"Kamu memang selalu bisa membuatku terpesona, Jimmy." ucap seorang gadis yang kini ada di belakang dan melingkarkan tangannya di leher Jimmy. Ia meraba rahang kokoh Jimmy dan turun menelusuri leher hingga kini ke arah dada bidang lelaki itu. Sambil memainkan jari telunjuknya membentuk pola abstrak di dada bidang Jimmy. Sepertinya gadis itu sudah terbiasa melakukan hal itu pada Jimmy, sehingga tak ada penolakan dari Jimmy.
Walau tidak menolak namun juga tak ada reaksi dari Jimmy, lelaki itu masih asyik dengan keyboard di depannya. Pandangan matanya masih terfokus pada layar komputer yang masih menyala. Sepertinya cuma pekerjaan yang bisa membuat Jimmy tertarik, dari pada harus membalas perlakuan gadis cantik yang berusaha menggodanya kali ini.
Saat terdengar ketukan pintu, dengan gerakan cepat Jimmy memutar kursinya dan menarik pinggang gadis cantik yang sejak tadi terus merayu itu untuk duduk di atas pangkuannya. Tangan Jimmy mulai bekerja, meraba paha gadis itu yang memang memakai rok pendek di atas lutut dengan gerakan sensual menggoda. Bahkan Jimmy menelusupkan kepalanya di ceruk leher gadis itu untuk memberikan kecupan-kecupan kecil. Sehingga membuat gadis yang ada di pangkuan Jimmy tersenyum bahagia.
Seperti mendapatkan apa yang dia inginkan, gadis muda yang kini ada di pangkuan Jimmy menikmati setiap gerakan yang Jimmy berikan. Bahkan gadis itu memberikan akses kepada Jimmy untuk melakukan yang lebih dari sekedar kecupan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya agar terlihat semakin seksi dan menggoda di mata Jimmy.
"Ma-maaf Pak," ucap seorang wanita yang tadi mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan Jimmy. Ia merasa tak enak hati melihat kegiatan bos-nya yang sedang asyik bercumbu dengan seorang gadis di ruangannya, bahkan wanita itu merasa kegiatan sang bos pasti terganggu dengan kehadirannya. Ia pun bersiap untuk balik badan dan kembali keluar dari ruangan. Menuju ke meja kerjanya, mungkin sebaiknya ia kembali setelah bos-nya selesai dengan kesibukannya. Pikir wanita itu.
"Erika, tunggu!" panggil Jimmy.
"Bawa dokumen itu kemari!" perintah Jimmy dengan nada suara penuh penekanan dan tatapan mata dingin menusuk kearah sekertarisnya yang sudah bersiap kembali keluar dari ruangannya. Melihat Erika sekertarisnya ingin keluar dari tempat itu, membuat Jimmy seakan tidak rela. Sorot mata tajam mengintimidasi yang ia berikan pada Erika, membuat Erika tidak bisa berbuat apa-apa selain menurut.
Merasa namanya dipanggil, Erika mau tak mau kembali berbalik badan dan mulai berjalan mendekat menuju kearah meja kerja Jimmy. Setelah menyerahkan dokumen itu, ia berniat untuk segera keluar. Pikirnya. Karena Erika benar-benar tidak nyaman melihat pemandangan akan kemesraan Jimmy dengan wanita-nya.
Tanpa berniat merubah posisi, Jimmy dengan wajah dingin andalannya mengambil dokumen yang di sodorkan Erika kepadanya. Ekspresi tenang yang Jimmy tampilkan, membuat Erika yakin jika hal seperti ini sudah biasa ia lakukan. Yaitu bermesraan dengan seorang gadis di ruangan kerjanya.
Terlihat tatapan kekesalan dari wajah gadis yang masih ada di pangkuan Jimmy. Ia tak segan-segan melempar tatapan tidak sukanya kepada Erika. Karena bagi gadis itu, Erika sudah mengganggu kesenangannya bersama dengan Jimmy yang mungkin jika di lanjutkan akan berakhir di atas ranjang kamar pribadi Jimmy yang ada di kantornya.
Erika lebih memilih menundukkan kepalanya dari pada harus bertatap muka dengan sang bos atau pun gadis itu. Walaupun ini bukan pertama kalinya Erika mendengar jika Jimmy sering berganti pasangan, dan berkelakuan seperti itu di kantor. Tapi untuk melihat secara langsung seperti saat ini, itu sungguh sangat memalukan bagi Erika.
