Rania menoleh kearah pintu kamarnya. Sejenak, dua bola matanya beralih menatap ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.Apa dia masih menungguku? tanya batin Rania.Di mobil, Sakti menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut seraya memperhatikan foto Kevin dan Rania. Memperbesar foto tersebut dengan telunjuk dan jempol yang menyatu untuk bekerja sama."Kue ulangtahun?" tanya Sakti berpikir sejenak. "Siapa yang ulang tahun? Kevin atau Rania?"Tanpa banyak buang waktu, Sakti mengambil ponsel dan mulai mencari data karyawan. Yah, salah satunya adalah Rania, istrinya sendiri.Sejenak, dua bola mata Sakti mengerling melihat tanggal lahir Rania yang jatuh tepat pada esok hari.GlekJadi, besok dia ulang tahun yang ke 26! kata batin Sakti menegak salivanya dengan paksa. Dua bola matanya mengerling melihat arloji di tangannya."Setengah jam lagi. Dia pasti masih merayakannya dengan teman-temannya yang lain. Hah, bagaimana bisa aku tak mengetahui ulang tahun istriku s
"Aku tak akan biarkan itu terjadi!" Suara yang membuat Rania dan Larasati tercekat mendengarnya.Suara itu!Rania membuka mata secara perlahan. Senyumnya mengembang saat melihat Sakti datang untuk menolongnya."Pak Sakti!" kata Larasati seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Sakti melepas tangan Larasati dengan keras dan beralih meraih tangan Rania."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Sakti memegang kedua pipi istrinya itu. Memastikan keadaan Rania baik-baik saja."Heem, aku baik-baik saja!" Pernyataan Sakti seketika membuat Larasati dan Roy seakan tak percaya mendengarnya. "Sayang," lirih Larasati menoleh ke arah Roy yang berdiri di sampingnya."Pak Sakti, apa Rania ...," ucap Roy terhenti melihat tatapan tajam sakti yang tertuju kepadanya. Seperti menyimpan amarah yang bersiap untuk di ucapkan.Sakti memperhatikan mereka dari atas ke bawah. Sudut matanya mengerut melihat tag name mereka yang merupakan karyawan dari perusahaannya."Kenapa kalian mengganggu kekasihku? Apa dia
Perlahan, ia mulai turun dari mobil. Semilir angin dan gemuruh ombak mengiringi letusan kembang api yang terlihat sangat jelas di depan mata."Apa kamu menyukainya?" Rania menoleh. Bibirnya bergetar mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa. Semua angan dan cita-cita saat masih kecil, seakan terjawab sudah dengan semua Keromantisan yang di buat oleh suaminya itu.Dia tau tentang hari ulang tahunku! kata batin Rania tak mampu menahan air mata yang jatuh menetes. Aku tak menyangka dia melakukan semua ini untuk membahagiakanku!"Kamu akan menyesal jika tidak menerima lelaki sesempurna Sakti. Kevin memang tampan, tapi apa kamu tau banyak wanita di luar sana yang tak perawan gara-gara kelakuannya!" Perkataan Sarah kembali melintas dalam benaknya.Sarah benar. Penyesalan akan datang padaku jika aku membiarkan lelaki yang mencintaiku dengan tulus lepas dariku. Memang, dulu aku menginginkan kevin tapi itu masa lalu. Dan dia! kata batin Rania menatap Sakti yang menunggu jawaban
"Apa yang kalian lakukan?" Suara lantang lelaki paruh baya yang membuat mereka terkejut.Clara melepas pelukannya. Bibirnya merapat mengimbangi rasa malu saat suaminya memergoki dirinya.'Bagaimana dia bisa datang ke sini? Apa dia mencoba mengikutiku?' batin Clara menatap suaminya berdiri di hadapannya."Papa!" kata Kevin yang membuat Clara menoleh ke arahnya.'Papa?' batin Clara seakan tak percaya. Dua bola manik mata Clara mengerling saat Kevin memanggil suaminya dengan sebutan papa."Lepaskan wanita jalang itu!" ketus papa Kevin yang membuat kevin tercekat.Kevin tersenyum sinis. Perlahan, ia mulai melangkah menghampiri orang yang telah merusak kenikmatannya. Hal sangat ia benci kepada ayahnya."Kenapa papa bicara seperti itu pada wanitaku? Bukankah selama ini kevin tak pernah ikut campur dengan urusan papa?" tanya Kevin yang tak mau ayahnya menjelekkan Clara.Clara seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Sungguh, ia berada pada situasi yang sangat sulit. Terjebak di antara du
