacaran. Belum melangkah jauh ke jenjang yang lebih serius," ucapnya datar.Aletta hanya diam mendengarkan."Entah apa yang tengah aku pikirkan… sampai-sampai aku meminta hal itu!
Gibran melajukan motornya, membelalah jalan kota yang cukup lenggan, karena hari ini sudah begitu larut dan bukan weekend. Jadi, jalanan cukup sepi.Dipertengahan perjalanan pulang, dia menghentikan motornya tepat di tempat sepi.Membuat Aletta sedikit gelisah. Dia berdiam diri di atas motor tersebut dengan perasaan was-was.Walau ia tahu kalau Gibran tidak akan mungkin berbuat seperti itu, namun tetap ada rasa takut di dalam hatinya.Aletta menatap Gibran yang sudah membalikkan tubuhnya menghadap belakang.Bibir ranumnya berhasil menggoda Alwtta yang sama-sama merindukan ciuman tersebut.Gibran te
Gibran mendekatkan wajahnya pada Aletta, sampai dahi mereka menempel sempurna.Aletta tersenyum malu juga grogi. Dia menatap wajah Gibran yang sangat dekat dengannya.Gibran mengedipkan matanya memberi isyarat, dan Aletta memahaminya.Dia segera memejamkan mata, menyambut kedua bibir yang akan menempel pada bibirnya.Semua orang yang menonton adegan tersebut, menganga dengan perasaan yang tidak karuan.Mereka senyap, terdiam seakan seperti sebuah patung, danCup.Gibran mencium bibir Aletta sekilas.
Gibran berdiri di atas sebuah panggung persegi, lengkap dengan alat-alat musik yang nanti akan ia mainkan.Sebuah mic yang berdiri tegak di depannya, ia raih sembari menarik nafas dalam-dalam.…...By: Kangen BandJudul: Yakin Cintamu KudapatLirik:Langkah kakiku semakin sesatSaat dirimu hakimi hatikuNamun kucoba selalu mengalahKulakukan demi cintaAku menunggu dan terus berharap
Gibran memarkirkan motornya di depan sebuah halaman cafe. Kemudian mereka berdua turun dan melangkah masuk ke dalam cafe tersebut."Eh, Gibran!" Seorang Pria berperawakan tinggi berisi menyapanyaGibran tersenyum. Begitupun dengan Aletta."Kebetulan sekali kamu kesini, Gib. Ada acara disini." ucapnya seraya membawa mereka berdua untuk duduk di salah satu kursi yang ada disana."Terimakasih." Mereka duduk berhadapan dengan asistennya Pak Pendra."Bagaimana kabarmu, Gib? Mm … audisinya gimana? Lancar?" tanyanya dengan berpangku tangan diatas meja.Gibran tersenyum manis. "Alhamduli
Gibran termenung di atas motornya. Sudah hampir 20 menit dia disana menunggu kedua orang tuanya, tapi mereka belum juga kelihatan."Aku berangkat aja kali, ya?" gumamnya seraya melirik jam yang melingkar di tangannya."Ah, iya. Aku berangkat aja." Gibran menghela nafas. Kemudian mengirim sebuah pesan pada Aletta, bahwa dia akan berangkat kesana sekarang.Sebelum pergi, Gibran menitip salam terlebih dahulu pada tetangganya, buat ngabarin kedua orang tuanya kalau dia sudah berangkat.Setelah itu, dia baru berangkat menuju rumah Aletta.Sepanjang perjalanan dia terus beriring, menyanyikan sebuah lagu yang akan ia nyanyikan nanti di cafe.
Setelah selesai, mereka membawanya ke dalam, disimpan ditempat yang lembab, biar tidak layu besok pas dijual."Kamu makan duluan. Bapak mau bersihkan badan dulu," ucapnya seraya menyampirkan sebuah handuk di pundaknya.Gibran mengangguk. Dia berjalan menuju dapur, yang dimana ibunya tengah menata semua makanan disana."Bapak mana?" tanyanya sambil menuangkan satu gelas air putih, lalu diberikan pada Gibran."Bapak katanya mau mandi." Gibran menerima gelas tersebut, dan dia teguk sampai tandas isinya."Oo. Kamu makan dulu aja. Ibu mau beresin dulu perabotan," ucapnya seraya berlalu dari sana.Gibran
Gibran membawa Aletta masuk ke dalam resort tersebut. Disana ia memesan beberapa jenis makanan spesial untuk pacarnya.Hampir setengah jam lamanya mereka menunggu, akhirnya makanan tersebut pun tiba dan menaruhnya di atas meja mereka."Waw. Kamu pesan ini semua, Bunny?" Aletta sampe ngiler melihat semua makanan yang menggiurkan di depannya.Gibran mengangguk."Gak sia-sia kita menunggu, Bunny. Selain tatanannya cantik … ini juga sangat lezat," ucapnya setelah mencoba satu potong beef barbeque.Gibran membentangkan bibibrnya menjadi sebuah senyuman. Kemudian meraih satu garpu yang ada di atas meja.
Gibran tersenyum sangat bahagia bisa mendapatkan banyak dukungan dari semua orang-orang yang dekat dengannya. "Terima kasih, ya Allah," batinnya dengan kedua tangan membasuh muka. Aletta melipat kedua tangannya di dada, dan melangkah mendekati Gibran yang tengah berbahagia. "Selamat, ya, Honey. Banyak orang yang berharap padamu," ucapnya seraya mengelus bahu sang pacar ikut berbahagia. Gibran menoleh dan tersenyum padanya. "Semoga aku bisa membanggakan semua orang yang sudah mendukungku." "Amin." Gibran membentangkan senyumannya, lalu mendekap tubuh Aletta, memeluknya sangat erat.