Setelah selesai menandatangani dokumen pemberian Erika, Jimmy mengembalikannya kepada Erika. Sekilas Jimmy melirik Erika yang masih tertunduk dan tak melihatnya. Bahkan setelah menerima dokumen dari tangan Jimmy sekalipun, Erika hanya membungkuk kemudian berlalu keluar ruangan. Seperti tidak terjadi apa-apa. Tapi entah kenapa itu justru membuat Jimmy seperti kehilangan sesuatu.
Jimmy menatap punggung Erika, sebelum akhirnya Erika benar-benar hilang dari pandangannya. Seakan tersadar akan sesuatu, Jimmy melepaskan pelukannya pada gadis yang masih setia berada di pangkuannya itu.
Seorang gadis cantik yang dengan tak tahu malunya memainkan jari jemarinya di atas dada bidang Jimmy, berusaha membuat perhatian Jimmy teralihkan dari pekerjaan dan melirik kepadanya. Benar-benar seorang gadis penggoda yang begitu mahir akan tugasnya.
"Lepaskan tanganmu, Monika!" perintah Jimmy dengan nada penuh penekanan. Sambil memegang pergelangan tangan Monika untuk menghentikan kegiatannya yang sudah semakin liar.
Gadis yang ternyata bernama Monika itu mengerjapkan matanya bingung. "Bukankah tadi kamu sangat menyukainya, Jimmy?" Monika berusaha merayu Jimmy dengan nada menggoda.
Tak ada jawaban dari Jimmy selain tatapan mata tajamnya ke arah Monika sebagai tanda peringatan agar Monika tidak melanjutkan aktifitasnya. Monika pun memilih beranjak dari pangkuan Jimmy karena ia tak ingin membuat Jimmy marah kepadanya. Lalu ia berjalan menuju ke sofa.
"Kamu sekarang sudah nggak asyik lagi, Jimmy. Kamu sudah berubah. Padahal dulu kamu tidak bisa jauh dariku." ucap Monika yang kini mulai mendudukkan tubuhnya di atas sofa.
"Pergilah! Aku sedang sibuk dengan pekerjaanku, dan sebaiknya kamu jangan menggangguku untuk saat seperti ini." perintah Jimmy.
"Aku tak akan pergi kemana-mana, aku akan menunggumu, sayang. Dan tenang saja, aku tak akan menggangu lagi. Aku akan membaca beberapa buku di sana sambil menunggumu selesai dengan pekerjaanmu." jawab Monika sambil mengedipkan sebelah matanya.
Jengah dengan ulah Monika, kini Jimmy lebih memilih untuk kembali menyelesaikan pekerjaannya. Dengan harapan agar ia bisa pulang kerja lebih awal. Entah kenapa kali ini Jimmy ingin segera pulang setelah selesai dengan urusan kantornya. Dan untuk Monika? Jimmy tidak akan peduli lagi apa yang akan di lakukan gadis itu. Baginya ia lebih tertarik melihat suasana apartemennya ketimbang menemani Monika bermain. Suasana apartemen yang sudah beberapa hari tidak ia lihat bagaimana isinya.
*****
Erika baru saja memasuki apartemen yang ia tempati belakangan ini. Baru saja memasuki apartemen tersebut, entah kenapa perutnya sudah di sambut aroma pewangi ruangan yang membuatnya mual. Padahal Erika tak pernah mengganti aroma pewangi itu dengan yang baru, "Kenapa aroma pewangi ruangan ini jadi gini sih?" gerutunya.
Ia pun menutup mulutnya memakai telapak tangannya kemudian berjalan cepat menuju ke kamarnya. Karena Erika sudah benar-benar tak tahan dengan aroma pewangi yang menurutnya sangat menyengat itu.
Setelah sampai di kamarnya, Erika meletakkan tasnya di atas meja yang biasa ia pakai jika ada pekerjaan yang perlu ia kerjakan di rumah. Atau pun ia memakainya untuk mengetik novel dari laptopnya. Ya benar, selain bekerja sebagai sekertaris di kantor Jimmy, pekerjaan sampingannya adalah menjadi penulis novel online. Setidaknya dengan begitu ia tidak merasa kesepian berada di apartemen mewah ini sendirian. Dan lagi ia mendapatkan gaji yang lumayan dari jerih payahnya tersebut.