DegRania mengerling saat melihat tulisan yang membuat dirinya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.'Jadi dia ....' Dua bola mata indahnya berkaca-kaca. Tangannya bergetar saat melihat penyakit yang tertulis dalam rongsen tersebut. Sebuah penyakit yang selama ini berada dalam pikirannya.'Ya Tuhan, apa ini benar?' tanya batin Rania seraya menggelengkan kepala.Alis Sarah bertaut. Ia melirik sahabatnya yang terlihat sedih setelah membuka barang yang ia berikan."Ada apa?" tanya Sarah penasaran. Jemari tangannya dengan cepat menggenggam tangan sahabatnya itu.Rania buru-buru memasukkan kembali hasil rongsen tersebut. Bibirnya mengembang, mencoba menutupi rasa sedih yang menguasai dirinya."Tidak! Tidak ada apa-apa! By the way, terimakasih ya! Kamu sudah mau mengantar ini padaku!" ucap Rania mencoba untuk tersenyum."Serius. Kamu tak apa? Tapi, kenapa mata kamu ...," tunjuk Sarah memastikan."Oh ini," tunjuk Rania ke arah sudut matanya."Tadi, tadi aku menguap tiada henti. Jad
' Kenapa tatapan matanya seperti itu? Apa rasa cintanya kepadaku berubah hanya gegara sapu itu?' tanya Rania dalam hati seraya melihat sapu yang berada dalam genggaman sakti."Rania, apa kamu tau ...," ucap Sakti terhenti."Bukankah kamu bilang sangat mencintaiku? Lalu, kenapa kamu marah padaku hanya gegara sapu jelek itu? Kamu tau! Sejak semalam, perasaanku bercampur aduk karenamu," gumam Rania memanyunkan bibirnya. Sakti menyeringai. Perlahan, ia mulai meletakkan sapu itu di samping meja dan berjalan menghampiri Rania. Ia tak menyangka, istrinya salah paham dengan tingkah lakunya itu."Di saat aku mulai mencintaimu, kamu malah ...."GlekDua bola manik mata Rania mengerling. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa saat lumatan hangat mengarah pada bibir ranum miliknya. Begitu hangat dan kenyal. Sejenak, lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti melepas ciumannya. Apalagi jemari tangan Sakti mendongakkan dagunya secara perlahan. Sungguh, membuat detakan ritme jant
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rania mulai panik.'Kenapa dia diam saja? Apa jangan-jangan dia ....' kata batin Rania terhenti saat pikiran negatif mulai menghantuinya."Tidak! Dia tak mungkin mati! Tidak!' Batin Rania seakan berkecamuk. Dua bola matanya berkaca-kaca. Rasa nikmat dan bahagia yang ia rasakan seketika berubah menjadi rasa takut dan sedih yang teramat dalam."Bangunlah! Tolong, jangan tinggalkan aku!" kata Rania mengoyak tubuh Sakti yang masih berada dalam pelukannya. Air matanya pun menetes saat tak ada jawaban yang keluar dari mulut suaminya itu. Dua bola mata Rania berputar. Semua terlihat begitu gelap dan hanya terdengar detakan jam dinding yang ada di ruangan tersebut.Perlahan, Rania mencoba mendorong tubuh Sakti dan berusaha untuk duduk. Bibirnya bergetar, jemari tangannya mulai mencari dan meraba remote yang akan menerangi ruangan tersebut.TekRania mengernyip. Sinar beberapa lampu yang menyala membuat kedua matanya silau.GlekTegakkan salivanya mengalir de
Tak seharusnya kamu menyuruhku ke sini melihat keromantisan kalian!" Lirih mike dengan tatapan sinis.Sakti menyeringai. Ia tak habis pikir, Mike sudah datang membawa makanan yang ia pesan."Letakkan saja di meja dan kamu ...," kata Sakti terhenti."Masih belum kelar?" tanya Mike berjalan ke arah meja kerja Sakti yang masih sama seperti waktu ia pulang kerja. Laporan menumpuk dan tak ada kegiatan laptop untuk melakukan pekerjaan.'Hah! Pasti dia menyuruhku ke sini untuk lembur. Dan sudah pasti, dia akan beralasan mengantar pulang rania,' gumam batin Mike melirik sahabatnya yang masih sibuk dengan benda layar pipih yang menempel di telinga."Baik, Pak. Sebelum jam dua belas, saya akan mengirimkan file-nya!" Perkataan Sakti yang membuat Mike mendesah sebal dan sudah sangat bisa di tebak, dia akan lembur seorang diri.'Dasar sahabat laknat! Dia tak tau apa, seharian aku tak istirahat karenanya!' gerutu batin Mike membanting tubuhnya tepat di kursi putar milik sahabatnya itu."Pulanglah!