Setelah membersihkan diri, dan sudah berganti baju piyama Doraemon kesukaannya. Erika mengambil laptop dan membukanya sambil duduk bersandar di tepi ranjang. Ia mulai menjelajah membuka aplikasi novel online untuk sekedar membaca komen dari para pembaca setianya.
Sudut bibir Erika terangkat saat ia mulai membaca komen satu persatu dari bab terakhir yang ia update kemarin malam. "Komen kalian sungguh membuatku jadi bersemangat untuk ngetik lagi." gumam Erika sambil tersenyum.
Erika pun memasang headset di telinganya. Jari-jemarinya lincah berselancar di atas keyboard laptop miliknya untuk membalas komen para reader. Saat asyik dengan balasan komentar yang ia berikan, tiba-tiba saja terlintas bayangan Jimmy bermesraan dengan gadis tadi di kantor. "Kenapa masih saja terasa nyeri? Padahal itu sudah biasa ia lakukan di depanku." gumam Erika yang matanya mulai berkaca-kaca siap untuk menangis.
"Walah, walah, kenapa aku jadi cengeng gini sih?" Erika menggelengkan kepalanya untuk menepis perasaan sesak di dalam dadanya. Ia menghapus air mata yang sudah berada di pelupuk matanya dengan menggunakan ibu jari.
"Fokus Erika, fokus!"
Erika menyemangati dirinya sendiri. Setelah menghela nafas, Erika pun mulai melanjutkan tulisannya agar ia bisa update malam ini. Dan tanpa ia sadari apa yang Erika lihat tadi siang seakan menjadi inspirasi baginya untuk kelanjutan novelnya.
Mungkin ia terlalu menghayati isi dari tulisannya, atau mungkin ia masih terbawa perasaan saat melihat bosnya sedang bermesraan di kantor tadi siang. Yang jelas kini Erika merasa sedih dan merasa begitu sesak menyusup ke dalam dadanya.
"Aku tidak boleh mempunyai perasaan apapun pada pak Jimmy. Walaupun ia seniorku di kampus dulu. Aku harus tahu diri, posisinya saat ini sudah berbeda dengan yang dulu." gumam Erika memperingati dirinya sendiri supaya tidak jatuh hati pada pesona Jimmy yang memang sangat tampan.
"Erika! Apa kamu ada di dalam?" teriak seseorang dari luar kamarnya. Dan Erika tahu betul itu suara siapa.
Dengan segera Erika melepas headset dari telinganya, dan menutup laptopnya. Ia beranjak dari kasur dan berlari menuju ke pintu kamar untuk membukanya. "I-iya." jawab Erika sambil tertunduk tak berani melihat orang yang baru saja memanggilnya.
"Aku lapar, buatkan sesuatu untukku!" perintah orang itu kemudian berlalu pergi begitu saja tanpa melihat bagaimana wajah Erika.
Erika menghela napas lega, ia menatap punggung orang itu yang sudah berjalan menuju ke kamarnya. "Tumben mas Jimmy pulang kemari?" gumam Erika penuh tanya. "Semoga saja ini bukan pertanda buruk untukku."
Bersambung ...
Erika menghela nafas lega, ia menatap punggung orang itu yang sudah berjalan menuju ke kamarnya. "Tumben mas Jimmy pulang kemari?" gumam Erika penuh tanya. "Semoga saja ini bukan pertanda buruk untukku."Bagi Erika bisa melihat lelaki itu di apartemen ini sungguh kejadian yang sangat langka. Saat baru saja ingin melangkah keluar dari kamar, Erika kembali mencium aroma pewangi yang membuatnya merasa mual. Ia berlari masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Perutnya terasa campur aduk tak karuan, bahkan karena hal itu semua isi di dalam perutnya terkuras habis keluar.Ia menyiram bekas muntahannya di dalam closet, kemudian Erika berjalan menuju ke wastafel untuk membasuh wajahnya. "Kenapa sih ini? Nggak biasanya aku kayak gini." gumam Erika yang merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ia pun membuka sebuah laci yang memang biasa ia pakai untuk menyimpan masker dan benda kecil lainnya, seperti kaos kaki dan lain-lain.
Setelah menyelesaikan pergulatan panasnya, Jimmy menatap tajam ke arah Erika yang masih terkulai lemas di bawah tubuhnya. Ia kemudian beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi dan meninggalkan Erika tanpa sepatah katapun. Dan tentu saja hal itu membuat Erika bingung. Ada apa sebenarnya dengan suaminya? Kenapa sepertinya Jimmy sedang marah padanya?Tak ingin berpikir yang tidak-tidak, Erika yang merasa lelah hanya bisa tersenyum bahagia setelah memberikan kepuasan kepada sang suami. Bagi Erika kebahagiaan yang selama ini ia idamkan telah tercapai. Seniornya di kampus yang sangat ia kagumi, saat ini telah berganti status menjadi suaminya. Bahkan saat ini mereka sedang menikmati indahnya bulan madu di pulau Dewata Bali.Pagi ini Erika yang baru bangun dari tidurnya, tak menemukan keberadaan Jimmy di sampingnya. Dan Erika merasa ini sedikit aneh, padahal baru kemarin mereka sangat menikmati pergulatan panas di ranjang kamar hotel mewah ini. Tapi
Erika menghela napas sebelum melangkahkan kakinya memasuki hotel Winston. Seakan memasuki lobi hotel Winston adalah beban berat yang harus ia tanggung sendirian. Doanya hanya satu, semoga tidak ada yang mengenalinya setelah ia sampai di dalam lobi hotel. Dengan perasan berat hati, Erika mulai melangkah menginjak anak tangga di depannya menuju ke dalam lobi hotel.Sesampainya di depan resepsionis, Erika menanyakan dimana letak kantor manager hotel. Setelah mendapat jawaban, Erika melangkah menuju ke arah lift."Bukankah wanita itu yang pernah keluar dari kamar 919? Nggak nyangka ya, tampilannya seperti masih polos, tapi doyan juga tidur sama bos-bos kaya.""Ssttt ... Asal ada duitnya semua pekerjaan pasti di anggap halal."Samar-samar Erika mendengar resepsionis itu menggunjingkan dirinya. Rasanya begitu sesak di dalam dadanya. Erika menengadahkan kepalanya ke atas untuk mencegah supaya air matanya tak keluar di saat seperti ini.Erika h
"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya.Hendrik terhuyung dan terjatuh ke lantai, darah segar mengalir di sudut bibirnya. "Kamu siapa?! Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!!" Teriak Hendrik setelah mengusap darah segar di sudut bibirnya.Lelaki itu tak memberikan jawaban, ia melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Erika yang sudah terlihat berantakan. "Pergilah! Biar dia menjadi urusanku." Ucap lelaki itu menyuruh Erika pergi."Terimakasih." ucap Erika pelan. Kemudian ia mengambil tas dan dokumen yang ada di atas meja lalu berlari keluar sambil menangis.Sungguh hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya. Erika berlari sambil tertunduk, ia tak peduli dengan pandangan para karyawan hotel terhadapnya. Yang ia inginkan adalah segera keluar dari hotel sialan ini.Dan untuk Hendri
Sinar matahari pagi mulai memasuki celah kamar Erika, tapi wanita itu terlihat masih malas untuk sekedar keluar dari kamarnya walau pun ia sudah terbangun dari tidurnya. Pipinya masih terasa sedikit nyeri. Kejadian percobaan perkosaan yang ia alami kemarin, membuat Erika memilih mengurung diri di kamarnya.Untung saja ada pemuda yang entah dari mana datangnya itu, menyelamatkan dirinya dari perbuatan bejat Hendrik. Kalau tidak? Entah apa yang akan terjadi pada Erika.Akibat perut yang berbunyi untuk meminta asupan makanan, Erika terpaksa beranjak dari kasurnya. Setelah mencuci muka terlebih dahulu, ia pun memakai masker keluar dari kamarnya.Walaupun Erika sudah mengganti pewangi ruangan dengan aroma yang lebih lembut, tapi tetap saja terkadang Erika merasa mual tanpa sebab. "Auw, pipiku ternyata masih sedikit nyeri. Sebaiknya aku kompres lagi dengan es batu, supaya mengurangi bengkak dan rasa sakitnya." Gumam Erika saat merasakan nyeri di pipi
Seminggu sudah kejadian itu berlalu. Karena kesalahpahaman, membuat hubungan Jimmy dan Erika menjadi semakin dingin dan renggang. Beberapa kali Jimmy sengaja membawa Monika ke kantor dengan maksud supaya Erika tahu jika dirinya juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang Erika lakukan (pergi dengan lelaki lain) pikir Jimmy.Bahkan Jimmy juga membawa Monika ke beberapa pertemuan bisnis yang di hadiri olehnya. Ketika berpapasan dengan Erika, sikap Jimmy seakan tidak mengenal atau bahkan tidak menganggap akan keberadaan Erika.Jimmy tidak memberi kesempatan kepada Erika menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Hati Jimmy seakan telah membeku, telinganya seakan menjadi tuli. Bahkan selama seminggu itu juga Jimmy tidak pernah pulang ke apartemen.Sebagai seorang istri, tentu saja Erika merasa sangat sedih di perlakukan seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin itulah resiko mempunyai suami yang sangat kaya raya dan terkenal. Sehingga bisa memperlakuka
Jimmy yang masih berkutat dengan komputer di depannya di kejutkan dengan kedatangan Allan. Walau sebelumnya Allan sudah memberikan kabar jika akan datang ke kantor Adhinata Group, tapi Jimmy tak menyangka bahwa sahabatnya itu akan datang lebih cepat dari perkiraannya."Wuih, bos besar nampaknya masih sibuk nih?" goda Allan yang memang baru memasuki ruangan Jimmy."Allan? Cepat juga kamu datangnya. Aku kira sejam lagi baru akan sampai disini." jawab Jimmy yang melihat Allan berjalan menuju ke arahnya."Mana berani aku membiarkan bos lama-lama menunggu. Iya nggak, Van?" ucap Allan seolah meminta persetujuan Evan akan ucapannya."Bener itu mas Allan, pak Jimmy pasti ngamuk kalau kelamaan nunggu." jawab Evan sambil tersenyum ke arah Allan."Kamu itu asisten siapa, Van? Apa kamu mau potong gaji bulan ini?" pertanyaan Jimmy terdengar seperti ancaman di telinga Evan, sehingga ia bergidik ngeri mendengarnya.Wajah Evan
Hati Erika terasa hancur, melihat kenyataan bahwa pernikahannya dengan Jimmy yang baru seumur jagung, kini sudah berada di ujung tanduk. Apalagi saat pengacara menunjukkan dokumen gugatan cerai yang akan Jimmy layangkan kepadanya, membuat dada Erika semakin sesak. Selain pasrah dengan keadaan, apalagi yang bisa ia lakukan?Saat ini Erika butuh tempat untuk memenangkan diri sejenak dari segala macam sesak di dalam dadanya. Ia pun memilih pergi ke sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Adhinata group, apalagi saat ini Erika mendapat kesempatan pulang lebih awal. Cafe milik salah satu sahabatnya semasa ia kuliah dulu adalah tempat tujuannya."Er? Benarkah itu kamu?" Sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Indri sahabatnya, saat melihat Erika berjalan memasuki cafe.Erika mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat ke meja kasir. "Tentu saja ini aku. Tidak tahukah kamu jika aku sangat merindukanmu, In. Lama kita nggak ngumpul bareng setelah lulus kuliah." ucap Er
Pandangan mata Jimmy tidak lepas dari Erika yang berdiri di samping ranjang baby Nino yang tertidur pulas. Raut wajah penuh rasa khawatir tergambar jelas di sana. Karena kelahirannya yang prematur, maka mau tidak mau baby Nino masih berada di dalam boks inkubator. Untuk menjaga agar tubuhnya tetap hangat.'Apa ini mimpi?' batin Jimmy yang masih bingung dan tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi hari ini. Walau tubuhnya masih terlihat capek sehabis perjalanan jauh, namun itu tidak membuatnya mengeluh.'Kalaupun ini mimpi, rasanya aku tidak ingin terbangun. Mimpi ini terlalu indah.' batin Jimmy dengan perasaan campur aduk tak karuan.Setelah demam Nino turun, dokter memberikan ijin untuk dipindahkan ke ruang perawatan khusus bayi. Di ruangan VVIP itu hanya tinggal Jimmy dan Erika yang menemani. Angela memilih untuk pulang dan memberikan ruang bagi keduanya bicara dari hati ke hati.Jimmy masih belum bisa percaya bahwa dirinya kini telah menjadi seorang
Seminggu sudah berlalu semenjak acara konferensi pers berlangsung, namun berita panas tentang pernikahan Jimmy masih saja menghiasi berbagai layar kaca. Banyak yang tidak menyangka jika pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari setahun lamanya.Entah Jimmy yang pandai menyembunyikan hal itu, atau mungkin para wartawan yang lengah dengan hal itu. Namun yang pasti saat ini dari pernikahan Jimmy dan Erika, mereka sudah memiliki seorang bayi mungil yang sangat menggemaskan."Er, bagaimana kalau sepulang dari sini kita mampir dulu ke tempat Indri. Sudah lama kita tidak ngumpul." ajak Zack saat berada di salah satu bioskop untuk nonton bareng film 'My Boss' bersama beberapa artis yang terlibat dalam penggarapan film itu."Nino gimana?" Erika sepertinya mencemaskan Nino yang ditinggalkannya di rumah bersama baby sitter."Apanya yang gimana, suruh aja mbaknya ke cafe Indri sekalian bawa Nino. Biasanya juga gitu kan?" ucap Zack yang sepertinya tidak mene
3 Bulan kemudian. "Apa kamu sudah siap, sayang?" suara Jimmy terdengar sudah tidak sabar dari luar kamar. "Sebentar lagi, mas." jawab seorang wanita dari dalam kamar. "Buruan, sayang. Acaranya sebentar lagi akan dimulai. Nanti kita bisa terlambat." ucap Jimmy mengingatkan. "Iya, ini sudah selesai kok." Tak lama setelah menjawab 'iya', seorang perempuan cantik keluar dari kamar dengan kaos lengan pendek berlogo judul film 'My Boss', serta celana jeans panjang dengan seorang balita imut berada di gendongannya. "Tadi Nino pup, makanya lama." ucapnya merasa bersalah telah membiarkan Jimmy menunggu lama diluar kamar. Bukannya marah, Jimmy justru memberikan kecupan hangat di kening perempuan itu. "Aku tidak akan keberatan walau harus menunggu seumur hidupku." ucap Jimmy yang kini mencium sekilas bibir perempuan tersebut yang tidak lain adalah Erika. "Ih ... Gombal." ucap Erika dengan senyum menggoda sambil
Jimmy langsung menutup panggilannya dan segera pergi menuju ke rumah sakit. Jantungnya berdebar kencang, ia takut terjadi sesuatu hal buruk pada Erika. "Apa yang membuatmu sampai harus ke rumah sakit?" ucap Jimmy.Setelah sampai di rumah sakit, seorang petugas parkir dengan sigap mengambil alih kemudi mobil Jimmy untuk memarkirkan mobilnya di tempat khusus yang hanya dirinya dan keluarga yang boleh menempati tempat tersebut.Jimmy langsung berlari menuju tempat dimana Erika saat ini berada. "Apa kamu merindukan anak kita? Kepergian anak kita pasti membuatmu sangat terpukul." Jimmy berhenti saat melihat Erika berdiri didepan ruang rawat bayi.Jimmy berpikir mungkin saja Erika sangat merindukan bayinya, sehingga dia rela berdiri begitu lama didepan ruang rawat bayi hanya untuk melihat beberapa bayi yang berada di dalam ruangan tersebut.Erika yang fokus melihat keadaan didalam ruang perawatan bayi, tidak menyadari kedatangan Jimmy yang kini sudah berdiri te
Berita tentang Monika yang melakukan tabrak lari, kini menghiasi berbagai media cetak maupun media elektronik. Rekaman cctv yang menunjukkan hal itu, berseliweran juga diberbagai media sosial. Sehingga menambah berita tersebut semakin viral. Apalagi Monika adalah model papan atas, sehingga membuat keadaan semakin memanas.Kini kasus itu juga sedang ditangani pihak kepolisian, dan Monika sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus tabrak lari. Dan dari pengakuan Monika, ia tidak sengaja melakukannya. Hanya karena takut dihakimi massa, sehingga dia memilih untuk kabur.Polisi yang tidak semudah itu percaya dengan pengakuan Monika, masih melakukan penyelidikan lebih lanjut motif dibalik peristiwa itu. Namun hingga kini polisi belum bisa berkomunikasi dengan korban tabrak lari itu, yang tidak lain adalah Erika. Karena hingga kini Erika belum mau menemui polisi, dengan alasan masih dalam tahap pemulihan pasca operasi.Berbagai media berlomba-lomba menyoroti
"Mama akan tunggu di luar ya sayang." ucap Angela saat akan keluar dari kamar Erika. "Iya, Ma." jawab Erika singkat sambil tersenyum. Lalu ia melanjutkan kembali sapuan make up tipis di wajahnya. Dua wanita beda generasi itu sepertinya sedang bersiap untuk pergi keluar rumah. Sudah menjadi agenda kegiatan rutin bagi keduanya, apalagi semenjak Erika tinggal di rumah Angela. Mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu berdua, baik itu di luar rumah atau didalam rumah itu sendiri. Mereka sering sekali pergi bersama-sama. Bahkan terkadang bisa memakan waktu hingga seharian penuh, dan akan kembali ke rumah itu di sore hari atau malam hari. Tujuan mereka sebenarnya tidak lain adalah ke tempatnya Indri. Kalau tidak ke cafe milik Indri, ya ke rumahnya. Itu saja. Jimmy yang tahu akan hal itupun, tidak pernah melarang. Karena Jimmy merasa tenang kalau Erika pergi bersama dengan Mamanya. Ditambah lagi ada bodyguard yang selalu saja menemani mereka. Sehingga Jimm
Erika hanya diam saat mobil yang dikemudikan Jimmy membawanya pulang kearah rumah Angela. Diamnya Erika dikarenakan ada beberapa hal yang mengganggu pikirannya saat ini, salah satunya soal Zack.Erika terlihat sedih karena tidak bisa ikut dengan Zack, saat Zack menjemputnya di rumah sakit tadi. Ya tentu saja itu semua karena ulah Jimmy yang melarang keras Erika ikut dengan Zack. Kecemburuan Jimmy membuat Erika terpaksa harus ikut dengannya.Melihat Erika yang lebih banyak diam, membuat Jimmy sesekali melirik kearahnya. Untuk memastikan apa yang sedang Erika lakukan. Jimmy melihat Erika duduk dengan kepala bersandar ke kaca jendela serta matanya melihat pemandangan lalu lalang diluar sana.Perjalanan yang sudah hampir 30 menit berlalu itu hening, tanpa ada satu patah katapun dari keduanya. Jimmy yang masih merasa kesal dan cemburu pada Zack memilih diam, sedangkan Erika yang sedih tidak dapat pulang bersama Zack juga melakukan hal yang sama. Padahal j
Erika terkejut mendapat respon Jimmy yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Seketika Erika pucat pasi karena takut membayangkan amarah Jimmy. 'Apa mas Jimmy menyalahkanku atas kecelakaan itu?' batin Erika.Tatapan intimidasi dan juga aura dingin yang Jimmy berikan, membuat lidah Erika kelu seketika dan tak mampu untuk berkata-kata. Bahkan beberapa kalimat yang sudah dia rangkai dan dia susun sebelumnya, hilang begitu saja tanpa jejak di kepalanya.Erika hanya bisa terdiam dan seperti kehilangan fokus, dia tidak tahu harus bagaimana lagi supaya Jimmy tidak mendominasi hidupnya. Dia tidak tahu lagi bagaimana membuat Jimmy mengerti bahwa dia tidak ingin anak yang ada di kandungan Monica lahir tanpa sosok seorang ayah dan disebut sebagai anak haram.Ditambah sebenarnya Erika juga sudah lelah dengan semua yang telah ia lalui selama menjadi istri seorang Jimmy Adrean Adhinata. Walaupun dia mencintai laki-laki itu, tapi hatinya tidak siap jika harus terus tersakiti. E
Erika terlonjak kaget ketika mendengar ada seseorang sedang membuka pintu ruangan VVIP di rumah sakit yang ia tempati saat ini. Erika dengan mudah dapat menebak siapa yang barusan datang, sehingga dia cepat-cepat mengakhiri panggilan video call-nya dengan Angela (mertuanya). Erika yang duduk bersandar pada sandaran ranjang rumah sakit, seketika raut wajahnya tegang disaat orang yang tadi membuka pintu berjalan memasuki ruangan. Bahkan orang itu semakin mendekat kearah ranjang tempatnya beristirahat. Apakah Erika berbuat kesalahan? Sehingga kedatangan Jimmy membuatnya setakut itu? Entahlah. Hanya saja dia tidak menyangka akan kedatangan Jimmy di jam kerja seperti ini, itulah yang membuat Erika benar-benar terkejut bukan main. 'Mas Jimmy? Kenapa dia datang di jam kerja seperti ini? Sungguh ini diluar dugaan.' batin Erika. Ia melihat sekilas Jimmy yang sekarang berdiri tepat disisi ranjang. Jimmy mengerutkan keningnya saat ia melihat ekspre